di Kabupaten Batang
Nor Amalia Muthoharoh, SKM., M.Kes
Universitas Dian Nuswantoro
ABSTRAK
PENDAHULUAN: Remaja sangat rentan terhadap resiko dari TRIAD KRR (Seksualitas HIV dan AIDs,
NAPZA dan pernikahan dini). Pernikahan muda sebenarnya dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup
manusia kedepannya bagi ibu dan bayi salah satunya yaitu resiko yang paling dikhawatirkan dapat
menyebabkan kesakitan bahkan sampai menyebabkan kematian. Fenomena pernikahan muda terjadi baik
dipelosok desa maupun perkotaan di Indonesia serta meliputi dari berbagai strata ekonomi dengan
beragam latar belakang. Pusat informasi dan konseling remaja merupakan suatu wadah yang tepat untuk
tumbuh kembang remaja dalam mendapatkan berbagai informasi masalah kesehatan reproduksi bahkan
tentang kesiapan dalam berkeluarga karena PIK-R diperuntukkan dari, oleh dan untuk remaja itu sendiri.
TUJUAN: mengetahui faktor yang mempengaruhi remaja dalam perilaku pernikahan muda melalui
METODE: penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan penelitian cross
sectional. Responden dalam penelitian ini yaitu 120 responden remaja dan 120 responden orang tua
menggunakan cara purposive sampling, dimana dalam penelitian ini ada dua kelompok yaitu kelompok
remaja dan orang tua yang memanfaatkan PIK-R dan kelompok remaja dan orang tua yang tidak
memanfaatkan PIK-R.analisis data yang digunakan yaitu Analisis Hirarki Proses (AHP).
HASIL: hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan perilaku remaja dalam mendapatkan
informasi terhadap pernikahan muda, yaitu ada hubungan yang positif dan signifikan antara sikap
p=0,000; tradisi p=0,000; kebutuhan p=0,000; keyakinan p=0,014 dan persepsi=0,006 sedangkan hasil
faktor yang paling berpengaruh dari faktor predisposing diketahui dengan nilai p=<0,05 dan nilai t=0,225.
KESIMPULAN: Ada pengaruh antara sikap, persepsi, tradisi, kebutuhan dan keyakinan terhadap
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke remaja dimana masa tersebut remaja
sedang mencari jati dirinya, karena tidak dipungkiri masa remaja itu masa dimana remaja mengalami
berbagai kebimbangan. Lingkungan yang baik akan membentuk remaja tumbuh dengan baik tata cara
kehidupan yang selayaknya, sedangkan lingkungan yang negatif juga akan membentuk remaja lebih keras
dan negatif nantinya. Masa remaja juga merupakan masa dimana rasa ingin tahunya sangat tinggi, ingin
selalu mencoba berbagai hal baru, maka dari itu perlunya banyak pengetahuan dan informasi perihal
kesehatan bereproduksi itu sangat penting karena akan menjauhkan remaja dari free seks, narkoba dan
Dalam menurunkan angka perkawinan dini Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN)
mengangkat program pendewasaan usia pernikahan didalam wadah Pusat Informasi dan Konseling
Remaja (PIK-R). Program Pusat Informasi dan Konseling tidak hanya membahas perihal pendewasaan
usia kawin saja. Program yang ada didalam PIK-R biasanya disebut dengan 8 Substansi Genre yaitu
Narkoba/Napza, Seks bebas, HIV/AIDs, Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), Life Skill, 8 Fungsi
Keluarga, Gender, KIE/ Advokasi. Dari buku BKKBN Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak
Reproduksi (BKKBN,2008)
Perkawinan muda masih menjadi masalah utama dalam beberapa tahun terakhir ini, dalam
kenyataannya masih banyaknya terjadi pernikahan muda di beberapa negara berkembang terutama di
pelosok terpencil seperti pedesaan. Tidak dipungkiri di pelosok pedesaan angka pernikahan remaja masih
sangat tinggi data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017, median umur kawin pertama wanita
umur 25-49 adalah (21,8 tahun) dan pada pria kawin umur 25-49 (24,2 tahun). Median umur kawin
pertama wanita dan pria meningkat seiring meningkatnya tingkat pendidikan dan kekayaan (Badan
Berdasarkan hasil SDKI 2017, 72% wanita berstatus kawin/hidup bersama dan 5% berstatus cerai
hidup/pisah/cerai mati. Persentase wanita umur 15 – 49 berstatus kawin/hidup bersama (72%) hampir
sama dengan persentase pada SDKI 2012 (73%). Proporsi wanita kawin umur 15- 19 turun dari 13% pada
tahun. Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dalam melangsungkan perkawinan
seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orangtua
(UNICEF, 2014). Sekitar 10% remaja perempuan yang berusia 15-19 tahun sudah menjadi ibu, keadaan
seperti ini berpeluang lebih tinggi dialami oleh remaja di pedesaan di bandingkan di perkotaan
Kabupaten Batang pada tahun 2018 pernikahan pada remaja perempuan yang berusia dibawah 16
tahun sebanyak 29 orang dan remaja laki – laki 82 orang, masih tingginya angka pernikahan di pedesaan
mengakibatkan banyaknya pula angka perceraian serta kekerasan yang dialami remaja. Data
menunjukkan sekitar 79 remaja mengalami KTD dalam rumah tangganya seperti KDRT dan data
perceraian yang juga sangat tinggi pada tahun 2018 yaitu 1878 orang yang sudah berstatus cerai (Laporan
Salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah dalam upaya menurunkan usia pernikahan muda
yaitu dengan program pendewasaan usia pernikahan lewat pusat informasi dan konseling remaja, yang
merupakan suatu wadah untuk remaja dalam kehidupan yang lebih bermanfaat dan lebih memahami
Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP) merupakan upaya peningkatan usia pernikahan pertama
yaitu usia minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki – laki. Program ini sudah dijalankan
pemerintah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui program
kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang tujuannya tidak lain untuk mengatasi permasalahan remaja
(BKKBN,2008)
Sejauh ini program ini belum begitu terrealisasi dengan maksimal walaupun sudah ada PIK-R di
setiap kecamatan namun belum berjalan semuanya secara baik, maka dari itu penulis tertarik untuk
mengkaji lebih dalam permasalahan ini dalam sebuah pendekatan terhadap remaja.
METODE
Metode penelitian menggunakan kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah remaja serta orang tua yang memanfaatkan PIK-R dan remaja serta orang tua yang
tidak memanfaatkan PIK-R. Sampel analisis menggunakan purposive sampling dengan alasan bahwa
dalam penelitian ini dilihat dari keaktifan anggota PIK dan pada remaja yang tidak memanfaatkan PIK-R
yang sudah terpenuhi kriteria-kriteria tertentu dalam menjadi sampel penelitian. Jumlah keseluruhan
sampel pada penelitian ini yaitu 120 pada kriteria remaja dan orang tua yang memanfaatan PIK-R dan
120 responden pada kriteria remaja dan orang tua yang tidak memanfaatan PIK-R. Analisis yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis hirarki proses (AHP) dengan menggunakan SPSS 23.
HASIL
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden pada kelompok umur
remaja usia 16-20 tahun yaitu sebanyak 45,8% atau 55 responden sedangkan sebagian kecil responden
pada kelompok remaja usia 26-30 tahun yaitu hanya 1,7% atau 2 responden dan sebagian besar
responden pada kelompok orang tua remaja usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 55,0% atau 66 responden
sedangkan sebagian kecil responden pada kelompok orang tua remaja usia 61-70 tahun yaitu hanya 6,7%
atau 8 responden.
Pada kelompok jenis kelamin menunjukan bahwa sebagian besar responden pada kelompok
remaja perempuan yaitu sebanyak 57,5% atau 69 responden sedangkan responden pada kelompok
remaja laki – laki yaitu sebanyak 42,5% atau 51 responden dan sebagian besar responden pada kelompok
orang tua remaja perempuan yaitu sebanyak 51,7% atau 62 responden sedangkan responden pada
kelompok orang tua remaja laki - laki yaitu sebanyak 48,3% atau 58 responden.
Pada pengelompokan pendidikan menunjukan bahwa sebagian besar responden pada kelompok
remaja dengan pendidikan SMA/MA yaitu sebanyak 73,3% atau 88 responden sedangkan sebagian kecil
responden pada kelompok remaja dengan pendidikan SD/MI yaitu hanya 1,7% atau 2 responden dan
sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja dengan pendidikan SD/MI yaitu sebanyak
40,8% atau 49 responden sedangkan sebagian kecil responden pada kelompok orang tua remaja dengan
Berdasarkan tabel di atas pada distribusi frekuensi pengetahuan responden menunjukan bahwa
sebagian besar responden pada kelompok remaja dengan pengetahuan baik yaitu sebanyak 93,3%
atau 112 responden sedangkan responden pada kelompok remaja dengan pengetahuan tidak baik
yaitu 0,8% atau 1 responden dan sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja dengan
pengetahuan baik yaitu sebanyak 75,8% atau 91 responden sedangkan responden pada kelompok
orang tua remaja dengan pengetahuan tidak baik yaitu 24,2% atau 29 responden.
Distribusi frekuensi sikap responden menunjukan bahwa sebagian besar responden pada
kelompok remaja dengan sikap setuju yaitu sebanyak 55,8% atau 67 responden sedangkan sebagian
kecil responden pada kelompok remaja dengan sikap tidak setuju yaitu 44,2% atau 53 responden
dan sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja dengan sikap setuju yaitu sebanyak
62,5% atau 75 responden sedangkan sebagian kecil responden pada kelompok orang tua remaja
Distribusi frekuensi tradisi responden menunjukan bahwa sebagian besar responden pada
kelompok remaja dengan ada tradisi yaitu sebanyak 55,0% atau 66 responden sedangkan responden
pada kelompok remaja dengan tidak ada tradisi yaitu sebanyak 45,0% atau 54 responden dan
sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja dengan tidak ada tradisi yaitu sebanyak
95,0% atau 114 responden sedangkan responden pada kelompok orang tua remaja dengan ada
Distribusi frekuensi kebutuhan responden menunjukan bahwa sebagian besar responden pada
kelompok remaja sangat butuh yaitu sebanyak 56,7% atau 68 responden sedangkan sebagian kecil
responden pada kelompok remaja sangat tidak butuh yaitu hanya 5,0% atau 6 responden, dan
sebagian besar sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja sangat butuh yaitu
sebanyak 55,0% atau 66 responden sedangkan sebagian kecil responden pada kelompok orang tua
remaja sangat tidak butuh dan tidak butuh yaitu 5,0% atau 6 responden.
Distribusi frekuensi keyakinan responden menunjukan bahwa sebagian besar responden pada
kelompok remaja tidak ada keyakinan yaitu sebanyak 83,3% atau 100 responden sedangkan
responden pada kelompok remaja dengan ada keyakinan yaitu 16,7% atau 20 responden dan
sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja dengan tidak ada keyakinan yaitu
sebanyak 95,8% atau 115 responden sedangkan responden pada kelompok orang tua remaja dengan
Distribusi frekuensi persepsi responden menunjukan bahwa sebagian besar responden pada
kelompok remaja setuju yaitu sebanyak 83,3% atau 100 responden sedangkan sebagian kecil
responden pada kelompok remaja tidak setuju yaitu hanya 2,5% atau 3 responden dan sebagian
besar responden pada kelompok orang tua remaja tidak setuju yaitu sebanyak 87,5% atau 105
responden sedangkan sebagian kecil responden pada kelompok orang tua remaja setuju yaitu hanya
Distribusi frekuensi respon menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada kelompok
remaja dengan respon setuju yaitu sebanyak 71,7% atau 86 responden sedangkan responden pada
kelompok remaja dengan respon tidak setuju yaitu 28,3% atau 34 responden, dan sebagian besar
responden pada kelompok orang tua remaja dengan respon setuju yaitu sebanyak 85,0% atau 102
responden sedangkan responden pada kelompok orang tua remaja dengan respon tidak setuju yaitu
Pada variabel umur didapatkan hasil bahwa umur responden remaja yang ikut dalam
pemanfaatan PIK-R yaitu terbanyak antara umur 16-20 tahun sekitar 45,8 % responden dari
total responden yang ada didalam penelitian ini. Dalam penelitian sebelumnya juga
didapatkan hasil yang sama yaitu responden terbanyak adalah responden dengan umur 16
tahun sekitar 65% dan paling sedikit umur 15 tahun sekitar 10%. Hasil penelitian
menjelaskan bahwa umur akan sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin cukup
umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir
dan bekerja. Sedangkan pada responden orang tua rata – rata umur berkisaran antara 41-50
tahun sebanyak 55,0%, umur orang tua remaja juga didalam golongan umur yang pas dalam
mendidik dan mengawasi anak remajanya tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu tua dalam
rentang umur dengan anak remajanya, sehingga diharapkan orang tua dan anak bisa saling
sharing agar anak tidak canggung dalam berkeluh kesah nantinya kepada orang tuanya.
responden berusia 15-18 tahun, sisanya 30,4% usia responden 19-21 tahun. Faktor yang
mempengaruhi remaja menikah dibawah usia <20 tahun karena kurangnya pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi, pendidikan remaja yang rendah, dan persepsi remaja yang
kurang baik tentang kesiapan orang reproduksi untuk pernikahan. Persiapan pernikahan itu
sendiri terdiri atas persiapan kesehatan fisik, baik kesehatan psikologis, psikososial, dan
spiritual. Usia pernikahan yang ideal 20-25 tahun bagi perempuan, dan 25-30 tahun bagi laki-
laki, usia tersebut merupakan usia yang ideal untuk menjaga kesehatan, baik kesehatan
Dengan kata lain program PIK sebenarnya sudah tepat sasaran yaitu remaja diusia yang
rentan yang artinya remaja baru mengalami masa pubertas yaitu remaja yang baru mencari
jati dirinya dan remaja yang rasa ingin tahunya tinggi, sehingga program PIK-R ini sangat
bermanfaat untuk remaja dan juga orang tua dalam mengkontrol anak remaja nya.
Diharapkan remaja mendapatkan dukungan dari orang tua dalam mengikuti kegiatan di dalam
PIK-R ini. Sudah seharusnya remaja mendapatkan berbagai informasi terhadap kesehatan
reproduksinya, persiapan pernikahan dan berbagai informasi tentang kesehatan lainnya agar
pengetahuan, persepsi dan pandangan remaja serta orang tua lebih baik tentang kesehatan
reproduksi kedepannya.
responden laki – laki sekitar (47,5%) lebih sedikit dibandingan dangen responden perempuan
yaitu (52,5%).
berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan yaitu 64 responden (85,3%) dan sebagian kecil responden berjenis kelamin laki –
Karakteristik usia pada penelitian pusat informasi dan konseling remaja sebenarnya
sudah sama dengan penelitian sebelumnya bahwa dalam program ini didominan oleh jenis
kelamin perempuan, karena mereka merasa butuh dan tidak canggung seperti laki – laki.
Variabel pendidikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata rata remaja
berpendidikan SMA sekitar (53,4%) sedangkan pada orang tua rata – rata berpendidikan SD
sekitar (49,0%). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pendidikan masih sangat
berpengaruh terhadap perilaku responden, responden dengan pendidikan rendah lebih rentan
terhadap pernikahan muda dan masalah kesehatan reproduksi karena responden hanya
memiliki bekal pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi dari bangku SMA yaitu pada
mata pelajaran biologi ataupun informasi dari guru konseling yang mungkin hanya beberapa
materi saja, dan responden remaja apabila ingin bercerita dan berkonsultasi dengan guru
SMA nya mereka merasa canggung karena takut bila ingin mengutarakan semuanya maka bu
guru tahu dan menjadikan remaja memendam semua masalahnya sendiri. Dari hal tersebut
menunjukkan perlunya dukungan dari sekolah, orang tua dan lingkungan dalam
pendidikan juga menunjukkan bahwa keseluruhan pendidik sebaya berada pada tingkat
pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Program PIKR dapat dilaksanakan baik di
Rendahnya pendidikan remaja dan orang tua yang membuat pengetahuan mereka
sedikit terhadap kesehatan reproduksi dan persiapan pernikahan pada remaja membuat
banyak bahaya yang akan ditimbulkan untuk remaja itu sendiri yaitu pernikahan di bawah
usia 20 tahun untuk perempuan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan janin, kesiapan
emosional ibu, resiko terjadinya keguguran lebih besar karena belum siapnya organ
resproduksi pada perempuan sehingga menyebabkan janin tidak dapat berkembang secara
sempurna, resiko terjadinya tekanan darah tinggi kerena bisa saja saat kehamilan ibu
mengalami pre-eklamsi, beresiko terkena anemia pada ibu yang berdampak pada janin yang
tumbuh tidak sempurna serta bisa terjadinya persalinan yang sulit pada bayi dan ibu, bayi
lahir premature dan resiko bayi berat badan lahir rendah (BBLR). Resiko dari pernikahan
dibawah umur yang berdampak pada faktor psikologis yaitu bisa terjadinya permasalahan
didalam rumah tangga dengan suami karena masih saling meninggikan egonya masing-
masing yang bisa saja terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), resiko dari
pernikahan muda paling menakutkan yaitu bisa terjadinya kematian ibu saat melahirkan
dikarenakan belum siapnya organ reproduksi atau masih kecilnya panggul ibu yang
mengakibatkan bayi lahir sulit sehingga resiko pada ibu juga sampai kekematian dikarenakan
ibu sudah lemas dalam proses melahirkan yang lama itu dan masih banyak faktor yang dapat
rendah pengetahuannya tentang pendewasaan usia perkawinan, dari segi aspek PUP, dan
resiko lainnya yang menjadi informasi yang berguna untuk remaja sekitar. Pengetahuan
remaja terhadap pemberian informasi sangatlah penting dilakukan karena dengan program
PIK-R yang salah satu materi didalamnya memberikan materi tentang pendewasaan usia
pernikahan dibawah umur tidak dilakukan karena akan menimbulkan banyaknya masalah.
Diharapkan didalam program PIK-R remaja mendapat konseling tentang KRR bagi remaja.
banyak orang yang diharapkan dapat merubah kebiasaan, kesadaran dan meningkatkan
masalah yang paling utama sampai saat ini masih menjadi tantangan dan perlu dikaji lebih
dalam lagi khususnya bagi remaja yaitu rendahnya tingkat pendidikan remaja tentang
kesehatan reproduksi.
remaja dan orang tua terhadap pendewasaan usia pernikahan menunjukkan hasil bahwa
responden dalam kategori tidak baik, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh positif
dan signifikan antara pengetahuan PUP terhadap pemanfaatan PIK-R. Maka dari itu perlunya
kesadaran dari remaja dan orang tua dalam kegiatan ini, mereka dengan pengetahuan kurang
baik sebenarnya berdampak pada perilaku mereka untuk kedepannya, kurangnya pengetahuan
yang baik dapat mempengaruhi remaja dalam melakukan pernikahan di usia dini,
penyimpangan dalam kesehatan reproduksi, tidak dapat menyaring informasi buruk atau baik
dari luar.
Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil uji statistik menunjukkan nilai p>0,05,
sehingga secara kemaknaan statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan tentang reproduksi dengan pemanfaatan PIK-R pada remaja di SMA N 1
Sanden. Nilai RP (Ratio Prevalence) 0,590 yang artinya responden yang dengan pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi kurang baik beresiko 0,590 kali mempunyai pemanfaatan PIK-
reproduksi. Hasil uji statistik memberikan kesimpulan bahwa tidak ada hubungan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan PIK-R pada remaja di SMA
N 1 Sanden yang ditunjukkan dengan nilai p>0,05 (0,218>0,05). Siswa yang memiliki
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi kurang baik sebagian besar memiliki perilaku
pemanfaatan PIK-R tinggi dan sebagian kecil siswa yang memiliki perilaku pemanfaatan
sehingga kemungkinan tingginya pemanfaatan PIK-R disebabkan oleh ketakutan siswa akan
mendapat nilai jelek pada kegiatan ekstrakulikuler tersebut. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang. Perilaku akan
bertahan lama apabila berdasarkan pengetahuan, tetapi apabila perilaku tidak berdasarkan
pengetahuan dan kesadaran, maka tidak akan bertahan lama. 16 Hal tersebut juga dapat
disebabkan adanya faktor lain yang memiliki hubungan lebih signifikan dengan pemanfaatan
PIK-R. Misalnya pengetahuan mengenai layanan PIK-R pada siswa tersebut tinggi. Jika
siswa telah mempunyai informasi tentang layanan PIK-R misalnya tentang lokasi, tujuan dan
ruang lingkup PIK-R dimungkinkan siswa tersebut akan tertarik untuk memanfaatkan PIK-R.
Remaja rentang atas kenakalan dari luar karena remaja berada dalam masa dimana
mereka masih mencari jati diri dan rasa ingin tahu nya masih tinggi, tingkat emosional yang
tidak terkontrol ini yang dapat membuat remaja ingin mencoba-coba hal baru dari luar yang
belum tahu apakah itu baik atau tidak. Maka dari permasalahan diatas diharapkan remaja
mendapat dukungan penuh dari orang tua dalam mengikuti kegiatan PIK-R. Sedangkan orang
tua juga harus ikut serta dalam kegiatan bina keluarga remaja (BKR) agar orang tua dapat
mengkontrol pola perilaku keseharian anaknya dan terutama dapat menjawab apabila
anaknya bertanya. Diharapkan anak tidak canggung pada orang tuanya dan menjadikan orang
tua nya sebagai sahabat. Ini salah satu dari pencegahan terjadinya kenakalan pada remaja.
Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi menjadi bekal remaja dalam berperilaku
sehat dan bertanggung jawab, namun tidak semua remaja memperoleh informasi yang cukup
dan benar tentang kesehatan reproduksi. Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman ini
membawa remaja ke arah perilaku berisiko. Dalam hal inilah bagi para ahli dalam bidang ini
memandang perlu akan adanya pengertian, bimbingan, dan dukungan dari lingkungan di
sekitarnya agar dalam system perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan
yang sehat sedemikian rupa sehingga kelak remaja menjadi manusia dewasa yang sehat
Bahwa sikap remaja terhadap pernikahan dini masih sangat tinggi dan masih tidak mau
memanfaatkan fasilitas dari program PIK-R, yang mana didalamnya sebenarnya sangatlah
sangat bermanfaat bagi remaja dalam merencanakan pernikahan nantinya selain itu juga bisa
sebagai sumber pengetahuan dalam menjaga kesehatan organ reproduksinya. Maka dari itu
dalam penelitian ini diharapkan remaja mau ikut serta dalam memanfaatkan program PIK-R
agar remaja lebih paham akan kesehatan pada dirinya serta masih banyak manfaat yang akan
didapatkan nantinya terutama persiapan menikah dan pengetahuan akan usia ideal menikah
pada mereka yaitu wanita 21 tahun dan laki – laki 25 tahun. Sedangkan pada responden orang
tua diperoleh hasil yang sangat baik sikap orang tua terhadap pendewasaan usia pernikahan
terhadap pemanfaatan PIK-R pada remaja sangat didukung oleh orang tua. Orang tua
mempunyai sikap yang sangat positif untuk remaja dalam melakukan pernikahan muda. Bisa
jadi dengan sikap orang tua yang sudah bagus dapat mencegah remaja melakukan pernikahan
sebelum waktunya atau setidaknya orang tua sudah mau memberitahu akan kesiapan remaja
kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan PIK-R pada remaja di SMA N 1 Sanden yang
ditunjukkan dengan nilai p>0,05 (0,466>0,05). Sikap negatif tentang kesehatan reproduksi
adalah kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai tentang
Sikap dalam penelitian disini merupakan suatu kecenderungan individu dalam bertindak,
berupa respon tertutup terhadap stimulus atau objek tertentu. Sikap sendiri sebenarnya belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas namun sikap merupakan predisposisi dari tindakan
suatu perilaku objek. Jadi, sikap merupakan suatu kesiapan objek dalam bereaksi terhadap
objek di suatu lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap suatu objek. Menurut
sarwono sikap seseorang itu dapat berubah dengan diperolehnya informasi tentang objek
tertentu yaitu melalui persuasif serta tekanan dari kelompok sosial, sedangkan menurut Green
yaitu suatu perilaku yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap seseorang, perilaku remaja
terkait masalah kesehatan reproduksi yang menunjukkan adanya pergeseran dari nilai – nilai
dan norma yang ada. Sikap positif terhadap kesehatan reproduksi didasarkan pada keyakinan
bahwa kesehatan reproduksi sangat penting untuk dipelajari guna kesehatan reproduksi yang
lebih baik untuk remaja (100%). Sebaliknya siswa yang memiliki keyakinan negatif terhadap
kesehatan reproduksi maka akan menganggap kesehatan reproduksi itu tabu dan tidak penting
untuk dimengerti. Sikap yang positif terhadap kesehatan reproduksi cenderung membuat
siswa melakukan pemanfaatan PIK-R dan sikap negatif tentang kesehatan reproduksi
Pada variabel tradisi didapatkan hasil bahwa responden remaja cenderung masih
muda karena dorongan dari tradisi yang sudah ada dari sebelumnya. Sedangkan pada
responden orang tua sudah tidak menganggap bahwa tradisi sangat berpengaruh terhadap
cepat atau lambatnya anaknya dalam melakukan pernikahan, orang tua hanya mengikuti
kemauan dari anaknya saja jika ingin melakukan pernikahan, karena menurut orang tua
tradisi yang sudah ada sudah tidak harus diikuti oleh anak - anaknya, orang tua lebih
Pada remaja yang ikut PIK-R terlihat bahwa tidak lagi mengikuti tradisi yang ada di desa
mereka atau di lingkungan masyarakat. Berbeda dengan mereka yang tidak mengikuti PIK-R
sebagian responden remaja masih mempercayai akan tradisi yang sudah ada turun temurun.
Dapat dilihat bahwa mereka yang mengikuti PIK-R sudah mempunyai pengetahuan dan bisa
mengambil sikap yang baik dan positif bahwa kesehatan reproduksi, pernikahan itu harus
direncanakan dengan baik dan pada usia yang sudah matang. Tradisi menurut mereka
hanyalah kebiasaan yang tidak harus diikuti, tidak berdosa jika tidak melakukannya.
Sedangkan pada mereka yang tidak mengikuti PIK-R dengan pengetahuan yang kurang
karena hanya pengalaman hidup dan melihat lingkungan sekitar yang mendorong mereka
dalam melakukan perilaku pernikahan muda dan perilaku kesehatan reproduksi lainnya yang
semestinya belum saatnya mereka lakukan. Mereka beranggapan jika tidak melakukan tradisi
yang ada mereka seperti melawan orang tua, membuat malu keluarga dan akan menjadi
perawan tua, pamali jika seorang perempuan menolak lamaran walaupun mereka masih
PIK dapat dilihat dari hasil pengukuran yang sudah dilakukan sebagian besar responden
remaja maupun orang tua beranggapan bahwa mereka sangat butuh terhadap kebutuhan PIK.
Kebutuhan akan fasilitas PIK-R sangatlah penting dalam masyarakat, dimana dengan adanya
program PIK-R masyarakat baik remaja dan orang tua berharap dapat memberikan banyak
siswa yang membutuhkan PIK-KRR sebesar 47,76%. Siswa yang mengaku membutuhkan
PIKKRR 56,54% memanfaatkan PIK-KRR. Dari hasil analisis bivariabel ditemukan bahwa
kebutuhan ada hubungan dengan pemanfaatan PIK-KRR di sekolah dengan nilai RP=1,3
signifikan secara statistik (CI 95%=1,07-2,76). Dari hasil lainnya penelitian sebelumnya juga
hari.
Kebutuhan menurut mereka yang mengikuti PIK-R sangatlah butuh karena manfaat yang
didapatkan sangatlah banyak, informasi dan kejadian yang tidak seharusnya terjadi mereka
jadi tahu bagaimana melindungi dirinya dan meningkatkan derajat kesehatan bagi remaja.
Sedangkan pada remaja yang tidak memanfaatkan PIK-R beranggapan bahwa ada atau
tidaknya PIK-R sama saja karena informasi terhadap kesehatan remaja di jaman sekarang ini
dapat diperoleh dari mana saja, apalagi dengan kecanggihan hp di media sosial mereka dapat
mengakses apapun yang mereka mau. Namun sebenarnya semua itu salah, mereka dapat
mengakses semua informasi dari luar namun mereka belum tahu mana informasi yang baik
dterima dan tidak. Ketakutan akan penyaringan informasi yang didapat remaja itu bisa
membuat remaja jadi baik atau malah sebaliknya. Karena informasi yang mereka dapatkan
tidak dalam pengawasaan orang yang benar. Sedangkan dengan kita ikut dalam program PIK-
R, semua informasi dapat kita dapatkan dan dapat kita pahami mana yang baik dan tidak baik
karena ada pihak yang bertanggung awab atas informasi yang diperoleh oleh remaja.
Pelayanan kesehatan dibutuhkan remaja untuk membantu remaja dalam masa pencegahan,
awal intervensi, dan untuk pendidikan. Jadi alasan remaja memanfaatkan pelayanan
kesehatan karena ada kebutuhan tertentu dari remaja. Penyebab utama remaja memanfaatkan
pelayanan kesehatan baik karena keluhan fisik maupun psikologis adalah karena kebutuhan.
Salah satu tujuan remaja memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi adalah untuk
mencari informasi tentang pendidikan reproduksi dan seksualitas. Dari hasil wawancara
mendalam pada penelitian ini menemukan sebagian besar siswa membutuhkan PIK-KRR
untuk mendapatkan informasi kesehatan reproduksi yang benar dan untuk menyelesaikan
masalah kesehatan reproduksi yang mereka hadapi. Seseorang akan memanfaatkan pelayanan
kesehatan jika mereka menyadari bahwa pelayanan kesehatan adalah suatu yang dibutuhkan,
begitu juga bagi remaja. Jika remaja menyadari bahwa pelayanan kesehatan reproduksi
adalah suatu hal yang penting maka remaja akan memanfaatkan pelayanan kesehatan
reproduksi tersebut.
Keyakinan salah satu penyebab kesiapan remaja dalam melakukan pernikahan dini,
bahwa penyebab pernikahan dini yaitu karena pergaulan bebas yang melanggar norma-norma
agama seingga yang menyebabkan remaja hamil diluar nikah dan kurangnya perhatian dari
orang tua mereka karena minimnya pengetahuan dan informasi bagi remaja dan orang tua.
atas kesiapan psikologis dapat diambil kesimpulan bahwa usia memang menentukan
kemandirian emosional atau mental. Meskipun disatu sisi, mereka merasa percaya bahwa
menikah dini dapat menghambat kemajuan diri, masih belum bisa bertanggung jawab, dan
perlu untuk menumba ilmu lebih banyak, namun kenyataannya disisi lain masih ada
keinginan untuk dikagumi salah satunya dengan lebih cepat mendapatkan pasangan hidup.
Sehingga dari sisi kesiapan psikologis, belum tercapai kemandirian emosional, masih mudah
berubah pikiran atau dengan kata lain belum siap untuk menikah muda.
pengetahuan dan sikap yang baik. Mereka sudah tidak megikuti keyakinan lingkungan
masyarakat sekitar. Mereka mempunyai pengetahuan tentang pernikahan muda dengan baik,
mereka tahu usia ideal untuk menikah baik perempuan maupun laki- laki. Sedangkan mereka
yang tidak memanfaatkan PIK-R masih sebagian melakukan pernikahan muda karena atas
Pada variabel persepsi hasil dari pernyataan diatas menunjukkan persepsi masyarakat
terhadap PUP dalam pemanfaatan PIK-R menunjukkan hasil yang netral pada remaja dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh positif yang signifikan antara persepsi PUP terhadap
pemanfaatan PIK-R.
Dari penelitian sebelumnya dibuktikan dengan hasil analisis statistik dengan uji korelasi
spearman didapatkan bahwa nilai P sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari α (0,05)
yangartinya H1 diterima. Jadi ada hubungan antara peran Pusat Informasi Konseling Remaja
dengan persepsi remaja tentang kesiapan organ reproduksi untuk pernikahan di Desa
Jenggawah tahun 2015. Kesimpulannya bahwa peran PIK-R sangatlah penting dalam
memberikan informasi dan konseling untuk beberapa remaja yang selama ini masih memiliki
persepsi yang salah terkait kesiapan organ reproduksi untuk penikahan di Desa Jenggawah.
Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis statistik keeratan hubungan kedua variabel tersebut
masih dalam kategori cukup erat. Hal ini disebabkan karena ada variabel perancu atau
variabel confoundingyaitu pengalaman/ lama mengikuti PIK-R serta usia yang juga
pernikahan. Hal ini ditunjukkan dengan usia responden yang bervariasi yaitu 15-18 tahun dan
pengalaman atau lama mengikuti program PIK-R di Desa Jenggawah masih dalam kategori
Persepsi seseorang mengenai seluk beluk apa itu seks, sehingga diharapkan remaja
mengetahui terlebih dahulu dasar dari seks, dampak dari seks, yang diharapkan remaja tidak
salah menerima informasi mengenai seks, kesehatan reproduksinya mereka sendiri. Sehingga
oranag tua mampu mengarahkan remajanya dalam memberikan informasi yang benar
mengenai kesehatan reproduksi, diharapkan orang tua mendukung remaja dalam kegiatan
yang positif seperti mendukung dan mendorong remaja dalam mengikuti program PIK-R.
Selain itu adanya keterbatasan sumberdaya manusia yang berkompenten di bidang PIK-R
menjadi salah satu kendala utama dalam pengelolaan PIK-R agar berjalan dan bertahan
dengan baik, hai ini berdasarkan persepsi masyarakat yang kurang terhadap manfaat PIK-R.
Mereka mengira bahwa PIK-R dapat dikelolah oleh semua orang tanpa perlunya
memperdalam konsep dan teori tentang PIK-R. Ini yang membuat remaja menjadi kurang
minat dan kurang termotivasi dalam keikutsertaan PIK-R. Remaja yang tidak benar – benar
menekuni Pik-R menjadikan pengetahuan, sikap, persepsi dan respon terhadap PIK kurang
Respon PUP terhadap pemanfaatan PIK-R di dapatkan hasil yang berbeda antara
responden orang tua dan responden remaja, disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif
dan signifikan antara respon PUP terhadap pemanfaatan PIK-R. Dan hasil dari responden
orang tua didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang negatif dan signifikan antara
respon PUP terhadap pemanfaatan PIK-R. Hasil menunjukkan bahwa remaja merespon
dengan baik kegiatan PIK-R, mereka membutuh informasi akan kesehatan reproduksinya
namun disini responden orang tua tidak begitu mengetahui apakah program PIK-R itu
bermanfaat untuk anaknya atau tidak, karena orang tua baru saja mendengar kegiatan yang
bernama PIK-R.
respon yang positif dari siswa-siswi MAN yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan PIK-R
Exalta mampu melaksanakan setiap program dan pelayanan dengan baik sesuai dengan
keinginan responden. Dari respon yang diberikan serta antusias yang tinggi menjadikan PIK-
Respon oleh remaja yang memanfaatkan PIK-R mereka menerima informasi dengan baik
tentang kesehatan reproduksi mereka dan berbagai informasi remaja lainnya, mereka dapat
menerima dan menerapkan kediriya. Karena menurut mereka informasi yang didapatkan
sangatlah baik untuk kesehatan dirinya dan keberlangsungan kehidupan selanjutnya, selain
itu menurut mereka wadah PIK-R merupakan tempat yang baik untuk remaja dalam
memanfaatkan waktu luangnya dengan hal yang positif selain itu juga dapat bertukar pikiran.
Sedangkan pada mereka yang tidak memanfaatkan PIK-R respon terhadap kesehatan
reproduksi didalam PIK yaitu mereka beranggapan sudah tidak perlu lagi informasi, mereka
sudah mendapatkan informasi kesehatan dari bangku sekolah dan media sosial. Selain itu
mereka beranggapan bahwa dengan mengikuti PIK-R menghabiskan waktu mereka, mereka
sudah capek dengan kegiatan sekolah dan waktu untuk istirahat malahan disuruh ikut
kegiatan PIK.
KESIMPULAN
Dari hasil diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi
dan seksualitas bagi remaja. Hal ini terutama terkait dengan persebaran informasi mengenai
kehamilan dan pernikahan dini. Remaja memiliki kecenderungan untuk memilih teman
sebaya dalam memperoleh berbagai sumber informasi dalam hal apapun. Sumber informasi
dari teman biasanya digunakan oleh remaja sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
terkait permasalahan dari remaja. Maka dari itu perlunya dorongan dari orang tua agar
remaja mau ikut peran dalam memanfaatkan PIK baik PIK jalur masyarakat maupun jalur
sekolah. Karena PIK itu sendiri dibentuk dari, oleh dan untuk remaja. Didalamnya nantinya
akan berkumpul remaja – remaja dalam berbagai masalahnya dan akan dipecahkan bersama
dengan dikelolah oleh remaja sendiri diharapkan tidak akan ada canggung lagi untuk remaja
Selain itu dari hasil diatas didapatkan diartikan bahwa variabe sikap, tradisi, keyakinan,
kebutuhan dan persepsi berpengaruh dalam remaja dan orang tua memanfaatkan PIK. Namun
respon dan pengetahuan mereka masih kurang terhadap pernikahan dini dan pendewasaan
UNICEF, I. 2014. Ending Child Marriage Progress and Prospects, New York, UNICEF.
UNICEF, I. 2015. Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di
Indonesia, Jakarta-Indonesia, Badan Pusat Statistik.
Hidayah N. "Rumah Remaja" Sebagai Media Pembentukan PIK Remaja di Dusun Kedung
Dowo Desa Pasekaran Kecamatan Batang Kabupaten Batang. Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat, FIK, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. 2016.
Alfajriani E. Promosi Program Generasi Berencana (GenRe) bagi Kalangan Generasi Muda
di Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat. eJournal Administrasi Negara.
2017;Vol 5 (Nomor 2).
Khoirot M. Program Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) Mekar dalam
Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di Jomegatan Ngestiharjo
Kasihan Bantul. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah. 2018;Vol VII.
Ma'arif F. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sosial Budaya dengan Sikap Remaja
Terkait pendewasaan usia Perkawinan. Jurnal Biometrika dan Kependudukan.
2018;Volume 7.
Widyawati Eny dan Pierewan AC. Determinan Pernikahan Usia Dini di Indonesia. Jurnal
Ilmu - Ilmu Sosial. 2017;Volume 14.
M.Taufik. Pengetahuan, Peran Orang Tua dan Persepsi Remaja terhadap Preferensi Usia
Ideal Menikah. Jurnal Vokasi Kesehatan. 2018.
Aprianti ZS, Antono Suryoputro dan Ratih Indraswari. Fenomena Pernikahan Dini Membuat
Orang Tua dan Remaja Tidak Takut Mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia. 2018;13.