3.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan agar praktikan dapat mengetahui metode, proses dan
faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi. Dan juga Praktikan
mampu menentukan nilai turbidity dari sampel air dan dapat menentukan perubahan
pH, warna , ukuran flok dari proses koagulasi dan flokulasi.
Sampel air yang digunakan pada praktikum ini adalah Sampel air Sungai Siak.
Praktikan mengambil sampel air ini pada hari Selasa, 14, November, 2017 pukul
14.15 WIB sehari sebelum praktikum dilaksanakan dan cuaca pada saat itu mendung
dan sedikit rintik hujan. Praktikan mengambil sampel air secara baik dan benar sesuai
dengan teknik pengambilan air pada air yang berarus sesuai SNI 6989.59.2008 . Hal
ini dilakukan agar sampel air yang akan diolah tersebut tidak mengalami perubahan
senyawa atau terkontaminasi oleh mikroorganisme dan udara sekitar.
3.2.1 Hubungan dosis koagulan terhadap pH
5 1, 5 3, 5 5, 5 7, 5 9, 5 11, 5
4 5, 4 7, 4 9, 4 11, 4
pH
3 koagulasi
flokulasi
2
sampel
1
0
0 2 4 6 8 10 12
dosis koagulan
Dari grafik hubungan dosis koagulan terhadap pH diatas, sampel air sungai
Siak sebelum proses koagulasi memiliki nilai pH 5. Setelah sampel air ditambahkan
koagulan Alumunium sulfat (Al2(SO4)3) dengan dosis yang berbeda yaitu 1 ml, 3ml,
5 ml, 7 ml, 9 ml, 11 ml serta melewati proses koagulasi, nilai pH sampel pada
penambahan koagulan 1 ml, 3 ml,5 ml, 7 ml, 9 ml , 11 ml adalah 5,5,4,4,4,4 . Pada
pengukuran pH terjadi penurunan dari pH awal. Ketika proses flokulasi pada semua
sampel air diperoleh nilai pH yang sama dngan proses koagulasi.
Pemberian dosis tawas atau koagulan yang semakin banyak maka pH akan
semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat seperti reaksi berikut:
Al2SO4 + 6H2O → 2Al(OH)3+ 6H+ + 3SO42-
Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H+ dengan kadar yang tinggi ditambahkan
oleh adanya ion aluminium. Ion aluminium bersifat amfoter sehingga bergantung
pada kondisi lingkungan yang mempengaruhinya. Sampel air sungai Siak memiliki
keadaan yang suasananya asam lemah maka aluminium juga akan bersifat asam
mengikuti suasana asam dari sampel air sungai siak, sehingga pH larutan menjadi
turun.
Nilai pH dapat mempengaruhi kelarutan dari suatu koagulan. Alumanium
sulfat memiliki kelarutan yang besar pada rentang pH 5-7. Semakin banyak dosis
koagulan maka semakin mudah larut suatu koagulan, dan semakin mudah
terbentuknya ion aquometalik Al(OH)3 yang pada akhirnya akan semakin
mempercepat partikel koloid ternetralisasi membentuk flok, tetapi pH akan semakin
kecil (Pernitsky dan Edzwald, 2006).
Pada pengecekan pH sampel air sungai Siak praktikan mendapat hasil
perubahan dari sampel 1 sampai sampel 6 mengalami penurunan tetapi stabil pada
sampe 1 dan 2 pada pH 5, dan pada sampel 3 sampai sampel 6 tetap stabil pada pH 4.,
hal ini disebabkan karena pada saat mengecek nilai pH, kami menggunakan kertas
indikator pH universal yang tidak terlalu akurat. Ketidakakuratan kertas indikator
ialah karena rentang pH pada kertas indikator pH universal hanya memiliki
perbedaan satu tingkatan saja sehingga perubahan nilai pH tidak terlalu telihat.
Pengecekan seharusnya dilakukan dengan pH meter agar tingkat keakuratannya tepat,
sehingga pada saat penambahan koagulan 1 ml, 3 ml, 5ml, 7 ml, 9 ml, 11 ml nilai pH
yang dihasilkan akan semakin menurun dengan semakin banyaknya penambahan
dosis koagulan.
3.2.2 Hubungan dosis koagulan dengan turbidity
20 5, 21.21 7, 20.22
koagulasi
15 9, 15.2 11, 15.14
flokulasi
10
1, 7.59 sampel
5
3, 1.95 5, 1.9 7, 1.66 9, 1.86 11, 1.53
0
0 2 4 6 8 10 12
Dosis koagulan
80
1, 76.67
70
60
efisiensi
20
3, 14.94
10
1, 6.66
0
0 2 4 6 8 10 12
dosis koagulan
Dapat dilihat dari grafik, nilai efesiensi tertinggi yaitu pada proses flokulasi
yaitu 93,5%, lebih tinggi dibandingkan dengan proses koagulasi yaitu 51,5% dengan
konsentrasi koagulan 6,5 ml. Hal ini disebabkan pada proses flokulasi, terjadi
penggabungan flok-flok hasil koagulasi dengan pengadukan lambat sehingga dapat
menghasilkan flok-flok lebih besar untuk diendapkan oleh karena itu nilai efisiensi
pada proses flokulasi lebih besar. Sedangkan pada proses koagulasi, pada
penambahan zat kimia (koagulan) yang memiliki kemampuan untuk menjadikan
partikel koloid tidak stabil sehingga partikel siap membentuk flok (gabungan partikel-
partikel kecil). Oleh karena itu nilai pada pengukuran turbidity pada proses koagulasi
lebih kecil disebabkan flok-floknya masih kecil dan masih melayang dan air nya
masih kotor karena suspensi yang masih larut pada sampel air tersebut. Pada proses
koagulasi dan flokulasi, yang paling efesien dalam penyisihan parameter adalah
proses flokulasi.
Penurunan efisiensi removal terjadi karena adanya masalah pada proses
pembentukan flok yang kurang sempurna. Berjalannya alat secara optimal mampu
membentuk flok yang banyak, hal ini disebabkan air baku yang telah bercampur
dengan koagulan masuk secara kontinyu melewati proses koagulasi. Untuk
menghasilkan flok yang baik, gradien kecepatan diturunkan secara bertahap agar flok
yang terbentuk tidak pisah dan berkesempatan bergabung dengan yang lain
membentuk gumpulan yang lebih besar. Pembentukan flok secara sempurna
mempunyai kemampuan adsorbsi yang cukup besar sehingga akan mempengaruhi
hasil akhir analisa kekeruhan (Mega Puspitasari dan Wahyono Hadi, 2014).
Pada saat pengadukan pada sampel di alat jar test , sampel diaduk dengan
kecepatan 120 rpm selama 1 menit dengan menggunakan paddle pada alat jar test
untuk mengaduk keenam sampel dengan waktu dan kecepatan yang sama, setelah
pengadukan 1 menit keenam sampel ditunggu selama 20 menit untuk menunggu
partikel partikel kecil turun kebawah dan menjadi endapan dibagian bawah sehingga
dapat dilihat perubahan warnanya pada keenam buah sampel. Pada sampel 1
warnanya kuning bening, pada sampel 2 perubahan warnanya lebih bening daripada
sampel 1, pada sampel 3 perubahan warnanya lebih bening daripada sampel 2.Begitu
seterusnya sampai sampel enam menjadi lebih bening daripada sampel sebelumnya.
Pada flokulasi dilakukaan pengadukan lambat untuk menjadikan flok-flok
hasil koagulasi pada percobaan menjadi flok yang lebih besar. Pada saat pengadukan
pada sampel di alat jar test , sampel diaduk dengan kecepatan 40 rpm selama 20
menit dengan menggunakan paddle pada alat jar test untuk mengaduk keenam sampel
dengan waktu dan kecepatan yang sama, setelah pengadukan 20 menit keenam
sampel ditunggu selama 20 menit lagi untuk menunggu partikel partikel kecil turun
kebawah dan menjadi endapan dibagian bawah sehingga dapat dibedakan perubahan
warna dari setiap sampel. Maka didapatkan hasil perubahan warna dan ukuran flok
pada setiap sampel. Pada sampel 1 warnanya menjadi sedikit bening dan sseterusnya
pada sampel ke-2,3,4,5,6 warnanyanya menjadi bening karena semakin lama
pengadukan maka kekeruhan akan semakin menurun.
Pengadukan pelan akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya
tarik menarik antar partikel menjadi lebih besar dan dominan dibanding gaya
tolaknya, yang menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak
dan lebih sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut
terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel flok yang lebih besar. Ketika
pertumbuhan flok sudah cukup maksimal massa dan ukurannya flok-flok ini akan
mengendap ke dasar reservoir sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air jernih
pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok yang menyerupai lumpur pada
dasar reservoir. Semakin banyak dosis koagulan yang diberikan makana penurunan
kekeruhan akan mengalami penjernihan ( Suprianto Notodarmodjo dan Andriani
Astutie, 2004).
4.1 Kesimpulan
Berikut ini adalah kesimpulan dari prosedur percobaan koagulasi dan flokulasi :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi adalah suhu,
bentuk koagulan, dan kecepatan pengadukan.
2. Pada penambahan koagluasi dalam jumlah yang cukup besar maka dapat
memepengaruhi pH larutan sampel, nilai pH dapat mempengaruhi kelarutan
dari suatu koagulan. Semakin banyak dosis koagulan maka semakin mudah
larut suatu koagulan, dan semakin mudah terbentuknya ion aquometalik
Al(OH)3 yang pada akhirnya akan semakin mempercepat partikel koloid
ternetralisasi membentuk flok, tetapi pH akan semakin kecil.
3. Setelah penambahan koagulan maka warna sampel akan menjadi lebih bening
jernih, pengaruh dosisnya berdasarkan kecukupan koagulan terlarut didalam
sampel, jika dosisnya melebihi ambang batas maka sampel akan kembali lagi
menjadi keruh seperti semula pada saat itulah disebut nilai optimum.
4. Nilai turbidity setelah penambahan koagulan pada sampel mengalami
ketidakstabilan yaitu nilainya turbididtynya menurun dan meningkat lagi
kemudian menurun lagi, itu disebabkan karena ketidaktelitian dalam
penambahan koagulan.
5. Jumlah flok akan semakin banyak seiring ditambahkannya koagulan.
6. Nilai efisisensi pada proses koagulasi pada percobaan ini adalah 51,5% dan
pada proses flokulasi percobaan ini didapatkan nilai efisiensi yaitu 93,5%.
4.2 Saran