Anda di halaman 1dari 5

Direktorat Pakan Ternak : Kebijakan dan Program Pengembangan Pakan Nasional

Salah satu alasan dibentuknya Direktorat Pakan Ternak di lingkungan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen. PKH) Kementerian Pertanian adalah dalam rangka merespon tuntutan dan kebutuhan yang kian besar dan yang akan terus bekembang di masyarakat dalam urusan pakan. Walaupun secara teori dan empiris telah lama diketahui bahwa (1) kontribusi pakan terhadap kesehatan hewan, produksi dan produktivitas ternak sangat vital; (2) pakan adalah faktor penting dalam usaha peternakan, karena merupakan 70-75% dari total biaya produksi; (3) beberapa bahan pakan, khususnya untuk pakan unggas harus masih diimpor; dan (4) secara alami Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi yang cukup besar untuk bisa memenuhi sendiri kebutuhan pakan tersebut, namun sejauh ini belum terlihat upaya-upaya yang serius dari Pemerintah, baik upaya-upaya untuk mengatasai masalah-masalah tersebut maupun upaya untuk memanfaatkan potensi yang ada. Dari sisi lain, juga merespon isu global terkait dengan pakan, yaitu (1) terjadinya kompetisi yang sangat kuat antara feed, food dan fuel. Terjadinya krisis pangan dan krisis energi akan menyeret pakan pada posisi yang sulit; (2) terjadinya perubahan iklim global (climate change) yang telah mempengaruhi pola tanam, produksi dan distribusi pangan termasuk bahan pakan di dalamnya; dan (3) tuntutan terhadap keamanan pakan (feed safety) yang akan mempengaruhi keamanan pangan (food safety) asal hewan. Permasalahan Pakan Nasional Beberapa permasalahan di bidang pakan yang sudah diinventarisir dan menjadi perhatian utama pemerintah antara lain adalah 1. Pakan Ruminansia Untuk pakan hijauan, persoalan klasik masih terus terjadi, yaitu (1) pakan hijauan yang melimpah pada musim hujan tidak dimanfaatkan untuk memenuhi kekurangan/kelangkaan pakan di musim kemarau; (2) ternak ruminansia masih terkonsentrasi di pulau Jawa (45,6%) yang luas lahannya kian sempit; dan (3) baru sebagian kecil peternak yang mengadopsi teknologi pakan (penyimpanan, pengolahan ataupun pengawetan). Untuk pakan konsentrat, industri pakan ruminansia belum berkembang sebagaimana industri pakan unggas. Produksi pakan di Indonesia (2011) sebesar 10 juta ton, 89% adalah pakan unggas. Produksi pakan konsentrat (sapi potong dan sapi perah) masih kurang dari 1% dari seluruh produksi pabrik pakan (skala besar). Sebagian besar konsentrat untuk ternak ruminansia merupakan produksi dari pabrik pakan skala menengah (Koperasi) dan skala kecil (kelompok). Produksi pakan yang beredar dan diperdagangkan masih belum sesuai dengan standard mutu (PTM/SNI) dan belum terregistrasi di Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, belum ada sertifikasi dan labelisasi. Pengalaman dalam memfasilitasi kegiatan pabrik pakan skala kecil, pada umumnya terbentur pada sulitnya mencari sumberdaya manusia yang mempunyai pengetahuan tentang cara pembuatan pakan yang baik dan yang mampu menyusun formulasi pakan berbasis bahan pakan yang tersedia (lokal). Dilain pihak, peternak belum banyak menggunakan hijauan pakan (rumput dan leguminosa) yang unggul/berkualitas. Khusus untuk benih (biji) tanaman pakan hijauan, masih impor, seperti Alfalfa dan beberapa jenis rumput. 2. Pakan Unggas Industri pakan di Indonesia merupakan industri yang cukup maju, dilakukan oleh perusahaanperusahaan menengah dan besar yang sebagian besar telah menerapkan prinsip-prinsip Good Manufacturing Practice (GMP) serta telah dibuat berbagai peraturan pendukungnya. Karena biaya

untuk pakan menempati porsi terbesar dari total biaya produksi unggas maka para produsen pakan dituntut untuk meningkatkan efisiensi sehingga dapat memproduksi pakan yang baik kualitasnya namun dengan harga yang terjangkau. Dalam contoh formulasi pakan unggas maka bahan baku utama seperti jagung umumnya digunakan sekitar (50%), bungkil kedelai (18%), tepung ikan (5%), dedak/pollard (15%), minyak (5%), premix (0,6%) dan bahan lain (2%). Pada saat ini tercatat 62 buah pabrik pakan yang tersebar di 10 provinsi dengan kapasitas terpasang sekitar 14 juta ton/tahun. Produksi riil tahun 2010 baru mencapai 9 juta ton/tahun (70 %). Untuk produksi tersebut kebutuhan jagung sekitar 4,5 juta ton. Apabila produksi pakan telah mencapai kapasitas terpasang maka jagung yang dibutuhkan adalah sebesar 9,5 juta ton. Pakan unggas yang diproduksi tersebut sekitar 89% diserap oleh peternakan unggas, sedangkan ternak babi 4%, aqua culture 6% dan ruminan serta ternak lainnya 1% (Feed International, 2003). Permasalahnnya adalah bahan pakan yang utama adalah jagung yang saat ini sebagian, 1,5 juta ton (30%) dari kebutuhan masuh import. Sedangkan untuk bungkil kedelai, meat bone meal dan poultry by product meal 100% masih mengandalkan pasokan dari luar negeri.

Kebijakan dan Program Kebijakan pengembangan pakan adalah diarahkan untuk menjawab dua isu besar pakan, yaitu (1) penyediaan pakan (feed security) dan (2) peningkatan mutu pakan (feed safety), yang berbasis sumberdaya lokal, dengan tujuan akhir kemandirian pakan. Khusus terkait dengan program utama Ditjen PKH 2010-2014, maka kebijakan pengembangan pakan difokuskan untuk mendukung Program PSDSK 2014 dan Restrukturisasi perunggasan, selain perogram lain terkait dengan pelayanan teknis minimal. 1. Strategi Pengembangan Pakan Mendukung PSDSK 2014, dilakukan di wilayah-wilayah sentra ternak, dengan kegiatan-kegiatan:

Meningkatkan ketersediaan sumber benih/bibit hijauan pakan ternak (HPT). Dengan meningkatkan ketersediaan benih/bibit HPT unggul dan berkualitas, diharapkan secara mudah dapat diakses oleh peternak untuk menanam dan mengembangkan pakan hijauan sendiri di lahan-lahan yang dimiliki. Meningkatkan pemanfaatan lahan melalui kegiatan integrasi ternak dan pemanfaatan lahan hutan. Perlunya ada lahan khusus untuk peternakan adalah sangat mendesak saat ini. Namun hal ini tidak berarti budidaya ternak berhenti karena tidak ada lahan khusus untuk peternakan tersebut. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana memanfaatan lahan-lahan yang ada saat ini, baik lahan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan lain-lain Melakukan akselerasi pengembangan pastura dan cut and carry system. Pola budidaya ternak, sangat terkait dengan ketersediaan (daya dukung) sumberdaya alam dan budaya suatu masyarakat. Oleh karena itu, budidaya sapi secara intensif (dikandangkan) dimana cara pemberian pakannya secara cut and carry; ataupun pola budidaya ekstensif (dilepas) di padang penggembalaan ataupun pangonan, baik secara perorangan maupun kolektif, harus didorong untuk dapat memperoleh pakan yang berkualitas dan mudah. Memanfaatkan teknologi dengan basis bahan pakan lokal. Teknologi pada dasarnya dibuat untuk mempermudah kehidupan kita. Sudah banyak teknologi pakan yang tepat guna dihasilkan, tetapi belum diadopsi oleh peternak, seperti teknologi pengolahan, pengawetan dan penyimpanan pakan.

2. Strategi Pengembangan Pakan Unggas . Berbeda dengan pakan ruminansia, untuk pakan unggas strategi yang dilakukan adalah:

Melakukan koordinasi untuk peningkatan produksi bahan pakan konvensional (jagung, dedak, tepung ikan). Hampir semua bahan pakan untuk unggas urusannya berada di luar kewenangan Direktorat Jenderal Peternakan dan Keswan Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang

intens dengan Direktorat Jenderal lain, khususnya Ditjen Tanaman Pangan untuk memperoleh informasi tentang status dan situasi bahan pakan tersebut, seperti jagung misalnya. Mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal non-konvensional. Masih banyak bahan pakan lokal dan spesifik daerah belum dimanfaatkan ataupun sangat sedikit digunakan untuk pakan, padahal potensinya besar, seperti Bungkil Inti Sawit (BIS), bungkil kelapa, keongmas, sagu, dan lain-lain. Memberikan pelayanan impor-ekspor bahan pakan. Seperti diketahui, sekitar 30% bahan pakan untuk pabrikan masih diimpor. Oleh karena itu pemberian pelayanan yang cepat dan terkendali berupa Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) bahan pakan sangat vital. Keterlambatan pengeluaran SPP akan mengganggu pasokan bahan pakan dan berakibat pada produksi pakan, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap ketersediaan pakan di pasar. Memfasilitasi pengembangan pabrik/unit pengolah pakan skala kecil (unggas lokal). Usahausaha unggas lokal (ayam, itik dan puyuh) dalam skala kecil telah banyak tumbuh di masyarakat. Untuk meningkatkan efisiensi usahanya, maka difasilitasi dengan unit pengolahan pakan maupun pabrik pakan. Penguatan bimbingan teknologi pakan (unggas lokal). Mengingat usaha unggas lokal masih didominasi oleh peternak dengan skala uhasa kecil, maka bimbingan terhadap pemanfaatan teknologi pakan terus dilakukan oleh Pemerintah agar usahanya bisa meningkat dan lebih efisien.

3. Kebijakan Penyediaan Pakan Ruminansia. Kebijakan penyediaan pakan ruminansia dilakukan terhadap dua hal, yaitu :

Penyediaan pakan hijauan. Untuk penyediaan pakan hijauan, kebijakannya meliputi penyediaan benih/bibit HPT, unit usaha HPT, pemanfaatan lahan, dan kawasan gembala. Sedangkan untuk penyediaan pakan konsentrat, kebijakannya meliputi unit pengolah/pabrik pakan dan unit usaha bahan pakan. Penyediaan benih/bibit HPT melibatkan UPT Pusat, UPT Daerah, kelompok ternak dan swasta. Dengan tersedianya sumber-sumber bibit/benih HPT, diharapkan akan muncul unit usaha HPT. Kebijakan penyediaan HPT melalui pemanfaatan lahan dilakukan dengan integrasi ternak ke dalam lahan sumber penghasil HPT, seperti lahan tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan dan lain-lain. Kebijakan penyediaan HPT melalui kawasan gembala dilakukan dengan mengidentifikasi lahan yang tersedia, peningkatan kualitas padang gembala, penyediaan air, dan optimalisasi pemanfaatannya. Penyediaan pakan konsentrat. Untuk penyediaan pakan konsentrat, kebijakannya yang meliputi unit pengolah/pabrik pakan, dilakukan dengan memfasilitasi unit/alat pengolah pakan dan pabrik pakan skala kecil. Sedangkan untuk unit usaha bahan pakan dimaksudkan agar dapat mensuport pabrik pakan skala kecil dalam memperoleh bahan pakan yang siap digunakan oleh pabrik pakan.

Program penyediaan pakan ruminansia berbasis hijauan antara lain adalah:


Pengembangan sumber benih/bibit HPT (UPT Pusat dan Daerah, kelompok dan swasta) Pengembangan desa mandiri pakan (lumbung pakan, kebun HPT, embung dan lain-lain) Penguatan kawasan penggembalaan (integrasi, padang peng-gembalaan, hutan dan lain-lain) Pengembangan unit pengolah pakan dan pabrik pakan skala kecil berbasis sumber daya lokal Bimbingan teknologi dan manajemen pakan.

4. Kebijakan Penyediaan Pakan Unggas. Kebijakan penyediaan pakan unggas, berdasarkan karakteristiknya, maka dibadi dua, yaitu (1) penyediaan pakan unggas ras, dan (2) penyediaan pakan unggas lokal. Penyediaan pakan unggas ras akan terkait dengan industri/pabrik pakan besar, yang mana 80% sangat tergantung pada ketersediaan bahan pakan. Bahan pakan ini terdiri dari asal tumbuhan dan asal hewan. Kedua jenis asal bahan pakan tersebut urusan produksinya di luar

kewenangan Ditjen. PKH. Oleh karena itu kebijakan penyediaan pakan unggas ras ini dilakukan melalui cara (1) koordinasi dengan pihak-pihak terkait, baik pihak Ditjen Tanaman Pangan, Asosiasi pabrik pakan (GPMT) ataupun pihak pengguna (pabrik pakan). Koordinasi ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi tentang ketersediaan, kapan, dimana dan berapa harga bahan pakan tersebut; dan (2) pemberian surat persetujuan pemasukan (SPP) bahan pakan (impor). Penyediaan pakan unggas lokal dilakukan oleh pabrik pakan skala kecil dan menengah, dan sebagian lain mencampur sendiri. Kebijakan yang dilakukan adalah melalui fasilitasi unit pengolah pakan dan pabrik pakan skala kecil. Program penyediaan pakan unggas antara lain adalah:

Peningkatan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Pengembangan unit pengolah bahan pakan Pengembangan unit pengolah pakan dan pabrik pakan skala kecil berbasis sumber daya lokal Pelayanan perizinan pemasukan bahan pakan Bimbingan teknologi dan manajemen pakan.

5. Kebijakan Pengembangan Mutu Pakan. Kebijakan pengembangan mutu pakan meliputi (1) pengembangan standar mutu pakan, (2) peningkatan mutu pakan, dan (3) pengawasan mutu pakan. Saat ini telah ditetapkan standar 56 bahan pakan dan 38 pakan. Beberapa jenis pakan lainnya sedang dalam proses penetapan standarnya. Peningkatan mutu pakan dilakukan dengan mendorong dan memfasilitasi penerapan teknologi pakan dan fasilitasi unit usaha pengolahan pakan serta pabrik pakan skala kecil. Sedangkan pengawasan mutu pakan dilakukan dengan sertifikasi mutu pakan oleh laboratorium pakan yang telah terakreditasi, dan melalui labelisasi produk pakan yang diedarkan untuk diperdagangkan. 6. Kebijakan Pengawasan Mutu Pakan. Pelaksanaan pengawasan mutu pakan, dibuat kebijakan tersendiri karena hal ini sangat terkait dengan kebijakan pengembangan mutu pakan dan jaminan terhadap mutu pakan. Berkaitan dengan perbedaan sifat dari usaha unggas ras dan buras, maka kebijakan pengawasan mutu pakan dibedakan, yaitu (1) untuk pakan unggas ras, dilakukan penerapan yang ketat terhadap standar mutu; (2) untuk unggas lokal, jika diproduksi oleh pabrik pakan skala besar maka dilakukan kebijakan yang sama untuk pakan unggas ras; tetapi jika diproduksi oleh pabrik pakan skala kecil, maka akan dilakukan peningkatan kapasitas produksi dan kualitasnya agar dapat memenuhi standar; dan (3) untuk ternak ruminansia, kebijakan yang dilakukan adalah melakukan penataan dan pendampingan. Sistem pengawasan mutu pakan mencakup beberapa subsistem yang saling terkait, yaitu standar mutu pakan dan bahan pakan, cara pembuatan pakan yang baik (GMP), pengujian mutu pakan oleh laboratorium yang terakreditasi, pendaftaran pakan dan labelisasi, pejabat fungsional pengawas mutu pakan serta ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hal-hal diatas. Keberadaan Direktorat Pakan Ternak di lingkungan Ditjen. PKH, mempunyai tugas dan peran penting dalam melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pakan ternak yang mencakup fungsi-fungsi bahan pakan, pakan hijauan, pakan olahan dan mutu pakan, maka dalam melaksanakan amanah ini tidak bisa bekerja sendiri. Persoalan-persoalan pakan akan terus berkembang, tuntutan dan kebutuhan masyarakat juga berkembang. Semua dinamika persoalan ini harus direspon dengan baik. Oleh karena itu, dukungan dari semua pihak baik berupa saran, kritik dan masukan-masukan untuk mencapai cita-cita yang luhur ini sangat di harapkan. (Dikutip dari Makalah Direktur Pakan Ternak Ditjen PKH, pada Workshop Sistem Pakan Nasional AINI di Unpad Bandung 7 Juli 2011)

Anda mungkin juga menyukai