Anda di halaman 1dari 11

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan


Tabel 3.1 Hasil pengamatan pada Sampel
NO Sampel PH Warna Ukuran Flok Turbidity
1 Air sungai 5 Kuning Tidak Ada 31.25
siak Bening

Tabel 3.2 Hasil pengamatam sampel direaksikan dengan koagulan


Al2(SO4)3.18H2O
NO Sampel Penambahan tawas Al2(SO4)3.18H2O
1 I 1 ml
2 II 3 ml
3 III 5 ml
4 IV 7 ml
5 V 9 ml
6 VI 11 ml

Tabel 3.3 Hasil Pengamatan dari proses koagulasi


No Sampel PH Warna Ukuran flok turbidity
1 I 5 Bening kekuningan Sangat kecil 33,33
2 II 5 Lebih besar dari 1 Lebih besar dari 26,58
1
3 III 4 Lebih besar dari 2 Lebih besar dari 21,21
2
4 IV 4 Lebih besar dari 3 Lebih besar dari 20,22
3
5 V 4 Lebih besar dari 4 Lebih besar dari 15,20
4
6 VI 4 Lebih besar dari 5 Lebih besar dari 15,14
5
Tabel 3.4 Hasil pengamatan prose flokulasi
No Sampel PH Warna Ukuran flok Turbidity
1 I 5 Sedikit bening Lebih besar 7, 59
2 II 5 Bening Lebih besar dari 1 1,59
3 III 4 Bening Lebih besar dari 2 1,90
4 IV 4 Bening Lebih besar dari 3 1,66
5 V 4 Bening Lebih besar dari 4 1,86
6 VI 4 Bening Lebih besar dari 5 1,53

3.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan agar praktikan dapat mengetahui metode, proses dan
faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi. Dan juga Praktikan
mampu menentukan nilai turbidity dari sampel air dan dapat menentukan perubahan
pH, warna , ukuran flok dari proses koagulasi dan flokulasi.
Sampel air yang digunakan pada praktikum ini adalah Sampel air Sungai Siak.
Praktikan mengambil sampel air ini pada hari Selasa, 14, November, 2017 pukul
14.15 WIB sehari sebelum praktikum dilaksanakan dan cuaca pada saat itu mendung
dan sedikit rintik hujan. Praktikan mengambil sampel air secara baik dan benar sesuai
dengan teknik pengambilan air pada air yang berarus sesuai SNI 6989.59.2008 . Hal
ini dilakukan agar sampel air yang akan diolah tersebut tidak mengalami perubahan
senyawa atau terkontaminasi oleh mikroorganisme dan udara sekitar.
3.2.1 Hubungan dosis koagulan terhadap pH

dosis koagulan terhadap pH


6

5 1, 5 3, 5 5, 5 7, 5 9, 5 11, 5

4 5, 4 7, 4 9, 4 11, 4
pH

3 koagulasi
flokulasi
2
sampel
1

0
0 2 4 6 8 10 12
dosis koagulan

Gambar 3.1. Grafik pH vs Dosis Koagulan

Dari grafik hubungan dosis koagulan terhadap pH diatas, sampel air sungai
Siak sebelum proses koagulasi memiliki nilai pH 5. Setelah sampel air ditambahkan
koagulan Alumunium sulfat (Al2(SO4)3) dengan dosis yang berbeda yaitu 1 ml, 3ml,
5 ml, 7 ml, 9 ml, 11 ml serta melewati proses koagulasi, nilai pH sampel pada
penambahan koagulan 1 ml, 3 ml,5 ml, 7 ml, 9 ml , 11 ml adalah 5,5,4,4,4,4 . Pada
pengukuran pH terjadi penurunan dari pH awal. Ketika proses flokulasi pada semua
sampel air diperoleh nilai pH yang sama dngan proses koagulasi.
Pemberian dosis tawas atau koagulan yang semakin banyak maka pH akan
semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat seperti reaksi berikut:
Al2SO4 + 6H2O → 2Al(OH)3+ 6H+ + 3SO42-
Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H+ dengan kadar yang tinggi ditambahkan
oleh adanya ion aluminium. Ion aluminium bersifat amfoter sehingga bergantung
pada kondisi lingkungan yang mempengaruhinya. Sampel air sungai Siak memiliki
keadaan yang suasananya asam lemah maka aluminium juga akan bersifat asam
mengikuti suasana asam dari sampel air sungai siak, sehingga pH larutan menjadi
turun.
Nilai pH dapat mempengaruhi kelarutan dari suatu koagulan. Alumanium
sulfat memiliki kelarutan yang besar pada rentang pH 5-7. Semakin banyak dosis
koagulan maka semakin mudah larut suatu koagulan, dan semakin mudah
terbentuknya ion aquometalik Al(OH)3 yang pada akhirnya akan semakin
mempercepat partikel koloid ternetralisasi membentuk flok, tetapi pH akan semakin
kecil (Pernitsky dan Edzwald, 2006).
Pada pengecekan pH sampel air sungai Siak praktikan mendapat hasil
perubahan dari sampel 1 sampai sampel 6 mengalami penurunan tetapi stabil pada
sampe 1 dan 2 pada pH 5, dan pada sampel 3 sampai sampel 6 tetap stabil pada pH 4.,
hal ini disebabkan karena pada saat mengecek nilai pH, kami menggunakan kertas
indikator pH universal yang tidak terlalu akurat. Ketidakakuratan kertas indikator
ialah karena rentang pH pada kertas indikator pH universal hanya memiliki
perbedaan satu tingkatan saja sehingga perubahan nilai pH tidak terlalu telihat.
Pengecekan seharusnya dilakukan dengan pH meter agar tingkat keakuratannya tepat,
sehingga pada saat penambahan koagulan 1 ml, 3 ml, 5ml, 7 ml, 9 ml, 11 ml nilai pH
yang dihasilkan akan semakin menurun dengan semakin banyaknya penambahan
dosis koagulan.
3.2.2 Hubungan dosis koagulan dengan turbidity

dosis koagulan terhadap turbidity


35
1, 33.33
30 1, 31.25 3, 31.25 5, 31.25 7, 31.25 9, 31.25 11, 31.25
3, 26.58
25
Turbidity

20 5, 21.21 7, 20.22
koagulasi
15 9, 15.2 11, 15.14
flokulasi
10
1, 7.59 sampel
5
3, 1.95 5, 1.9 7, 1.66 9, 1.86 11, 1.53
0
0 2 4 6 8 10 12
Dosis koagulan

Gambar 3.2. Grafik Turbidity vs Dosis Koagulan

Berdasarkan grafik nilai turbidity sebelum dilakukannya proses koagulasi dan


flokulasi adalah 31,25. Setelah dilakukan proses koagulasi nilai turbiditynya semakin
menurun sedangkan pada nilai turbidity flokulasi pertamanya menurun kemudian
meningkat dan menurun lagi.
Pada proses koagulasi, dengan menambahkan koagulan partikel-partikel
koloid akan saling tarik-menarik dan menggumpal membentuk flok akibat gayanya
sendiri, oleh karena itu nilai turbidity pada proses koagulasi akan semakin menurun
dengan bertambahnya konsentrasi koagulan. Nilai turbidity pada proses koagulasi
semakin menurun. Pada penambahan koagulan 1 ml, 3 ml, 5 ml, 7 ml, 9 ml, 11 ml
memperoleh nilai turbidity pada proses koagulasi adalah 33,33, 26,5, 21,21, 20,22,
15,20, 15,14. Nilai koagulasi optimum pada proses koagulasi adalah 15.14.
Pada proses koagulasi terjadi pengadukan cepat yang bertujuan untuk
menghasilkan turbulensi air sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang akan
dilarutkan dalam air. Pada saat pengadukan didapatkan bahwa penurunan kekeruhan
terus terjadi akibat adanya penambahan koagulan dengan dosis yang semakin tinggi.
Hal ini disebabkan karena pengotor – pengotor atau koloid air tersebut bermuatan
negatif sedangkan koagulan tawas bermuatan positif. Sehingga, koloid dan koagulan
tersebut saling tarik – menarik karena adanya perbedaan muatan tersebut dan
membentuk flok – flok yang menyebabkan menurunnya nilai kekeruhan pada air
sungai siak. (Pernitsky dan Edzwald, 2006).
Pada pengukuran turbidity didapatkan hasil pada saat proses flokulasi
semakin menurun kemudian meningkat dan menurun lagi. Pada penambahan
koagulan 1 ml, 3 ml, 5 ml, 7 ml, 9 ml, 11 ml nilai turbidity yang diperoleh pada setiap
penambahan koagulan adalah 7,59, 1,95, 1,90, 1,66, 1,86, 1,53. Pada proses flokulasi
didapatkan hasil optimum dari proses flokulasi yaitu 1,53.
Pada flokulasi turbidity sempat mengalami kenaikan dan menurun lagi. Hal
ini dapat disebabkan tidak sempurnanya proses pengadukan sehingga masih ada
pengotor yang membentuk flok – flok. Pada flokulan berperan sebagai pengikat
antara flok yang satu dengan flok yang lain sehingga flok – flok tersebut bersatu
menjadi flok – flok yang lebih besar dan memungkinkan dapat mengendap lebih
cepat ( Suprianto Notodarmodjo dan Andriani Astutie, 2004).

3.2.3 Hubungan dosis koagulan terhadap efisiensi

efisiensi terhadap dosis koagulan


100
5, 93.92 7, 94.69 9, 94.05 11, 95.1
90

80
1, 76.67
70

60
efisiensi

50 9, 51.36 11, 51.55


koagulasi
40
7, 35.3 flokulasi
30 3, 31.25 5, 32.13

20
3, 14.94
10
1, 6.66
0
0 2 4 6 8 10 12
dosis koagulan
Dapat dilihat dari grafik, nilai efesiensi tertinggi yaitu pada proses flokulasi
yaitu 93,5%, lebih tinggi dibandingkan dengan proses koagulasi yaitu 51,5% dengan
konsentrasi koagulan 6,5 ml. Hal ini disebabkan pada proses flokulasi, terjadi
penggabungan flok-flok hasil koagulasi dengan pengadukan lambat sehingga dapat
menghasilkan flok-flok lebih besar untuk diendapkan oleh karena itu nilai efisiensi
pada proses flokulasi lebih besar. Sedangkan pada proses koagulasi, pada
penambahan zat kimia (koagulan) yang memiliki kemampuan untuk menjadikan
partikel koloid tidak stabil sehingga partikel siap membentuk flok (gabungan partikel-
partikel kecil). Oleh karena itu nilai pada pengukuran turbidity pada proses koagulasi
lebih kecil disebabkan flok-floknya masih kecil dan masih melayang dan air nya
masih kotor karena suspensi yang masih larut pada sampel air tersebut. Pada proses
koagulasi dan flokulasi, yang paling efesien dalam penyisihan parameter adalah
proses flokulasi.
Penurunan efisiensi removal terjadi karena adanya masalah pada proses
pembentukan flok yang kurang sempurna. Berjalannya alat secara optimal mampu
membentuk flok yang banyak, hal ini disebabkan air baku yang telah bercampur
dengan koagulan masuk secara kontinyu melewati proses koagulasi. Untuk
menghasilkan flok yang baik, gradien kecepatan diturunkan secara bertahap agar flok
yang terbentuk tidak pisah dan berkesempatan bergabung dengan yang lain
membentuk gumpulan yang lebih besar. Pembentukan flok secara sempurna
mempunyai kemampuan adsorbsi yang cukup besar sehingga akan mempengaruhi
hasil akhir analisa kekeruhan (Mega Puspitasari dan Wahyono Hadi, 2014).

3.2.4. Hubungan perubahan warna dengan penambahan dosis koagulan

Pada saat pengadukan pada sampel di alat jar test , sampel diaduk dengan
kecepatan 120 rpm selama 1 menit dengan menggunakan paddle pada alat jar test
untuk mengaduk keenam sampel dengan waktu dan kecepatan yang sama, setelah
pengadukan 1 menit keenam sampel ditunggu selama 20 menit untuk menunggu
partikel partikel kecil turun kebawah dan menjadi endapan dibagian bawah sehingga
dapat dilihat perubahan warnanya pada keenam buah sampel. Pada sampel 1
warnanya kuning bening, pada sampel 2 perubahan warnanya lebih bening daripada
sampel 1, pada sampel 3 perubahan warnanya lebih bening daripada sampel 2.Begitu
seterusnya sampai sampel enam menjadi lebih bening daripada sampel sebelumnya.
Pada flokulasi dilakukaan pengadukan lambat untuk menjadikan flok-flok
hasil koagulasi pada percobaan menjadi flok yang lebih besar. Pada saat pengadukan
pada sampel di alat jar test , sampel diaduk dengan kecepatan 40 rpm selama 20
menit dengan menggunakan paddle pada alat jar test untuk mengaduk keenam sampel
dengan waktu dan kecepatan yang sama, setelah pengadukan 20 menit keenam
sampel ditunggu selama 20 menit lagi untuk menunggu partikel partikel kecil turun
kebawah dan menjadi endapan dibagian bawah sehingga dapat dibedakan perubahan
warna dari setiap sampel. Maka didapatkan hasil perubahan warna dan ukuran flok
pada setiap sampel. Pada sampel 1 warnanya menjadi sedikit bening dan sseterusnya
pada sampel ke-2,3,4,5,6 warnanyanya menjadi bening karena semakin lama
pengadukan maka kekeruhan akan semakin menurun.
Pengadukan pelan akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya
tarik menarik antar partikel menjadi lebih besar dan dominan dibanding gaya
tolaknya, yang menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak
dan lebih sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut
terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel flok yang lebih besar. Ketika
pertumbuhan flok sudah cukup maksimal massa dan ukurannya flok-flok ini akan
mengendap ke dasar reservoir sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air jernih
pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok yang menyerupai lumpur pada
dasar reservoir. Semakin banyak dosis koagulan yang diberikan makana penurunan
kekeruhan akan mengalami penjernihan ( Suprianto Notodarmodjo dan Andriani
Astutie, 2004).

3.2.5. Hubungan ukuran flok terhadap penambahan dosis koagulan

Pada koagulasi ukuran flok yang didapatkan dan dibandingkan dengan


keenam buah sampel didapatkan setelah ditunggu selama 20 menit kemudian akan
terlihat perbedaan ukuran flok dari keenam buah sampel, ukuran flok juga
berpengaruh terhadap dosis koagulan yang diberikan, semakin banyak koagulan yang
diberikan maka akan semakin lebih besar ukuran flok pada keenam buah sampel.
Hasil pengamatan ukuran flok pada koagulasi adalah sampel 1 memiliki ukuran flok
yang sangat kecil, pada sampel 2 memiliki ukuran flok yang lebih besar daripada
sampel 1, pada sampel 3 memiliki ukuran flok yang lebih besar daripada sampel 2,
dan seterusnya akan lebih besar pada sampel keenam daripada ukuran sebelumnya.
Pada proses flokulasi ukuran flok akan lebih besar daripada ukuran flok pada
koagulasi karena, ukuran flok pada koagulasi akan diaduk secara lambat
menggunakan paddle pada alat jar test dan akan saling tarik menarik dan terikat
menjadi ukuran flok yang lebih besar sesuai dengan penambahan dosis koagulannya.
Hasil pengamatan ukuran flok pada keenam buah sampel pada prose flokulasi adalah
sampel 1 memiliki ukuran flok yang lebih besar, pada sampel 2 memiliki ukuran flok
yang lebih besar daripada sampel 1, pada sampel 3 memiliki ukuran flok yang lebih
besar daripada sampel 2,dan seterusnya akan lebih besar pada sampel keenam
daripada ukuran sebelumnya.
Mikroflok yang terbentuk pada saat proses koagulasi sebagai akibat
penetralan muatan, akan saling bertumbukan dengan adanya pengadukan lambat dan
menghasilkan flok yang lebih besar. Flokulasi merupakan keberlanjutan dari proses
koagulasi, dimana mikroflok hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel menjadi
flok-flok yang besar (makroflok) dan dapat diendapkan. Proses penggumpalan ini
tergantung dari waktu dan pengadukan lambat dalam air ( Suprianto Notodarmodjo
dan Andriani Astutie, 2004)
Pertumbuhan ukuran flok akan terus berlanjut dengan penambahan flokulan
atau polimer dengan bobot molekul tinggi. Polimer tersebut menyebabkan
terbentuknya jembatan, mengikat flok, memperkuat ikatannya serta menambah berat
flok sehingga meningkatkan rate pengendapan flok (Mega Puspitasari dan Wahyono
Hadi, 2014).
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berikut ini adalah kesimpulan dari prosedur percobaan koagulasi dan flokulasi :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi adalah suhu,
bentuk koagulan, dan kecepatan pengadukan.
2. Pada penambahan koagluasi dalam jumlah yang cukup besar maka dapat
memepengaruhi pH larutan sampel, nilai pH dapat mempengaruhi kelarutan
dari suatu koagulan. Semakin banyak dosis koagulan maka semakin mudah
larut suatu koagulan, dan semakin mudah terbentuknya ion aquometalik
Al(OH)3 yang pada akhirnya akan semakin mempercepat partikel koloid
ternetralisasi membentuk flok, tetapi pH akan semakin kecil.
3. Setelah penambahan koagulan maka warna sampel akan menjadi lebih bening
jernih, pengaruh dosisnya berdasarkan kecukupan koagulan terlarut didalam
sampel, jika dosisnya melebihi ambang batas maka sampel akan kembali lagi
menjadi keruh seperti semula pada saat itulah disebut nilai optimum.
4. Nilai turbidity setelah penambahan koagulan pada sampel mengalami
ketidakstabilan yaitu nilainya turbididtynya menurun dan meningkat lagi
kemudian menurun lagi, itu disebabkan karena ketidaktelitian dalam
penambahan koagulan.
5. Jumlah flok akan semakin banyak seiring ditambahkannya koagulan.
6. Nilai efisisensi pada proses koagulasi pada percobaan ini adalah 51,5% dan
pada proses flokulasi percobaan ini didapatkan nilai efisiensi yaitu 93,5%.
4.2 Saran

Berikut ini adalah saran dalam melalukan prosedur percobaan koagulasi


dan flokulasi :
1. Pada saat penimbangan zat dalam laboratorium ketelitian sangat diperlukan
agar memperoleh hasil timbangan yang akurat.
2. Pencatatan waktu dalam proses koagulasi dan flokulasi sangatlah penting
karena waktu mempengaruhi hasil.
3. Pemakaian alat keselamatan praktikum didalam labor sangat dibutuhkan agar
praktikan terhindar dari kecelakaan di dalam laboratorium

Anda mungkin juga menyukai