Anda di halaman 1dari 42

1 PENDAHULUAN

A PENGANTAR Seorang awam yang untuk pertama kali mempelajari Sosiologi, sesungguhnya secara tidak sadar telah mengetahui sedikit tentang Sosiologi. Selama hidupnya, dia telah menjadi anggota masyarakat dan sudah mempunyai pengalaman-pengalaman dalam hubungan sosial atau hubungan antar manusia. Sejak lahir di dunia, dia sudah berhubungan dengan orang tuanya misalnya, dan semakin meningkat usianya, bertambah luas pulalah pergaulannya dengan manusia lain di dalam masyarakat. Dia juga menyadari, bahwa kebudayaan dan peradaban dewasa ini merupakan hasil perkembangan masa-masa yang silam. Secara sepintas lalu diapun mengetahui bahwa di dalam pelbagai hal dia mempunyai persamaan-persamaan dengan orang-orang lain, sedangkan dalam hal-hal lain dia mempunyai sifat-sifat yang khas ber-laku bagi dirinya sendiri sehingga berbeda dengan orang lain. Semuanya merupakan pengetahuan yang bersifat sosiologis oleh karena ikut sertanya dia di dalam hubungan-hubungan sosial, dalam membentuk kebudayaan masyarakatnya dan kesadaran akan adanya persamaan dan perbedaan dengan orang-orang lain, semua itu memberikan gambaran tentang obyek yang di-pelajarinya yaitu sosiologi. Akan tetapi semuanya itu belum berarti bahwa dia adalah seorang ahli sosiologi. Fasti dia belum mengetahui dengan sesungguhnya apakah ilmu itu, dan oleh karena itu akan ditinjau terlebih dahulu apakah sosiologi tersebut. Sosiologi merupakan suatu ilmu yang masih muda, walau telah mengalami perkembangan yang cukup lama. Sejak manusia mengenal kebudayaan dan peradaban, masyarakat manusia sebagai proses pergaulan hidup telah menarik perhatian. Awal mulanya, orang-orang yang meninjau masyarakat, hanya tertarik pada masalah-masalah yang menarik perhatian umum, seperti kejahatan, perang, kekuasaan golongan yang berkuasa, keagamaan dan lain sebagainya. Dari pemikiran serta penilaian yang demikian itu, orang kemu-dian meningkat pada filsafat kemasyarakatan, di mana orang menguraikan harapan-harapan tentang susunan serta kehidupan masyarakat yang diingini atau yang ideal. Dengan demikian timbullah perumusan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang seharusnya ditaati oleh setiap manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai dan kaidah-kaidah mana dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan yang bahagia dan damai bagi semua manusia selama hidup di dunia ini. Hal tersebut merupakan idam-idaman manusia di kala itu yang pada umumnya bersifat utopis. Artinya, orang harus mengakui bahwa nilai-nilai dan kaidah-kaidah masyarakat yang diidam-idamkan itu tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang ada di dalam masyarakat pada suatu waktu yang tertentu. Perbedaan yang tidak jarang menimbulkan pertentangan antara harapan dengan kenyataan, memaksa para ahli pikir untuk mencari sebab-sebabnya dengan jalan mempelajari kenyataan-kenyataan di dalam masyarakat, sehingga timbul berbagai macam teori tentang masyarakat. Lambat laun teori-teori tersebut dipelajari dan dikembangkan secara sistematis dan netral, terlepas dari harapan-harapan

pribadi para sarjana yang mempe-lajarinya dan juga dari penilaian baik atau buruk mengenai gejala-gejala atau unsur yang dijumpai di dalam tubuh masyarakat itu, sehingga timbullah ilmu pengetahuan mengenai masyarakat. Filsafat biasanya dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang umum. Pythagoras menyatakan dirinya sebagai cinta kebijaksanaan, karena kata "philein" (bahasa Yunani) adalah cinta dan "sophia" merupakan kebijaksanaan. Filsafat dicari untuk kebijaksanaan dan kebijaksanaan dicarikan. Asal-usul filsafat merupakan penjelasan rasional secara semuanya. Prinsip-prinsip atau asas-asas yang dijelaskan terhadap semua fakta adalah filsafat. Dengan demikian, walau pun filsafat adalah induk pengetahuan, filsafat berbeda dengan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, filsafat merupakan asas-asas dari eksistensi dan yang menduga kenyataan yang terpenting. Kala itu, filsafat adalah iimu tentang ilmu pengetahuan, kritik dan sistematika pengetahuan, penyimpulan ilmu pe-ngetahuan empiris, pengajaran rasional, akal pengalaman, dan seterusnya. Dengan demikian, filsafat mencakup ontologi, deontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi yang menjadi cabang filsafat tentang sifat kenyataan riil dan deontologi adalah sifat kenyataan idiil. ^istemologi merupakan dasar-da-sar dan batas-batas pengetahuan. Sedangkan aksiologi adalah evaluasi atau penilaian dasar-dasar dan kenyataan. Dahulu kala, semua ilmu pengetahuan yang dikenal pada dewasa ini, pernah menjadi bagian dari filsafat yang dianggap sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan (Mater scientiarum). Filsafat pada masa itu mencakup pula segala usaha-usaha pemikiran mengenai masyarakat. Lama kelamaan dengan perkembangan zaman dan tumbuhnya peradaban manusia, pelbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat memisahkan diri dan berkembang mengejar tujuan masing-masing. Astronomi (ilmu tentang bintang-bintang) dan fisika (ilmu alam) merupakan cabang-cabang filsafat yang pertama-tama memisahkan diri, kemudian diikuti oleh ilmu kimia, biologi dan geologi. Di dalam abad ke-19, dua ilmu pengetahuan baru muncul yaitu psikologi (ilmu yang mempelajari perilaku dan sifat-sifat manusia) dan sosio-logi (ilmu yang mempelajari masyarakat). Astronomi, pada mulanya merupakan bagian dari filsafat yang bernama kosmologi, sedangkan filsafat ala-miah, filsafat kejiwaan dan filsafat sosial, masing-masing menjadi fisika, psikologi dan sosiologi. Dengan demikian timbullah sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang di dalam proses pertumbuhannya dapat dipisahkan dari ilmu-ilmu kemasyarakatan lainnya seperti ekonomi, sejarah, ilmu jiwa sosial dan sebagainya. Perkembangan perhatian terhadap masyarakat seperti di-uraikan di atas, terjadi pada tiaptiap masyarakat di dunia ini. Pemikiran terhadap masyarakat lambat laun mendapat bentuk sebagai suatu ilmu pengetahuan yang kemudian dinamakan sosiologi, pertama kali terjadi di benua Eropa. Banyak usaha-usaha, baik yang bersifat ilmiah maupun yang bersifat nonilmiah, yang membentuk sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Beberapa faktor yang menjadi pendorong utama adalah meningkatnya perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat dan perubahan - perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Berbeda dengan di Eropa, sosiologi di Amerika Serikat dihubungkan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan keadaan-keadaan sosial manusia dan sebagai suatu pendorong untuk

menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan oleh kejahatan, pelanggaran, pelacuran, pengangguran, kemiskinan, konflik, peperangan dan masalah-masalah sosial lainnya. Dalam abad ke-19, seorang ahli filsafat bangsa Perancis bernama Auguste Comte telah menulis beberapa buah buku yang berisikan pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat. Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai uruturutan tertentu berdasarkan logika, dan bahwa setiap penelitian dilakukan melalui tahaptahap tertentu untuk ke-mudian mencapai tahap terakhir yaitu tahap ilmiah. Dia mempunyai ang-gapan saatnya telah tiba bahwa semua penelitian terhadap soal-soal kemasya-rakatan dan gejala-gejala masyarakat memasuki tahap terakhir yaitu tahap ilmiah; oleh sebab itu dia menyarankan agar semua penelitian terhadap masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu tentang masyarakat yang berdiri sendiri. Nama yang diberikannya tatkala itu adalah "Sosiologi" (1839) yang berasal dari kata Latin socius yang berarti "kawan" dan kata Yunani logos yang berarti "kata" atau "berbicara". Jadi Sosiologi berarti "berbicara mengenai masyarakat", sedangkan misalnyageologi (geo artinyabumi) artinya "berbicara tentang bumi", biologi (bios artinya kehidupan) artinya "berbicara tentang kehidupan" dan antropologi (anthropos artinya manusia) berarti "berbicara perihal manusia". Bagi Auguste Comte, maka sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan, oleh karena itu sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.1 Selanjutnya Comte berkata bahwa sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat. Hasil-hasil observasi tersebut harus disusun secara sistematis dan metodo-logis, akan tetapi sayang sekali bahwa Comte tidak menjelaskan bagaimana caranya menilai hasil-hasil pengamatan kemasyarakatan tersebut. Lahirnya sosiologi, tercatat pada 1842, tatkala Comte menerbitkan jilid terakhir dari bukunya yang berjudul Positive-Philosophy yang tersohor itu. Seorang ahli filsafat dan ahli pikir kemasyarakatan dari Inggris yaitu John Stuart Mill menyarankan istilah "ethology" bagi ilmu pengetahuan yang baru itu. Akan tetapi istilah tersebut tidak pernah populer di dalam masa-masa selanjutnya. Sejak Herbert Spencer mengembangkan suatu sistematika penelitian masyarakat dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology setengah abad kemudian, istilah sosiologi menjadi lebih populer dan berkat jasa Herbert Spencer pula sosiologi berkembang dengan pesatnya. Sosiologi berkembang dengan pesat dalam abad ke-20, terutama di Perancis, Jerman dan Amerika Serikat, tapi arah perkembangannya di ketiga negara tersebut berbeda satu sama lain. Walaupun John Stuart Mill dan Herbert Spencer adalah orang-orang Inggris, namun ilmu tersebut tidak begitu pesat perkembangartnya di negara tersebut, berbeda dengan keadaan di Amerika Serikat pada masa itu. Nama-nama seperti Auguste Comte (Perancis), Herbert Spencer (Inggns),KarlMarx (Jerman), Vilfredo Pareto (lte\i),PitirimA. Sorokin (berasal dari Rusia) Max
1

William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, Sociology, AP Feffer dan Simons International University Edition. Hougton

Mifflin Company-Boston 1964,

Weber (Jerman) , Steinmetz (Belanda) , Charles Horton Cooley (Amerika Serikat), Lester F. Ward (Amerika Serikat) dan lain sebagainya adalah beberapa nama-nama yang terkemuka dalam perkembangan sosiologi di benua Eropa dan Amerika. Dari Eropa, ilmu sosiologi kemudian menyebar ke benua dan negara-negara lain, termasuk Indonesia. B. ILMU PENGETAHUAN DAN SOSIOLOGI 1. Apakah Ilmu Pengetahuan (Science)? Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sadar. Kesadaran manusia itu dapat disimpulkan dari kemampuannya untuk berpikir, berkehendak dan merasa. Dengan pikirannya manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan; dengan kehendaknya manusia meng-arahkan perilakunya; dan dengan perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan. Sarana untuk memelihara dan meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika, sedangkan sarana-sarana untuk memelihara serta meningkatkan pola perilaku dan mutu kesenian, masing-masing disebut etika dan estetika. Apabila pembicaraan dibatasi pada logika, maka hal itu merupakan ajaran yang menunjukkan bagaimana manusia berpikir secara tepat dengan berpedoman pada ide kebenaran. Apakah sosiologi benar-benar merupakan suatu ilmu pengetahuan? Sejak mulakala, para pelopor sosiologi menganggapnya demikian; akan tetapi apakah anggapan tadi benar? Persoalan tersebut mungkin dapat diselesaikan dengan terlebih dahulu berusaha untuk merumuskan apakah yang dimak-sudkan dengan ilmu pengetahuan (science). Secara pendek dapatlah dika-takan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan (knowledge) yang ter-susun sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, pengetahuan mana selalu dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahuinya. Perumusan tadi sebetulnya j.auh dari sempurna, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa perumusan tersebut telah mencakup beberapa unsur yang pokok. Unsur-unsur (elements) yang merupakan bagian-bagian yang tergabung dalam suatu kebulatan adalah: a b c d pengetahuan (knowledge) tersusun secara sistematis menggunakan pemikiran dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (obyektif). Yang dimaksudkan dengan pengetahuan_adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs) takhyul (superstitions) dan penerangan-pe-nerangan yang keliru (misinformations). 2 Misalnya, di kalangan orang-orang Marindanim di Irian Barat ada suatu kepercayaan bahwa sebelum mereka berburu harus diadakan upacara, didatangkan seorang dukun, dibacakan mantera-mantera dan dikeluarkan pula jimat-jimat supaya perburuan mereka berhasil. Contoh lain adalah adanya anggapan (dahulu kala) tentang ras kulit putih yang mempunyai tingkat kepandaian yang melebihi tingkat kepandaian ras-ras
2

Ibid.,halaman 6

dengan warna kulit lain. Kepercayaan-kepercayaan tersebut, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya menimbulkan ketidakpastian, sedangkan pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan kepastian serta menghilangkan prasangka sebagai akibat ketidakpastian tersebut di atas. Adalah sangat penting untuk diketahui bahwa pengetahuan berbeda dengan buah pikiran (ideas), oleh karena tidak semua buah pikiran merupakan pengetahuan. Pernah ada buah pikiran yang mengatakan bahwa suatu pemerintah atau negara tunggal yang mencakup seluruh dunia akan men-cegah terjadinya perang, namun tidak pernah diketahui dengan pasti apakah buah pikiran tadi benar. Ada pula buah pikiran yang mengatakan bahwa usia lima tahun merupakan patokan untuk dapat meramalkan apakah seseorang akan menjadi gila atau tidak dikelak kemudian had, hal mana tentu belum pasti benar. Tidak semua buah pikiran memerlukan pembuktian akan kebenarannya atau ketidakbenarannya, oleh karena ada buah pikiran yang semata-mata merupakan kelakar dan angan-angan belaka dari manusia. Namun buah pikiran dan angan-angan juga merupakan bahan yang berharga bagi seorang ilmuwan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Tidak semua pengetahuan merupakan suatu ilmu, hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis saja yang merupakan ilmu pengetahuan. Sistematika berarti urutan-urutan yang tertentu daripada unsur-unsur yang merupakan suatu kebulatan, sehingga dengan adanya sistematika tersebut akan jelas tergambar apa yang merupakan garis besar dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Sistem tadi adalah suatu konstruksi yang abstrak dan teratur sehingga merupakan keseluruhan yang terangkai. Artinya, setiap bagian dari suatu keseluruhan dapat dihubungkan satu dengan yang lainnya. Abstrak berarti bahwa konstruksi tersebut hanya ada dalam pikiran dan tidak dapat diraba ataupun dipegang. Sistem di dalam ilmu pengetahuan harus bersifat dinamis, artinya, sistem tersebut harus menggunakan cara-cara yang selalu disesuaikan dengan taraf perkembangan ilmu pengetahuan pada suatu saat. Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan penggunaan kekuatan pemikiran, pengetahuan mana selalu dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis. Tujuan ilmu pengetahuan adalah lebih mengetahui dan mendalami segala segi kehidupan. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia. Hasrat ingin tahu tadi timbul oleh karena banyak sekali aspek-aspek kehidupan yang masih gelap bagi manusia, dan manusia ingin mengetahui kebenaran dari kegelapan tersebut. Setelah manusia memperoleh pengetahuan tentang sesuatu, maka kepuasannya tadi segera disusul lagi oleh suatu kecenderungan tersebut, manusia dapat menempuh pelbagai cara yaitu antara lain: a Penemuan secara kebetulan. Artinya adalah penemuan yang sifatnya tanpa direncanakan dan diperhitungkan terlebih dahulu. Penemuan semacam ini, walaupun kadang-kadang bermanfaat, tidak dapat dipakai dalam J suatu cara kerja yang ilmiah karena keadaannya yang tidak pasti atau kurang mendekati kepastian. Dengan demikian hal datangnya pene-, muan tidak dapat diperhitungkan secara berencana dan tidak selalu memberikan gambaran yang sesungguhnya.

Hal untung-untungan: artinya penemuan melalui cara percobaan-percobaan dan kesalahan-kesalahan. Perbedaan dengan penemuan secara kebetulan, adalah, pada metode ini manusia lebih bersikap aktif untuk mengadakan percobaan-percobaan, walaupun tidak ada pengetahuan yang pasti tentang hasil-hasilnya. Biasanya apabila percobaan pertama gagal, diadakan percobaan-percobaan berikutnya yang sifatnya memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi pada percobaan-percobaan terdahulu.

Kewibawaan, yaitu berdasarkan penghormatan terhadap pendapat atau penemuan yang dihasilkan oleh seseorang atau lembaga tertentu yang dianggap mempunyai kewibawaan atau wewenang. Dalam hal ini mungkin tidak diusahakan untuk menguji kebenaran pendapat atau penemuan tersebut yang lazimnya tidak didasarkan pada suatu pene-; litian atau penyelidikan yang mendalam. Mempercayai pendapat atau ';. penemuan tersebut tidaklah selalu merupakan suatu kekeliruan, akan tetapi kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan selalu ada apabila , tidak ditelaah benarbenar secara mendalam.

Usaha-usaha yang bersifat spekulatif, walaupun agak teratur. Artinya dari sekian banyak kemungkinan, dipilihkan salah-satu kemungkinan walaupun pilihan tersebut tidaklah didasarkan pada keyakinan apakah pilihan tersebut merupakan cara yang setepat-tepatnya.

e f

Pengalaman, artinya berdasarkan pikiran kritis. Akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman tersebut ha-nya untuk dicatat saja. Penelitian ilmiah, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala dengan jalan analisis dan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktamasalah yang disoroti, untuk kemudian mengusahakan pemecahannya. Penelitian secara ilmiah dilakukan manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahu yang

telah mencapai taraf keilmuan, yang disertai dengan keyakinan bahwa setiap gejala dapat ditelaah dan dicari sebab akibatnya. Suatu penelitian dimulai apabila seseorang berusaha untuk memecahkan suatu masalah secara sistematis dengan metode-metode tertentu, yaitu metode-metode ilmiah untuk menemukan kebenaran. Dengan demikian penelitian pada hakikatnya merupakan suatu bagian pokok dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk lebih mengetahui dan lebih mendalami segala segi kehidupan. Betapa besarnya manfaat dan kegunaan penelitian, kiranya sulit untuk disangkal, karena dengan penelitian itulah manusia mencari kebenaran pergaulan hidup ini yang ditentukan oleh lingkungan sosialbudaya, lingkungan hukum dan lingkungan alam. Dengan demikian penelitian merupakan alat utama yang dipergunakan manusia untuk memperkuat, mem-bina serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ber-kembang pada taraf yang tinggi, yaitu bila sampai pada: a b c d Metode percobaan dan kesalahan. Mempelajari atau mempergunakan efek dari metode pertama terhadap situasi yang biasa dihadapi. Persepsi dan investigasi visual terhadap alternatif aksi potensial Mempelajari dengan pengamatan, didasarkan pada pengamatan terhadap usaha dan hasil aksi pihak-pihak lain.

e f g h

Imitasi, pengamatan dan peniruan terhadap perilaku pihak-pihak lain, Instruksi verbal dan penerimaan informasi verbal dari pihak-pihak lain. Pemikiran dan konfrontasi simbolis dari perilaku potensial dengan model realitas yang diadopsi. Pengambilan keputusan secara kolektif atas dasar pengamatan terhadap kenyataan yang dilakukan oleh orang banyak dalam kondisi-kondisi yang sama. Yang dimaksudkan dengan pemikiran adalah pemikiran dengan meng-gunakan

otak. Apakah artinya itu semua? Apabila pembicaraan dikembalikan Pada pengetahuan maka ternyata bahwa pengetahuan tersebut diperoleh i kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat-alat komunikasi, seperti misalnya dengan membaca surat kabar, mendengarkan radio, melihat film atau televisi dan lain sebagainya. Hal-hal demikian diterima dengan pancaindera untuk kemudian diterima otak dan diolah oleh otak. Misalnya, diperoleh pengetahuan sebagai akibat pengaruh dari hubungan dengan orang tua, kakak-adik, tetangga, kawan-kawan se-kolah dan lain-lain. Apabila pengaruh atau pengalaman-pengalaman tadi disusun secara sistematis oleh otak, maka hasilnya adalah ilmu pengetahuan. Penyusunan secara sistematis tadi dilakukan oleh pemikiran dan bukan oleh perasaan. Semua pengaruh atau pengalaman tersebut harus dipikirkan da-hulu sedalam-dalamnya, tidak boleh hanya diterima atau dirasakan belaka. Seseorang harus selalu bertanya mengapa demikian, bagaimana persoalan-nya, akibatnya apa dan seterusnya. Dengan mengetahui bagian-bagiannya, sifat-sifatnya dan unsur-unsur pengetahuan yang disusun secara sistematis, barulah seseorang berilmu pengetahuan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan tersebut harus dapat dikemukakan, harus diketahui umum, sehingga dapat diperiksa dan ditelaah oleh umum yang mungkin berbeda pahamnya dengan ilmu pengetahuan yang dikemukakan. Jadi sebenarnya, dalam ilmu pengetahuan orang tak seyogyanya merahasia-kan segala sesuatunya. Seorang ilmuwan (scientist) selalu harus menjelaskan segala pengetahuannya dengan jujur, rahasia-rahasia dalam perbuatanperbuatannya tak boleh disembunyikan. Adakalanya dijumpai bahwa hasil-hasil ilmu pengetahuan dirahasiakan hal mana bukanlah merupakan ke-mauan dari para ilmuwan, akan tetapi demi kepentingan negara atau pemerintahannya. Oleh karena pada umumnya, ilmu pengetahuan dapat ditelaah oleh umum, ilmu pengetahuan selalu berkembang. Kalau ilmu pengetahuan yang netral tersebut sudah diterima oleh umum, maka ilmu pengetahuan tadi harus ditujukan pada suatu sasaran tertentu, misalnya, masyarakat manusia, gejala-gejala alam, perwujudan-perwujudan kegiatan rohaniah dan seterusnya. Apakah manfaatnya untuk menuntut ilmu? Ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan mendalami segala segi kehidupan ini. Oleh karena itu, manusia harus dapat meramalkan apa yang akan terjadi di kelak kemudian hari. Meramalkan (prediction) adalah suatu kemampuan untuk menetapkan kecenderungankecenderungan dan kemungkinan-kemungkinan di masa-masa mendatang. Kiranya jelas sekali betapa luasnya ilmu pengetahuan itu. Oleh sebab itu karena perbedaan penelitian dan la-pangan kerja, maka Ilmu Pengetahuan secara umum dipisah-pisahkan ke dalam

kelompok-kelompok. Secara umum dan konvensional dikenal adanya empat kelompok ilmu pengetahuan, yaitu masing-masing: a b c Ilmu Matematika. Ilmu Pengetahuan Alam, yaitu kelompok ilmu pengetahuan yang mem-pelajari gejalagejala alam baik yang hayati (life sciences) maupun yang tidak hayati (ftsika). Ilmu tentang perilaku (behavioral sciences) yang disatu pihak menyo-roti perilaku hewan (animal behavior), dan di lain pihak menyoroti perilaku manusia (human behavior). Yang terakhir ini seringkali dina-makan ilmu-ilmu sosial yang mencakup pelbagai ilmu pengetahuan yang masing-masing menyoroti sesuatu bidang di dalam kehidupan masyarakat. d Ilmu pengetahuan kerohanian, yang merupakan kelompok ilmu pengetahuan yang mempelajari perwujudan spiritual kehidupan bersama manusia. Keempat kelompok ilmu pengetahuan tersebut di atas didasarkan pada obyeknya. Dari sudui: sifatnya dapat dibedakan antara ilmu pengetahuan yang eksak dengan ilmu pengetahuan yang non-eksak. Pada umumnya, ilmu-ilmu sosial bersifat non-eksak, walaupun ekonomi misalnya, sering meng-gunakan rumusan-rumusan ilmu pasti dan demikian juga psikologi maupun sosiologi (sosio-metri). Kelompok ilmu-ilmu pengetahuan alam pada umumnya bersifat eksak, sedangkan sebaliknya ilmu pengetahuan kerohanian boleh dikatakan bersifat non-eksak. Dari sudut penerapannya, maka biasanya dibedakan antara ilmu pengetahuan murni (pure science) dengan ilmu pengetahuan yang diterapkan (applied science). Ilmu pengetahuan murni terutama bertujuan untuk mem-bentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak, yaitu untuk mempertinggi mutunya. Ilmu pengetahuan yang diterapkan bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat dengan maksud untuk membantu masyarakat di dalam meng-atasi masalah-masalah yang dihadapinya. 3 Selain dari itu, maka dapat pula dibedakan antara ilmu-ilmu yang teoritis-rasional, teoritis-empiris dan em-piris-praktis. Pada ilmu yang teoritis-rasional (misalnya dogmatik hukum), maka cara berpikir yang dominan adalah deduktif dengan mempergunakan silogisme. Cara berpikir deduktif-induktif atau induktifdeduktif banyak digunakan di dalam ilmu-ilmu teoritis-empiris, seperti misalnya, sosiologi. Di dalam ilmu-ilmu yang empiris-praktis, seperti misalnya pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial (sosiatri), lebih banyak digunakan cara berpikir induktif. 2. Ilmu-ilmu Sosial dan Sosiologi Ilmu-ilmu sosial dinamakan demikian, oleh karena ilmu-ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehidupan bersama sebagai obyek yang dipe-lajarinya. Ilmu-ilmu sosial belum mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil tetap yang diterima oleh bagian terbesar masyarakat, oleh karena ilmu-ilmu tersebut belum lama berkembang, sedangkan yang menjadi obyeknya adalah masyarakat manusia yang selalu berubah-ubah. Karena sifat
William, I. Goode dan Paul. K. Halt. Methods in Social Research, McGraw-Hill Book Company, Tokyo, 1952, halaman 29.
3

masyarakat yang selalu berubah-ubah, hingga kini belum dapat diselidiki dan dianalisis secara tuntas hubungan antara unsur-unsur di dalam masyarakat secara lebih mendalam. Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama berkembang, sehingga telah mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat, hal mana juga disebabkan karena obyeknya bukan manusia. Bagi seorang sarjana ilmu-ilmu sosial, kiranya masih agak sulit untuk dapat memberikan jawaban tepat dan memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan seperti umpamanya "apakah ekonomi" atau "apakah sosiologi". Tidak itu saja, bahkan apabila ditanyakan tentang perumusan suatu ilmu sosial ter-tentu, juga akan timbul kesulitan-kesulitan untuk menjawabnya dengan tepat. Misalnya, apabila ditanyakan "apakah sosiologi", maka mungkin akan timbul pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang berbunyi "apa bedanya dengan antropologi" atau "apa bedanya dengan ilmu politik", dan seterusnya. 4 Maka, untuk memperoleh suatu gambaran yang cenderung untuk mendekati ketepatan, akan dicoba untuk menyusun beberapa kriteria untuk meng-gambarkan beberapa ilmu-ilmu sosial dan memperbandingkannya, sehingga akan dapat diperoleh suatu garis besar metodologi pokok dari masing-ma-sing ilmu-ilmu sosial tersebut di dalam mencapai tujuannya. Salah satu jalan yang agak mudah untuk memperoleh karakteristik suatu ilmu pengetahuan adalah dengan cara melukiskannya secara kongkrit. Untuk memperoleh gambaran yang sederhana dari suatu ilmu, paling sedikit diperlukan kriteria sebagai berikut. 5 a Pertama-tama adalah perlu untuk merinci isi ilmu sosial tersebut secara kongkrit. Artinya, secara lebih tegas adalah, apa yang menjadi pusat per-hatian para ahli dan para sarjana yang mengkhususkan din pada suatu ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya, para ahli sosiologi tidak akan me-musatkan perhatiannya terhadap setiap aspek kehidupan keluarga; yang terutama disorotinya adalah pola-pola hak dan kewajiban dari setiap warga keluarga, perubahan pada angka-angka perkawinan atau perceraian, perbedaan pola karir ayah dan anak-anak laki-laki, dan lain sebagainya. Dengan menentukan halhal tersebut, maka akan dapat ditentukan masalah-masalah ilmiah yang khusus atau variabel tergantung dari suatu ilmu pengetahuan tertentu. b Selanjutnya adalah penting sekali untuk merinci apa yang dianggap sebagai sebabsebab khusus dari variabel tergantung. Misalnya, apabila seorang sosiolog menelaah angka-angka dan derajat terjadinya perceraian, maka mungkin dia akan mencari keterangan tentang laju urbanisasi, hubungan antar suku bangsa, hubungan antar agama, perkawinan antar kelas, dan lain sebagainya. Dengan demikian, maka diusahakan untuk mencari variabel bebas yang pokok. c Dengan demikian maka pusat perhatian suatu ilmu pengetahuan dapat dirinci dengan mengemukakan variabel bebas dan variabel tergantung. Akan tetapi hal ini belum lengkap apabila tidak ada susunan yang teratur dari variabel tadi yang lazim dinamakan keteraturan logika (logical-ordering). Keteraturan logika tadi kemudian akan
P.F. Lasarsfeld, Main trends in sociology, George Allen & Unwin, london1973.,halaman 7,8 Neil, J. Smelser, "Sociology and the other Social Sciences", dalam Paul F. Lazarsfeld (dkk.), The Use of Sociology, Basic Books Inc, New York, 1967, halaman 3-4
5 4

menghasilkan hipotesa-hipotesa yang merupakan perumusan tentang kondisi-kondisi dalam mana diduga bahwa variabel tergantung akan berubah atau bahkan tidak berubah. Apabila hipotesa-hipotesa tadi disusun kembali ke dalam kerangka yang mantap, maka kerangka tersebut dinamakan model, yang dapat dianggap sebagai kerangka acuan. d Yang kemudian diperlukan adalah pengetahuan tentang teknik-teknik apakah yang lazim dipakai oleh masing-masing ilmu pengetahuan untuk mendapatkan kebenaran atau untuk mencapai sasarannya. Hal ini mencakup metode dan teknik penelitian dari ilmu tersebut. Ilmu-ilmu Sosial yang masih muda usianya, baru sampai pada tahap analisis dinamika, artinya baru sampai pada analisis-analisis tentang masya-rakat manusia dalam keadaan bergerak. Mungkin dari ilmu ekonomi dapat dikatakan bahwa perkembangannya telah meningkat pada taraf kemungkinan. Istilah sosial (social) pada ilmu-ilmu sosial mempunyai arti yang ber-beda dengan misalnya istilah Sosialisme atau istilah sosial pada Departemen Sosial. Apabila istilah "sosial" pada ilmu-ilmu sosial menunjuk pada obyek-nya yaitu masyarakat, sosialisme adalah suatu ideologi yang berpokok pada prinsip pemilikan umum (atas alat-alat produksi dan jasa-jasa dalam bidang ekonomi).6 Sedangkan istilah sosial pada Departemen Sosial, menunjukkan pada kegiatan-kegiatan di lapangan sosial. Artinya kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan, seperti misalnya tuna karya, tuna susila, orang jompo, yatim piatu dan lain sebagainya, yang ruang lingkupnya adalah pekerjaan ataupun kesejahteraan sosial. Sosiologi jelas merupakan ilmu sosial yang obyeknya adalah masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsurunsur ilmu pengetahuan, yang ciri-ciri utamanya adalah7 a Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. b Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubunganhubungan sebab akibat, sehingga menjadi teori. c Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memper-baiki, memperluas serta memperhalus teori-teori yang lama. d Bersifat non-etis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

Henry Pratt Fairchild and 100 authorities, Dictionary of Sociology, Littlefield, Adams & Co, Ames Iowa, 1976, halaman 296. Harry M. Johnson, Sociology, a systematic introduction, Limited,Bombay, 1967,halaman2.
7

Allied Publishers Private

Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana untuk membeda-kan sosiologi dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang tergabung pula dalam ilmu-ilmu sosial. Mengenai persoalan tersebut masih banyak kesimpangsiuran karena pembedaannya tidak tegas dan bukan hanya menyangkut perbedaan dalam isi atau obyek penyelidikan, akan tetapi juga menyangkut perbedaan tekanan pada unsur-unsur obyek yang sama atau lebih jelasnya pendekatan yang berbeda terhadap obyek yang sama. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa sosiologi mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya dan hubungan-hubungan antara orang-orang dalam masyarakat tadi. Untuk lebih jelasnya, sebaiknya setiap ilmu pengetahuan yang merupakan bagian dari ilmu-ilmu sosial, dibandingkan dengan sosiologi untuk mendapatkan gambaran menye-luruh, tetapi singkat. Masyarakat yang menjadi obyek ilmu-ilmu sosial dapat dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari beberapa segi; ada segi ekonomi yang antara lain bersangkut paut dengan produksi, distribusi dan penggunaan barang-barang dan jasa-jasa; ada pula segi kehidupan politik yang antara lain berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dalam masyarakat; dan lain-lain segi kehidupan. Segi ekonomi dipelajari oleh ilmu ekonomi yang pada hakikatnya mempelajari usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan materilnya dari bahan-bahan yang terbatas persediaannya. Misalnya, ilmu ekonomi ber-usaha memecahkan persoalan yang timbul karena tidak seimbangnya per-sediaan pangan dibandingkan dengan jumlah penduduk; ilmu ekonomi juga mempelajari usaha-usaha apa yang harus dilakukan menaikkan produksi bahan sandang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan lainlainnya. Hanya segi ekonominyalah yang dipelajari oleh ekonomi, sedangkan sosiologi mempelajari unsur-unsur kemasyarakatan secara keseluruhan. Ilmu politik mempelajari suatu segi khusus pula dari kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Yang dipelajari oleh ilmu politik adalah, misalnya, daya upaya untuk memperoleh kekuasaan, usaha memper-tahankan kekuasaan, penggunaan kekuasaan dan juga bagaimana mengham-bat penggunaan kekuasaan dan lain sebagainya. Ilmu politik dengan istilah politik yang dipergunakan sehari-hari di kalangan orang banyak mempunyai perbedaan; politik diartikan sebagai pembinaan kekuasaan negara, yang bu-kan merupakan suatu ilmu pengetahuan akan tetapi merupakan seni (art). Sosiologi memusatkan perhatiannya pada segi-segi masyarakat yang ber-sifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum daripadanya. Misalnya soal daya-upaya untuk mendapatkan kekuasaan digambarkan oleh sosiologi sebagai salah-satu bentuk persaingan (competition) atau bahkan pertikaian (conflict). Ilmu jiwa sosial, merupakan cabang ilmu jiwa yang pada hakikatnya meneliti perilaku manusia sebagai individu. Ilmu jiwa menyelidiki tingkat kepandaian seseorang, kemampuan-kemampuannya, daya ingatannya, idam-idaman dan perasaan kecewanya, keberesan jiwanya dan sebagainya. Ilmu jiwa sosial juga memusatkan perhatiannya terhadap individu, akan tetapi tekanannya diletakkan pada perilaku individu dalam kehidupan bersama, bagaimana pergaulannya, bagaimana pembentukan kepribadiannya dalam suatu lingkungan dan sebagainya. Maka dapatlah dikatakan bahwa ilmu jiwa sosial

adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman dan tingkah-laku individu sebagaimana telah dipengaruhi atau ditimbulkan oleh situasi-situasi sosial. 8 Antropologi, khususnya antropologi sosial, agak sulit untuk dibedakan dengan sosiologi. Di beberapa perguruan tinggi dan lembaga-lembaga ilmiah, antropologi dan sosiologi merupakan dua spesialisasi yang seringkali diga-bungkan dalam satu bagian. Antropologi pada dasarnya mempunyai lima lapangan penyelidikan yaitu 9 a b c d e Masalah sejarah terjadinya dan perkembangan manusia sebagai makhluk biologis. Masalah sejarah terjadinya aneka-warna bahasa-bahasa yang diucapkan oleh manusia di seluruh dunia. Masalah persebaran dan terjadinya aneka warna bahasa-bahasa yang diucapkan oleh manusia di seluruh dunia. Masalah perkembangan, persebaran dan terjadinya aneka-warna kebudayaan manusia di seluruh dunia. Masalah dasar-dasar kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat suku-suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi, zaman sekarang ini. Apabila terutama diperhatikan lapangan penyelidikan yang ke empat dan kelima sukar sekali untuk mengadakan pembatasan yang tegas dengan sosiologi. Ada yang berpendapat bahwa antropologi memusatkan perhatiannya pada masyarakat-masyarakat yang masih sederhana taraf kebudaya-annya, sedangkan sosiologi menyelidiki masyarakatmasyarakat modern yang sudah kompleks. 10 Hal ini memang benar, apabila ditinjau sejarah perkembangan dari kedua ilmu pengetahuan tersebut, akan tetapi sejak Perang Dunia kedua tidaklah tepat lagi untuk mengatakan bahwa antropologi semata-mata mem-batasi diri pada masyarakat yang sederhana. Antropologi juga telah banyak memperhatikan perkembangan masyarakat modern. Bahkan kalau diingat bahwa masyarakat-masyarakat di sebagian besar daerahdaerah di benua Asia, Afrika dan Amerika Latin yang sama-sama sedang mengalami modernisasi, dalam arti berada dalam keadaan transisi dari alam tradisional ke alam yang modern, maka sosiologi sungguh-sungguh bergandengan erat dengan antropologi. Dalam mempelajari secara bersama-sama masyarakat-masyarakat yang berada dalam keadaan peralihan itu, maka hanya dapat dikatakan bahwa antara sosiologi dengan antropologi sosial terdapat perbedaan dalam pangkal tolaknya. Kalau dilihat masyarakat-masyarakat yang berada dalam peralihan itu sebagai suatu proses saling pengaruh-mempengaruhi antara unsur-unsur tradisional dan unsur-unsur modern, maka antropologi bertitik tolak pada unsur-unsur tradisional, sedangkan sosiologi terutama mem-perhatikan unsur-unsur yang baru (modern). Bagaimanapun juga, masyarakat yang berada dalam peralihan itu, keadaan nyatanya merupakan hasil dari daya pengaruh-mempengaruhi antara kedua jenis unsur-unsur tersebut di atas. 11
AGerungan Dipl. Psych., Psychology Social, cetakan ke dua, PT. Eresco, Bandung, 1967, halaman 48. 9 Koentjaraningrat, PengantarAntropologi, cetakan kedua, Penerbit Universitas, Jakarta 1965, halaman 18 dan seterusnya. 10 Misalnya Robert Bierstedt, The Social order, an Introduction to Sociology, edisi ke-3, MacGrawHill Book Co, Inc., New York, 1970.
11 8

"Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi.op.cit,halaman 13.

Setelah mempelajari hubungan antara antropologi sosial dengan sosio-logi, sekarang akan ditinjau bagaimana perbedaannya dengan sejarah (sosial). Kedua-duanya merupakan ilmu-ilmu sosial yang menelaah kejadian-kejadian dan hubungan-hubungan yang dialami masyarakat manusia. Sejarah teruta-ma memperhatikan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa silam. Se-orang ahli sejarah akan berusaha untuk menggambarkan dengan seteliti-telitinya apa yang dialami oleh manusia selama hidupnya di dunia, terutama sejak manusia mengenal peradaban. Ahli sejarah berusaha untuk menda-patkan gambaran yang teliti mengenai peristiwa-peristiwa tadi yang ke-mudian dihubung-hubungkannya satu dengan lainnya untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dari masa-masa silam. Kecuali daripada itu, ahli sejarah juga ingin menemukan sebab-sebab terjadinya peristiwaperistiwa tersebut untuk mendapatkan pengertian yang mendalam tentang kejadiankejadian itu dan terutama mengapa sampai kejadian tersebut terjadi. Dengan demikian, sejarah menaruh perhatian khusus pada peristiwa-peristiwa masa silam tersebut, serta khususnya (sifat uniknya) peristiwa-peristiwa tadi. Seorang sosiologi juga memperhatikan masa-masa silam, akan tetapi dia hanya memperhatikan peristiwa-peristiwa yang merupakan proses-proses kemasyarakatan yang timbul dari hubungan antar manusia dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Dengan demikian, manfaat ilmu-ilmu sosial dan hubungan antara ilmu-ilmu sosial dengan sosiologi, yaitu: a b c adanya suatu terminologi umum yang menyeragamkan pelbagai disiplin perilaku. suatu teknik penelitian terhadap organisasi-organisasi yang besar dan kompleks. suatu pendekatan sintetis yang meniadakan analisis fragmentaris dalam rangka hubungan internal antara bagian-bagian yang tidak dapat diteliti di luar konteks yang menyeluruh. d e f suatu sudut pandang yang memungkinkan analisis terhadap masalah-masalah sosiologi dasar. penelitian yang lebih banyak tertuju pada hubungan dari bagian-bagian, dengan tekanan pada proses dan kemungkinan terjadinya perubahan. kemungkinan mengadakan penelitian secara operatif dan obyektif terhadap sistem perilaku yang berorientasi pada tujuan atau didasarkan pada tujuan, proses kognitifsimbolis, kesadaran diri dan sosial, tahap-tahap keadaan darurat secara sosial-budaya, dan seterusnya. 3. Definisi Sosiologi dan Sifat Hakikatnya Adalah sangat sukar untuk merumuskan suatu defmisi (batasan makna) yang dapat mengemukakan keseluruhan pengertian, sifat dan hakikat yang dimaksud dalam beberapa kata dan kalimat. Oleh sebab itu, suatu defmisi hanya dapat dipakai sebagai suatu pegangan sementara saja. Sungguhpun penyelidikan berjalan terus dan ilmu pengetahuan tumbuh ke arah pelbagai kemungkinan, masih juga diperlukan suatu pengertian yang pokok dan menyeluruh. Untuk patokan sementara, akan diberikan beberapa defmisi sosiologi sebagai berikut:
.

Pitirim Sorokin12 mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari i. hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat . dengan politik dan lain sebagainya) ii. hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala nonsosial (misalnya gejala geografis, biologis dan tlmi sebagainya) iii. ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.

b. Roucek dan Warren13 mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok. c. William F.Ogburn dan Meyer F. Nimkoff14 berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial. d. J.A.A. van Doom dan C.J. Lammers15 berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil. e. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi16 menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Se-lanjutnya menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbalbalik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi kehidupan hukum dan segi kehidupan | agama, antara sgi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal terjadinya perubahan-perubahan di dalam struktur sosial. Apabila sosiologi ditelaah dan sudut sifat hakikatnya, maka akan dijumpai beberapa petunjuk yang akan dapat membantu untuk menetapkan ilmu pengetahuan macam apakah sosiologi itu.17 Sifat-sifat hakikatnya adalah: a Telah diketahui bahwa sosiologi adalah suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan kerohanian. Pembedaan tersebut bukanlah pembedaan mengenai metode, akan tetapi menyangkut pembedaan isi, yang gunanya untuk membe-dakan ilmu-ilmu pengetahuan yang bersangkut-paut dengan gejala-gejala alam dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan gejala-gejala kemasyarakatan. Khususnya, pembedaan tersebut di atas
Terjemahan bebas dari Pitirim Sorokin, Contemporary Sociological Theories, Harper & Row, New York, and Evanston, 1928, halaman 760-761. 13 Terjemahan bebas dari Roucek dan Warren, Sociology, an Introduction, littlefield, Adams & Co Peterson, New Jersey, 1962, halaman 3.. 14 Terjemahan bebas dari William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, Sociology, op. cit., halaman 39. . Terjemahan langsung dari JA.A. van Doom dan C.J. Lammers, Moderne Sociologie, Systematiek en analyse, Vijfde druk, Aula Boeken, Utrecht-Antwerpen, 1964, halaman 24. 16 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (ed) Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI, 1974. 17 Ibid., halaman 29.
15 12

mem-bedakan sosiologi dari astronomi, fisika, geologi, biologi dan lain-lain ilmu pengetahuan alam yang dikenal. b Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif akan tetapi adalah suatu disiplin yang kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan bukan mengenai apa yang terjadi atau seharusnya terjadi. Sebagai suatu ilmu pengetahuan, sosiologi membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Artinya sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberikan petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Hal ini bukanlah berarti bahwa pandangan-pandangan sosiologi tidak akan berguna bagi kebijaksanaankebijaksanaan kemasyarakatan dan politik, akan tetapi pandangan-pandangan sosiologis tak dapat menilai apa yang buruk dan apa yang baik, apa yang benar atau salah serta segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sosiologi dapat menetapkan bahwa suatu masyarakat pada suatu waktu dan tempat memiliki nilai-nilai yang tertentu, akan tetapi selanjutnya tak dapat ditentukan bagaimana nilai-nilai tersebut seharusnya. Dalam hal ini Sosiologi ber-beda dengan filsafat kemasyarakatan, filsafat politik, etika dan agama. c Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murm (pure science) dan bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science). Perlu dicatat bahwa dari sudut penerapannya, ilmu pengetahuan dipecah menjadi dua bagian yaitu ilmu pengetahuan murni adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membentuk dan mengem-bangkan ilmu pengetahuan secara abstrak hanya untuk mempertinggi mutunya, tanpa menggunakannya dalam masyarakat. Ilmu pengetahuan terapan adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk memper-gunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat dengan maksud membantu kehidupan masyarakat. Tujuan dari sosiologi adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang sedalam-da-lamnya tentang masyarakat, dan bukan untuk mempergunakan pengetahuan tersebut terhadap masyarakat. Sebagai perbandingan, akan diambil contoh-contoh dari ilmu pengetahuan lainnya, misalnya seorang ahli fisika (ilmu alam) tidak mendirikan jembatan, seorang ahli fisiologi (ilmu faal) pekerjaannya bukanlah menyembuhkan orang-orang yang sakit pneumonia dan seorang ahli dalam ilmu kimia pekerjaannya bukanlah membuat obat-obatan. Demikian juga para ahli sosiologi mengemuka-kan pendapat-pendapatnya yang berguna bagi petugas administrasi, pembentuk undang-undang, para diplomat, guru-guru, para mandor dan sebagainya, akan tetapi mereka tidak menentukan apa yang harus dikerjakan petugas-petugas tersebut. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mendapatkan fakta-fakta masyarakat yang mungkin dapat dipergunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat, akan tetapi sosiologi sendiri bukanlah suatu ilmu pengeta-huan terapan. Itu semuanya bukanlah berarti bahwa sosiologi tidak mempunyai kegunaan sama sekali, akan tetapi hanya pengetahuan sosiologis belum tentu akan dapat menerapkannya, dan

demikian pula sebaliknya. Untuk lebih jelasnya, dikutipkan suatu daftar yang telah disusun oleh Bierstedt, 18 sebagai berikut: Ilmu murni (Pure science) Ilmu Alam Astronomi Ilmu Pasti Hmu Kimia Ilmu Faal Ilmu Politik Ilmu Hukum Ilmu Hewan Ilmu Tumbuh-tumbuhan Geologi Sejarah Ilmu Ekonomi Sosiologi Kegiatan Sosial Manajemen d Ilmu terapan atau terpakai (Applied science) Teknologi Navigasi Akuntansi Farmasi Kedokteran Politik Perundang-undangan Penyangkokan hewan Pertanian Perminyakan/pertambangan Jurnalistik Perusahaan. Pemerintahan Diplomasi Kegiatan-kegiatan Sosial Manajemen

Ciri keempat sosiologi adalah bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang kongkrit. Artinya, bahwa yang diperhatikannya adalah bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat tetapi bukan wujudnya yang kongkrit.

Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prin-sip atau hukumhukum umum dari interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat manusia.

Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Ciri tersebut menyangkut soal metode yang dipergunakannya yang selanjut-nya akan diterangkan pada bab mengenai metode-metode sosiologi.

Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang khusus. Artinya, sosiologi mempelajari gejala yang umum ada pada setiap interaksi antar manusia. Perumusan di bawah yang menunjukkan unsurunsur beberapa bidang dan gejala kehidupan, akan dapat menjelaskannya. Gejala Kehidupan bidang kehidupan Ekonomi Politik Agama Hukum Rekreasi
18

Unsur-unsur a,b,c,d,e,f. a,b,c,g,h,i. a,b,j,k,l. a,b,c,m,n,o. a,b,c,p,q,r.

Ibid., halaman 31.

Di dalam semua bidang atau gejala kehidupan, apakah bidang ekonomi, politik, agama dan lain-lainnya, unsur-unsur a,b,c, ada. Unsur-unsur tersebut merupakan faktorfaktor sosial yang dipunyai bidang-bidang kehidupan tadi secara umum. Faktor-faktor sosial tadi itu yang diselidiki oleh sosiologi. Hal ini bukan berarti bahwa sosiologi merupakan dasar ilmu sosial atau bahwa sosiologi merupakan ilmu sosial yang umum, akan tetapi bahwa sosiologi menyelidiki faktor-faktor sosial dalam bidang kehidupan apa pun juga. Pusat perhatian sosiologi mungkin bersifat khusus, sebagaimana halnya setiap ilmu pengetahuan, akan tetapi lapangan penyelidikannya bersifat umum yakni kehidupan bersama manusia. Sebagai kesimpulan, sosiologi adalah ilmu sosial yang kategoris, murni, abstrak, berusaha mencari pengertian-pengertian umum, ra-sional dan empiris, serta bersifat umum. 4. Obyek Sosiologi Sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, obyek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Agak sukar untuk memberikan suatu batasan tentang masyarakat, oleh karena istilah roasyarakat terlalu banyak mencakup pelbagai faktor, sehingga kalaupun diberikan suatu definisi yang berusaha mencakup keseluruhannya, masih ada juga yang tidak memenuhi unsur-unsurnya. Beberapa orang sarjana telah mencoba untuk memberikan definisi masyarakat (society) seperti misalnya: a Maclver dan Page,19 yang mengatakan bahwa: "Masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah-laku. serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah b Ralph Linton, 20 "Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu ke-J satuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. c Selo Soemardjan,
21

menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup

bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Walaupun definisi dari sarjana-sarjana tersebut berlainan, akan tetapi pada dasarnya isinya sama yaitu masyarakat yang mencakup beberapa unsur sebagai berikut: a Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusiaj yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis angka minimnya adalah duaj orang yang hidup bersama.

R.M. Maclver dan Charles H. Page, Society, An introductory analysis, Mac-millan &] Co. Ltd., 1961 halaman 5. 20 Ralph Linton, The Study of Man, an introduction, Edisi pelajar, Aplleton - CenturyI Crofts Inc. New York, 1936, halaman 91. 21 Dalam kuliah-kuliah Pengantar Sosiologi pada Fakultas Hukum dan Fakultas LP.K. U.I, tahun akademis 1968. .

19

Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusiaj tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia,! maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat ber-cakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk" menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaan-nya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dalam kelompok tersebut..

c d

Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan lainnya. Manusia senantiasa mempunyai naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan

sesamanya. Apabila dibandingkan dengan makhluk hidup lain seperti hewan, misalnya, manusia tidak akan mungkin hidup sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan "mati"; manusia yang "dikurung" sendirian di suatu ruangan tertutup, pasti akan mengalami gangguan pada perkembangan pribadinya, sehingga lama kelamaan dia akan "mati". Semenjak dilahirkan manusia sudah mempunyai naluri untuk hidup berkawan, sehingga dia disebut social animal. Sebagai social animal manusia mempunyai naluri yang disebut gregariousness. pada hubungan antara manusia dengan sesamanya, agaknya yang penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat adanya hubungan tadi. Reaksi-reaksi itu mengakibatkan bertambah luasnya sikap tindak seseorang. Misalnya, apabila seseorang me-nyanyi, maka dia memerlukan reaksi yang mungkin bersifat positif (=pujian) atau negatif (=celaan), yang merupakan dorongan untuk menyempurnakan sikap tindaknya (= yaitu menyanyi) pada masa-masa yang akan datang. Dalam memberikan reaksi tersebut ada kecenderungan-kecenderungan, bahwa untuk memberikan reaksi manusia cenderung menyerasikannya dengan sikap tindak pihak-pihak lain. Hal ini disebabkan, oleh karena pada dasarnya manusia mempunyai dua hasrat yang kuat dalam dirinya, yakni: a b Keinginan untuk menjadi satu dengan sesamanya atau manusia lain di sekelilingnya (misalnya, masyarakat). Keinginan untuk menjadi satu dengan lingkungan alam sekelilingnya. Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, yakni lingkungan sosial dan lingkungan alam, manusia memper-gunakan pikiran, perasaan dan kehendaknya. Selain itu, maka dalam me-nyerasikan diri dengan lingkunganlingkungan tersebut manusia senantiasa hidup dengan sesamanya, untuk menyempurnakan dan memperluas sikap tindaknya agar tercapai kedamaian dengan lingkungannya. Dengan demikian, maka suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif, oleh karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi pelbagai kepentingan dan tentunya juga untuk dapat bertahan. Namun di-i samping itu, masyarakat sendiri juga mempunyai pelbagai kebutuhan yangt harus dipenuhi, agar masyarakat itu dapat hidup terus. Kebutuhan-kebutuhan itu adalah, antara lain, sebagai berikut:

a b c d e f g h i j

Adanya populasi depopulation replacement Informasi Energi Mated Sistem komunikasi Sistem produksi Sistem distribusi Sistem organisasi sosial Sistem pengendalian sosial Perlindungan warga masyarakat terhadap ancaman-ancaman yang tertuju pada jiwa dan harta bendanya. Dengan demikian, maka setiap masyarakat mempunyai komponen-komponen

dasarnya, yakni: a. Populasi, yakni warga-warga suatu masyarakat yang dilihat dari suduy pandangan kolektif. Secara sosiologis, maka aspek-aspek sosiologis yangj perlu dipertimbangkan adalah, misalnya: i. ii. iii. b. i. ii. c. d. i. ii. iii. iv. e. aspek-aspek genetik yang konstan. variabel-variabel genetik. variabel-variabel demografis. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa dari kehidupan bersamal yang mencakup: Sistem lambang-lambang. Informasi. Hasil-hasil kebudayaan material Organisasi sosial, yakni jaringan hubungan antara warga-warga masya-!| rakat yang bersangkutan, yang antara lain mencakup: Warga masyarakat secara individual, Peranan-peranan. Kelompok-kelompok sosial. Kelas-kelas sosial. Lembaga-lembaga sosial dan sistemnya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa masyarakat senantiasa meru-pakan suatu sistem, oleh karena mencakup pelbagai komponen dasar yang saling berkaitan secara fungsional. Rakyat merupakan keseluruhan penduduk suatu daerah tanpa melihat pada cara bergaulnya atau cara hidupnya. Yang penting di sini adalah faktor kghendak umum yang diekspresikan oleh seluruh penduduk setempat. Apa-bila dilihat dari sudut ilmu politik, istilah rakyat dipakai untuk membedakan rakyat dengan pemerintahannya; pemerintah yang menguasai, rakyat yang diperintah. Jadi istilah rakyat menunjuk pada: a b sejumlah besar penduduk. yang mempunyai kehendak umum bersama.

dihadapkan pada pemerintah yang mengatur dan memerintah kehendak tadi. Untuk jelasnya, maka lebih dikenal istilah Dewan Perwakilan Rakyat daripada Dewan

Perwakilan Masyarakat, oleh karena Dewan tersebut dituju-kan untuk kepentingan dan kehendak umum dari penduduk. Sebaliknya, selalu dipergunakan istilah Pembangunan Masyarakat dan bukan Pemba-ngunan Rakyat, oleh karena pembangunan tersebut adalah penting untuk kemajuan seluruh anggota masyarakat. Dalam istilah "Bangsa", maka yang penting adalah soal nasib bersama dari orangorang yang hidup di suatu daerah yang menyerahkan soal nasib bersama kepada negara, yang mempunyai wewenang mutlak untuk menja-min nasib bersama dari orang banyak tadi. Istilah bangsa yang banyak dipakai dalam politik internasional, lebih banyak merupakan tanda (attribute) daripada negara; isi suatu negara adalah bangsa.

C. GAMBARAN RINGKAS TENTANG SEJARAH TEORI-TEORI SOSIOLOGI 1 Apakab Teori? Suatu teori pada hakikatnya merupakan, hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut roerupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris. Oleh sebab itu, dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih, yang telah diuji kebenarannya. Suatu variable merupakan karakteristik dari orang-orang, benda-benda atau keadaan yang mempunyai nilai-nilai yang berbeda, seperti misalnya, usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya. Bagi seseorang yang mem-pelajari sosiologi, maka teori-teori tersebut mempunyai beberapa kegunaan, antara lain: a b c d Suatu teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang dipelajari sosiologi Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi; Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi Suatu teori akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi yang penting untuk penelitian e Pengetahuan teoritis memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial, yaitu usaha untuk dapat mengetahui kearah mana masyarakat akan berkembang atas dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan pada dewasa ini. Di bawah ini akan diberikan suatu gambaran atau deskripsi tentang perkembangan teori-teori sosiologi. Hal ini berbeda dengan gambaran tentang perkembangan sosiologi dari sudut teoritis. Suatu gambaran tentang perkembangan sosiologi dari sudut teoritis akan dapat memberikan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana mengendalikan perkembangan

sosiologi pada masa-masa mendatang22 Gambaran tersebut lebih tepat apabila diberikan di dalam suatu buku, yang secara khusus membahas perkembangan teori-teori sosiologi23 Selanjutnya diuraikan secara garis besar dan secara krono-logis, beberapa teori sosiologi yang menonjol, yang pada umumnya berasal dari cendekiawan Barat. 2. Perbatian Terhadap Masyarakat Sebelum Comte Masa Auguste Comte dipakai sebagai patokan, oleh karena sebagaimana dinyatakan di muka Comte yang pertama kali memakai istilah atau penger-tian Sosiologi. Sosiologi dapatlah dikatakan merupakan suatu ilmu pengeta-huan yang relatif muda usianya, karena baru mengalami perkembangan sejak. masanya Comte tersebut. Akan tetapi di lain pihak, perhatian-perhatian serta pikiran-pikiran terhadap masyarakat manusia telah dimulai jauh sebelum masa Comte. Seorang filosof Barat yang untuk pertama kalinya menelaah masyarakat secara sistematis adalah Plato (429-347 S.M.), seorang filosof Romawi. Sebetulnya Plato bermaksud untuk merumuskan suatu teori tentang bentuk negara yang dicita-citakan, yang organisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap sistem-sistem sosial yang ada pada zamannya. Plato menya-takan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan inteligensia. Inteligensia merupakan unsur pengendali, sehingga suatu negara seyogyanya juga merupakan refleksi dari ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi. Dengan jalan menganalisis lembaga-lembaga di dalam masyarakat, maka Plato berhasil menunjukkan hubungan fungsional antara lembaga-lembaga tersebut yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Dengan demikian maka Plato berhasil merumuskan suatu teori organis tentang masyarakat, yang mencakup bidangbidang kehidupan ekonomis dan sosial. Suatu unsur yang menyebabkan masyarakat berdinamika adalah ada-nya sistem hukum yang identik dengan moral, oleh karena didasarkan pada keadilan. 24 Aristoteles (384-322 S.M.) mengikuti sistem analisis secara organis dari Plato. Di dalam bukunya Politics, Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalam terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik digunakannya dalam arti luas mencakup juga berbagai masalah eko-

nomi dan sosial. Sebagaimana halnya dengan Plato, perhatian Aristoteles terhadap biologi telah menyebabkannya mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan organisme
C.J.M. Schuyt, Recbtssociologie, een terreinverkenning,\]n\versita.\K Press, Rotterdam, 1971, halaman 15 dan seterusnya. 23 Misalnya A.W. Gouldiner, The Coming Crisis of Western Sociology, Avon Book, New York, 1971. 24 Lihatlah P. Friedlander, Plato: An lntroduction,Hzrper & Row Publishers, New York and Evanston, 1967.
22

biologis manusia. Disamping itu Aristoteles menggarisbawahi kenyataan bahwa basis masyarakat adalah moral (etika dalam arti yang sempit). Pada akhir abad pertengahan muncul ahli filsafat Arab Ibn Khaldun> (1332-1406) yang mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menaf-sirkan kej'adian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat dijumpai, bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya negara-negara. Gejala-gejala yang sama akan, terlihat pada kehidupan masyarakat-masyarakat pengembara, dengan segala kekuatan dan kelemahan-kelemahannya. Faktor yang menyebabkan bersa-tunya manusia di dalam suku-suku dan, negara, dan sebagainya, adalah rasa solidaritas. Faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama antara manusia. Pada zaman Renaissance (1200-1600), tercatat nama-nama sepertii Thomas More dengan Utopia-nya. dan Campanella yang menulis City of the I Sun. Mereka masih sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat yang ideal. Berbeda dengan mereka adalah N. Machiavelli (terkenal dengan bukunya II Principe) yang menganalisis bagaimana mempertahankan kekuasaan. Untuk pertama kalinya politik dipisahkan dari moral, sehingga terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat.; Pengaruh ajaran Machiavelli antara lain, suatu ajaran, bahwa teori-teori politik dan sosial memusatkan perhatian mekanisme pemerintahan. Abad ke-17 ditandai dengan munculnya tulisan Hobbes (1588-1679K yang berjudul The Leviathan. Inti ajarannya diilhami oleh hukum alam, fisika dan matematika. Dia beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu saling berkelahi. Akan tetapi mereka mempunyai pikiran bahwa hidup damai dan tenteram adalah jauh lebih baik. Keadaan semacam itu baru dapat tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan pihak-pihak yang mempunyai wewenang, pihak mana akan dapat j memelihara ketenteraman. Supaya keadaan damai tadi terpelihara, maka orang-orang harus sepenuhnya mematuhi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan demikianlah masyarakat dapat berfungsi sebagai-mana mestinya. Dapatlah dikatakan, bahwa alam pikiran pada abad ke-17 tadi masih ditandai oleh anggapan-anggapan bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan terikat pada hubunganhubungan yang tetap. Hanya saja perlu dicatat bahwa sebagai akibat dari keteranganketerangan yang diperoleh dari para pengembara dan missionaris, mulai tumbuh anggapananggapan tentang adanya relativitas atas dasar lokalitas dan waktu. Walaupun ajaran-ajaran pada abad ke-18 masih bersifat rasionalistis, akan tetapi sifatnya yang dogmatis sudah agak berkurang. Pada abad ini muncullah antara lain ajaran John Locke (1632-1704) dan J.J. Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada konsep kontrak sosial dari Hobbes. Me-nurut Locke, manusia pada dasarnya mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Kontrak antara warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar faktor pamrih. Bila pihak yang mempunyai wewenang tadi gagal untuk me-menuhi syaratsyarat kontrak, maka warga-warga masyarakat berhak untuk memilih pihak lain.

Rousseau antara lain berpendapat bahwa kontrak antara pemerintah dengan yang diperintah, menyebabkan tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginankeinginan sendiri, yaitu keinginan umum. Keinginan umum tadi berbeda dengan keinginan masing-masing individu. Pada awal abad ke-19, muncul ajaran-ajaran lain di antaranya Saint-Simon (17601825) yang terutama menyatakan bahwa manusia hendaknya dipe-lajari dalam kehidupan berkelompok. Di dalam bukunya yang berjudul Memoirs sur la Science de Home, dia menyatakan bahwa ilmu politik merupakan suatu ilmu yang positif. Artinya, masalahmasalah dalam ilmu politik hendaknya dianalisis dengan metode-metode yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain. Dia memikirkan sejarah sebagai suatu fisika sosial. Fisiologi sangat mempengaruhi ajaran-ajarannya mengenai masyarakat. Masyarakat bukanlah semata-mata merupakan suatu kumpulan dari orang-orang belaka yang tindakantindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing. Kumpulan tersebut hidup karena didorong oleh organ-organ tertentu yang menggerakkan manusia untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut. 3. Sostotogi Auguste Comte (1798-1853) Auguste Comte yang pertama-tama memakai istilah "sosiologi" adalah orang pertama yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ruang lingkup dan isi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dia menyusun suatu sistematika dari filsafat sejarah, dalam kerangka tahap-tahap pemikiran yang berbeda-beda. Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya. 25 Tahap pertama dinamakannya tahap jeologjs atau fiktif, suatu tahap di mana manusia menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara teologis yaitu dengan kekuatankekuatan yang dikendalikan roh dewa-dewa atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Penafsiran ini penting bagi manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memusuhinya dan untuk melindungi dirinya dari faktor-faktor yang tidak terduga timbulnya. Tahap kedua yang merupakan perkembangan dari tahap pertama adalah'; tahap metafisik. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap7 gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan^; dapat diungkapkan. Pada tahap ini manusia masih terikat oleh cita-cita tanpa1 verifikasi, oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada1 suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hu-kum alam yang seragam. Hal yang terakhir inilah yang merupakan tugas? ilmu pengetahuan positif, yang merupakan tahap ketiga atau tahap terakhir dari perkembangan manusia. . Gagasan tentang adanya ketiga tahap tersebut, walaupun merupakan suatu fiksi akan tetapi hal itu memberikan penerangan terhadap pikiran manusia, serta secara psikologis merupakan suatu perkembangan yang penting. Ketiga tahap tadi dapat memenuhi pikiran manusia pada saat yang bersamaan, di mana kadang-kadang timbul pertentangan-pertentangan. Pertentangan-pertentangan tersebut seringkali tidak disadari
Auguste Comte, The Positive Philosophy, diterjemahkan dan diringkas oleh H. Mar-tineau, George Bell & Sons, London, 1896.
25

manusia, sehingga timbul ketidakserasian. Selanjutnya mengaitkan industrialist dengan tahap ketiga dari perkembangan pikiran manusia. Secara logis, maka dalam masa industri tersebut akan terjadi perdamaian yang kekal. Itulah asumsi Comte, oleh karena tahap-tahap sebelumnya ditandai dengan adanya masa perbu-dakan dan militerisme yang penuh dengan pertikaian. Apakah sebenarnya yang dimaksudkan oleh Comte dengan ilmu pengetahuan positif, dan di manakah letak sosiologinya? Menurut Comte, suatu ilmu pengetahuan bersifat positif, apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan kongkrit, tanpa ada halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dengan demikian, maka ada kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap pelbagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana ilmu tadi dapat mengungkapkan kebenaran yang positif. Hirarki atau tingkatan ilmuilmu a. b. c. d. e. f. pengetahuan matematika, astronomi, fisika. ilmu kimia, biologi, dan sosiologi. Hal yang menonjol dari sistematika Comte adalah penilaiannya terhadap sosiologi, yang merupakan ilmu pengetahuan paling kompleks, dan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang akan berkembang dengan pesat sekali. Sosiologi merupakan studi positif tentang hukum-hukum dasar dari gejala sosial. Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dengan sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar dari adanya masyarakat. Studi ini merupakan semacam anatomi sosial yang mempelajari aksi-aksi dan reaksi timbal-balik dari sistem-sistem sosial. Cita-cita dasar yang menjadi latar belakang sosiologi statis adalah bahwa semua gejala sosial saling berkaitan, yang berarti bahwa percuma untuk mempelajari salah-satu gejala sosial secara tersendiri. Unit sosial yang pen-ting bukanlah individu tetapi keluarga yang bagianbagiannya terikat oleh simpati. Agar suatu masyarakat berkembang maka simpati harus diganti dengan kooperasi, yang hanya mungkin ada apabila terdapafpembagian kerja. Sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkembangan dalam arti pembangunan. Ilmu pengetahuan ini menggambarkan cara-cara pokok dalam mana perkembangan manusia terjadi, dari tingkat inteligensia yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, maka dinamika menyangkut masyarakat-masyarakat untuk menunjukkan adanya perkembangan. Comte yakin bahwa masyarakat akan berkembang menuju suatu kesempurnaan. Walaupun demikian Comte sebenarnya lebih mementingkan perubahanper-ubahan atau perkembangan dalam cita-cita daripada bentuk. Akan tetapi dia tidak menurut tingkat pengurangan generalitas dan penambahan kompleksitasnya adalah sebagai berikut:

menyadari, betapa perubahan cita-cita akan mengakibatkan terjadinya perubahanperubahan bentuk pula. 26 4. Teori-teori Sosiologi Sesudah Comte Suatu gambaran menyeluruh dan lengkap tentang teori-teori sosiologjl sesudah masa Comte, tak akan mungkin diberikan dalam bagian ini. Olehj karena itu dipilihkan beberapa teori saja, yang dikelompokkan ke dalar beberapa mazhab untuk memudahkan penyusunan. Teori-teori tersebutj banyak yang dipengaruhi oleh ilniu-ilmu lain, maupun data yang diperoleh dari penggunaan ilmu-ilmu tersebut. Pengaruh yang mencolok akan terlih misalnya, dari geografi, biologi, antropologi, ilmu hukum dan lain sebagainya Pengelompokan ke dalam mazhab-mazhab akan didasarkan pada fektor-faktor tersebut sehingga akan dapat diperoleh suatu gambaran yang minimal. 27 a. Mazhab Geografi dan Lingkungan Ajaran-ajaran ataii teori-teori yang masuk dalam mazhab ini telah berkembang. Sejak dahulu kala, jarang sekali kejadian bahwa para ahli pe-i mikir menguraikan masyarakat manusia terlepas dari tanah atau lingkungan di mana masyarakat tadi berada. Masyarakat hanya mungkin timbul dan berkembang apabila ada tempat berpij'ak dan tempat hidup bagi masyarakat tersebut. Teori-teori tersebut sangat logis dan sederhana karena dapat men-cakup sejarah perkembangan masyarakat-masyarakat tersebut. Di antara sekian banyaknya teori-teori yang dapat digolongkan ke dalam 1 mazhab ini, dipilihkan ajaran-ajaran dari Edward Buckle dari Inggris (1821-1862) dan Le Play dari Perancis (1806-1888). Di dalam hasil karyanya yang berjudul History of Civilization in England (yang tidak selesai), Buckle me-neruskan ajaran-ajaran sebelumnya tentang pengaruh keadaan alam terhadap masyarakat. Di dalam analisisnya, dia telah menemukan beberapa keteraturan hubungan antara keadaan alam dengan tingkah-laku manusia. Misalnya, terjadinya bunuh diri adalah sebagai akibat rendahnya penghasilan, dan tinggirendahnya penghasilan tergantung dari keadaan alam (terutama iklim dan tanah). Taraf kemakmuran suatu masyarakat juga sangat tergantung pada keadaan alam di mana masyarakat hidup. Le Play mempunyai kesimpulan-kesimpulan yang sama dengan Buckle, walaupun cara analisisnya agak berbeda. Sebagai seorang insinyur pertambangan, dia berkesempatan untuk melakukan perjalanan ke pelbagai pelosok Eropa, dan mempelajari kehidupan berkelompok manusia demi untuk mempertahankan hidupnya. Dia mulai dengan menganalisis keluarga sebagai unit sosial yang fundamental dari masyarakat. Organisasi keluarga ditentukan oleh cara-cara mempertahankan kehidupannya yaitu cara mereka bermata pencaharian. Hal itu sangat tergantung pada lingkungan timbal-balik antara faktorfaktor tempat, pekerjaan dan manusia (atau masyarakat). Atas dasar faktor-faktor tersebut, maka dapatlah diketemukan unsur-unsur yang menjadi dasar adanya kelompok-kelompok
J.H. Abraham, Sociology, The Study of Human Society, The English University Press j Ltd, London, 1973, halaman 18,19. 27 Untuk gambaran yang lengkap, lihatlah Talcott. Parsons, Edward Shils, Kaspar D. j Neagle danjesse R. Pitts (ed.) Theories of Sociology, The Free Press, New York, 1968.
26

yang lebih besar, yang memerlukan analisis terhadap semua lembaga-lembaga politik dan sosial suatu masyarakat tertentu. Pengikut-pengikut Le Play mengembangkan teori tersebut di atas. Hal ini dilakukan dengan jalan mencoba mengumpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan sosial. Faktor-faktor mana disusun secara logis dan sistematis. Bertitik tolak pada asumsi bahwa tipe organjsasi sosial di-tentukan oleh faktor tempat, maka timbul teori bahwa keluargakeluarga patrilineal timbul di daerah-daerah stepa. Keluarga-keluarga demikian sifat-nya otoriter, tidak demokratis dan konservatif. Tipe-tipe keluarga tersebut berkembang menjadi particularist type of family, yang mata pencaharian-nya adalah bercocok tanam dan menangkap ikan. Pada tipe keluarga sema-cam inilah tumbuh akar-akar demokrasi, dan kebebasan. Bahkan pada awal abad ke-20, muncul suatu katya dari E. Huntington (tahun 1915) yang ber-judul Civilization and Climate. Di dalam buku tersebut diuraikan, bahwa mentalitas manusia ditentukan oleh faktor iklim. Pentingnya mazhab ini adalah bahwa ajaran-ajaran atau teori-teori menghubungkan faktor keadaan alam dengan faktor-faktor slruktur serta organisasi sosial. Ajaran dan teorinya mengungkapkan adanya korelasi antara tempat tinggal dengan adanya aneka ragam karakteristik kehidupan sosial suatu masyarakat tertentu. b. Mazhab Organis dan Evolusioner Ajaran-ajaran serta teori-teori bidang biologi, dalam arti luas, banyak mempengaruhi teori-teori sosiologi. Memang perlu diakui bahwa sejak abad pertengahan banyak ahli-ahli pikir masyarakat yang mengadakan analogij antara masyarakat manusia dengan organisme manusia. Beberapa abac kemudian pengaruh tersebut muncul kembali dan salah seorang terkemuli dari ajaran ini adalah Herbert Spencer (1820-1903). Herbert Spencer adalah orang yang pertama-tama menulis tentar masyarakat atas dasar data empiris yang kongkrit. Dalam hal ini dia te. memberikan suatu model kongkrit yang secara sadar maupun tidak sac diikuti oleh para sosiologi sesudah dia. Suatu organisme, menurut Spenc akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan dengan diferensiasi antara bagian-bagiannya. Hal ini berarti adanya organisasi rung yang lebih matang antar bagian-bagian organisme tersebut, dan integrasi' lebih sempurna pula. Secara evolusioner, maka tahap organisme tersv akan semakin sempurna sifatnya. Dengan demikian maka organisme tersebij ada kriterianya yaitu kompleksitas, diferensiasi dan integrasi. Kriteria akan dapat diterapkan pada setiap masyarakat. Evaluasi sosial dan perke bangan sosial pada dasarnya berarti bertambahnya diferensiasi dan inte si, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari keadaan home ke keadaan yang heterogen. Spencer sebetulnya bermaksud untuk membuktikan bahwa masy tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern!tidak stabil karena terlibat dalam pertentanganpertentangan di antara mereka sendia Selanjutnya dia berpendapat (dalam bukunya yang berjudul Principles yang damai. Sociology; 3 jilid) bahwa pada masyarakat industri yang telah terdiferensia dengan mantap, akan ada suatu stabilitas yang menuju pada keadaan hidii

Pengaruh ajaran Spencer besar sekali terutama di Amerika Serikat. Seorang sosiologi Amerika yang sangat terpengaruh oleh metode analisis Spencer adalah W.G. Summer (1840-1910). Salah-satu hasil karyanya adalah Folkways yang merupakan karya klasik dalam kepustakaan sosiologi. Folkways dimaksudkan dengan kebiasaan-kebiasaan sosial yang timbul secara tidak sadar dalam masyarakat, kebiasaan-kebiasaan mana menjadi bagian dari tradisi. Hampir semua aturan-aturan kehidupan sosial, upacara-sopansantun, kesusilaan, dan sebagainya, termasuk dahmfolkways tersebut. Aturan-aturan tersebut merupakan kaidah-kaidah kelompok yang masing-masing mempunyai tingkat atau derajat kekuatan yang berbeda-beda. Apabila kaidah-kaidah tadi dianggap sedemikian pentingnya, maka kaidah-kaidah tadi dinamakan tata kelakuan (mores). Kaidah-kaidah tersebut tidaklah menjadi bagian dari suatu masyarakat secara menyeluruh, dan oleh karena itu Sumner mem-bedakan antara kelompok sendiri (in-groups) dengan kelompok luar (outgroups). Pembedaan ini ditujukan untuk dapat memberikan petunjuk bahwa ada orangorang yang diterima dalam suatu kelompok dan ada pula yang tidak. Pembedaan tersebut menimbulkan pelbagai macam antagonisme, pertentangan serta pertikaian. Kiranya agak sulit untuk memasukkan ajaran-ajaran Emile Durkheim (1855-1917) banyak ke dalam mazhab ini, oleh karena ajaran-ajarannya me-ngandung pelbagai segi serta metode pendekatan. Namun demikian, ajaran-ajarannya yang tertuangkan di dalam karya yang berjudul Division of Labor dapatlah digolongkan ke dalam mazhab ini. Di dalam karyanya tersebut Durkheim menyatakan bahwa unsur baku dalam masyarakat adalah faktor solidaritas. Dia membedakan antara ma-syarakat-masyarakat yang bercirikan faktor solidaritas mekanis dengan yang memiliki solidaritas organis. Pada masyarakat-masyarakat dengan solidaritas mekanis, warga-warga masyarakat belum mempunyai diferensiasi dan pembagian kerja. Lagi pula, para warga masyarakat mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan kesadaran yang sama pula. Masyarakat dengan solidaritas organis, yang merupakan perkembangan dari masyarakat dengan solidaritas mekanis, telah mempunyai pembagian kerja yang ditandai dengan derajat spesialisasi tertentu. Apabila solidaritas tersebut mengalami emunduran maka mungkin timbul keadaan anomie, di mana para warga masyarakat tidak lagi mempunyai pedoman untuk mengukur kegiatan-kegiatannya dengan nilai dan norma yang ada. Sebagaimana halnya dengan Spencer (dari Inggris) dan Durkheim maka Ferdinand Tonnies dari Jerman (1855-1936), juga terpengaruh oleh bentuk-bentuk kehidupan sosial yang lain. Yang penting bagi Tonnies adalah bagai-mana warga suatu kelompok mengadakan hubungan dengan sesamanya. Artinya, dasar hubungan tersebut yang menentukan bentuk kehidupan sosial yang tertentu. Tonnies berpendapat bahwa dasar hubungan tersebut di satu pihak adalah faktor perasaan, simpati pribadi dan kepentingan bersama. Di pihak lain dasarnya adalah kepentingan-kepentingan rasional dan ikatan-ikatan yang tidak permanen sifatnya. Bentuk kehidupan sosial yang pertama dinama-kannya paguyuban (gemeinschafi), sedangkan yang kedua adalah patem-bayan (gesellschafi). Pada patembayan, maka warga-warga kelompok tersebut terikat oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya, sehingga untuk selamanya| tidak dapat terjadi hubungan timbal-balik yang harmonis antara warga-wargafj kelompok

tersebut. Tonnies mempergunakan kedua bentuk kehidupan so-( sial tadi sebagai kriteria untuk menganalisis setiap aspek atau bagian dari masyarakat. Menurut Tonnies, keserasian; antara kedua bentuk kehidupati sosial tersebut dapat dipertahankan dalam masyarakat yang modern sekalipun.

c. Mazhab Formal Ahli-ahli pikir yang menonjol dari mazhab ini, kebanyakan dari Jerman. sangat terpengaruh oleh ajaran-ajaran dan filsafat Immanuel Kant. Salah seorang di antaranya ialah Georg Simmel (1858-1918). Menurut Simmel, elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut. Bentuk-bentuk sebenarnya adalah elemen-elemen itu sendiri. Adalah tugas seorang sosiok untuk menganalisis proses terjadinya dan mengidentifikasikan pengaruhl pengaruhnya tersebut. Selanjutnya Simmel berpendapat bahwa pelbagai lembaga di dala masyarakat terwujud dalam bentuk superioritas, subordinasi dan konflik Semua hubungan-hubungan sosial, keluarga, agama, peperangan, perdaj gangan, kelas-kelas dapat diberi karakteristik menurut salah-satu bentuk atas atau ketiga-tiganya. Menurut Simmel, seseorang menjadi warga masyarakat untuk mengalami proses individualisasi dan sosialisasi. Tanpa menjadi warga masyarakat tak akan mungkin seseorang mengalami proses interaksi antara individu dengan kelompok. Dengan perkataan lain, apa yang memungkinkan masyarakat berproses adalah bahwa setiap orang mempunyai peranan yang harus dijalankannya. Maka, interaksi individu dengan kelompok hanya dapat dimengerti dalam kerangka peranan yang dilakukan oleh individu. Leopold von Wiese (1876-1961) berpendapat, bahwa sosiologi harus rnemusatkan perhatian pada hubungan-hubungan antar manusia tanpa me-ngaitkannya dengan tujuantujuan maupun kaidah-kaidah. Sosiologi harus mulai dengan pengamatan terhadap perilaku kongkrit tertentu. Ajarannya bersifat empiris dan dia berusaha untuk mengadakan kuantifikasi, terhadap proses-proses sosial yang terjadi. Proses sosial merupakan hasil perkalian dari sikap dan keadaan, yang masing-masing dapat diuraikan ke dalam unsurunsurnya secara sistematis. Alfred Vierkandt (1867-1953) menyatakan bahwa sosiologi menyoroti situasisituasi mental. Situasi-situasi tersebut tak dapat dianalisis secara ter-sendiri, akan tetapi merupakan hasil perilaku yang timbul sebagai akibat interaksi antar individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dengan demikian, tugas sosiologi adalah untuk menganalisis dan mengadakan sistematika terhadap gejala sosial dengan jalan menguraikannya ke dalam bentuk-bentuk kehidupan mental. Hal itu dapat ditemukan dalam gejala-gejala seperti harga diri, perjuangan, simpati, imitasi dan lain seba-gainya. Itulah prekondisi suatu masyarakat yang hanya dapat berkembang penuh dalam kehidupan

berkelompok atau dalam masyarakat setempat (community). Oleh karena itu sosiologi harus memusatkan perhatian terhadap kelompok-kelompok sosial. d. Mazhab Psikologi Di antara sosiolog-sosiolog yang mendasarkan teorinya pada psikologi adalah Gabriel Tarde (1843-1904) dari Perancis. Dia mulai dengan suatu dugaan atau pandangan awal bahwa gejala sosial mempunyai sifat psikologis Yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, di mana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan. Bentuk-bentuk utama dan interaksi mental individu-individu adalah imitasi, oposisi dan adaptasi atau penemuan baru. Imitasi seringkali berhadapan dengan oposisi yang menuju pada bentuk adaptasi yang baru. Dengan demikian mungkin terjadi perubahan sosial yang disebabkan oleh penemuan-penemuan baru. Hal ini menimbulkan imitasi, oposisi penemuan-penemuan baru, perubahan-perubahan, dan seterusnya. Dengan demikian keinginan utama Tarde adalah berusaha untuk menjelaskan gejala-gejala sosial di dalam kerangka reaksi-reaksi psikis sese-orang. Hal ini merupakan suatu petunjuk, betapa besarnya pengaruh pende-katan psikologis. Ajaran ini terutama sangat berpengaruh di Amerika Serikat, di mana banyak sosiolog yang mengadakan analisis terhadap reaksi-reaksi individu terhadap individu, maupun dari kelompok terhadap kelompok lainnya. Di antara mereka adalah Albion Small (1854-1926) yang pertama-tama membuka departemen sosiologi pada Universitas Chicago, dan mener-bitkan American Journal of Sociology yang terkenal itu. Salah seorang sosiolog Amerika terkemuka lainnya adalah Richard Horton Cooley (1864-1924). Bagi Cooley individu dan masyarakat saling melengkapi, di mana individu hanya akan menemukan bentuknya di dalam masyarakat. Di dalam karyanya yang berjudul Social Organization, Cooley mengembangkan konsep kelompok utama (primary group), yang ditandai dengan hubungan antar pribadi yang dekat sekali. Dalam kelompok-kelompok tadi perasaan manusia akan dapat berkembang dengan leluasa. Di Inggris tokoh yang terkenal adalah L.T. Hobhouse (1864-1929) yang pernah mengetuai bagian sosiologi dari London School of Economics. Hob-house sangat tertarik pada konsep-konsep pembangunan dan perubahan sosial. Dia menolak penerapan prinsipprinsip biologis terhadap studi masyarakat manusia; psikologi dan etika merupakan kriteria yang diperlukan untuk mengukur perubahan sosial. Sebagai salah seorang pelopor psikologi sosial, Hobhouse banyak memusatkan perhatian terhadap kondisi-kondisi psikologis kehidupan sosial. Dia berusaha untuk membuktikan bahwa kehidupan sosial berkembang ke arah keadaan yang lebih rasional dan harmonis. Dengan demikian maka perkembangan sosial terjadi apabila kesadaran sosial dan kebutuhan-kebutuhan sosial meningkat. Hobhouse juga merupakan salah seorang pelopor di dalam penggunaan metodemetode perbandingan di dalam sosiologi. e. Mazhab Ekonomi Dari mazhab ini, akan dikemukakan ajaran-ajaran dari Karl Marx (1818-1883) dan Max Weber (1864-1920) dengan catatan bahwa ajaran-ajaran Max Weber sebenarnya

mengandung aneka macam segi sebagaimana halnya dengan Durkheim. Memang, Durkheim dan Weber adalah dua orang tokoh sosiologi yang paling terkemuka dalam sejarah perkembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan. Marx telah mempergunakan metode-metode sejarah dan filsafat untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan di mana ada keadilan sosial28 Menurut Marx, selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan. Hukum, filsafat, agama dan kesenian merupakan refleksi dari status ekonomi kelas tersebut. Namun demikian, hukum-hukum perubahan berperanan dalam sejarah, sehingga keadaan tersebut dapat berubah baik melalui suatu revolusi maupun secara damai. Akan tetapi selama masih ada kelas yang berkuasa, maka tetap terjadi eksploitasi terhadap kelas yang lebih lemah. Oleh karena itu selalu timbul pertikaian antara kelas-kelas tersebut, per-tikaian mana akan berakhir apabila salah-satu kelas (yaitu kelas proletar) menang, sehingga terjadilah masyarakat tanpa kelas. Weber antara lain menyatakan bahwa semua bentuk organisasi sosial harus diteliti menurut perilaku warganya, yang motivasinya serasi dengan harapan warga-warga lainnya. Untuk mengetahui dan menggali hal ini perlu digunakan metode pengertian (Verstehen). Tingkah-laku individu-individu dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menurut empat tipe ideal aksi sosial, yakni: i. Aksi yang bertujuan, yakni tingkah-laku yang ditujukan untuk mendapat-kan hasil-hasil yang efisien. ii. Aksi yang berisikan nilai yang telah ditentukan, yang diartikan sebagai perbuatan untuk merealisasikan dan mencapai tujuan. iii. Aksi tradisional yang menyangkut tingkah-laku yang melaksanakan suatu aturan yang bersanksi. iv. Aksi yang emosional, yaitu yang menyangkut perasaan seseorang. Atas dasar hal-hal tersebut di ataslah maka timbul hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat. Selanjutnya Weber mengembangkan metode tipe-tipe ideal, yang akan dapat menggambarkan dan memperbandingkan gejala-gejala sosial secara lebih tepat. Dengan demikian, suatu gejala sosial akan dapat dianalisis dengan mempergunakan kriteria tertentu yang terdapat dalam tipe-tipe ideal tersebut. Dengan menggunakan metode tersebut Weber menganalisis pelbagai lem-baga dalam masyarakat seperti misalnya agama, birokrasi dan lain sebagainya. f. Mazhab Hukum Di dalam sorotannya terhadap masyarakat, Durkheim menaruh perha-tian yang besar terhadap hukum yang dihubungkannya dengan jenis-jenis solidaritas yang terdapat di dalam masyarakat. Hukum menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat-ringannya tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan-anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan. Di dalam masyarakat dapat ditemukan
28

Henri Lefebvre,the sociology of marx, A. Vintage Book Nemw York 1969, halaman 3, 4 dan

seterusnya.

dua macam sanksi kaidah-kaidah hukum yaitu sanksi yang represif dan sanksi yang restitutif. Pada masyarakat yang didasarkan pada solidaritas mekanis terdapat kaidahkaidah hukum dengan sanksi yang represif, sedangkan sanksi-sanksi restitutif terdapat pada masyarakat atas dasar solidaritas organis. Kaidah hukum dengan sanksi represif biasanya mendatangkan pende-ritaan bagi pelanggar-pelanggarnya. Sanksi tersebut menyangkut hari depan dan kehormatan seorang warga masyarakat, atau bahkan merampas kemer-dekaan dan kenikmatan hidupnya. Kaidah-kaidah hukum dengan sanksi demikian adalah hukum pidana. Selain dan kaidah-kaidah dengan sanksi-sanksi negatif yang mendatangkan penderitaan, akan dapat dijumpai pula kaidah-kaidah hukum yang sifat sanksi-sanksinya berbeda dengan kaidah-kaidah hukum yang represif. Tu-juan utama dan sanksi tersebut tidaklah perlu semata-mata untuk mendatangkan penderitaan. Tujuan utama kaidah-kaidah hukum ini adalah untuk mengembalikan keadaan pada situasi semula, sebelum terjadi kegoncangan sebagai akibat dilanggarnya suatu kaidah hukum. Kaidah-kaidah tersebut antara lain mencakup hukum perdata, hukum dagang, hukum acara, hukum administrasi dan hukum tata negara setelah dikurangi dengan unsur-unsur pidananya. Selanjutnya Durkheim berpendapat bahwa dengan mening-katnya diferensiasi dalam masyarakat, reaksi kolektif yang kuat terhadap penyimpangan-penyimpangan menjadi berkurang di dalam sistem yang bersangkutan, oleh karena hukum yang bersifat represif mempunyai kecenderungan untuk berubah menjadi hukum yang restitutif. Artinya, yang ter-pokok adalah untuk mengembalikan kedudukan seseorang yang dirugikan ke keadaan semula, hal mana merupakan hal yang penting di dalam menye-lesaikan perselisihan-perselisihan atau sengketa-sengketa. Max Weber yang mempunyai latar-belakang pendidikan di bidang hukum dapatlah dimasukkan pula ke dalam mazhab ini. Dia telah mempelajari pengaruh faktor-faktor politik, agama dan ekonomi terhadap perkembangan hukum. Disamping itu dia juga menyoroti pengaruh dari para cendekiawan hukum, praktikus hukum dan para honoratioren terhadap perkembangan hukum. 29 Menurut Weber ada empat tipe ideal hukum yaitu: i. Hukum irasional dan materiil, yaitu di mana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidahpun. ii. Hukum irasional dan formal, yaitu di mana pembentuk undang undangdan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah di luar akal, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan. iii. Hukum rasional dan materiil, di mana keputusan-keputusan para pembentuk undangundang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi. iv. Hukum rasional dan formal yaitu di mana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.

Max Weber on Law and Economy and Society, diterjemahkan oleh Edward Shils dant Max Rheinstein, A Clarion Book, New York, 1967, halaman 52.

29

Dengan demikian, maka hukum formal berkecenderungan untuk me-nyusun sistematika kaidah-kaidah hukum, sedangkan hukum materiil lebih bersifat empiris. Namun demikian kedua macam hukum tersebut dapat dirasionalisir yaitu pada hukum formal didasarkan pada logika murni, sedangkan hukum materiil pada kegunaannya. Bagi Weber hukum yang rasional dan formal merupakan dasar bagi suatu negara modern. Kondisi-kondisi sosial yang memungkinkan tercapai-nya taraf tersebut adalah sistem kapitalisme dan profesi hukum. Sebaliknya, introduksi unsur-unsur yang rasional dalam hukum juga membantu sistem kapitalisme. Proses tersebut tidak akan mungkin terjadi dalam masyarakat yang didasarkan pada kepemimpinan yang kharismatis atau atas ikatan da-rah, oleh karena proses mengambil keputusan pada masyarakat-masyarakat tadi mudah dipengaruhi oleh unsur-unsur yang irasional tadi. Di dalam tradisi perkembangan sosiologi hukum di Amerika Serikat, konsepsi budaya hukum (legal culture) mulai diperkenalkan pada tahun 60-an oleh Lawrence M. Friedmann lewat tulisan yang berjudul "Legal Culture and Social Development di dalam Law and Society Review, nomor 1/4 (1969) halaman 29 sampai dengan halaman 44. Selanjutnya konsepsi tersebut digunakan (antara lain) oleh Daniel S. Lev sebagai sarana analisis, ter-utama dalam artikel yang berjudul "Judicial Institutions and Legal Culture in Indonesia" (tahun 1972). Menurut Lev, maka konsepsi budaya hukum menunjuk pada nilai-nilai yang berkaitan dengan hukum (substantif) dan proses hukum (hukum ajek-tif). Budaya hukum pada hakikatnya mencakup dua komponen pokok yang saling berkaitan yakni nilai-nilai hukum substantif dan nilai-nilai hukum ajektif (yakni yang bersifat prosedural). Nilai-nilai hukum substantif berisikan asum-si-asumsi fundamental mengenai distribusi dan penggunaan sumber-sumber di dalam masyarakat, hal-hal yang secara sosial dianggap benar atau salah, dan seterusnya. Nilai-nilai hukum ajektif mencakup sarana pengaturan sosial mau-pun pengelolaan konflik yang terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Di dalam perkembangan selanjutnya, Friedmann memperkenalkan konsepsi sistem hukum yang mencakup struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum. Struktur hukum merupakan suatu wadah, kerangka maupun bentuk daripada sistem hukum yakni susunan daripada unsur-unsur sistem hukum yang bersangkutan. Substansi hukum mencakup norma-norma atau kaidah-kaidah mengenai patokan perilaku yang pantas dan prosesnya. Budaya hukum mencakup segala macam gagasan, sikap,kepercayaan, harapan maupun pendapat-pendapat (pandangan-pandangan) mengenai hukum. D. METODE-METODE DALAM SOSIOLOGI Setelah mendapatkan gambaran dan pokok-pokok tentang ruang ling-kup sosiologi beserta hubungannya dengan ilmu-ilmu sosial lainnya dan teori-teorinya, perlu dijelaskan cara-cara sosiologi mempelajari obyeknya yaitu masyarakat. Untuk kepentingan itu sosiologi mempunyai cara kerja atau metode (method) yang juga dipergunakan oleh ilmuilmu pengetahuan lainnya. Pada dasarnya terdapat dua jenis cara kerja atau metode yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifat

eksak, walaupun bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Di dalam metode kualitatif termasuk metode historis dan metode komparatif yang keduanya dikombinasikan menjadi histories komparatif. Metode historis menggunakan analisis atas peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Seorang sosiologi yang ingin menyelidiki akibat-akibat revolusi (secara umum) akan mempergunakan bahan-bahan sejarah untuk meneliti revolusi-revolusi penting yang terjadi dalam masa yang silam. 30 Metode komparatif mementingkan'perbandingan antara bermacam-ma-cam masyarakat beserta bidang-bidangnya, untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan serta sebab-sebabnya. Perbedaan-perbedaan dan persamaanpersamaan tersebut bertujuan untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk mengenai perilaku masyarakat pada masa silam dan masa sekarang, dan juga mengenai masyarakatmasyarakat yang mempunyai tingkat peradaban yang berbeda atau yang sama. Metode studi kasus (case study) bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya salah-satu gejala nyata dalam kehidupan masyarakat. Studi kasus dapat digunakan untuk menelaah suatu keadaan, kelompok, masyarakat setempat (community), tembaga-lembaga maupun individu-individu. Dasarnya adalah bahwa pene-laahan suatu persoalan khusus yang merupakan gejala umum dari perso-an-persoalan lainnya dapat menghasilkan dalil-dalil umum. Alat-alat yang 'Pergunakan oleh metode studi kasus adalah misalnya wawancara (interview), pertanyaan-pertanyaan (questionnaires), dari daftar pertanyaan-pertanyaan (schedules), participant observer technique dan lain-lain. Teknik wawancara seringkali dipakai apabila diperlukan data penting dari masyarakat lain. Teknik wawancara dapat dilaksanakan secara tidak tersusun dan secara tersusun. Pada yang pertama, penyelidik menyerahkan pembicaraan kepada orang yang diajak berwawancara, sedangkan pada yang terakhir, penyelidik yang memimpin pembicaraan. Dalam mempergunakan teknik tersebut, penyelidik harus sadar bahwa apa yang dikemukakan oleh yang diajak berwawancara, sedikit banyaknya terpengaruh oleh kehadirannya. Pada teknik questionnaires, telah dibuatkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Teknik tersebut hampir sama dengan schedules, di mana dilakukan wawancara melalui daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah di-susun terlebih dahulu. Dalam participant observer technique, penyelidik ikut serta dalam kehidupan sehari-hari dari kelompok sosial yang sedang diselidikinya. Dalam hal ini penyelidik akan berusaha sedapat-dapatnya untuk tidak mempengaruhi pola-pola kehidupan masyarakat yang sedang diselidikinya. Metode kualitatif tersebut dalam istilah bahasa Jerman dapat dinama-kan sebagai metode berdasarkan verstehen (artinya pengertian). Metode kuantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala, indeks, tabel dan formula-formula yang semuanya itu sedikit banyaknya mempergunakan ilmu pasti atau matematika. Yang termasuk jenis metode kuantitatif adalah metode statistik yang bertujuan menelaah gejala-gejala sosial secara matematis. Akhir-akhir ini dihasilkan
30

Roucek dan Warren, op.cit., halaman 188,189.

suatu teknik yang dinamakan Sociometry yang berusaha meneliti masyarakat secara kuantitatif. Sociometry mempergunakan skala-skala dan angka-angka untuk mempelajari hubungan-hubungan antar manusia dalam masyarakat. Jadi sociometry adalah himpunan konsep-konsep dan metode-metode yang bertujuan untuk menggambarkan dan meneliti hubungan-hubungan antar manusia dalam masyarakat secara kuantitatif. Disamping metode-metode di atas, metode-metode sosiologi lainnya didasarkan pada penjenisan antara metode induktifyang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam lapangan yang lebih luas, dan metode deduktif yang mempergunakan proses sebaliknya yaitu mulai dengan kaidah-kaidah yang dianggap berlaku umum untuk kemudian dipelajari dalam keadaan yang khusus. Hampir sama, akan tetapi pada hakikatnya berbeda adalah penggo-longan metodemetode sosiologi ke dalam jenis metode empiris yang menyandarkan diri pada keadaankeadaan yang dengan nyata didapat dalam masyarakat, dan jenis metode rationalises yang mengutamakan pemikiran dengan logika dan pikiran sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah kemasyarakatan. Metode empiris dalam ilmu sosiologi modern diwujudkan dengan research atau penelitian yaitu cara mempelajari suatu masalah secara sistematis dan intensif untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak mengenai masalah tersebut. Research dapat bersifat basic atau applied. Basic research adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak dari ilmu pengetahuan, sedangkan applied research ditujukan pada penggunaan ilmu pengetahuan secara praktis. Metode rationalistis banyak dipergunakan dahulu sekarang masih ada fungsionalisme oleh para sarjana sosiologi di Eropa. Akhirnya, sosiologi juga sering mempergunakan metode fungsionalisme. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur sosial dalam masyarakat. Metode tersebut berpendirian pokok bahwa unsur-unsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal-balik yang saling pengaruh mempengaruhi; masing-masing mempunyai fungsi tersendiri terhadap masyarakat. Dalam bidang antropologi, metode tersebut dipopulerkan oleh Bronislaw Malinowski dan A.R. Radcliffe Brown, sedangkan sarjanasarjana sosiologi yang melaksanakan pendekatan fungsional terhadap masyarakat adalah antara lain Talcott Parsons dan Robert K. Merton. Metode-metode sosiologi tersebut di atas bersifat saling melengkapi dan para ahli sosiologi seringkali menggunakan lebih dari satu metode untuk menyelidiki obyeknya. Kecuali metode-metode tersebut di atas, masing-masing ilmu pengetahuan dan juga sosiologi mempunyai peflengkapan alat-alatnya sendiri yaitu alat-alat yang disebut konsep (concept) untuk menganalisis masalah-masalah yang terdapat dalam lapangannya khususnya untuk sosiologi yaitu masyarakat. E MAZHAB-MAZHAB DAN SPESIALISASI DALAM SOSIOLOGI Sudan menjadi sifat ilmu pengetahuan bahwa apabila teori-teori dalam ilmu Pengetahuan tersebut meningkat semakin dalam dan tinggi, maka akan timbul spesialisasispesialisasi ilmu pengetahuan. Di dalam perkembangan ilmu sosiologi tampak

kecenderungan bahwa ilmu tersebut di dalam taraf pertama dapat dibeda-bedakan menurut metode yang dipergunakan untuk meneropong masyarakat. Dengan demikian seolah-olah timbul berbagai mazhab yang berbeda dalam dasar dan metode ilmiahnya, hal mana telah dijelaskan di muka. Pitirim Sorokin di dalam bukunya yang berjudul Contemporary Sociological Theories mengadakan klasifikasi mazhab-mazhab sosiologi dengan cabang-cabangnya sebagai berikut31 yang agak berbeda dengan penggolongan di muka. Mazhab-mazhab itu adalah: 1. Mechanistic school Social mechanics Social physics Social energitics Mathematical Sociology of Pareto 2. Synthetic and Geographic School ofLe Play 3. Geographical School 4. Biological School Bio-organismic branch Racialist, Hereditarist and Selectionist branch Sociological Darwinism and Struggle for Existed the theories 5. Bio-Social School 6. Bio-Psychological School 7. Sociologists School Neo-positivist branch Durkheim's branch Gumplowilz's branch Formal Sociology Economic interpretation of history 8. Psychological School Behaviorists Instinctivists Introspectivists of various types 9. Psycho-Sociologistic School Various interpretations of social phenomena in terms of culture, religion, law, public opinion, folkways, and other "psycho-social factors".Experimental studies, of a correlation between various psychosocial phenomena. Sosiologi yang relatif modern bukan lagi mengadakan pembedaan yang demikian, akan tetapi karena metode-metode ilmiah untuk mempelajari berbagai persoalan sosiologis makin lama makin jelas dan bertambah baik, maka metode-metode itu kemudian dipraktekkan untuk membahas berbagai masalah khusus dalam masyarakat. Dengan demikian pada dewasa ini terdapat sosiologi yang dipusatkan pada orientasi masalahmasalah politik, agama, hukum, keluarga, pendidikan, dan akhir-akhir ini juga pada
31

Pitirim Sorokin, Contemporary Sociologycal Theoris, halaman xxi.

ekonomi, terutama ekonomi pembangunan. Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh akan disebutkan cabang-cabang dan bagian-bagian sosiologi sebagai-mana dikembangkan oleh American Sociological Society sebagai berikut :32 Social Organization Community Social Stratification Institutions Social structure Industrial Occupations Military Comparative Primitive Intergroup relations Applied Sociology
32

Race and ethnic Labor management International Religions Vital statistics International migration Labor Force Population characteristics Marriage and marital relationsiff Parent-child relations Child development Consumer problems Rural Urban Community analysis Human ecology Regional studies Personality development Personality and culture Social Psychiatry Mental health Collective behavior Social Statistics Survey Methods Experimental design Research administration Tests and measurements Case study and life histoi Systematic Comparative History of theory

Population

Social Disorganization Criminology Juvenile delinquency Drug addiction Prostitution Alcoholism Poverty and dependency Social Control Social Process Social Movements Technological changes Social Mobility Group dynamic Small group analysis Leadership Sociometry Socialization Public opinion measurer Propaganda analysis Market Research Mass communications Attitude studies Morale studies

Family

Rural-Urban

Social Change

Social Psychology

Interpersonal Relations

Research Methodology

Public Opinion and Comn

Theory

Roucek dan Warten, ofi.Cit., habman 254,255

Penology and Correction Regional and community planning Marriage and family cour Human relations in indu Personal selection and training Housing Social legislation Health and welfare Problems of the aged Recreation Sociodrama and psychod Youth and child welfare Latin America Eastern Europe and USSR Central Europe NearEast FarRast Southeast Asia Underdeveloped Areas.

Social thought Educational Sociology Political Sociology Sociology of Religion Sociology of Law Sociology of Knowledge Sociology of Science Sociology of War Sociology of Art and Liter Sociology of Medicine

Interdisciplinary Speciality

General Sociology

Area Studies

Untuk memebrikan gambaran yang lebih mendalam lagi akan diberikan penjelasan sedikit mengenai spesialisasi antar disiplin yang pada hakikatnya merupakan spesialisasi dalam sosiologi. Misalnya, sosiologi pendidikan adalah cabang sosiologi yang mempelajari lembaga-lembaga dan proses-proses pendidikan. Tujuan utama pendidikan adalah untuk meneruskan kebudayaan kepada generasi muda melalui proses sosialisasi. Sosiologi pendidikan tidak hanya membatasi diri pada pendidikan yang diberikan di sekolah-sekolah, akan tetapi juga pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat dan sebagai-nya. Sistem pendidikan tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakat. Misalnya, sistem pendidikan Taman Siswa yang dida-sarkan pada tut wuri handayani (yang telah diajarkan oleh almarhum Ki Hadjar Dewantoro) mempunyai pengaruh yang besar terhadap masyarakat antara lain dalam bidang kepemimpinan. Dengan adanya ilmu-ilmu pengetahuan yang khusus tersebut, para ahli tidak puas dengan teori-teori belaka. Orang lalu ingin menyelidiki sedalam-dalamnya hubungan antara seluruh ilmu pengetahuan yang spesialis tadi, hal mana dilakukan dengan penelitian.

F. PERKEMBANGAN SOSIOLOGI DI INDONESIA33


33

Disadur dari Selo Soemardjan, "Perkembangan ilmu sosiologi di Indonesia dari 1945-1965" dalam Research di Indonesia 1945-1965, jilid IV, Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya, Departemen Urusan Research Nasional Republik Indonesia, 1965.

1. Permulaan Sosiologi di Indonesia Walau pada hakikatnya para pujangga dan pemimpih Indonesia belum pernah mempelajari teori-teori formal sosiologi sebagai ilmu pengetahuan namun banyak di antara mereka yang telah memasukkan unsur-unsur sosiologi dalam ajaran-ajarannya. Ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari Surakarta antara lain mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek-aspek sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antar golongan (intergroup relations). Almarhum Ki Hadjar Dewantoro, pelopor utama yang meletakkan dasar-dasar bagi pendidikan nasional di Indonesia, memberikan sumbangan yang sangat banyak pada sosiologi dengan konsep-konsepnya mengenai kepe-mimpinan dan kekeluargaan Indonesia yang dengan nyata dipraktekkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa. Dari keterangan-keterangan di atas, nyatalah bahwa unsur-unsur sosiologi tidak digunakan dalam suatu ajaran atau teori yang murni sosiologis, akans tetapi sebagai landasan untuk tujuan lain yaitu ajaran tata hubungan antara manusia dan pendidikan. Apabila dilihat hasilhasil karya para sarjana (kebanyakan) orang Belanda,sebelum perang dunia kedua, yang mengambil masyarakat Indonesia sebagai pusat perhatiannya seperti misalnya tulisantulisan Snouck Hurgronje, C, van Volllenhoven, ter Haar, Duyvendak dan lain-lain, maka di dalam hasil-hasil karya itupun tampak adanya unsur-unsur sosiologis yang dipergunakan dan dikupas secara ilmiah, akan tetapi kesemuanya hanya dalam kerangka yang nonsosiologis dan tidak sebagai ilmu pengeta-huan yang berdiri sendiri. Hal itu tidaklah berarti bahwa metode yang digunakan untuk meneropong sesuatu masalah atau gejala sosiologis adalah salah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah; sama sekali tidak. Keterangan di atas hanyalah dimaksudkan untuk menyatakan, bahwa sosii logi, pada waktu itu di Indonesia, dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan begitu sosiologi, pada waktu itu di Indonesia, dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuai lainnya. Dengan perkataan lain, sosiologi pada saat itu belum dianggap cuku penting dan cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilnn pengetahuan, terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogescbool) di Jakarta pada waktu itu adalah satusatunya lembaga perguruan tinggi yang sebelum perang duniai kedua, memberikan kuliahkuliah sosiologi di Indonesia. Di sinipun ilmu] pengetahuan tersebut hanyalah dimaksudkan sebagai pelengkap bagi ma' pelajaran ilmu hukum. Yang memberikan kuliahkuliah pun bukanlah sarjana-sarjana yang secara khusus memusatkan perhatiannya pada sosiologi, oleh karena pada waktu itu belum ada spesialisasi sosiologi baik di Indonesia maupun di negeri Belanda. Sosiologi yang dikuliahkan pada waktu itu untuk sebagian besar bersifat filsafat sosial dan teoritis, berdasarkan buku-buku hasil karya Alfred Vierkandt, Leopold von Wiese, Bierens de Haan, Steinmetz dan sebagainya. Pada tahun-tahun 1934/1935 kuliah-kuliah sosiologi pada Sekolah Tinggi Hukum tersebut malah ditiadakan oleh karena pada waktu itu, para guru besar yang memegang tanggung jawab dalam menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa pengetahuan tentang

bentuk dan susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamhya tidak diperlukan dalam hubungan dengan pelajaran hukum. Di dalam pandangan mereka, yang perlu diketahui adalah hukum positif yaitu peraturan-peraturan yang berlaku dengan sah pada suatu waktu dan suatu tempat tertentu. Apa yang menjadi sebab terjadinya suatu peraturan dan apa yang sebenarnya menjadi tujuannya, dianggap tidak penting dalam pelajaran ilmu hukum. Yang penting adalah perumusan peraturannya dan sistem-sistem untuk menafsirkannya. Di dalam tingkat perkembangan sosiologi yang demikian itu, di mana teori yang diutamakan sedangkan ilmunya belum dianggap penting untuk dipelajari tersendiri, maka tidak dapat diharapkan berkembangnya pene-litian sosiologis yang mencoba menemukan kenyataan-kenyataan sosiologi dalam masyarakat Indonesia. 2. Perkembangan Sosiologi Sesudah Perang Dunia Kedua Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, seorang sarjana Indonesia yaitu Scenario Kolopaking, untuk pertama kalinya memberi kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yog-yakarta (Akademi tersebut kemudian dilebur ke dalam Universitas Negeri Gadjah Mada dan kemudian menjadi Fakultas Sosial dan Politik). Beliau memberikan kuliah-kuliah di dalam bahasa Indonesia, hal mana merupakan suatu kejadian baru, oleh karena sebelum perang dunia kedua, semua kuliah pada Perguruan-perguruan tinggi diberikan dalam bahasa Belanda. Pada Akademi mu Politik tersebut, sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu pengetahuan m )urusan pemerintahan dalam negeri, hubungan luar negeri dan publisistik. Oleh sebab itu, maka kuliah-kuliah dalam ilmu pengetahuan tersebut sukar sekali untuk mencetuskan keinginan pada para sarjana, untuk mem-perdalam dan kemudian memperkembangkan sosiologi. Dengan dibukanya kesempatan bagi para sarjana dan mahasiswa Indonesia untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, mulailah ada beberapa orang Indonesia yang memperdalam pengetahuannya tentang sosiologi, bahkan ada di antaranya yang mempelajari ilmu tersebut secara khusus. Bertambahnya orang-orang yang memperdalam dan mengkhususkan diri dalam sosiologi tidak hanya men-jadi dorongan untuk berkembangnya dan meluasnya ilmu pengetahuan tadi, akan tetapi sekaligus membawa pe-rubahan dalam sifat dan sosiologi di Indonesia. Buku Sosiologi dalam bahasa Indonesia mulai diterbitkan sejak satu tahun setelah pecahnya revolusi fisik yaitu Sosiologi Indonesia oleh Djody Gondokusumo yang memuat beberapa pengertian elementer dari sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai filsafat. Buku itu pada saat tersebut, men-dapat sambutan baik mengingat suasana revolusi fisik pada waktu itu, di mana mulai terasa suatu kehausan pada golongan terpelajar akan ilmu pengeta-, huan yang mungkin akan dapat membantu mereka di dalam usaha-usahanya memahami perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat dalam masya-rakat Indonesia. Kira-kira dalam tahun 1950, setelah usai revolusi fisik, me-1 nyusullah suatu buku Sosiologi yang diterbitkan oleh Bardosono, yang] sebenarnya merupakan sebuah diktat yang ditulis seorang mahasiswa yang mengikuti kuliah-kuliah sosiologi dari seorang guru besar yang tak disebut-j kan namanya dalam buku tersebut.

Selanjutnya dapatlah dikemukakan buku karangan Hassan Shadily dengan judul Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia yang merupakan bukuj pelajaran pertama di dalam bahasa Indonesia yang memuat bahan-bahar sosiologi yang modern. Dalam suasana perkembangan perguruan tinggi Indonesia, juga karena kurangnya buku-buku sosiologi dalam bahasa Indc nesia, maupun yang diimpor dari luar negeri, ditambah pula kekuran^ kemampuan yang ada pada para mahasiswa tingkat Persiapan maka bukul Hassan Shadily (lulusan Cornell University di Amerika Serikat) memenuhj keperluan para mahasiswa yang mulai belajar ilmu pengetahuan tersebut sebagai ilmu pembantu. Para pengajar yang mengikuti ajaran sosiologi teoritis filosofis lebih banyak mempergunakan terjemahan buku-bukunya P.J. Bouman, yaitu Algemene Maatschappijleer dan Sociologie, bergrippen en problemen serta buku Lysen yang berjudul Individu en Maatschappij. Lebih luas, tetapi uraian mengenai pengertian-pengertian pokoknya kurang sistematis, adalah buku pelajaran sosiologi yang berjudul Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas hasil karya Mayor Polak, seorang warga negara Indonesia bekas anggota Pangreh Praja Belanda, yang telah mendapat pelajaran sosiologi sebelum perang dunia kedua pada Universitas Leiden di negeri Belanda. Mayor Polak juga telah menulis suatu buku mengenai Sosiologi khusus yang berjudul Pengantar Sosiologi Pengetahuan, Hukum dan Politik yang terbit pada 1967. Sesuai dengan taraf permulaan dalam perkembangan ilmu sosiologi dewasa ini di Indonesia, maka adanya buku-buku berbahasa Indonesia dalam bidang tersebut masih bersifat sebagai buku pelajaran untuk menolong para mahasiswa di dalam pelajarannya tentang asas-asas serta persoalan-persoalan dari ilmu pengetahuan itu. Sepanjang pengetahuan, kecuali buku Mayor Polak, pada dewasa ini buku lain dalam bahasa Indonesia yang mengenai masalah-masalah sosiologi khusus adalah sosiologi hukum oleh Satjipto Rahardjo, Soerjono Soekanto, dan lain-lain, serta juga sosiologi kota oleh N. Daldjoeni, dan seterusnya. Dalam rangka buku-buku Sosiologi yang dikarang oleh orang Indonesia, dapat disebutkan pula buku Social Changes in Yogyakarta hasil karya Selo Soemardjan yang terbit dalam tahun 1962. Buku yang ditulis dalam bahasa Inggris itu merupakan disertasi penulis untuk mendapatkan gelar doctor pada Cornell University, Amerika Serikat. Isinya adalah perihal perubahan-perubahan dalam masyarakat di Yogyakarta sebagai akibat dari revolusi politik dan sosial, pada waktu revolusi masih berpusat di kota Yogyakarta. Bersama Soelaeman Soemardi, pengarang yang sama telah menghimpun bagian-bagian terpenting dari beberapa text-book ilmu sosiologi dalam bahasa Inggris yang disertai dengan pengantar ringkas dalam bahasa Indonesia. Buku yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi itu diterbitkan pada 1964 dan dipakai sebagai bacaan wajib pada beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta.tak kurang pentingnya pula bagi perkembangan sosiologi adalah karangan-karangan pendek mengenai masalah-masalah sosiologi yang tersebar di sana-sini, baik dalam bentuk publikasi yang dicetak dalam majalah-majalah berkala atau tak berkala, maupun dalam bentuk stensilan yang hanya dapat dibaca dalam kalangan peminat yang tidak luas.

Pada dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang mempunyai Fakultas Sosial dan Politik atau Fakultas Ilmu Sosial di mana sosiologi diku-liahkan sampai tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat Persiapan. Namun, belum ada Universitas yang mempunyai Fakultas tersendiri khusus untuk sosiologi. Yang telah ada ialah jurusan sosiologi pada beberapa Fakultas, misalnya pada Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Indonesia dan pada Fakultas Sosial dan Politik Universitas Pajajaran. Dari jurusan sosiologi itulah diharapkan sumbangan dan dorongan lebih besar untuk mempercepat dan memperluas perkem-bangan sosiologi di Indonesia untuk kepentingan umum dan masyarakat. Penelitian-penelitian sosiologis di Indonesia belum mendapat tempat yang sewajarnya, oleh karena masyarakat masih terlampau percaya pada angka-angka yang relatif mutlak. Sosiologi tidak akan mungkin menghasil-kan hal-hal yang berlaku mutlak, oleh karena masing-masing manusia mempunyai kekhususan, sehingga sulit sekali untuk menerapkan teori-teoril sosiologi secara umum. Apalagi masyarakat Indonesia merupakan masya-i rakat majemuk yang mencakup beratus suku. Dalam hal ini masih diperlukan usaha yang tekun dan keras untuk menempatkan penelitian sosiologis pada tempat yang wajar G. RINGKASAN DAN MASALAH 1. Perhatian terhadap masyarakat manusia telah berlangsung lama, s< menjak orang mengenai kebudayaan dan peradaban. Perhatian tersebuj semula berwujud sebagai pemikiran secara fllsafat yang mengidamj idamkan masyarakat yang baik dan sejahtera. Idam-idaman tersebulj lama-kelamaan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga timbi usaha-usaha untuk menciptakan norma-norma kemasyarakatan ter|lepas dari penilaian pribadi seseorang. Mengapa hal itu terjadi? 2. Ilmu pengetahuan yang sangat luas itu, berdasarkan obyeknya dil bedakan ke dalam empat golongan, yaitu: a b c d Ilmu Matematika Ilmu pengetahuan alam Ilmu tentang perikelakuan Ilmu pengetahuan kerohanian,

di mana ilmu sosiologi tergolong dalam ilmu tentang perikelakuan khususnya yang menyangkut perikelakuan manusia, yang dinamakan ilmu-sosial. Adakah penggolongan atau pembidangan lain? 3. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk di dalamnya perubahan-perubahan sosial. Sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang kategoris, murni, abstrak, berusaha memberi pengertian-pengertian umum, ra-sional dan empiris, serta bersifat umum. Bandingkan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. 4. Masa Auguste Comte dipakai sebagai patokan, oleh karena Comte yang pertama kali memakai istilah atau pengertian "Sosiologi". Perhatian terhadap masyarakat telah dilakukan sejak sebelum masa Comte, antara lain oleh.

a b c d e f g h 5.

Plato Aristoteles Ibn Khaldun N.machiavelli Hobbes J. Locke J.J.Rousseau Saint Simon.

Yang pokok dari ajaran Comte adalah pembagian atas tiga tahap pe-mikiran manusia yaitu tahap teologis, metafisik dan ilmu pengetahuan positif. Bagaimanakah tanggapan Saudara?

6.

Teori-teori sesudah Comte dikelompokkan ke dalam mazhab-mazhab, sesuai dengan pengaruh dari ilmu-ilmu lain. Mazhab-mazhab tersebut adalah: a b c d e f Mazhab Geografi dan Lingkungan Mazhab Organis dan Evolusioner MazhabFormal Mazhab Psikologi Mazhab Ekonomi Mazhab Hukum.

Jelaskan pokok-pokok ajaran mazhab-mazhab tersebut. 7. Dalam mempelajari obyeknya yaitu masyarakat, sosiologi mempergu-nakan beberapa cara kerja atau metode-metode yang juga dikenal ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Bandingkanlah metode- metode tersebut. 8. Mulakala sebagai akibat perkembangan sosiologi timbullah mazhab-mazhab sosiologi, kemudian penggolongan tersebut ditinggalkan dan kini yang populer adalah spesialisasi dalam ilmu sosiologi. Apakah spesialisasi itu? 9. Perkembangan sosiologi di Indonesia, ditandai dengan ciri-ciri bahwa pada mulakala sosiologi hanya dianggap sebagai ilmu pembantu belaka, dengan timbulnya perguruan-perguruan tinggi dan kesadaran bahwa sosiologi sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang berkembang ini, maka sosiologi menempati tempat yang pen-ting dalam daftar kuliah beberapa perguruan tinggi. Apakah man-faatnya mempelajari perkembangan tersebut?

Anda mungkin juga menyukai