Anda di halaman 1dari 25

Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pernikahan Dini

di Kabupaten Batang
Nor Amalia Muthoharoh, SKM., M.Kes
Universitas Dian Nuswantoro

ABSTRAK

PENDAHULUAN: Remaja sangat rentan terhadap resiko dari TRIAD KRR (Seksualitas HIV dan AIDs,

NAPZA dan pernikahan dini). Pernikahan muda sebenarnya dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup

manusia kedepannya bagi ibu dan bayi salah satunya yaitu resiko yang paling dikhawatirkan dapat

menyebabkan kesakitan bahkan sampai menyebabkan kematian. Fenomena pernikahan muda terjadi baik

dipelosok desa maupun perkotaan di Indonesia serta meliputi dari berbagai strata ekonomi dengan

beragam latar belakang. Pusat informasi dan konseling remaja merupakan suatu wadah yang tepat untuk

tumbuh kembang remaja dalam mendapatkan berbagai informasi masalah kesehatan reproduksi bahkan

tentang kesiapan dalam berkeluarga karena PIK-R diperuntukkan dari, oleh dan untuk remaja itu sendiri.

TUJUAN: mengetahui faktor yang mempengaruhi remaja dalam perilaku pernikahan muda melalui

program pusat informasi dan konseling remaja.

METODE: penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan penelitian cross

sectional. Responden dalam penelitian ini yaitu 120 responden remaja dan 120 responden orang tua

menggunakan cara purposive sampling, dimana dalam penelitian ini ada dua kelompok yaitu kelompok

remaja dan orang tua yang memanfaatkan PIK-R dan kelompok remaja dan orang tua yang tidak

memanfaatkan PIK-R.analisis data yang digunakan yaitu Analisis Hirarki Proses (AHP).

HASIL: hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan perilaku remaja dalam mendapatkan

informasi terhadap pernikahan muda, yaitu ada hubungan yang positif dan signifikan antara sikap

p=0,000; tradisi p=0,000; kebutuhan p=0,000; keyakinan p=0,014 dan persepsi=0,006 sedangkan hasil

faktor yang paling berpengaruh dari faktor predisposing diketahui dengan nilai p=<0,05 dan nilai t=0,225.

KESIMPULAN: Ada pengaruh antara sikap, persepsi, tradisi, kebutuhan dan keyakinan terhadap

perilaku pernikahan muda melalui program PIK.

Kata Kunci: PIK-R, Remaja dan Kesehatan Reproduksi


PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke remaja dimana masa tersebut remaja

sedang mencari jati dirinya, karena tidak dipungkiri masa remaja itu masa dimana remaja mengalami

berbagai kebimbangan. Lingkungan yang baik akan membentuk remaja tumbuh dengan baik tata cara

kehidupan yang selayaknya, sedangkan lingkungan yang negatif juga akan membentuk remaja lebih keras

dan negatif nantinya. Masa remaja juga merupakan masa dimana rasa ingin tahunya sangat tinggi, ingin

selalu mencoba berbagai hal baru, maka dari itu perlunya banyak pengetahuan dan informasi perihal

kesehatan bereproduksi itu sangat penting karena akan menjauhkan remaja dari free seks, narkoba dan

kenakalan remaja lainnya (BKKBN, 2008).

Dalam menurunkan angka perkawinan dini Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN)

mengangkat program pendewasaan usia pernikahan didalam wadah Pusat Informasi dan Konseling

Remaja (PIK-R). Program Pusat Informasi dan Konseling tidak hanya membahas perihal pendewasaan

usia kawin saja. Program yang ada didalam PIK-R biasanya disebut dengan 8 Substansi Genre yaitu

Narkoba/Napza, Seks bebas, HIV/AIDs, Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), Life Skill, 8 Fungsi

Keluarga, Gender, KIE/ Advokasi. Dari buku BKKBN Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak

Reproduksi (BKKBN,2008)

Perkawinan muda masih menjadi masalah utama dalam beberapa tahun terakhir ini, dalam

kenyataannya masih banyaknya terjadi pernikahan muda di beberapa negara berkembang terutama di

pelosok terpencil seperti pedesaan. Tidak dipungkiri di pelosok pedesaan angka pernikahan remaja masih

sangat tinggi data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017, median umur kawin pertama wanita

umur 25-49 adalah (21,8 tahun) dan pada pria kawin umur 25-49 (24,2 tahun). Median umur kawin

pertama wanita dan pria meningkat seiring meningkatnya tingkat pendidikan dan kekayaan (Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2018).

Berdasarkan hasil SDKI 2017, 72% wanita berstatus kawin/hidup bersama dan 5% berstatus cerai

hidup/pisah/cerai mati. Persentase wanita umur 15 – 49 berstatus kawin/hidup bersama (72%) hampir

sama dengan persentase pada SDKI 2012 (73%). Proporsi wanita kawin umur 15- 19 turun dari 13% pada

SDKI 2012 menjadi 9% pada SDKI 2017 (BKKBN, 2018).


Target pencapaian untuk usia kawin pertama perempuan dari BKKBN pada tahun 2014 adalah diusia 21

tahun. Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dalam melangsungkan perkawinan

seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orangtua

(UNICEF, 2014). Sekitar 10% remaja perempuan yang berusia 15-19 tahun sudah menjadi ibu, keadaan

seperti ini berpeluang lebih tinggi dialami oleh remaja di pedesaan di bandingkan di perkotaan

perbandingannya sekitar 13% : 6% (UNICEF, 2015).

Kabupaten Batang pada tahun 2018 pernikahan pada remaja perempuan yang berusia dibawah 16

tahun sebanyak 29 orang dan remaja laki – laki 82 orang, masih tingginya angka pernikahan di pedesaan

mengakibatkan banyaknya pula angka perceraian serta kekerasan yang dialami remaja. Data

menunjukkan sekitar 79 remaja mengalami KTD dalam rumah tangganya seperti KDRT dan data

perceraian yang juga sangat tinggi pada tahun 2018 yaitu 1878 orang yang sudah berstatus cerai (Laporan

KUA kabupaten Batang,2018)

Salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah dalam upaya menurunkan usia pernikahan muda

yaitu dengan program pendewasaan usia pernikahan lewat pusat informasi dan konseling remaja, yang

merupakan suatu wadah untuk remaja dalam kehidupan yang lebih bermanfaat dan lebih memahami

kesehatan reproduksinya dalam merencanakan pernikahan dan kehamilan nantinya (BKKBN,2010)

Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP) merupakan upaya peningkatan usia pernikahan pertama

yaitu usia minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki – laki. Program ini sudah dijalankan

pemerintah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui program

kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang tujuannya tidak lain untuk mengatasi permasalahan remaja

(BKKBN,2008)

Sejauh ini program ini belum begitu terrealisasi dengan maksimal walaupun sudah ada PIK-R di

setiap kecamatan namun belum berjalan semuanya secara baik, maka dari itu penulis tertarik untuk

mengkaji lebih dalam permasalahan ini dalam sebuah pendekatan terhadap remaja.
METODE

Metode penelitian menggunakan kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dalam

penelitian ini adalah remaja serta orang tua yang memanfaatkan PIK-R dan remaja serta orang tua yang

tidak memanfaatkan PIK-R. Sampel analisis menggunakan purposive sampling dengan alasan bahwa

dalam penelitian ini dilihat dari keaktifan anggota PIK dan pada remaja yang tidak memanfaatkan PIK-R

yang sudah terpenuhi kriteria-kriteria tertentu dalam menjadi sampel penelitian. Jumlah keseluruhan

sampel pada penelitian ini yaitu 120 pada kriteria remaja dan orang tua yang memanfaatan PIK-R dan

120 responden pada kriteria remaja dan orang tua yang tidak memanfaatan PIK-R. Analisis yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis hirarki proses (AHP) dengan menggunakan SPSS 23.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik responden

Variabel Responden Responden Orang


Remaja Tua
frekuensi % Umur frekuensi %
Umur
10-15 tahun 21 17,5 30-40 tahun 13 10,8
16-20 tahun 55 45,8 41-50 tahun 66 55,0
21-25 tahun 42 35,0 51-60 tahun 33 27,5
26-30 tahun 2 1,7 61-70 tahun 8 6,7
120 100 120 100
Jenis kelamin
Laki-laki 51 42,5 58 48,3
Perempuan 69 57,5 62 51,7
120 100 120 100
Pendidikan
SD/MI 2 1,7 49 40,8
SMP/MTs 17 14,2 34 28,3
SMA/MA 88 73,3 36 30
DIPLOMA 2 1,7 0 0
S1 11 9,2 1 8
120 100 120 100

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden pada kelompok umur

remaja usia 16-20 tahun yaitu sebanyak 45,8% atau 55 responden sedangkan sebagian kecil responden

pada kelompok remaja usia 26-30 tahun yaitu hanya 1,7% atau 2 responden dan sebagian besar

responden pada kelompok orang tua remaja usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 55,0% atau 66 responden
sedangkan sebagian kecil responden pada kelompok orang tua remaja usia 61-70 tahun yaitu hanya 6,7%

atau 8 responden.

Pada kelompok jenis kelamin menunjukan bahwa sebagian besar responden pada kelompok

remaja perempuan yaitu sebanyak 57,5% atau 69 responden sedangkan responden pada kelompok

remaja laki – laki yaitu sebanyak 42,5% atau 51 responden dan sebagian besar responden pada kelompok

orang tua remaja perempuan yaitu sebanyak 51,7% atau 62 responden sedangkan responden pada

kelompok orang tua remaja laki - laki yaitu sebanyak 48,3% atau 58 responden.

Pada pengelompokan pendidikan menunjukan bahwa sebagian besar responden pada kelompok

remaja dengan pendidikan SMA/MA yaitu sebanyak 73,3% atau 88 responden sedangkan sebagian kecil

responden pada kelompok remaja dengan pendidikan SD/MI yaitu hanya 1,7% atau 2 responden dan

sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja dengan pendidikan SD/MI yaitu sebanyak

40,8% atau 49 responden sedangkan sebagian kecil responden pada kelompok orang tua remaja dengan

pendidikan S1 yaitu 8% atau 1 responden.

Tabel 2. Frekuensi distribusi responden remaja dan orang tua

Variabel Responden Remaja Responden Orang


Tua
frekuensi % frekuensi %
Pengetahuan
Tidak Baik 1 0,8 29 24,2
Baik 7 5,8 91 75,8
Jumlah 112 93,3 120 100
Sikap
Tidak Setuju 0 0 1 0,8
Netral 53 44,2 75 62,5
Setuju 67 55,8 44 36,7
Jumlah 120 100 120 100
Tradisi
Tidak Ada 54 45,0 114 95,0
Ada 66 55,0 6 5,0
Jumlah 120 100 120 100
Kebutuhan
Sangat Tidak Butuh 6 5,0 6 5,0
Tidak Butuh 13 10,8 6 5,0
Netral 8 6,7 19 15,8
Butuh 25 20,8 23 19,2
Sangat Butuh 68 56,7 66 55,0
Jumlah 120 100 120 100
Keyakinan
Tidak Ada 100 83,3 115 95,8
Ada 20 16,7 5 4,2
120 100 120 100
Persepsi
Tidak Setuju 3 2,5 105 87,5
Netral 17 14,2 12 10,0
Setuju 100 83,3 3 2,5
Jumlah 120 100 120 100
Respon
Tidak Setuju 34 28,3 18 15,0
Setuju 86 71,7 102 85,0
Jumlah 120 100 120 100

Berdasarkan tabel di atas pada distribusi frekuensi pengetahuan responden menunjukan bahwa

sebagian besar responden pada kelompok remaja dengan pengetahuan baik yaitu sebanyak 93,3%

atau 112 responden sedangkan responden pada kelompok remaja dengan pengetahuan tidak baik

yaitu 0,8% atau 1 responden dan sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja dengan

pengetahuan baik yaitu sebanyak 75,8% atau 91 responden sedangkan responden pada kelompok

orang tua remaja dengan pengetahuan tidak baik yaitu 24,2% atau 29 responden.

Distribusi frekuensi sikap responden menunjukan bahwa sebagian besar responden pada

kelompok remaja dengan sikap setuju yaitu sebanyak 55,8% atau 67 responden sedangkan sebagian

kecil responden pada kelompok remaja dengan sikap tidak setuju yaitu 44,2% atau 53 responden

dan sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja dengan sikap setuju yaitu sebanyak

62,5% atau 75 responden sedangkan sebagian kecil responden pada kelompok orang tua remaja

dengan sikap tidak setuju yaitu hanya 0,8% atau 1 responden.

Distribusi frekuensi tradisi responden menunjukan bahwa sebagian besar responden pada

kelompok remaja dengan ada tradisi yaitu sebanyak 55,0% atau 66 responden sedangkan responden

pada kelompok remaja dengan tidak ada tradisi yaitu sebanyak 45,0% atau 54 responden dan

sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja dengan tidak ada tradisi yaitu sebanyak

95,0% atau 114 responden sedangkan responden pada kelompok orang tua remaja dengan ada

tradisi yaitu sebanyak 5,0% atau 6 responden.

Distribusi frekuensi kebutuhan responden menunjukan bahwa sebagian besar responden pada

kelompok remaja sangat butuh yaitu sebanyak 56,7% atau 68 responden sedangkan sebagian kecil

responden pada kelompok remaja sangat tidak butuh yaitu hanya 5,0% atau 6 responden, dan
sebagian besar sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja sangat butuh yaitu

sebanyak 55,0% atau 66 responden sedangkan sebagian kecil responden pada kelompok orang tua

remaja sangat tidak butuh dan tidak butuh yaitu 5,0% atau 6 responden.

Distribusi frekuensi keyakinan responden menunjukan bahwa sebagian besar responden pada

kelompok remaja tidak ada keyakinan yaitu sebanyak 83,3% atau 100 responden sedangkan

responden pada kelompok remaja dengan ada keyakinan yaitu 16,7% atau 20 responden dan

sebagian besar responden pada kelompok orang tua remaja dengan tidak ada keyakinan yaitu

sebanyak 95,8% atau 115 responden sedangkan responden pada kelompok orang tua remaja dengan

ada keyakinan yaitu 4,2% atau 5 responden.

Distribusi frekuensi persepsi responden menunjukan bahwa sebagian besar responden pada

kelompok remaja setuju yaitu sebanyak 83,3% atau 100 responden sedangkan sebagian kecil

responden pada kelompok remaja tidak setuju yaitu hanya 2,5% atau 3 responden dan sebagian

besar responden pada kelompok orang tua remaja tidak setuju yaitu sebanyak 87,5% atau 105

responden sedangkan sebagian kecil responden pada kelompok orang tua remaja setuju yaitu hanya

2,5% atau 3 responden.

Distribusi frekuensi respon menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada kelompok

remaja dengan respon setuju yaitu sebanyak 71,7% atau 86 responden sedangkan responden pada

kelompok remaja dengan respon tidak setuju yaitu 28,3% atau 34 responden, dan sebagian besar

responden pada kelompok orang tua remaja dengan respon setuju yaitu sebanyak 85,0% atau 102

responden sedangkan responden pada kelompok orang tua remaja dengan respon tidak setuju yaitu

15,0% atau 18 responden.


Tabel 3. Hubungan perilaku pernikahan muda terhadap pemanfaatan PIK

Variabel Remaja Total Orang Tua Total Remaja Orang Tua


PIK Tidak PIK PIK Tidak PIK R p- R p-value
value
F % F % F % F % F % F %
Umur
10-15 tahun 13 61,9 8 38,1 21 100 ,201 0,021
16-20 tahun 31 56,4 24 43,6 55 100
21-25 tahun 16 38,1 26 61,9 42 100
26-30 tahun 0 0,0 2 100 2 100
-,07
30-40 tahun 4 30,8 9 69,2 13 100 0,374
7
41-50 tahun 34 51,5 32 48,5 66 100
51-60 tahun 19 57,6 14 42,4 33 100
61-70 tahun 3 37,5 5 62,5 8 100
Jenis
Kelamin
-,08
Laki – laki 23 45,1 28 54,9 51 100 25 43,1 33 56,9 58 100 0,358
4
-,13
Perempuan 37 53,6 32 46,4 69 100 35 56,5 27 43,5 62 100 0,146
3
Pendidikan
SD/MI 2 100 0 0,0 2 100 25 51,0 24 49,0 49 100 ,127 0,151
-,02
SMP/MTS 11 64,7 6 35,3 17 100 15 44,1 19 55,9 34 100 0,819
0
SMA/MA 41 46,6 47 53,4 88 100 19 52,8 17 47,2 36 100
DIPLOMA 0 0,0 2 100 2 100 0 0 0 0 0 100
S1 6 54,5 5 45,5 11 100 1 100 0 0,0 1 100
Pengetahuan
Tidak Baik 1 100 0 0,0 1 100 19 65,5 10 34,5 29 100
,134 0,142
Netral 5 71,4 2 28,6 7 100 0 0 0 0 0 100
11
Baik 54 48,2 58 51,8 100 41 54,9 50 54,9 91 100 ,176 0,056
2
Sikap
Tidak Setuju 0 0 0 0,0 0 100 1 100 0 0,0 1 100 ,117 0,200
Netral 30 56,6 23 43,4 53 100 47 62,7 28 37,3 75 100 ,350 0,000
Setuju 30 44,8 37 55,2 67 100 12 27,3 32 72,7 44 100
Tradisi
11 -,33
Tidak ada 17 31,5 37 68,5 54 100 57 50,0 57 50,0 100 0,000
4 5
Ada 43 65,2 23 34,8 66 100 3 50,0 3 50,0 6 100 ,000 1,000
Kebutuhan
Sangat Tidak
4 66,7 2 33,3 6 100 6 100 0 0,0 6 100 ,384 0,000
Butuh
Tidak Butuh 10 76,9 3 23,1 13 100 1 16,7 5 83,3 6 100
Netral 6 75,0 2 25,0 8 100 11 57,9 8 42,1 19 100 ,239 0,005
Butuh 19 76,0 6 24,0 25 100 18 78,3 5 21,7 23 100
Sangat Butuh 21 30,9 47 69,1 68 100 24 36,4 42 63,6 66 100
Keyakinan
10 11
Tidak ada 54 54,0 46 46,0 100 60 52,2 55 47,8 100 ,179 0,051
0 5
Ada 6 30,0 14 70,0 20 100 0 0,0 5 100 5 100 ,209 0,023
Persepsi
10
Tidak Setuju 3 100 0 0,0 3 100 47 44,8 58 55,2 100 ,356 0,000
5
-,27
Netral 15 88,2 2 11,8 17 100 10 83,3 2 16,7 12 100 0,002
7
10
Setuju 42 42,0 58 58,0 100 3 100 0 0,0 3 100
0
Respon
Tidak Setuju 24 70,6 10 29,4 34 100 7 38,9 11 61,1 18 100 ,259 0,005
10 -,09
Setuju 36 41,9 50 58,1 86 100 53 52,0 49 48,0 100 0,309
2 3
PEMBAHASAN

Pada variabel umur didapatkan hasil bahwa umur responden remaja yang ikut dalam

pemanfaatan PIK-R yaitu terbanyak antara umur 16-20 tahun sekitar 45,8 % responden dari

total responden yang ada didalam penelitian ini. Dalam penelitian sebelumnya juga

didapatkan hasil yang sama yaitu responden terbanyak adalah responden dengan umur 16

tahun sekitar 65% dan paling sedikit umur 15 tahun sekitar 10%. Hasil penelitian

menjelaskan bahwa umur akan sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin cukup

umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir

dan bekerja. Sedangkan pada responden orang tua rata – rata umur berkisaran antara 41-50

tahun sebanyak 55,0%, umur orang tua remaja juga didalam golongan umur yang pas dalam

mendidik dan mengawasi anak remajanya tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu tua dalam

rentang umur dengan anak remajanya, sehingga diharapkan orang tua dan anak bisa saling

sharing agar anak tidak canggung dalam berkeluh kesah nantinya kepada orang tuanya.

Dari penelitian sebelumnya juga didapatkan hasil bahwa mayoritas (69,4%)

responden berusia 15-18 tahun, sisanya 30,4% usia responden 19-21 tahun. Faktor yang

mempengaruhi remaja menikah dibawah usia <20 tahun karena kurangnya pengetahuan

tentang kesehatan reproduksi, pendidikan remaja yang rendah, dan persepsi remaja yang

kurang baik tentang kesiapan orang reproduksi untuk pernikahan. Persiapan pernikahan itu

sendiri terdiri atas persiapan kesehatan fisik, baik kesehatan psikologis, psikososial, dan

spiritual. Usia pernikahan yang ideal 20-25 tahun bagi perempuan, dan 25-30 tahun bagi laki-

laki, usia tersebut merupakan usia yang ideal untuk menjaga kesehatan, baik kesehatan

jasmani maupun kesehatan rohani.

Dengan kata lain program PIK sebenarnya sudah tepat sasaran yaitu remaja diusia yang

rentan yang artinya remaja baru mengalami masa pubertas yaitu remaja yang baru mencari

jati dirinya dan remaja yang rasa ingin tahunya tinggi, sehingga program PIK-R ini sangat
bermanfaat untuk remaja dan juga orang tua dalam mengkontrol anak remaja nya.

Diharapkan remaja mendapatkan dukungan dari orang tua dalam mengikuti kegiatan di dalam

PIK-R ini. Sudah seharusnya remaja mendapatkan berbagai informasi terhadap kesehatan

reproduksinya, persiapan pernikahan dan berbagai informasi tentang kesehatan lainnya agar

pengetahuan, persepsi dan pandangan remaja serta orang tua lebih baik tentang kesehatan

reproduksi kedepannya.

Karakteristik responden dalam keterkaitan jenis kelamin responden diketahui bahwa

responden laki – laki sekitar (47,5%) lebih sedikit dibandingan dangen responden perempuan

yaitu (52,5%).

Pada penelitian sebelumnya juga didapatkan hasil dari karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin

perempuan yaitu 64 responden (85,3%) dan sebagian kecil responden berjenis kelamin laki –

laki yaitu 11 responden (14,7%).

Karakteristik usia pada penelitian pusat informasi dan konseling remaja sebenarnya

sudah sama dengan penelitian sebelumnya bahwa dalam program ini didominan oleh jenis

kelamin perempuan, karena mereka merasa butuh dan tidak canggung seperti laki – laki.

Variabel pendidikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata rata remaja

berpendidikan SMA sekitar (53,4%) sedangkan pada orang tua rata – rata berpendidikan SD

sekitar (49,0%). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pendidikan masih sangat

berpengaruh terhadap perilaku responden, responden dengan pendidikan rendah lebih rentan

terhadap pernikahan muda dan masalah kesehatan reproduksi karena responden hanya

memiliki bekal pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi dari bangku SMA yaitu pada

mata pelajaran biologi ataupun informasi dari guru konseling yang mungkin hanya beberapa

materi saja, dan responden remaja apabila ingin bercerita dan berkonsultasi dengan guru

SMA nya mereka merasa canggung karena takut bila ingin mengutarakan semuanya maka bu
guru tahu dan menjadikan remaja memendam semua masalahnya sendiri. Dari hal tersebut

menunjukkan perlunya dukungan dari sekolah, orang tua dan lingkungan dalam

pembentukkan PIK-R ditingkat sekolah maupun ditingkat masyarakat.

Dari penelitian sebelumnya didapatkan hasil penelitian pada variabel tingkat

pendidikan juga menunjukkan bahwa keseluruhan pendidik sebaya berada pada tingkat

pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Program PIKR dapat dilaksanakan baik di

lingkungan sekolah maupun lingkungan luar sekolah yaitu masyarakat.

Rendahnya pendidikan remaja dan orang tua yang membuat pengetahuan mereka

sedikit terhadap kesehatan reproduksi dan persiapan pernikahan pada remaja membuat

banyak bahaya yang akan ditimbulkan untuk remaja itu sendiri yaitu pernikahan di bawah

usia 20 tahun untuk perempuan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan janin, kesiapan

emosional ibu, resiko terjadinya keguguran lebih besar karena belum siapnya organ

resproduksi pada perempuan sehingga menyebabkan janin tidak dapat berkembang secara

sempurna, resiko terjadinya tekanan darah tinggi kerena bisa saja saat kehamilan ibu

mengalami pre-eklamsi, beresiko terkena anemia pada ibu yang berdampak pada janin yang

tumbuh tidak sempurna serta bisa terjadinya persalinan yang sulit pada bayi dan ibu, bayi

lahir premature dan resiko bayi berat badan lahir rendah (BBLR). Resiko dari pernikahan

dibawah umur yang berdampak pada faktor psikologis yaitu bisa terjadinya permasalahan

didalam rumah tangga dengan suami karena masih saling meninggikan egonya masing-

masing yang bisa saja terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), resiko dari

pernikahan muda paling menakutkan yaitu bisa terjadinya kematian ibu saat melahirkan

dikarenakan belum siapnya organ reproduksi atau masih kecilnya panggul ibu yang

mengakibatkan bayi lahir sulit sehingga resiko pada ibu juga sampai kekematian dikarenakan

ibu sudah lemas dalam proses melahirkan yang lama itu dan masih banyak faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya pernikahan muda lainnya.


Pada variabel pengetahuan baik pengguna maupun bukan pengguna PIK-R masih sangat

rendah pengetahuannya tentang pendewasaan usia perkawinan, dari segi aspek PUP, dan

resiko lainnya yang menjadi informasi yang berguna untuk remaja sekitar. Pengetahuan

remaja terhadap pemberian informasi sangatlah penting dilakukan karena dengan program

PIK-R yang salah satu materi didalamnya memberikan materi tentang pendewasaan usia

pernikahan dimana didalamnya perlu ditambahkan pengetahuan remaja bahwa sebaiknya

pernikahan dibawah umur tidak dilakukan karena akan menimbulkan banyaknya masalah.

Diharapkan didalam program PIK-R remaja mendapat konseling tentang KRR bagi remaja.

Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi

banyak orang yang diharapkan dapat merubah kebiasaan, kesadaran dan meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Salah satu

masalah yang paling utama sampai saat ini masih menjadi tantangan dan perlu dikaji lebih

dalam lagi khususnya bagi remaja yaitu rendahnya tingkat pendidikan remaja tentang

kesehatan reproduksi.

Hasil bahwa faktor yang mempengaruhi pencapaian PIK-R berdasarkan pengetahuan

remaja dan orang tua terhadap pendewasaan usia pernikahan menunjukkan hasil bahwa

responden dalam kategori tidak baik, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh positif

dan signifikan antara pengetahuan PUP terhadap pemanfaatan PIK-R. Maka dari itu perlunya

kesadaran dari remaja dan orang tua dalam kegiatan ini, mereka dengan pengetahuan kurang

baik sebenarnya berdampak pada perilaku mereka untuk kedepannya, kurangnya pengetahuan

yang baik dapat mempengaruhi remaja dalam melakukan pernikahan di usia dini,

penyimpangan dalam kesehatan reproduksi, tidak dapat menyaring informasi buruk atau baik

dari luar.

Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil uji statistik menunjukkan nilai p>0,05,

sehingga secara kemaknaan statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan tentang reproduksi dengan pemanfaatan PIK-R pada remaja di SMA N 1

Sanden. Nilai RP (Ratio Prevalence) 0,590 yang artinya responden yang dengan pengetahuan

tentang kesehatan reproduksi kurang baik beresiko 0,590 kali mempunyai pemanfaatan PIK-

R rendah dibandingan dengan responden dengan pengetahuan tinggi tentang kesehatan

reproduksi. Hasil uji statistik memberikan kesimpulan bahwa tidak ada hubungan

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan PIK-R pada remaja di SMA

N 1 Sanden yang ditunjukkan dengan nilai p>0,05 (0,218>0,05). Siswa yang memiliki

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi kurang baik sebagian besar memiliki perilaku

pemanfaatan PIK-R tinggi dan sebagian kecil siswa yang memiliki perilaku pemanfaatan

PIK-R yang rendah. PIK-R di SMA N 1 Sanden merupakan kegiatan ekstrakulikuler,

sehingga kemungkinan tingginya pemanfaatan PIK-R disebabkan oleh ketakutan siswa akan

mendapat nilai jelek pada kegiatan ekstrakulikuler tersebut. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang. Perilaku akan

bertahan lama apabila berdasarkan pengetahuan, tetapi apabila perilaku tidak berdasarkan

pengetahuan dan kesadaran, maka tidak akan bertahan lama. 16 Hal tersebut juga dapat

disebabkan adanya faktor lain yang memiliki hubungan lebih signifikan dengan pemanfaatan

PIK-R. Misalnya pengetahuan mengenai layanan PIK-R pada siswa tersebut tinggi. Jika

siswa telah mempunyai informasi tentang layanan PIK-R misalnya tentang lokasi, tujuan dan

ruang lingkup PIK-R dimungkinkan siswa tersebut akan tertarik untuk memanfaatkan PIK-R.

Remaja rentang atas kenakalan dari luar karena remaja berada dalam masa dimana

mereka masih mencari jati diri dan rasa ingin tahu nya masih tinggi, tingkat emosional yang

tidak terkontrol ini yang dapat membuat remaja ingin mencoba-coba hal baru dari luar yang

belum tahu apakah itu baik atau tidak. Maka dari permasalahan diatas diharapkan remaja

mendapat dukungan penuh dari orang tua dalam mengikuti kegiatan PIK-R. Sedangkan orang

tua juga harus ikut serta dalam kegiatan bina keluarga remaja (BKR) agar orang tua dapat
mengkontrol pola perilaku keseharian anaknya dan terutama dapat menjawab apabila

anaknya bertanya. Diharapkan anak tidak canggung pada orang tuanya dan menjadikan orang

tua nya sebagai sahabat. Ini salah satu dari pencegahan terjadinya kenakalan pada remaja.

Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi menjadi bekal remaja dalam berperilaku

sehat dan bertanggung jawab, namun tidak semua remaja memperoleh informasi yang cukup

dan benar tentang kesehatan reproduksi. Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman ini

membawa remaja ke arah perilaku berisiko. Dalam hal inilah bagi para ahli dalam bidang ini

memandang perlu akan adanya pengertian, bimbingan, dan dukungan dari lingkungan di

sekitarnya agar dalam system perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan

yang sehat sedemikian rupa sehingga kelak remaja menjadi manusia dewasa yang sehat

secara jasmani, rohani, dan sosial.

Bahwa sikap remaja terhadap pernikahan dini masih sangat tinggi dan masih tidak mau

memanfaatkan fasilitas dari program PIK-R, yang mana didalamnya sebenarnya sangatlah

sangat bermanfaat bagi remaja dalam merencanakan pernikahan nantinya selain itu juga bisa

sebagai sumber pengetahuan dalam menjaga kesehatan organ reproduksinya. Maka dari itu

dalam penelitian ini diharapkan remaja mau ikut serta dalam memanfaatkan program PIK-R

agar remaja lebih paham akan kesehatan pada dirinya serta masih banyak manfaat yang akan

didapatkan nantinya terutama persiapan menikah dan pengetahuan akan usia ideal menikah

pada mereka yaitu wanita 21 tahun dan laki – laki 25 tahun. Sedangkan pada responden orang

tua diperoleh hasil yang sangat baik sikap orang tua terhadap pendewasaan usia pernikahan

terhadap pemanfaatan PIK-R pada remaja sangat didukung oleh orang tua. Orang tua

mempunyai sikap yang sangat positif untuk remaja dalam melakukan pernikahan muda. Bisa

jadi dengan sikap orang tua yang sudah bagus dapat mencegah remaja melakukan pernikahan

sebelum waktunya atau setidaknya orang tua sudah mau memberitahu akan kesiapan remaja

dalam melakukan pernikahan nantinya.


Hasil uji statistik memberikan kesimpulan bahwa tidak ada hubungan sikap tentang

kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan PIK-R pada remaja di SMA N 1 Sanden yang

ditunjukkan dengan nilai p>0,05 (0,466>0,05). Sikap negatif tentang kesehatan reproduksi

adalah kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai tentang

kesehatan reproduksi. Sikap positif tentang kesehatan reproduksi adalah kecenderungan

tindakan mendekati, menyenangi dan mengharapkan PIK-R.

Sikap dalam penelitian disini merupakan suatu kecenderungan individu dalam bertindak,

berupa respon tertutup terhadap stimulus atau objek tertentu. Sikap sendiri sebenarnya belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas namun sikap merupakan predisposisi dari tindakan

suatu perilaku objek. Jadi, sikap merupakan suatu kesiapan objek dalam bereaksi terhadap

objek di suatu lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap suatu objek. Menurut

sarwono sikap seseorang itu dapat berubah dengan diperolehnya informasi tentang objek

tertentu yaitu melalui persuasif serta tekanan dari kelompok sosial, sedangkan menurut Green

yaitu suatu perilaku yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap seseorang, perilaku remaja

terkait masalah kesehatan reproduksi yang menunjukkan adanya pergeseran dari nilai – nilai

dan norma yang ada. Sikap positif terhadap kesehatan reproduksi didasarkan pada keyakinan

bahwa kesehatan reproduksi sangat penting untuk dipelajari guna kesehatan reproduksi yang

lebih baik untuk remaja (100%). Sebaliknya siswa yang memiliki keyakinan negatif terhadap

kesehatan reproduksi maka akan menganggap kesehatan reproduksi itu tabu dan tidak penting

untuk dimengerti. Sikap yang positif terhadap kesehatan reproduksi cenderung membuat

siswa melakukan pemanfaatan PIK-R dan sikap negatif tentang kesehatan reproduksi

cenderung membuat siswa menjauhi PIK-R.

Pada variabel tradisi didapatkan hasil bahwa responden remaja cenderung masih

terpengaruh dengan adanya tradisi di masyarakat sehingga remaja melakukan pernikahan

muda karena dorongan dari tradisi yang sudah ada dari sebelumnya. Sedangkan pada
responden orang tua sudah tidak menganggap bahwa tradisi sangat berpengaruh terhadap

cepat atau lambatnya anaknya dalam melakukan pernikahan, orang tua hanya mengikuti

kemauan dari anaknya saja jika ingin melakukan pernikahan, karena menurut orang tua

tradisi yang sudah ada sudah tidak harus diikuti oleh anak - anaknya, orang tua lebih

membebaskan anak dalam urusan pernikahan.

Pada remaja yang ikut PIK-R terlihat bahwa tidak lagi mengikuti tradisi yang ada di desa

mereka atau di lingkungan masyarakat. Berbeda dengan mereka yang tidak mengikuti PIK-R

sebagian responden remaja masih mempercayai akan tradisi yang sudah ada turun temurun.

Dapat dilihat bahwa mereka yang mengikuti PIK-R sudah mempunyai pengetahuan dan bisa

mengambil sikap yang baik dan positif bahwa kesehatan reproduksi, pernikahan itu harus

direncanakan dengan baik dan pada usia yang sudah matang. Tradisi menurut mereka

hanyalah kebiasaan yang tidak harus diikuti, tidak berdosa jika tidak melakukannya.

Sedangkan pada mereka yang tidak mengikuti PIK-R dengan pengetahuan yang kurang

karena hanya pengalaman hidup dan melihat lingkungan sekitar yang mendorong mereka

dalam melakukan perilaku pernikahan muda dan perilaku kesehatan reproduksi lainnya yang

semestinya belum saatnya mereka lakukan. Mereka beranggapan jika tidak melakukan tradisi

yang ada mereka seperti melawan orang tua, membuat malu keluarga dan akan menjadi

perawan tua, pamali jika seorang perempuan menolak lamaran walaupun mereka masih

berusia sangatlah muda. Mereka hanya mengikuti orang tua.

Variabel kebutuhan responden terhadap pendewasan usia pernikahan dalam pemanfaatan

PIK dapat dilihat dari hasil pengukuran yang sudah dilakukan sebagian besar responden

remaja maupun orang tua beranggapan bahwa mereka sangat butuh terhadap kebutuhan PIK.

Kebutuhan akan fasilitas PIK-R sangatlah penting dalam masyarakat, dimana dengan adanya

program PIK-R masyarakat baik remaja dan orang tua berharap dapat memberikan banyak

informasi kesehatan untuk mereka dalam merencanakan pernikahan ataupun informasi


kesehatan lainnya agar remaja tidak salah pergaulan nantinya yang menyebabkan pertaruhan

masadepan remaja itu sendiri.

Dari penelitian sebelumnya menunjukkan analisis univariabel menunjukkan persentase

siswa yang membutuhkan PIK-KRR sebesar 47,76%. Siswa yang mengaku membutuhkan

PIKKRR 56,54% memanfaatkan PIK-KRR. Dari hasil analisis bivariabel ditemukan bahwa

kebutuhan ada hubungan dengan pemanfaatan PIK-KRR di sekolah dengan nilai RP=1,3

signifikan secara statistik (CI 95%=1,07-2,76). Dari hasil lainnya penelitian sebelumnya juga

menemukan sebanyak 94,56% remaja menyatakan bahwa mereka membutuhkan suatu

pelayanan kesehatan untuk membantu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi sehari-

hari.

Kebutuhan menurut mereka yang mengikuti PIK-R sangatlah butuh karena manfaat yang

didapatkan sangatlah banyak, informasi dan kejadian yang tidak seharusnya terjadi mereka

jadi tahu bagaimana melindungi dirinya dan meningkatkan derajat kesehatan bagi remaja.

Sedangkan pada remaja yang tidak memanfaatkan PIK-R beranggapan bahwa ada atau

tidaknya PIK-R sama saja karena informasi terhadap kesehatan remaja di jaman sekarang ini

dapat diperoleh dari mana saja, apalagi dengan kecanggihan hp di media sosial mereka dapat

mengakses apapun yang mereka mau. Namun sebenarnya semua itu salah, mereka dapat

mengakses semua informasi dari luar namun mereka belum tahu mana informasi yang baik

dterima dan tidak. Ketakutan akan penyaringan informasi yang didapat remaja itu bisa

membuat remaja jadi baik atau malah sebaliknya. Karena informasi yang mereka dapatkan

tidak dalam pengawasaan orang yang benar. Sedangkan dengan kita ikut dalam program PIK-

R, semua informasi dapat kita dapatkan dan dapat kita pahami mana yang baik dan tidak baik

karena ada pihak yang bertanggung awab atas informasi yang diperoleh oleh remaja.

Pelayanan kesehatan dibutuhkan remaja untuk membantu remaja dalam masa pencegahan,

awal intervensi, dan untuk pendidikan. Jadi alasan remaja memanfaatkan pelayanan
kesehatan karena ada kebutuhan tertentu dari remaja. Penyebab utama remaja memanfaatkan

pelayanan kesehatan baik karena keluhan fisik maupun psikologis adalah karena kebutuhan.

Salah satu tujuan remaja memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi adalah untuk

mencari informasi tentang pendidikan reproduksi dan seksualitas. Dari hasil wawancara

mendalam pada penelitian ini menemukan sebagian besar siswa membutuhkan PIK-KRR

untuk mendapatkan informasi kesehatan reproduksi yang benar dan untuk menyelesaikan

masalah kesehatan reproduksi yang mereka hadapi. Seseorang akan memanfaatkan pelayanan

kesehatan jika mereka menyadari bahwa pelayanan kesehatan adalah suatu yang dibutuhkan,

begitu juga bagi remaja. Jika remaja menyadari bahwa pelayanan kesehatan reproduksi

adalah suatu hal yang penting maka remaja akan memanfaatkan pelayanan kesehatan

reproduksi tersebut.

Keyakinan salah satu penyebab kesiapan remaja dalam melakukan pernikahan dini,

bahwa penyebab pernikahan dini yaitu karena pergaulan bebas yang melanggar norma-norma

agama seingga yang menyebabkan remaja hamil diluar nikah dan kurangnya perhatian dari

orang tua mereka karena minimnya pengetahuan dan informasi bagi remaja dan orang tua.

Dari penelitian sebelumnya didapatkan penilaian responden terhadap keyakinan mereka

atas kesiapan psikologis dapat diambil kesimpulan bahwa usia memang menentukan

kemandirian emosional atau mental. Meskipun disatu sisi, mereka merasa percaya bahwa

menikah dini dapat menghambat kemajuan diri, masih belum bisa bertanggung jawab, dan

perlu untuk menumba ilmu lebih banyak, namun kenyataannya disisi lain masih ada

keinginan untuk dikagumi salah satunya dengan lebih cepat mendapatkan pasangan hidup.

Sehingga dari sisi kesiapan psikologis, belum tercapai kemandirian emosional, masih mudah

berubah pikiran atau dengan kata lain belum siap untuk menikah muda.

Keyakinan disini remaja yang mengikuti PIK-R sudah memiliki pemahaman,

pengetahuan dan sikap yang baik. Mereka sudah tidak megikuti keyakinan lingkungan
masyarakat sekitar. Mereka mempunyai pengetahuan tentang pernikahan muda dengan baik,

mereka tahu usia ideal untuk menikah baik perempuan maupun laki- laki. Sedangkan mereka

yang tidak memanfaatkan PIK-R masih sebagian melakukan pernikahan muda karena atas

dasar takut dibilang perawan tua oleh tetangga sekitar.

Pada variabel persepsi hasil dari pernyataan diatas menunjukkan persepsi masyarakat

terhadap PUP dalam pemanfaatan PIK-R menunjukkan hasil yang netral pada remaja dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh positif yang signifikan antara persepsi PUP terhadap

pemanfaatan PIK-R.

Dari penelitian sebelumnya dibuktikan dengan hasil analisis statistik dengan uji korelasi

spearman didapatkan bahwa nilai P sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari α (0,05)

yangartinya H1 diterima. Jadi ada hubungan antara peran Pusat Informasi Konseling Remaja

dengan persepsi remaja tentang kesiapan organ reproduksi untuk pernikahan di Desa

Jenggawah tahun 2015. Kesimpulannya bahwa peran PIK-R sangatlah penting dalam

memberikan informasi dan konseling untuk beberapa remaja yang selama ini masih memiliki

persepsi yang salah terkait kesiapan organ reproduksi untuk penikahan di Desa Jenggawah.

Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis statistik keeratan hubungan kedua variabel tersebut

masih dalam kategori cukup erat. Hal ini disebabkan karena ada variabel perancu atau

variabel confoundingyaitu pengalaman/ lama mengikuti PIK-R serta usia yang juga

mempengaruhi remaja dalam mempersepsikan tentang kesiapan organ reproduksi untuk

pernikahan. Hal ini ditunjukkan dengan usia responden yang bervariasi yaitu 15-18 tahun dan

pengalaman atau lama mengikuti program PIK-R di Desa Jenggawah masih dalam kategori

cukup yaitu 1-2 tahun.

Persepsi seseorang mengenai seluk beluk apa itu seks, sehingga diharapkan remaja

mengetahui terlebih dahulu dasar dari seks, dampak dari seks, yang diharapkan remaja tidak

salah menerima informasi mengenai seks, kesehatan reproduksinya mereka sendiri. Sehingga
oranag tua mampu mengarahkan remajanya dalam memberikan informasi yang benar

mengenai kesehatan reproduksi, diharapkan orang tua mendukung remaja dalam kegiatan

yang positif seperti mendukung dan mendorong remaja dalam mengikuti program PIK-R.

Selain itu adanya keterbatasan sumberdaya manusia yang berkompenten di bidang PIK-R

menjadi salah satu kendala utama dalam pengelolaan PIK-R agar berjalan dan bertahan

dengan baik, hai ini berdasarkan persepsi masyarakat yang kurang terhadap manfaat PIK-R.

Mereka mengira bahwa PIK-R dapat dikelolah oleh semua orang tanpa perlunya

memperdalam konsep dan teori tentang PIK-R. Ini yang membuat remaja menjadi kurang

minat dan kurang termotivasi dalam keikutsertaan PIK-R. Remaja yang tidak benar – benar

menekuni Pik-R menjadikan pengetahuan, sikap, persepsi dan respon terhadap PIK kurang

sehingga semuanya didasarkan atas kebiasaan tanpa adanya pengembangan dalam

pelaksanaan pengeloaan PIK-R.

Respon PUP terhadap pemanfaatan PIK-R di dapatkan hasil yang berbeda antara

responden orang tua dan responden remaja, disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif

dan signifikan antara respon PUP terhadap pemanfaatan PIK-R. Dan hasil dari responden

orang tua didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang negatif dan signifikan antara

respon PUP terhadap pemanfaatan PIK-R. Hasil menunjukkan bahwa remaja merespon

dengan baik kegiatan PIK-R, mereka membutuh informasi akan kesehatan reproduksinya

namun disini responden orang tua tidak begitu mengetahui apakah program PIK-R itu

bermanfaat untuk anaknya atau tidak, karena orang tua baru saja mendengar kegiatan yang

bernama PIK-R.

Dari penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa pelaksanaan PIK-R mendapatkan

respon yang positif dari siswa-siswi MAN yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan PIK-R

Exalta mampu melaksanakan setiap program dan pelayanan dengan baik sesuai dengan
keinginan responden. Dari respon yang diberikan serta antusias yang tinggi menjadikan PIK-

R selalu berupaya menjadi lebih baik lagi hingga saat ini.

Respon oleh remaja yang memanfaatkan PIK-R mereka menerima informasi dengan baik

tentang kesehatan reproduksi mereka dan berbagai informasi remaja lainnya, mereka dapat

menerima dan menerapkan kediriya. Karena menurut mereka informasi yang didapatkan

sangatlah baik untuk kesehatan dirinya dan keberlangsungan kehidupan selanjutnya, selain

itu menurut mereka wadah PIK-R merupakan tempat yang baik untuk remaja dalam

memanfaatkan waktu luangnya dengan hal yang positif selain itu juga dapat bertukar pikiran.

Sedangkan pada mereka yang tidak memanfaatkan PIK-R respon terhadap kesehatan

reproduksi didalam PIK yaitu mereka beranggapan sudah tidak perlu lagi informasi, mereka

sudah mendapatkan informasi kesehatan dari bangku sekolah dan media sosial. Selain itu

mereka beranggapan bahwa dengan mengikuti PIK-R menghabiskan waktu mereka, mereka

sudah capek dengan kegiatan sekolah dan waktu untuk istirahat malahan disuruh ikut

kegiatan PIK.

KESIMPULAN

Dari hasil diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi

dan seksualitas bagi remaja. Hal ini terutama terkait dengan persebaran informasi mengenai

kehamilan dan pernikahan dini. Remaja memiliki kecenderungan untuk memilih teman

sebaya dalam memperoleh berbagai sumber informasi dalam hal apapun. Sumber informasi

dari teman biasanya digunakan oleh remaja sebagai dasar dalam pengambilan keputusan

terkait permasalahan dari remaja. Maka dari itu perlunya dorongan dari orang tua agar

remaja mau ikut peran dalam memanfaatkan PIK baik PIK jalur masyarakat maupun jalur

sekolah. Karena PIK itu sendiri dibentuk dari, oleh dan untuk remaja. Didalamnya nantinya

akan berkumpul remaja – remaja dalam berbagai masalahnya dan akan dipecahkan bersama
dengan dikelolah oleh remaja sendiri diharapkan tidak akan ada canggung lagi untuk remaja

bercerita permasalahannya nantinya.

Selain itu dari hasil diatas didapatkan diartikan bahwa variabe sikap, tradisi, keyakinan,

kebutuhan dan persepsi berpengaruh dalam remaja dan orang tua memanfaatkan PIK. Namun

respon dan pengetahuan mereka masih kurang terhadap pernikahan dini dan pendewasaan

angka usia pernikahan.


DAFTAR PUSTAKA

BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, B. P. S.,


KEMENTERIAN KESEHATAN, USAID 2018. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2017, Jakarta, Indonesia.

BKKBN 2008. Kurikulum Modul Pelatihan Pemberian Informasi Kesehatan Reproduksi


Remaja oleh Pendidik Sebaya, Jakarta, Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak
Reproduksi, BKKBN.

BKKBN 2010. Pendalaman Materi Membantu Remaja Memahami Dirinya, Jakarta,


Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi.

DIREKTORAT, R. D. P. H.-H. R. 2008. Pendewasaan Usia Kawin dan Hak-hak Reproduksi


Bagi remaja Indonesia. In: BKKBN (ed.). Jakarta.

KUA 2018. Data Pernikahan di Kabupaten Batang. Batang.

UNICEF, I. 2014. Ending Child Marriage Progress and Prospects, New York, UNICEF.

UNICEF, I. 2015. Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di
Indonesia, Jakarta-Indonesia, Badan Pusat Statistik.

Kurniawati S. Implementasi Kebijakan Ekstrakulikuler Pusat Informasi dan Konseling


Remaja (PIK-R) di SMK Negeri 1 Panjatan. 2014.

Wiliantining D. Efektifitas Pelaksanaan Program Generasi Berencana di Kota Yogyakarta.


FIS UNY. 2017.

Hidayah N. "Rumah Remaja" Sebagai Media Pembentukan PIK Remaja di Dusun Kedung
Dowo Desa Pasekaran Kecamatan Batang Kabupaten Batang. Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat, FIK, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. 2016.

Afifah Johariyah TM. Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja Dengan


Pemberian Modul Terhadap Perubahan Pengetahuan Remaja. Jurnal Manajemen
Kesehatan Yayasan RS Dr Soetomo. 2018;Vol.4 No.1.

Fatmawati. Program Informasi Konseling Remaja di Sekolah dalam Mengatasi Masalah


Pernikahan Dini. Journal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang
Indonesia. 2019.

Alfajriani E. Promosi Program Generasi Berencana (GenRe) bagi Kalangan Generasi Muda
di Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat. eJournal Administrasi Negara.
2017;Vol 5 (Nomor 2).

Agus R, Sari Linda R. Analisa Pengaruh Penundaan Usia Perkawinan Terhadap


Pendapatan, Pendidikan dan Kesehatan Sebagai Indikator IPM Kabupaten Jombang
2017. 2017.
Dedik Sulistiawan d. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Pemberdayaan
Pendidikan Sebaya Di Kawasan Lokalisasi Dolly Kota Surabaya. Jurnal Promkes
Universitas Airlangga. 2014;Vol 2 No 2.

Setyani RA. Intervensi Peer Education At Community Level Terhadap Pemahaman,


Penerimaan, dan Penggunaan Kondom Wanita pada Wanita Pekerja Seks Di Kota
Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2016.

Khoirot M. Program Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) Mekar dalam
Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di Jomegatan Ngestiharjo
Kasihan Bantul. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah. 2018;Vol VII.

Ma'arif F. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sosial Budaya dengan Sikap Remaja
Terkait pendewasaan usia Perkawinan. Jurnal Biometrika dan Kependudukan.
2018;Volume 7.

Mediastuti F. Analisis Kebutuhan Sumber Informasi dalam Upaya Pencegahan Kehamilan


pada Remaja. Jurnal Studi Pemuda. 2014;Volume 3.

Widyawati Eny dan Pierewan AC. Determinan Pernikahan Usia Dini di Indonesia. Jurnal
Ilmu - Ilmu Sosial. 2017;Volume 14.

M.Taufik. Pengetahuan, Peran Orang Tua dan Persepsi Remaja terhadap Preferensi Usia
Ideal Menikah. Jurnal Vokasi Kesehatan. 2018.

Aprianti ZS, Antono Suryoputro dan Ratih Indraswari. Fenomena Pernikahan Dini Membuat
Orang Tua dan Remaja Tidak Takut Mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia. 2018;13.

Anda mungkin juga menyukai