Anda di halaman 1dari 16

BAB II

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah-langkah atau prosedur yang akan


dilakukan dalam pengumpulan, pengolahan, dan analisis data untuk mendeskripsi
pemecahan masalah penelitian (Anonim, 2005). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode sampling secara langsung, dengan menggunakan
teknik purposive sampling, yaitu observasi langsung berupa survei airtanah
dengan mengukur dan mengambil sampel sebagai data penelitian. Pengukuran dan
pengambilan data berdasarkan batas satuan pemetaan satuan bentuklahan yang
ada di daerah penelitian. Sehingga, unit analisis satuan bentuklahan digunakan
sebagai perolehan atau pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data di
daerah penelitian.

2.1. Perolehan Data


2.1.1. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Peta RBI Digital skala 1:25.000 lembar Imogiri dan Bantul sheet
(1408-222 dan 1408-221) Tahun 1998/1999 BAKORSURTANAL.
b. Peta Geologi Lembar D. I. Yogyakarta, skala 1:100.000, dibuat oleh
P3 Geologi, Tahun 1995.
c. Citra Landsat ETM band 457
d. Larutan kimia untuk analisis sampel di laboratorium.
e. Perangkat lunak (Microsoft Office, Microsoft Excel, ArcView GIS 3.3
Software IPi2Win 3.0.1a, Software Aquachem 4.0).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. GPS, digunakan untuk penentuan posisi geografis pengambilan
sampel.
b. Pita meteran, digunakan untuk pengukuran kedalaman muka airtanah.
c. EC meter, digunakan untuk mengukur daya hantar listrik airtanah.
d. pH meter, digunakan untuk mengukur pH air dan Eh airtanah.

23
e. Botol sampel, digunakan untuk mengambil sampel air pada kedalaman
tertentu.
f. Botol sampel airtanah, digunakan untuk menyimpan dan membawa
sampel air dari lapangan ke laboratorium.
g. Bor sampel mineral, digunakan untuk mengambil sampel mineral pada
kedalaman tertentu.
h. Peralatan analisis laboratoium.
i. Perangkat keras, (CPU, komputer, monitor, printer) dan alat tulis.

2.1.2. Data yang Dikumpulkan


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :
1. Data hasil survei pendugaan geolistrik dengan metode Schlumberger
dan data bor atau data litologi batuan dari Proyek Penyediaan Air
Baku (P2AB) atau Dinas Pertambangan Yogyakarta.
2. Data survei pemetaan airtanah (plotting koordinat GPS, pengukuran
tinggi muka airtanah, DHL, pH, Eh, fluktuasi, dasar sumur, tebal air,
temperatur airtanah, dan karakteristik fisik airtanah).
3. Data hasil analisis laboratorium komposisi kimia airtanah, meliputi
unsur mayor airtanah (Ca2+, Mg2+, Na+, K+, Cl-, SO42-, CO3-, dan
HCO3-) dan unsur minor airtanah Fe total.
4. Data curah hujan selama 21 tahun terakhir daerah penelitian dari
Dinas Pengairan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
5. Data kondisi mata air dari Dinas Pengairan Kabupaten Bantul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
6. Laporan-laporan penelitian sebelumnya.

24
2.2. Cara Penelitian
2.2.1. Pemilihan Daerah Penelitian
Berdasarkan geomorfologi, daerah penelitian merupakan daerah yang
memiliki variasi bentuklahan kompleks. Bentuklahan asal proses struktural
Perbukitan Baturagung, bentuklahan dataran koluvial dari rombakan Perbukitan
Baturagung, dan bentuklahan dataran aluvial asal proses fluvial dari Sungai Oyo
dan Opak. Daerah penelitian memiliki variasi kondisi batuan penyusun, yaitu
Formasi Semilir, Aluvium, Endapan Gunungapi Merapi, Sambipitu, Wonosari dan
Nglanggeran. Kondisi geomorfologi berdasarkan variasi batuan dan bentuklahan
yang terdapat di daerah penelitian, memiliki komposisi kimia airtanah dari kontak
mineral batuan yang menentukan tipe kimia airtanah dengan proses reaksi kimia
berbeda. Proses hidrogeokimia tersebut dapat diketahui dari nilai indeks
kejenuhan airtanah.
Alasan lain dipilihnya Kecamatan Imogiri sebagai daerah penelitian adalah
ingin mengetahui informasi berbagai kondisi akuifer di setiap perlapisan batuan
yang mengandung airtanah (hidrostratigrafi) dan jaring-jaring airtanah selama
pengalirannya. Dalam sistem aliran airtanah dalam berbagai kondisi akuifer
terjadi proses hidrogeokimia airtanah. Kegunaan airtanah salah satunya untuk
pemenuhan kebutuhan air minum, maka dibuat arahan pemanfatan airtanah untuk
kebutuhan air minum di daerah penelitian.

2.2.2. Pemilihan Sampel


Pemilihan sampel data sumur gali dilakukan survei pemetaan airtanah
untuk sumur gali dan informasi kondisi akuifer. Hal ini dilakukan berdasarkan
hasil observasi dan pengukuran langsung di lapangan dan data sekunder daerah
penelitian sebelumnya, sedangkan untuk data komposisi kimia airtanah dilakukan
di laboratorium.
Penentuan lokasi sumur gali dilakukan secara purposive sampling, yaitu
pengukuran yang dilakukan berdasarkan tujuan dan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tersebut adalah daerah penelitian memiliki kondisi topografi yang
tidak seragam dari berbukit hingga relatif datar. Berdasarkan variasi topografi

25
tersebut, maka dilakukan teknik pengukuran sampel dari sumur gali di daerah
penelitian.
Pengukuran sumur gali bertujuan untuk memperoleh data kedalaman muka
airtanah. Data kedalaman muka airtanah ini diperlukan untuk mengetahui tinggi
muka airtanah, sehingga didapatkan nilai hydraulic head (h) = elevasi-muka
airtanah (TMA), menghubungkan tinggi muka air yang sama selanjutnya dibuat
arah aliran airtanah, arah tersebut dibuat tegak lurus kontur airtanah. Jaring-jaring
airtanah yang diilustrasikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Penentuan arah aliran airtanah dengan menggunakan


metode Three Point Problems (Todd, 1980)

Pengambilan sampel didasarkan atas satuan bentuklahan daerah penelitian.


Penentuan sampel airtanah secara purposive sampling, berdasarkan satuan
bentuklahan dan sistem arah aliran airtanah, sehingga diharapkan titik
pengambilan sampel dapat mewakili perubahan dan persebaran hidrogeokimia
airtanah di daerah penelitian.

A. Sampel Airtanah
Pengambilan sampel airtanah didapatkan dari sumur gali warga setempat.
Sampel airtanah tersebut merupakan airtanah dalam kondisi segar yaitu air yang
berasal dari akuifer tanpa adanya kontak langsung dengan udara luar, karena
airtanah yang mengalami kontak dengan udara akan mengalami proses oksidasi.

26
Airtanah yang diambil pada sumur terbuka, dimana kondisi sumur gali yang
demikian akan mudah terjadinya penambahan volume oleh air hujan yang akan
mengubah komposisi kimia airtanah pada akuifer.
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sejumlah volume air di
dalam badan air kedalam botol sampel. Pengambilan sampel airtanah pada lokasi
sumur dapat pula dilakukan dengan pemompaan. Pemompaan bertujuan agar
terjadi aliran yang konstan antara debit dengan laju penambahan volume airtanah
yang berasal dari akuifer.
Pertimbangan pengambilan sampel airtanah memperhatikan batas pada
satuan pemetaan airtanah pada satuan perlapisan penyusun akuifer pada setiap
satuan bentuklahan. Penyusun akuifer tersebut memiliki lapisan-lapisan tertentu,
terutama mineral batuan mudah terlarut yang masih segar/singkapan batuan.
Nama dan susunan kimia seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Deskripsi Mineralogi Berdasarkan Nama dan Susunan Kimia (Doddy, 1987)
Mineral Rumus Kimia Unsur Kimia
Ortoklas K Al Si O8 Kalium, Alumunium, Silisium, Oksigen
Albit Na Al Si3 O8 Natrium, Alumunium, Silisium, Oksigen
Anortit Ca Al2 Si2 O8 Kalsium, Alumunium, Silisium, Oksigen
Kwarsa Si O2 Silisium, Oksigen
R Si O3, R=Mg, Ca, Fe-3, Fe-
Piroksin 2 Kalsium, Magnesium, Besi, Hydrogen, Oksigen
Al
Terdapat air atau gas valatile Kalsium, Magnesium, Besi, Alumunium, Silisium,
Amfibol
(F,Cl) Oksigen, Hydrogen Alkali
Muskovit K Al3 Si 3 O10 (OH)2 Kalium, Alumunium, Silisium, Hydrogen
Kalsium, Besi, Magnesium,Silisium, Oksigen,
Biotit K (Mg,Fe)3 Si3 O10 (OH)2
Hydrogen
Olivin (Mg,Fe)2 Si O4 Magnesium, Besi, Silisium, Oksigen, Alumunium
Pirit Fe S2 Besi, Belerang
R3 R2 (SiO4)3, R3=Ca, Mg, F Kalsium, Magnesium, Alimunium, Besi, Mangan,
Garnet atau Mn Silisium, Oksigen
R2=Al, Fe, Ti atau Cr
Magnetit Fe3 O4 Besi, Oksigen
Hematit Fe2 O3 Besi, Oksigen, Air
Ilmenit Fe Ti O3 Besi, Titanium, Posfor, Oksigen
Opatit Ca (Fe,Cl) (PO4)3 Kalsium, Klorium, Posfor, Oksigen
Flourit Ca F2 Kalsium, Flour
Kaolin Al2Si2 O5 (OH)4 Alimunium, Silisium, Oksigen, Hydrogen
Barit Ba SO4 Barium, Belerang, Oksigen
Kalsit Ca CO3 Kalsium, Karbon, Oksigen
Dolomit Ca Mg (CO3)2 Kalsium, Magnesium, Karbon, Oksigen
Siderit Fe CO3 Besi, Karbon, Oksigen

27
Lanjutan Tabel 2.1.
Mineral Rumus Kimia Unsur Kimia
Klorit (Mg,Fe)5Al(OH)8 Al Si3 O10 Magnesium, Besi, Alumunium, Silisium, Oksigen
Talk Mg (OH)2 Si4 O10 Magnesium, Silisium, Oksigen, Hydrogen
Serpentin Mg6 (OH)8 Si4 O10 Magnesium, Silisium, Oksigen, Hydrogen
Gipsum Ca SO4 2H2O Kalsium, Belerang, Oksigen, Hydrogen
Halit Na Cl Natrium, Klorida
Apatit Ca5 (Cl F) (PO4)3 Kalsium, Klorida, Besi, Posfor, Oksigen
Epidot Ca2 (Al Fe)2 (Al OH) (SiO4)3 Kalsium, Alumunium, Besi, Posfor, Oksigen
Besi, Oksigen, Hydrogen, Silisium, dan
Nontronit Fe2(OH)2 Si 4 O10 nH2O
Mengandung Air
Feldspar K Al Si 3 O8 Kalium, Alumunium, Silisium, Oksigen

B. Kondisi Akuifer
Informasi berbagai kondisi akuifer berasal dari data sekunder. Data
tersebut didapatkan dari data pendugaan geolistrik penelitian sebelumnya dan data
bor atau data litologi dari Proyek Penyediaan Air Baku (P2AB) dan Dinas
Pertambangan Provinsi D. I. Yogyakarta di wilayah administrasi Kecamatan
Imogiri, Provinsi D. I. Yogyakarta.

2.3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data


2.3.1. Cara Pengumpulan Data
A. Sifat Kimia Airtanah
Sampel airtanah dianalisis di laboratorium untuk diukur kandungan unsur-
unsur komposisi kimia airtanahnya. Pengumpulan sampel airtanah berdasarkan
pada sistem arah aliran airtanah. Parameter sampel airtanah yang diukur dalam
perolehan sampel airtanah dilakukan pengukuran kedalaman muka airtanah, DHL,
pH, Eh, temperatur airtanah, dan karakteristik fisik airtanah dilakukan di
lapangan. Hasil survei airtanah tersebut dilakukan pada pengkuran langsung di
lapangan.

28
B. Kondisi Akuifer
Pengumpulan data dalam menentukan kondisi akuifer diperlukan data bor
atau model hidrostratigrafi yang diperoleh dari instansional dan penelitian
sebelumnya. Data tersebut merupakan data sekunder. Pengolahan data yang siap
dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan peta tematik.

2.3.2. Pengolahan Data


A. Sifat Kimia Airtanah
Sampel airtanah diambil menurut peta jaring-jaring airtanah dengan
metode “three point problems”. Metode ini menentukan tinggi muka airtanah
pada suatu tempat yang sama dalam satu garis atau disebut kontur airtanah dan
arah aliran airtanah yang tegak lurus garis kontur airtanah tersebut.
Berdasarkan sistem arah aliran airtanah, maka komposisi kimia air dari
analisis laboratorium dapat diolah secara perhitungan manual maupun dengan
perangkat lunak menggunakan perangkat lunak Aquachem 4.0. Keuntungan
menggunakan perangkat lunak tersebut, dapat menentukan indeks kejenuhan lebih
mudah, yaitu menginput data kualitas airtanah dari sampel airtanah ke dalam basis
data Aquachem 4.0. Sampel airtanah dianalisis unsur-unsur utamanya yang
meliputi : Ca2+, Mg2+, Na+, K+, Cl-, SO42-, CO3- dan HCO3-. Metode analisis yang
digunakan meliputi : metode volumetri untuk unsur Ca2+, Mg2+, CO3- dan SO42-;
metode spektrofotometri untuk unsur HCO3-; metode flamefotometri untuk unsur
Na+ dan K+. Khusus untuk unsur Na2+ dan Cl- dapat pula diukur di lapangan
dengan menggunakan EC Meter, dan mengolahnya lebih lanjut dengan
menggunakan persamaan kimia, akan tetapi juga perlu pertimbangan analisa
laboratorium. Persamaan reaksi kimia memberikan dua macam informasi penting
yaitu tentang sifat reaktan dan produk, dan jumlah relatif setiap reaktan dan
produk.
Sampel airtanah sebelum dilakukan analisis maka perlu diperhitungkan
adanya tingkat akurasi dengan perhitungan tingkat penyimpangan kesetimbangan
beban. Menurut Koedoatie (1996), maka perhitungan tingkat kesetimbangan
beban dapat dituliskan sebagai berikut :

29
∑ zmc = ∑ zma

Dimana :
z = Valensi ion
∑mc = Molalitas kation
∑ma = Molalitas anion
ataupun juga dapat ditunjukkan dengan menggunakan prosentase dari tingkat
kesetimbangan beban (charge-balance error) yang ditunjukkan dalam persamaan
berikut :

E=
∑ zmc − ∑ zma
× 100
∑ zmc + ∑ zma

dimana E adalah kesalahan keseimbangan beban dalam %. Bila tidak ada


kesalahan maka E = 0 atau unsur ion positip dan ion negatip membentuk
keseimbangan. Tingkat prosentase penyimpangan yang masih bisa diterima
adalah 5% (Jankowski, 2001). Untuk mengetahui kondisi mineral selama proses
reaksi kimia menuju kesetimbangan, dapat diketahui dengan parameter indeks
kejenuhan reaksi (saturation index) (Koedoatie,1996). Dengan indeks ini dapat
diketahui apakah proses reaksi masih berlangsung atau sudah berhenti.
Perhitungannya dapat dilakukan sebagai berikut :
Q
Si = ; dimana :
Keq
Q = Kondisi tidak setimbang antara unsur-unsur yang bereaksi dan yang
dihasilkan seperti yang ditunjukkan pada persamaan (1) dan diekspresikan sebagai

berikut : Q=
[A]a .[B]b
[C ]c .[D]d
Keq = Konstan kesetimbangan mineral seperti ditunjuk pada Tabel 2.2.

30
Tabel 2.2. Reaksi Pemisahan, Keq dan Daya Larut Beberapa Mineral
(Freeze dan Cherry, 1979)
Daya
Konstan
Larut
No Mineral Reaksi Pemisahan Kesetimbangan
pada pH 7
(Keq)
(g/m3)
1 Gibbisite Al2O3.2H2O+H2O = 2Al3++6OH- 10-34 0.001
2 Quartz SiO2+2H2O = Si(OH)4 10-3.7 12
3 Hydroxylapatite Ca5OH(PO4)3 = 5Ca2++3PO43-+OH- 10-55.6 30
4 Amorphous Sillica SiO2+2H2O = Si(OH)4 10-2.7 120
5 Fluorite CaF2 = Ca2++2F 10-9.8 160
6 Dolomite CaMg(CO3)2 = Ca2++Mg2++2CO3- 10-17.0 90, *480
7 Calcite CaCO3 = Ca2++CO32- 10-8.4 100, *500
8 Gypsum CaSO4. 2H2O = Ca2++SO42-+2H2O 10-4.5 2100
9 Sylvite KCl = K++Cl- 10+0.9 264.000
10 Epsomite MgSO4.7H2O = Mg2++SO42-+7H2O - 267.000
11 Mirabilite Na2SO4.10 H2O = 2Na++SO42-+10H2O 10-1.6 280.000
12 Halite NaCl = Na++Cl- 10+1.6 360.000
Sumber : Kodoatie, 1996 * tekanan parsiil CO2 = 10-3 bar
-
tekanan parsiil CO2 = 10-1 bar

Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa proses indeks kejenuhan yang terjadi
dalam airtanah menurut Jankowski, 2001 adalah :
SI = 1 Kondisi setimbang atau stabil
SI > 1 terjadi pengendapan
SI < 1 terjadi disolusi atau pelarutan

B. Kondisi Akuifer
Pengolahan data kondisi akuifer menggunakan perangkat lunak IPI2Win.
Pengolahan data pendugaan geolistrik ditabulasikan kedalam basis data IPI2Win.
Hasil dari pengolahan tersebut akan menampilkan 2 bentuk data, pertama data
berupa tabel dan grafik, untuk menentukan profil secara vertikal stratigrafi dari
kondisi titik pendugaan geolistrik; dan kedua berupa penampang melintang
pseudocross-section stratigrafi batuan dari interpolasi titik-titik pendugaan
geolistrik di daerah penelitian.
Hasil tabulasi data dari tiap pendugaan geolistrik dilakukan inversion
penyajian data dalam mengurangi tingkat nilai error tabulasi dapat minimal,
dimana nilai tersebut < 5 %. Sehingga data dari pendugaan geolistrik yang
dilakukan di lapangan dapat akurat. Kekurangan perangkat lunak ini tidak dapat
menyajikan data secara 3 dimensi dari stratigrafi di daerah penelitian dan

31
perangkat tersebut mudah mengalami kondisi error dalam penyimpanan basefile
Ipi-format.

2.4. Teknik Analisis Data


2.4.1. Analisis Model 2 Dimensi “Three Point Problems”
Analisis Model 2D (Dua dimensi) sistem aliran airtanah yang berisikan
peta kontur airtanah (equipotensial line) dan arah aliran airtanah (stream line).
Data kedalaman muka airtanah digunakan untuk menentukan arah aliran airtanah.
Dalam pembuatan peta kontur airtanah dilakukan dengan metode “Three Point
Problems”. Menurut Todd, 1980 metode ini menggunakan tiga buah sumur yang
sudah diketahui ketinggian muka airtanahnya. Untuk menentukan arah aliran
airtanah dengan menarik garis aliran tegak lurus garis kontur tersebut.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah menghitung kedalaman
muka airtanah, kemudian data tinggi muka airtanah diplotkan ke dalam peta dasar.
Setelah itu menghitung ketinggian muka airtanah dengan mengurangi tinggi
tempat dari muka air laut dengan kedalaman muka airtanah, kemudian membuat
peta kontur airtanah dengan metode interpolasi linier. Setelah peta kontur airtanah
siap, dibuat arah aliran airtanah. Secara alami, aliran airtanah akan memotong
tegak lurus (900) kontur airtanah pada kondisi akuifer yang homogen dan isotropis
karena pengaruh potensial gravitasi dan mempunyai arah aliran dari muka
airtanah tinggi menuju muka airtanah yang lebih rendah.

2.4.2. Analisis Hidrostratigrafi


Analisis ini didasarkan pada data pendugaan geolistrik yang dilakukan.
Data hasil pendugaan geolistrik kemudian dianalisis melalui komputer dengan
bantuan software IPI2Win. Hasil analisis ini akan menunjukkan jumlah perlapisan
akuifer, nilai resistivitas material setiap penyusun lapisan dan kedalaman lapisan.
Berdasarkan analisis kemudian dapat dibuat stratigrafinya, yaitu susunan atau
struktur material/batuan secara vertikal, baik kedalaman maupun ketebalan setiap
lapisan. Disamping itu dapat diketahui keberadaan airtanah tawar, payau dan air

32
asin. Kemudian dibuat penampang secara melintang tegak lurus memotong setiap
bentuklahan.

2.4.3. Analisis Indeks Kejenuhan


Identifikasi indeks kejenuhan airtanah dilakukan dengan model indeks
kejenuhan air dengan menggunakan perangkat lunak Aquachem 4.0. Analisa ini
merupakan analisis dari sampel airtanah yang telah yang telah dianalisis
kandungan unsur kimianya di laboratorium, maka digunakan tingkat koreksi dari
penyimpangan kesetimbangan reaksi. Menurut Jankowski (2001), batas tingkat
prosentase penyimpangan yang masih bisa diterima adalah 5%. Setelah itu, untuk
mengetahui kondisi mineral selama proses reaksi kimia menuju kesetimbangan
dapat diketahui dengan parameter indeks kejenuhan reaksi (saturation index)
(Koedoatie, 1996).
Dalam hal ini disimpulkan bahwa SI > 1 terjadi pengendapan, SI = 1
terjadi kesetimbangan dan SI < 1 mengalami disolusi/pelarutan (Jankowski,
2001). Hasil berupa indeks kejenuhan dari tiap sampel airtanah yang diperoleh
dari pengambilan sampel airtanah berdasarkan sistem arah aliran airtanah.

2.4.4. Analisis Tipe Kimia Airtanah


Sampel airtanah tersebut selanjutnya dianalisis dengan pengeplotan
menggunakan diagram piper segiempat. Keuntungan digram ini adalah
diketahuinya proses kimia yang terjadi berdasarkan prosentase kation dan anion
dalam meq/l. Kelebihan lain menggunakan diagram ini, yaitu mengatasi data yang
kacau dengan mengelompokkan tipe kimia air yang berdekatan pada kelompok
yang sama. Mengidentifikasi kondisi geologi berdasar kondisi kimia air yang
seragam dan menjelaskan evolusi kimia air pada sistem alirannya (Koedoatie,
1996). Tipe kimia airtanah pada Gambar 2.2. Digram Piper Segiempat sebagai
berikut :

33
Expanded Square-Piper Diagram
Na + K a v a r a g e s e a w a te r 10 0 %
0 %
VI
Vc

mixing with conate saline water increasing total meq


HCO3 + CO3 IV c

e
lin
III

ng
ixi
IV b Vb

lm
pa
ci
p in

Cl + SO4
II
IV a
I

Va
av arag e c a t io n e x c h a n g e c o n s t a n t ( m e q )
b ic a r b o n a t
w a te r
10 0 % 0 %
Ca + Na

Gambar 2.2. Diagram Piper Segiempat


(Kloosterman, 1989 dalam Suwantinawati, 1997)

Menurut Suwantinawati, 1997 dalam Adji, 2005 kelompok tipe kimia


airtanah, berdasarkan diagram piper segiempat tipe kimia airtanah dapat
dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu :

Kelompok I
Airtanah bikarbonat dari kalsium dan magnesium. Ciri-cirinya adanya
kandungan kalsium, magnesium dan karbonat yang tinggi, serta kandungan
natrium dan kalium yang rendah; sedangkan kandungan klorida dan sulfat
berkisar dari rendah hingga sedang. Jumlah zat padat terlarut pHnya relatif
rendah. Biasanya airtanah ini berasal dari kipas aluvial, hasil proses fluvial.

Kelompok II
Airtanah mempunyai komposisi antara kation Ca + Mg dan Na + K
dengan anion Cl + SO4 dan HCO3 + CO3. Kandungan Cl- dan SO42- sedang,
HCO3- sedang hingga cukup tinggi, dalam kelompok ini masih di dominasi oleh
air bikarbonat. Airtanah pada umumnya tawar dengan kualitas cukup baik dan
dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Airtanahnya berasal dari daerah

34
dengan morfologi berupa dataran banjir pada dataran rendah pantai, merupakan
hasil sedimentasi dari proses fluvial.

Kelompok III
Airtanah berasal dari airtanah dangkal. Kandungan Cl + SO4, Ca + Mg
tinggi, kandungan Na + K dan HCO3 + CO3 rendah. Airtanah berasa payau hingga
asin, kadang-kadang berbau. Kandungan sulfatnya tinggi, biasanya melebihi batas
maksimum yang dianjurkan (200 ppm) bahkan sering melebihi batas maksimum
yang dibolehkan untuk keperluan air minum (400 ppm). Airtanah ini berasal dari
daerah rawa dan dataran delta.

Kelompok IV
Komposisi campuran. Kandungan HCO3 + CO3 rendah hingga cukup
tinggi, kandungan Ca + Mg rendah, kandungan Na + K sedang hingga cukup
tinggi terutama dipengaruhi oleh campuran tanpa banyak kontaminasi oleh sulfat.
Selain itu ada unsur yang menunjukkan pertukaran kation. Sub-kelompok IVa
airtanahnya tawar hingga payau dengan kualitas cukup baik. Sub-kelompok IVb-
IVc merupakan airtanah dengan rasa payau hingga asin, kualitasnya cukup baik
hingga buruk, yang disebabkan kandungan Cl- dan SO42- yang tinggi.

Kelompok V
Airtanah kelompok ini merupakan komposisi yang hidrokimianya diatur
oleh proses pertukaran kation dan percampuran dengan air connate asin.
Komposisi hidrokimia yaitu perbandingan antara Na + K dengan Ca + Mg akan
semakin tinggi. Kandungan Cl- yang rendah terdapat pada bagian diagram Piper
segi empat. Peningkatan kandungan Cl- ditunjukkan dalam diagram dengan
perubahan atau pergeseran kearah atas sejajar dengan sisi sebelah kanan diagram.
Perbandingan antara Na + K dengan Ca + Mg yang tinggi dapat diperkirakan
sebagai suatu tingkat terakhir penghabisan dari pertukaran kation. Airtanah
dengan komposisi seperti ini banyak dijumpai pada sumur-sumur dekat pantai,
kualitas airtanahnya baik, dapat di konsumsi untuk keperluan sehari-hari, terutama

35
pada sub-kelompok Va. Rasa airtanah pada sub-kelompok Va, Vb dan Vc
berturut-turut tawar, payau dan asin sesuai dengan peningkatan kandungan Cl-
nya. Pada sub-kelompok Vc, kandungan Cl-nya tinggi dan melebihi batas
maksimum yang dibolehkan untuk keperluan air minum (600 ppm) sehingga
dianjurkan agar air ini tidak dikonsumsi.

Kelompok VI
Airtanah pada kelompok ini tidak boleh di konsumsi manusia, kandungan
Cl- dan SO42- tinggi. Airtanahnya berasa sangat asin yang berasal dari intrusi air
laut.
Berdasarkan tipe kimia airtanah diketahui, maka analisis dilakukan pada
mineral batuan. Sumber unsur kimia utama yang menyusun komposisi airtanah
dari mineral batuan dapat digunakan untuk mencari hubungan antara proses yang
berlangsung dan mineral utama dalam penyusun kimia airtanah. Analisis mineral
adalah diketahuinya kandungan mineral utama penyusun batuan dan komposisi
kimianya, sehingga dapat digunakan untuk mencari hubungan antara proses yang
berlangsung dan mineral utama yang berperan dalam penyusunan komposisi
kimia airtanah dalam suatu kondisi akuifer.

2.4.5. Analisis Arahan Pemanfaatan Airtanah


Analisis ini merujuk pada hasil penelitian studi hidrogeokimia airtanah
yang telah dilakukan, sehingga dapat dibuat suatu rencana pemanfaatan airtanah
untuk air minum. Pemanfaatan airtanah diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan
air minum masyarakat sekitar pada lokasi penelitian. Arahan pemanfaatan
airtanah tersebut merujuk kepada hasil karakteristik akuifer (tebal, tipe dan jenis)
dan hidrogeokimia airtanah.

2.5. Tahapan Penelitian


(1) Tahap persiapan, meliputi kegiatan :
a. studi kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian dan
pengumpulan data sekunder yang akan digunakan.

36
b. menyusun kerangka kerja, kerangka pemikiran dan peta dasar, serta
penentuan jenis dan sumber data.

(2) Tahap pelaksanaan, meliputi kegiatan :


a. orientasi lapangan, penentuan titik-titik pengukuran berdasarkan
observasi lapangan.
b. pengukuran kedalaman muka airtanah (TMA).
c. pembuatan peta jaring-jaring airtanah.
d. pengambilan sampel airtanah; dan analisis laboratorium

(3) Tahap pengolahan dan analisis data, meliputi kegiatan:


a. analisis model 2 dimensi “Three Point Problems”
b. analisis hidrostratigrafi.
c. perhitungan sifat kimia airtanah dan penentuan tipe kimia airtanah.
d. pembuatan tabel-tabel dan diagram
e. analisis indeks kejenuhan airtanah.
f. analisis tipe kimia airtanah; dan
g. analisis arahan pemanfaatan airtanah untuk air minum.

(4) Tahap penyelesaian, meliputi kegiatan:


a. pembuatan peta-peta tematik
b. penyusunan skripsi serta penggandaan.

Secara terstruktur, tahap penelitian disajikan dalam bentuk diagram alir


penelitian pada Gambar 2.3.

37
Peta RBI Lembar Imogiri Citra Landsat ETM 457 Peta Geologi
dan Bantul, Skala 1:25.000 Daerah Penelitian Daerah Penelitian

Peta Administrasi Interpretasi Geomorfologi


Daerah Penelitian Overlay Daerah Penelitian

Peta Satuan Informasi Material


Bentuklahanan Batuan Penyusun

Survei Pemetaan Airtanah

Peta Zonasi DHL Airtanah Peta Jaring-Jaring Airtanah


Daerah Penelitian Daerah Penelitian

Sampel Airtanah

Analisa Laboratorium
Penelitian Sebelumnya
di Daerah Penelitian
Komposisi Kimia
Airtanah

Tipe Kimia Airtanah Indeks Kejenuhan Airtanah

Informasi Model Hidrostratigrafi,


Hidrogeokimia Data Bor dan Karakteristik
Airtanah Daerah Penelitian Akuifer Daerah Penelitian

Arahan Pemanfaatan
Airtanah Daerah Penelitian

Keterangan : : Proses
: Input : Output

Gambar 2.3. Diagram Alir Penelitian

38

Anda mungkin juga menyukai