Anda di halaman 1dari 9

.

UJI PENDAHULUAN SENYAWA FLAVONOID PADA KULIT BATANG TUMBUHAN KENANGKAN (Artocarpus rigida) DENGAN PERBANDINGAN ELUEN Pro-ANALISIS (p.a) DAN ELUEN DESTILASI Mychell Dendiko Pratangga1, Tati Suhartati2 Praktik Kerja Lapangan, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung

ABSTRAK Telah dilakukan uji pendahuluan senyawa flavonoid pada kulit batang tumbuhan kenangkan (Artocarpus rigida) dengan perbandingan eluen pro-analisis (p.a) dan eluen destilasi. Sampel sebanyak 300 gr kulit kayu A. rigida yang telah dipisahkan dari batangnya lalu di keringkan dan dihaluskan. Dimaserasi dengan tiga pelarut yang berbeda yaitu metanol (MeOH), etil asetat (EtOAc), dan n-heksana (nC6H14), selama 1x24 jam, maserasi dilakukan sebanyak tiga kali. Ekstrak kasar yang diperoleh dari ketiga pelarut yang berbeda tersebut, disaring kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotatory evaporator. Ekstrak kasar yang telah dipekatkan dari ketiga pelarut tersebut kemudian di identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), menggunakan perbandingan eluen yang berbeda yaitu eluen pro-analisis dan eluen destilasi. Berdasarkan kromatogram hasil KLT yang didapat baik menggunakan eluen pro-analisis maupun menggunakan eluen destilasi, keduanya menunjukan adanya senyawa flavonoid. Akan tetapi eluen pro-analisis memiliki hasil yang lebih baik dalam mengelusi senyawa flavonoid dibandingkan dengan eluen destilasi, hal tersebut dikarenakan eluen yang memiliki kemurnian lebih tinggi akan mengikat senyawa yang lebih banyak dalam pola pemisahan menggunakan analisis KLT, dibandingkan dengan eluen yang tingkat kemurniannya lebih rendah. I. PENDAHULUAN

WHO (World Health Organization) pada tahun 1985 memprediksi bahwa sekitar 80% penduduk dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk pemeliharaan kesehatan primernya (Peters and Whitehouse, 2000).
1. Peserta kerja praktik, Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung 2. Dosen Pembimbing, staf pengajar pada Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung

Di Indonesia spesies tumbuhan yang banyak dimanfaatkan sebagai obat salah satunya berasal dari famili Moraceae. Beberapa genus yang terpenting dari famili Moraceae di antaranya Ficus, Artocarpus, Morus, dan Cudraina (Achmad, 1986). Artocarpus adalah salah satu genus penting dari famili Moraceae. Tumbuhan dari genus ini terdiri 50 species dan 40 species diantaranya terdapat di Indonesia. Tumbuhan ini digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan (kayu batang), dan bahan makanan (buah) (Hakim et al., 2006). Pemanfaatan tumbuhan Artocarpus sebagai obat tradisional secara konvensional telah banyak dilakukan oleh masyarakat dan mengingat tumbuhan Artocarpus banyak mengandung senyawa flavonoid yang berpotensi sebagai senyawa obat (Nurachman, 2002). A. rigida atau A. rigidus yang dikenal sebagai buah kenangkan. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan hutan, mempunyai batang yang kokoh, dengan tinggi dapat mencapai 20 m, berkayu keras, kulit kayunya berserat kasar dan menghasilkan getah yang banyak. Daunnya tidak lebar, menjalar dan berbulu kasar. Buahnya yang masih muda berwarna kuning pucat, apabila buah tersebut sudah masak menjadi berwarna lembayung. Buah ini bisa dimakan tetapi memiliki rasa yang masam dan kurang enak. Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik yang banyak terbesar pada tanaman. Flavonoid merupakan salah satu produk metabolit sekunder yang penyebarannya terbatas, yaitu pada tumbuhan dan mikroorganisme (Harborne, 1996). Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon. Atom karbon ini membentuk dua cincin benzena dan satu rantai propana dengan susunan C6-C3-C6 . Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yaitu flavonoid (1,3-diaril propana), isoflavonoid (1,2-diaril propana), neoflavonoid (1,1-diaril propana) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Flavonoid (Achmad, 1986)

Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid pada tumbuhan ialah mengatur tumbuh, mengatur fotosintesis, bekerja sebagai antimikroba dan antivirus (Robinson, 1995). Tujuan dari kerja praktik ini adalah mengetahui kandungan senyawa flavonoid yang terdapat pada tumbuhan A. rigida dengan menggunakan pelarut yang berbeda serta menggunakan perbandingan eluen yang berkualitas pro-analisis dan eluen yang berkualitas destilasi.

II. METODOLOGI Alat-alat yang digunakan dalam Kerja Praktik (KP) ini adalah gelas kimia 100 mL, gelas ukur 5 mL, corong kaca, spatula, botol semprot, kertas saring, pipet tetes, plat KLT, alat penggilingan dan rotatory evaporator. Bahan-bahan yang digunakan dalam Kerja Praktik (KP) ini adalah kulit kayu A. rigida yang telah dikeringkan dan dihaluskan, diperoleh dari Desa Kaputren Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung, penghalusan sampel dilakukan di Politeknik Negri Lampung. Pelarut yang digunakan untuk kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi dan berkualitas pro-analisis (p.a). Bahan kimia yang dipakai meliputi etil asetat (EtOAc), metanol (MeOH), n-heksana (nC6H14), aseton (C3H6O2), akuades (H2O), dan serium sulfat (CeSO4) 1,5% dalam asam sulfat (H2SO4) 2N.

2.1 Pengumpulan, Persiapan, dan Isolasi Sampel Sampel berupa kulit batang tumbuhan Kenangkan (A. rigida) yang dipisahkan antara kulit batang dan kayunya. Kulit batang lalu dibersihkan dan dipotong kecil-kecil, sampel kulit batang yang telah dipotong kemudian dikeringkan. Kulit batang yang telah kering kemudian dihaluskan hingga berbentuk serbuk halus. Sebanyak 300 gr kulit kayu A.rigida yang telah dihaluskan, dimaserasi dengan tiga pelarut yang berbeda yaitu metanol (MeOH), etil asetat (EtOAc), dan nheksana (n-C6H14), selama 1x24 jam, maserasi dilakukan sebanyak tiga kali. Ekstrak kasar yang diperoleh dari ketiga pelarut yang berbeda tersebut, disaring kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotatory evaporator pada suhu 3540C dengan laju putaran 120-150 rpm. Ekstrak kasar yang telah dipekatkan dari ketiga pelarut tersebut yaitu berupa ektrak kasar metanol, ekstrak kasar etil asetat, dan ekstrak kasar n-heksana, kemudian diidentifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), menggunakan perbandingan eluen yang berbeda. 2.2 Persiapan dan Pembuatan Pereaksi 2.2.1 Pereaksi Serium Sulfat Pereaksi serium sulfat (CeSO4) 1,5% dalam asam sulfat (H2SO4) 2N, dibuat dengan cara 1,5 gr serium (IV) sulfat dicampurkan dalam larutan H2SO4, yang dibuat dengan cara (8,33 ml H2SO4 pekat dalam 100 ml air). Sampai semua larutan bercampur. Pereaksi ini digunakan untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid yang terdapat pada sampel yang digunakan. III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Sampel berupa kulit batang tumbuhan Kenangkan (A. rigida) yang dipisahkan antara kulit batang dan kayunya. Kulit batang lalu dibersihkan dan dipotong kecil-kecil, dikeringkan lalu dihaluskan sehingga diperoleh 300 gr serbuk halus untuk dimaserasi. Maserasi merupakan salah satu teknik ekstraksi suatu senyawa dengan cara merendam sampel dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Dalam hal ini digunakan tiga pelarut yang berbeda yaitu berupa metanol (MeOH), etil asetat (EtOAc), dan n-heksana (n-C6H14). Perbedaan ketiga pelarut tersebut

dikarenakan untuk membandingkan kandungan senyawa flavonoid yang terdapat di dalam sampel tumbuhan A. rigida berdasarkan tingkat kepolaran dari masingmasing pelarut yang digunakan. Maserasi dilakukan selama 1x24 jam, sebanyak tiga kali. Ekstrak kasar yang diperoleh dari ketiga pelarut yang berbeda tersebut, disaring kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotatory evaporator pada suhu 35-40C dengan laju putaran 120-150 rpm. Ekstrak kasar yang telah dipekatkan dari ketiga pelarut tersebut yaitu berupa ektrak kasar metanol sebanyak 5, 251 gr, ekstrak kasar etil asetat sebanyak 3, 452 gr, dan ekstrak kasar n-heksana 2, 449 gr, kemudian diidentifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), menggunakan perbandingan eluen yang berbeda yaitu eluen pro-analisis dan eluen destilasi, serta perbedaan tingkat kepolaran pada eluen yang digunakan. Eluen yang digunakan adalah etil asetat/ n-heksana mulai dari 5% hingga 40%, Berdasarkan hasil KLT diketahui pelarut yang baik untuk memisahkan komponen senyawa dalam sampel adalah etil asetat/n-heksana. Selain itu perbedaan tingkat kepolaran pada eluen yang digunakan dilakukan untuk mengetahui eluen yang tepat pada pola pemisahan dalam mengidentifikasi kandungan senyawa flavonoid pada sampel tumbuhan tersebut.

(a)

(b)

Gambar 2. Kromatogram KLT ektrak kasar metanol (MeOH), etil asetat (EtOAc), dan n-heksana (n-C6H14) menggunakan eluen etil asetat/n-heksana 5% (a) eluen pro-analisis, (b) eluen destilasi.

(a)

(b)

Gambar 3. Kromatogram KLT ektrak kasar metanol (MeOH), etil asetat (EtOAc), dan n-heksana (n-C6H14) menggunakan eluen etil asetat/n-heksana 10% (a) eluen pro-analisis, (b) eluen destilasi.

(a)

(b)

Gambar 4. Kromatogram KLT ektrak kasar metanol (MeOH), etil asetat (EtOAc), dan n-heksana (n-C6H14) menggunakan eluen etil asetat/n-heksana 15% (a) eluen pro-analisis, (b) eluen destilasi.

(a)

(b)

Gambar 5. Kromatogram KLT ektrak kasar metanol (MeOH), etil asetat (EtOAc), dan n-heksana (n-C6H14) menggunakan eluen etil asetat/n-heksana 20% (a) eluen pro-analisis, (b) eluen destilasi.

(a)

(b)

Gambar 6. Kromatogram KLT ektrak kasar metanol (MeOH), etil asetat (EtOAc), dan n-heksana (n-C6H14) menggunakan eluen etil asetat/n-heksana 30% (a) eluen pro-analisis, (b) eluen destilasi.

(a)

(b)

Gambar 7. Kromatogram KLT ektrak kasar metanol (MeOH), etil asetat (EtOAc), dan n-heksana (n-C6H14) menggunakan eluen etil asetat/n-heksana 40% (a) eluen pro-analisis, (b) eluen destilasi. Hasil Kromatogram di atas menunjukan bahwa pola pemisahan antara KLT yang menggunakan eluen pro-analisis memiliki hasil yang lebih baik dalam mengelusi senyawa flavonoid dibandingkan dengan eluen destilasi, hal tersebut dikarenakan eluen yang memiliki kemurnian lebih tinggi akan mengikat senyawa yang lebih banyak dalam pola pemisahan menggunakan analisis KLT, dibandingkan dengan eluen yang tingkat kemurniannya lebih rendah. Selain itu berdasarkan hasil uji KLT diketahui bahwa pelarut yang baik untuk memisahkan komponen senyawa flavonoid dalam sample adalah etil asetat/nheksana 40% (Eprianti, 2011).

VI. KESIMPULAN Dari hasil kerja praktik mengenai uji pendahuluan senyawa flavonoid pada kulit batang tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) menggunakan perbandingan eluen pro-analisis dan eluen destilasi dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil uji pendahuluan pada kulit batang tumbuhan kenangkan (A.rigida) menunjukan adanya senyawa flavonoid, baik menggunakan eluen pro-analisis maupun menggunakan eluen destilasi.

2. Eluen dengan kualitas pro-analisis memiliki hasil yang lebih baik dalam mengelusi senyawa flavonoid dibandingkan dengan eluen destilasi, hal ini dikarnakan eluen yang memiliki kemurnian lebih tinggi akan mengikat senyawa yang lebih banyak dalam pola pemisahan menggunakan analisis KLT. 3. Pelarut yang baik dalam mengelusi komponen senyawa flavonoid dalam sample adalah etil asetat/n-heksana 40%.

DAFTAR PUSTAKA Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam, Materi 4: Ilmu Kimia Flavonoid. Karunia Universitas Terbuka. Jakarta. Hlm 39. Eprianti, E. 2011. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Kayu Akar Tumbuhan Sukun (Artocarpus altilis) Fosberg. (Skripsi). Universitas Lampung. Hlm 25. Hakim, E.H., E.L. Ghisalberti, S.A. Achmad, L.D. Juliawati, L. Makmur, Y.M. Syah, N. Aimi, M. Kitajima, dan H. Takayama. 2006. Prenylated Flavonoid and Related Compounds of The Indonesian Artocarpus (Moraceae). J. Nat. Med. 60 (161-184). Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Alih bahasa Kosasih Padmawinata. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm 151.

Nurachman, Z. 2002. Artoindonesianin Untuk Antitumor. PT Kompas Cyber Media. Jakarta. Hlm 20-23. Peters, D. and J. Whitehouse. 2000. The role of herbs in modern medicine : some current and future issues. Proceedings of the International Conference and Exhibition; Malaysia. Malaysian Agricultural Research and Development Institute. Malaysia. Hlm 9-11. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm 191-193.

Anda mungkin juga menyukai