Anda di halaman 1dari 33

INFEKSI ODONTOGEN

Apabila pasien datang dengan kondisi Iebris, terdapat abses pada regio submandibular, maka terapi
kegawatdaruratannya antara lain :
1. Open bur (drainage).
2. Eksterpasi (pengeluaran jaringan nekrotik).
3. Occlusal grinding (biasanya ada keluhan gigi terasa menonjol).
Lalu, obat yang digunakan dapat berupa :
1. Antibiotika : lindamycin (karena inIeksi bakteri anaerob).
2. Analgesik.
3. Antipiretik : karena ada keluhan Iebris, bisa juga merupakan obat kombinasi analgesik-antipiretik.
Aspek penting yang harus diberitahu pada penderita (advice) :
1. arus mendapatkan asupan nutrisi dengan baik dan bergizi.
2. Segera ke IRD jika terjadi sepsis (inIeksi sistemik).
InIormasi tambahan : bila terjadi TRISMUS :
O Kemungkinan terjadi penjalaran inIeksi kearah otot penutup mulut : m. Masseter & m. Pterygoideus
medialis.
O Logika : spasme pada otot penutup mulut kontraksi otot penutup mulut.
INFEKSI ODONTOGEN (Chapter 2, diskusi 1)
Penyebaran inIeksi yang berasal dari gigi karies menuju jaringan dibawahnya disebut inIeksi pulpo-perapikal.
Kunci untuk menegakkan diagnosa adalah dengan memperhatikan dengan seksama keluhan utama penderita
(anamnesa), lalu tulis keluhan secara sistematis.
Contoh kasus :
O Periodontitis marginalis kronis : ciri khas biasanya gigi yang dimaksud taa, tapi ada kegoyangan.
O Periodontitis apikalis kronis : ciri khas biasanya diawali dan ada karies pulpa yang besar & dalam atau
gigi tinggal sisa akar.
O Perikoronitis : ciri khas biasanya pernah terasa sakit, ada nyeri tekan, gusi pernah bengkak, pada regio
gigi yang mengalami impaksi, terkadang ada rasa sakit pada waktu buka mulut & nyeri di belakang
telinga.
O Pulpitis irreversible : nyeri cekot-cekot, biasanya pada malam hari, nyeri terasa hingga kepala,
biasanya dalam waktu singkat akan menjadi nekrosis pulpa apabila tidak ditangani secara adekuat.
O Nekrosis pulpa : mekanismenya disebabkan oleh karena vaskularisasi pada ruang pulpa sangat kecil,
dan melalui Ioramen apikalis yang sempit, maka jika terjadi keradangan pada pulpa (pulpitis) maka
berikutnya akan terjadi vasokonstriksi sesaat, kemudian vasodilatasi dan dilanjutkan eksudasi yang
menyebabkan edema intrapulpa. Edema ini menyebabkan penyempitan/kongesti pembuluh darah, dan
menyebabkan iskemia pembuluh darah yang terlibat. Bila kondisi ini terjadi berlarut-larut, maka
terjadilang nekrosis pulpa / kematian pulpa.
O Periodontitis dapat terjadi sebagai kelanjutan nekrosis pulpa. Karena jaringan yang nekrosis merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, bila bakteri terus berkembang biak dan inIeksi menjalar
melalui Ioramen apikal menuju jaringan periodontal / periradikuler, maka terjadilah periodontitis.
O InIeksi yang terjadi di regio periapikal / periradikuler dapat berkembang menjadi 4 macam bentuk :
1. Dental granuloma.
2. Kista.
3. Abses.
4. Osteomyelitis.
O Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus, apabila ditinjau dari anamnesa dapat ditemukan
keluhan gigi yang terasa menonjol, sulit untuk digunakan makan, ada masalah pada gigi yang
bersangkutan (berlubang/tumpatan besar), tes perkusi (-), tes druk (). Pada ronsen didapat radiolusen
pada regio apikal gigi, berbatas diffuse, pola penyebaraannya sesuai resistensi jaringan/kepadatan
tulang yang terendah, biasanya mendekati korteks tulang dan menghindari perlekatan otot, karena otot
dapat menghambat kekuatan pus. Jalur abses jika diawali dari jaringan periradikuler maka akan menuju
ke arah cancelous bone,lalu korteks, dan menuju periosteum untuk kemudian menuju Iascial space
terdekat. Pembengkakan yang terjadi dikarenakan eksudasi cairan serous pada regio yang terlibat. Jika
pembengkakan terjadi lebih dari 5 hari kemungkinan penyebaran sudah mencapai jaringan lunak
sekitar.
O Abses dapat terlihat berbatas jelas dari ekstra oral apabila pus telah menembus platysma dan menjadi
subcutan abscess berwarna kemerahan dengan intinya berwarna gelap oleh karena nekrosis (karena
sedikit menerima vaskularisasi).
O M.Platysma ber-origo pada basis mandibula & Iascia parotidea, dan ber-insersio pada kulit bawah
clavicula & fascia pectoralis, yang berIungsi untuk meregangkan otot leher dan diinervasi N. VII.
O uccal fold dapat terangkat apabila terjadi vestibular abscess / serous periostitis.
O $erous periostitis adalah radang akut periosteum oleh karena inIeksi periapikal yang menjalar dengan
gejala ada rasa sakit, pembengkakan, mungkin dapat disertai Iebris, warna jaringan kemerahan.
INFEKSI ODONTOGEN (Chapter 3, diskusi 2, 24 September 2008.)
Pemeriksaan klinis :
O Tes Sonde : berIungsi untuk pemeriksaan / identiIikasi, mengetahui kedalaman karies, vitalitas pulpa,
dan mendeteksi apakah sudah terjadi perIorasi atap pulpa, dengan cara ujung sonde digerakkan
mengelilingi dasar kavitas yang sudah dibersihkan.
O Perkusi : berIungsi mengetahui apakah keradangan terjadi pada pulpa atau jaringan periodontal. Dapat
dilakukan dengan cara perkusi tegak lurus sumbu gigi, atau bila diperlukan dari arah lateral gigi
(mesial-distal-bukal-labial-lingual-palatal).
Penentuan diagnosa pulpitis reversible/irreversible berdasarkan ANAMNESA.
1. Pulpitis Irreversible : sonde (), termal (), perkusi (), druk (-)
2. Periodontitis apikalis akut : sonde (-), termal (-), perkusi (-), druk (), Ax ()
3. Periodontitis apikalis kronis : sonde (-), termal (-), perkusi (-), druk (), Ax (-) atau : sonde
(-), termal (-), perkusi (-), druk (-)
Contoh Kasus
sonde (), termal (), perkusi (), druk (), maka diagnosanya adalah.
pulpitis irreversible disertai periodontitis apikalis akut
O Kondisi sub-akut & kronis, terapi deIinitiInya : ekstraksi.
O Pulpitis tidak terasa sakit dalam merespon gigitan.
O Periodontitis apikalis biasanya terdapat pada gigi non-vital.
O Kuman yang ada di cavum dentis causa karies
O Kuman yang ada di gigi non-vital causa periodontitis
O DeIinisi radang : respon aktiI vaskular tubuh terhadap adanya jejas.
O Banyak kuman namun tidak terjadi radang, mengapa? Karena sistem imun jaringan setempat cukup
kuat untuk mencegah terjadinya inIeksi.
O Ekstraksi bisa tidak berdarah pada gigi non vital, mengapa? Karena pada gigi non-vital biasanya
ligamen sudah kendor dan tidak menyebabkan infury besar, sehingga perdarahan tidak ada.
ANTIBIOTIKA (Chapter 1)
Prinsip pemberian antibiotika
Indikasi (berdasarkan jenis dan dosis antibiotika) :
1. PreventiI (belum terjadi inIeksi) narrow spectrum. Biasanya amoxicillin lebih banyak digunakan
daripada clindamycin karena toksisitasnya yang lebih rendah. road spectrum digunakan apabila pada
perawatan pertama menggunakan narrow spectrum tidak ada kemajuan klinis sama sekali, baru
digunakan. Atau dalam kondisi sepsis/inIeksi berat.
2. ProIilaksis.
3. KuratiI diberikan apabila sudah terjadi inIeksi, misalnya osteomyelitis, abses.
Fungsi antibiotika yaitu untuk membantu sistem pertahanan tubuh (imun).
Komparasi Iungsi antibiotika :

O Broad spectrum : cephalosporin & ciproIloxacin
O Sulbactam, mirip asam clavulanat : menghancurkan kuman pembentuk -lactamase
O Staphylococcus aureus (penghasil enzim -lactamase) resisten terhadap amoxicillin, terapi pengganti
dapat berupa clindamycin.
Sesudah mengkaji pembagian dan jenis-jenis antibiotika maupun kemoterapetika yang ada,
bagaimanakah membuat keputusan mengenai pemilihan dan pemakaian antibiotika? Secara klinik memang sulit
untuk memastikan kuman penyebab inIeksi secara antibiotika atau menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi,
misalnya dalam menghadapi suatu kasus inIeksi yang gawat. Jadi secara umum adalah tidak dapat diterima
secara etik praktek dalam dua kondisi ekstrim berikut :
O Memberikan atau memulai terapi antibiotika atau kemoterapetika secara sembarangan
tanpa mempertimbangkan kemungkinan kuman penyebab inIeksinya.
O Menunda atau tidak memberikan antibiotika sama sekali pada satu kasus yang secara klinis benar-benar
suatu inIeksi bakterial dengan alasan karena hasil pemeriksaan biologi tidak atau belum diperoleh.
Penundaan ini akan sangat memperbesar resiko komplikasi atau perkembangan lebih berat dari
inIeksinya.
Dalam hal kedua di atas, di mana inIeksi sudah memang dapat ditegakkan secara klinis, tetapi
pemeriksaan mikrobiologi belum menunjukkan hasil maka dapat saja terapi antibiotika dimulai dengan
perkiraan (secara ilmiah educated guess) berdasarkan kemungkinan kuman penyebab yang lazim, misalnya
dari data epidemologi. Sebagai contoh, misalnya menghadapi Iaringitis, maka kuman penyebab yang paling
sering adalah golongan streptokokus yang sensitiI terhadap penisilin.
Secara umum, berdasarkan ditemukannya kuman penyebab inIeksi atau tidak, maka terapi antibiotika dapat
dibagi menjadi dua :
1erapi secara empiris: Pada banyak keadaan inIeksi, kuman penyebab inIeksi belum dapat diketahui atau
dipastikan pada saat terapi antibiotika dimulai. Seperti yang diutarakan di muka, pemilihan jenis antibiotika
diberikan berdasarkan perkiraan kemungkinan kuman penyebabnya. Ini dapat didasarkan pada pengalaman yang
layak atau berdasarkan pada pola epidemiologi kuman setempat. Pertimbangan utama dari terapi empiris ini
adalah pengobatan inIeksi sedini mungkin akan memperkecil resiko komplikasi atau perkembangan lebih lanjut
dari inIeksinya, misalnya dalam menghadapi kasus-kasus inIeksi berat, inIeksi pada pasien dengan kondisi
depresi imunologik. Keberatan dari terapi empirik ini meliputi, kalau pasien sebenarnya tidak menderita inIeksi
atau kalau kepastian kuman penyebab tidak dapat diperoleh kemudian karena sebab-sebab tertentu (misalnya
tidak diperoleh spesimen), maka terapi antibiotika seolah-olah dilakukan secara buta.
1erapi pasti (definitif): Terapi ini dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis yang sudah pasti,
jenis kuman maupun spektrum kepekaannya terhadap antibiotika. Dalam praktek sehari-hari, mulainya terapi
antibiotika umumnya dilakukan secara empiris. Baru kalau hasil pemeriksaan mikrobiologis menunjukkan
ketidakcocokan dalam pemilihan antibiotika, maka antibiotika dapat diganti kemudian dengan jenis yang sesuai.
Prinsip-prinsip proses keputusan pemilihan dan pemakaian antibiotika secara ringkas mencakup
langkah-langkah berikut :
1. Penegakan diagnosis inIeksi. al ini bisa dikerjakan secara klinis ataupun pemeriksaan-pemeriksaan
tambahan lain yang diperlukan. Apakah jenis inIeksinya berdasarkan organ yang terkena? Gejala panas
sama sekali bukan kriteria untuk diagnosis adanya inIeksi.
2. Kemungkinan kuman penyebabnya, dipertimbangkan dengan perkiraan ilmiah berdasarkan
pengalaman setempat yang layak dipercaya atau epidemiologi setempat atau dari inIormasi-inIormasi
ilmiah lain.
3. Apakah antibiotika benar-benar diperlukan?
4. Jika tidak perlu antibiotika, terapi alternatiI apa yang dapat diberikan?
5. Jika diperlukan antibiotika, pemilihan antibiotika yang sesuai berdasarkan :
O spektrum antikuman,
O pola sensitiIitas
O siIat Iarmakokinetika,
O ada tidaknya kontra indikasi pada pasien,
O ada tidaknya interaksi yang merugikan,
O bukti akan adanya manIaat klinik dari masing-masing antibiotika untuk inIeksi yang
bersangkutan berdasarkan inIormasi ilmiah yang layak dipercaya.
O Penentuan dosis, cara pemberian, lama pemberian berdasarkan siIat-siIat kinetika masing-masing
antibiotika dan Iungsi Iisiologis sistem tubuh (misalnya Iungsi ginjal, Iungsi hepar dan lain-lain).
O Evaluasi eIek obat. Apakah obat bermanIaat, kapan dinilai, kapan harus diganti atau dihentikan?
Adakah eIek samping yang terjadi?

Konsep ~Host-Agent-Environment
O Konsep ini saya dapat dan diplesetkan dari hasil diskusi bolak-balik dengan salah satu dosen di
almamater, sebenarnya waktu itu saya sedang diuji, pra ujian proIesi, dan kebetulan saya memang
tertarik dengan konsep dasar timbulnya penyakit ini,
O Katanya orang pinter,
O Interaksi ost, Agent dan Environment adalah. Antara ketiga komponen (host, agent dan
environment) terdapat keseimbangan yang disebut keseimbangan ekologi. Mengingat kompleknya
interaksi antara hospes, penyebab dan lingkungan tadi, maka tidak ada satupun jenis penyakit yang
hanya disebabkan oleh satu Iaktor saja, selalu ada beberapa Iaktor yang saling berinteraksi dan
akhirnya menimbulkan penyakit (multiple causation oI disease)
O Ehm..ehm. lalu kata saya, (dalam hal ini saya mengasumsikan bahwa konsep ini terjadi di semua
masalah kehidupan, bukan hanya teori sehat-sakit).
O ost, agent, dan environment itu harus saling mendukung kalo ngga pengen jadi masalah.
O Kita ambil satu contoh ringan ya? Misalnya . KELAPARAN . hehe. siapa sih yang ngga pernah
kelaperan?? Masalah utama anak kos nih. selain telat bayar kos.
O Mari belajar menganalisis timbulnya kelaparan ini :
1.Kelaparan bakal kejadian kalo kondisi perut kita kosong, setuju?Yak bagus.
2.Kelaparan bakal kejadian kalo pas perut kosong tiba-tiba semerbak wangi bawang bumbu nasi
goreng menggoda hidung, merasuk sukma, dan bikin iler meluap. setuju lagi?Syiipp. dan yang ke.
3.Kelaparan bakal kejadian dan bertambah parah ketika ternyata kita mencium wangi bawang bumbu
nasi goreng menggoda hidung, merasuk sukma, dan bikin iler meluap tadi pas jam makan siang, lewat
kantin dimana banyak mahasiswa dan dosen memanjakan lidahnya, buka dompet ternyata tinggal 5
ribu, ngga ada sobat yang bisa diutangin, huII. dan ya. masih punya utang Iotokopian sebanyak
empat ribu dua ratus lima puluh rupiah. yang artinya? Ya LAPER GILA kali! Kamu harus setuju!
ehe. kok marah-marah. maklum, penulis lagi curhat.
O Mari tinggalkan penulis yang marah-marah karena kelaparan.
O Oke, kalo mau dianalisa dan dipahamin,
1. Poin 1 diatas itu masuk kategori host lho. kenapa? Ya, karena dorongan rasa lapar itu datang dari
perut kita yang ngga ada isinya selain enzim-enzim, terus otak mensinyalir di hipotalamusnya bahwa
ini adalah LAPAR. Semua proses ini terjadi di dalam tubuh kita kan? Pengaruh reaksi enzim
pencernaan, konduksi impuls ke otak, penerjemahan impuls oleh otak, itu semua terjadi di tubuh kita
sebagai pejamu (host) kan. coba kalo perut penuh? Sinyal reaksi enzim pasti beda, sinyal yang
dikirim ke otak juga pasti beda, dan otak pasti juga beda menerjemahkannya. tahu kan? Ya
KENYANG.
2. Udah perut kosong, si ibu penjual nasi goreng kantin pake semangat banget lagi gorengnya. sampe
wangi banget itu bawang. hmh. nah ini yang dimaksud agent. Wangi bawang tadi datangnya dari
bawang goreng khas wajan si ibu kantin, melalui media angin berhembus, dan singgah di hidung yang
ngga mancung ini. hasilnya? Otak kita mendeIinisikan bahwa ya.. ini wangi bawang nasi goreng ibu
kantin yang lezat, membuat naIsu makan menggila, dan rasa lapar jadi lebih beringas! Coba kalo si ibu
kantin diem aja, kipas-kipas sambil menguap di pojok kantin, ngga bakal dah tu wangi mampir dan
bikin perut tambah senewen.
3. Pas jam makan siang, lewat kantin dimana banyak mahasiswa dan dosen memanjakan lidahnya,
buka dompet ternyata tinggal 5 ribu, ngga ada sobat yang bisa diutangin, masih punya utang Iotokopian
sebanyak empat ribu dua ratus lima puluh rupiah, secara sadar kita, ini adalah lingkungan
(environment) sekitar yang mampu menimbulkan dan mungkin bisa memperparah kondisi perut yang
bergejolak kelaparan kalo kita ngga ngambil keputusan untuk ngga lewat kantin.
O Nah, dari 3 rangkaian tadi, bisa diinduksikan bahwa kita bisa LAPAR kalo ketiga rangkaian itu dalam
kondisi yang ngga oke, kalo aja ketiganya oke, pasti yang terjadi bukan sebuah MASALA, namun
sebaliknya, yaitu SOLUSI.. dalam hal ini yaitu KENYANG. hehe.
O Yap! Sekarang tarik naIas dalam-dalam.
embuskan perlahan.
Ulangi 3 kali.
O (masih laper? Sana makan gih!)
ehe.
Kira-kira gitu deh konsep dasar saya kalo mau analisa masalah, terkesan sedikit ber-IilsaIat-kah? Ya
memang terkesan agak absurd dan sederhana banget sih. tapi Alhamdulillah hasilnya baik kok untuk
analisa masalah kesehatan, dalam hal ini karena saya orang kedokteran gigi, ya seputar gigi-gigi deh.
coba terapin di lembar-lembar kasus saya yang lain ya!
Terima Kasih!
Jangan berhenti belajar, anak bangsa!
Salam Sejawat.

PEMBAGIAN 1ENIS ANTIBIOTIKA
KlasiIikasi antibiotika dan kemoterapetika yang sering dianjurkan dan digunakan adalah berdasarkan bagaimana
kerja antibiotika tersebut terhadap kuman, yakni antibiotika yang bersiIat primer bakteriostatik dan antibiotika
yang bersiIat primer bakterisid. Yang termasuk bakteriostatik di sini misalnya sulIonamida, tetrasiklin,
kloramIenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain. Obat-
obat bakteriostatik bekerja dengan mencegah pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya, sehingga pembasmian
kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Sedangkan antibiotika yang bakterisid, yang secara aktiI
membasmi kuman meliputi misalnya penisilin, seIalosporin, aminoglikosida (dosis besar),
kotrimoksazol, riIampisin, isoniazid dan lain-lain.
Pembagian lain juga sering dikemukakan berdasarkan makanisme atau tempat kerja antibiotika tersebut pada
kuman, yakni :
1. Antibiotika yang bekerja menghambat sintesis dinding sel kuman, termasuk di sini adalah
basitrasin, seIalosporin, sikloserin, penisilin, ristosetin dan lain-lain.
2. Antibiotika yang merubah permeabilitas membran sel atau mekanisme transport aktiI sel. Yang
termasuk di sini adalah amIoterisin, kolistin, imidazol, nistatin dan polimiksin.
3. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesis protein, yakni kloramIenikol, eritromisin
(makrolida), linkomisin, tetrasiklin dan aminogliosida.
4. Antibiotika yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam nukleat, yakni asam nalidiksat,
novobiosin, pirimetamin, riIampisin, sulIanomida dan trimetoprim.
Secara garis besar, jenis-jenis antibiotika dan kemoterapetika yang ada paling tidak akan mencakup jenis-
jenis berikut ini :
44ngan penisiin.
Golongan penisilin bersiIat bakterisid dan bekerja dengan mengganggu sintesis dinding sel. Antibiotika
pinisilin mempunyai ciri khas secara kimiawi adanya nukleus asam amino-penisilinat, yang terdiri dari cincin
tiazolidin dan cincin betalaktam. Spektrum kuman terutama untuk kuman koki Gram positiI. Beberapa golongan
penisilin ini juga aktiI terhadap kuman Gram negatiI. Golongan penisilin masih dapat terbagi menjadi
beberapa kelompok, yakni:
O Penisilin yang rusak oleh enzim penisilinase, tetapi spektrum anti kuman terhadap Gram positiI paling
kuat. Termasuk di sini adalah Penisilin G (benzil penisilin) dan derivatnya yakni penisilin prokain dan
penisilin benzatin, dan penisilin V (Ienoksimetil penisilin). Penisilin G dan penisilin prokain rusak oleh
asam lambung sehingga tidak bisa diberikan secara oral, sedangkan penisilin V dapat diberikan secara
oral. Spektrum antimikroba di mana penisilin golongan ini masih merupakan pilihan utama meliputi
inIeksi-inIeksi streptokokus beta hemolitikus grup A, pneumokokus, meningokokus, gonokokus,
Streptococcus viridans, Staphyloccocus, pyoneges (yang tidak memproduksi penisilinase), Bacillus
anthracis, Clostridia, Corynebacterium diphteriae, Treponema pallidum, Leptospirae dan
Actinomycetes sp.
O Penisilin yang tidak rusak oleh enzime penisilinase, termasuk di sini adalah kloksasilin,
Ilukloksasilin, dikloksasilin, oksasilin, naIsilin dan metisilin, sehingga hanya digunakan untuk kuman-
kuman yang memproduksi enzim penisilinase.
O Penisilin dengan spektrum luas terhadap kuman Gram positiI dan Gram negatiI, tetapi rusak oleh
enzim penisilinase. Termasuk di sini adalah ampisilin dan amoksisilin. Kombinasi obat ini dengan
bahan-bahan penghambat enzim penisiline, seperti asam klavulanat atau sulbaktam, dapat memperluas
spektrum terhadap kuman-kuman penghasil enzim penisilinase.
O Penisilin antipseudomonas (antipseudomonal penisilin). Penisilin ini termasuk karbenisilin, tikarsilin,
meklosilin dan piperasilin diindikasikan khusus untuk kuman-kuman Pseudomonas aeruginosa.
44ngan sefa4sp4rin.
Golongan ini hampir sama dengan penisilin oleh karena mempunyai cincin beta laktam. Secara umum
aktiI terhadap kuman Gram positiI dan Gram negatiI, tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing
antibiotika sangat beragam, terbagi menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Generasi pertama yang paling aktiI terhadap kuman Gram positiI secara in vitro. Termasuk di sini
misalnya seIalotin, seIaleksin, seIazolin, seIradin. Generasi pertama kurang aktiI terhadap kuman Gram
negatiI.
2. Generasi kedua agak kurang aktiI terhadap kuman Gram positiI tetapi lebih aktiI terhadap kuman Gram
negatiI, termasuk di sini misalnya seIamandol dan seIaklor.
3. Generasi ketiga lebih aktiI lagi terhadap kuman Gram negatiI, termasuk Enterobacteriaceae dan
kadang-kadang peudomonas. Termasuk di sini adalah seIoksitin (termasuk suatu antibiotika seIamisin),
seIotaksim dan moksalatam.
44ngan amfenik4
Golongan ini mencakup senyawa induk kloramIenikol maupun derivat-derivatnya yakni kloramIenikol
palmitat, natrium suksinat dan tiamIenikol. Antibiotika ini aktiI terhadap kuman Gram positiI dan Gram negatiI
maupun ricketsia, klamidia, spirokaeta dan mikoplasma. Karena toksisitasnya terhadap sumsum tulang, terutama
anemia aplastika, maka kloramIenikol hanya dipakai untuk inIeksi S. typhi dan . inIluenzae.
44ngan tetrasikin
Merupakan antibiotika spektrum luas bersiIat bakteriostatik untuk kuman Gram positiI dan Gram negatiI,
tetapi indikasi pemakaiannya sudah sangat terbatas oleh karena masalah resistensi, namun demikian antibiotika
ini masih merupakan pilihan utama untuk inIeksi-inIeksi yang disebabkan oleh klamidia, riketsia, dan
mikoplasma. Mungkin juga eIektiI terhadap N. meningitidis, N. gonorhoeae dan . inIluenzae., termasuk di sini
adalah tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, metasiklin dan demeklosiklin.
44ngan amin4gik4sida
Merupakan golongan antibiotika yang bersiIat bakterisid dan terutama aktiI untuk kuman Gram negatiI.
Beberapa mungkin aktiI terhadap Gram positiI. Streptomisin dan kanamisin juga aktiI terhadap kuman TBC.
Termasuk di sini adalah amikasin, gentamisin, kanamisin, streptomisin, neomisin, metilmisin dan tobramisin,
antibiotika ini punya siIat khas toksisitas berupa neIrotoksik, ototoksik dan neurotoksik.
44ngan makr4ida
Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spektrum antikuman, sehingga merupakan
alternatiI untuk pasien-pasien yang alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. AktiI
secara invitro terhadap kuman-kuman Gram positiI, Gram negatiI, mikoplasma, klamidia, riketsia dan
aktinomisetes. Selain sebagai alternatiI penisilin, eritromisin juga merupakan pilihan utama untuk inIeksi
pneumonia atipik (disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae) dan penyakit Legionnaires (disebabkan
Legionella pneumophilla) termasuk dalam golongan makrolida selain eritromisin juga roksitromisin, spiramisin,
josamisin, rosaramisin, oleandomisin dan trioleandomisin.
44ngan ink4samid.
Termasuk di sini adalah linkomisin dan klindamisin, aktiI terhadap kuman Gram positiI termasuk staIilokokus
yang resisten terhadap penisilin. Juga aktiI terhadap kuman anaerob, misalnya bakteroides. Sering dipakai
sebagai alternatiI penisilin antistaIilokokus pada inIeksi tulang dan sendi serta inIeksi-inIeksi abdominal.
Sayangnya, pemakaiannya sering diikuti dengan superinIeksi C. diIIicile, dalam bentuk kolitis
pseudomembranosa yang Iatal.
44ngan p4ipeptida.
Antibiotika golongan ini meliputi polimiksin A, B, C, D dan E. Merupakan kelompok antibiotika yang terdiri
dari rangkaian polipeptida dan secara selektiI aktiI terhadap kuman Gram negatiI, misalnya psedudomonas
maupun kuman-kuman koliIorm yang lain. Toksisitas polimiksin membatasi pemakaiannya, terutama dalam
bentuk neurotoksisitas dan neIrotoksisitas. Mungkin dapat berperan lebih penting kembali dengan meningkatnya
inIeksi pseudomonas dan enterobakteri yang resisten terhadap obat-obat lain.
44ngan antimik4-akterium
Golongan antibiotika dan kemoterapetika ini aktiI terhadap kuman mikobakterium. Termasuk di sini adalah
obat-obat anti TBC dan lepra, misalnya riIampisin, streptomisin, IN, dapson, etambutol dan lain-lain.
44ngan suf4namida dan trimetr4pim
Kepentingan sulIonamida dalam kemoterapi inIeksi banyak menurun karena masalah resistensi. Tetapi
beberapa mungkin masih aktiI terhadap bentuk-bentuk inIeksi tertentu misalnya sulIisoksazol untuk inIeksi dan
inIeksi saluran kencing. Kombinasi sulIamektoksazol dan trimetoprim untuk inIeksi saluran kencing,
salmonelosis, kuman bronkitis, prostatitis. Spektrum kuman mencakup kuman-kuman Gram positiI dan Gram
negatiI.
44ngan kuin44n
Merupakan kemoterapetika sintetis yang akhir-akhir ini mulai populer dengan spektrum antikuman yang
luas terutama untuk kuman-kuman Gram negatiI dan Gram positiI, enterobakteriaceae dan pseudomonas.
Terutama dipakai untuk inIeksi-inIeksi nosokomial. Termasuk di sini adalah asam nalidiksat, norIloksasin,
oIloksasin, peIloksasin dan lain-lain.
44ngan ain-ain
Masih banyak jenis-jenis antibiotika dan kemoterapetika lain yang tidak tercakup dalam kelompok yang
disebutkan di atas. Misalnya saja vankomisin, spektinomisin, basitrasin, metronidazol, dan lain-lain. InIormasi
mengenai pemakaian dan siIat masing-masing dapat dicari dari sumber pustaka baku. Vankomisin terutama
aktiI untuk Gram positiI, terutama untuk S. areus, S. epidermidis, S. pneumoniae. Juga merupakan pilihan untuk
inIeksi staIilokokus yang resisten terhadap metisilin. Tetapi karena toksisitasnya, maka vankomisin hanya
dianjurkan kalau antibiotika lain tidak lagi eIektiI.
ABSES PADA RONGGA MULUT

Abses merupakan inIeksi yang gambaran utamanya berupa pembentukan pus. Pus merupakan pertahanan eIektiI
terhadap penjalaran inIeksi dan cenderung berpindah akibat pengaruh tekanan, gravitasi, panas lokal atau
lapisan otot dekat permukaan (1). Abses pada rongga mulut dapat terjadi akibat inIeksi dentoalveolar.
InIeksi dentoalveolar dapat dideIinisikan sebagai inIeksi pada gigi dan jaringan sekitarnya (seperti
periodontium dan tulang alveolar) yang menghasilkan pus. Salah satu bentuk dari kondisi ini adalah abses
dentoalveolar (2).

ABSES DENTOALVEOLAR
Abses dentoalveolar biasanya terbentuk melalui penyebaran dari lesi karies gigi dan penyebaran dari bakteri
atau pulpa melalui tubulus dentin. Respon pulpa terhadap inIeksi dapat berupa inIlamasi akut yang mengenai
seluruh pulpa yang secara cepat menyebabkan nekrosis atau dapat berupa perkembangan dari abses kronis yang
terlokalisir dimana sebagian besar pulpanya dapat bertahan hidup (2).
Etiologi (3):
- pulpitis
- pasien dengan imunitas yang rendah
- gingivitis
- inIeksi postrauma atau inIeksi postoperatiI
Penyebaran abses dentoalveolar dapat terjadi (2) :
1. penyebaran secara langsung
- pada jaringan lunak superIisial
- pada daerah sekitar wajah dengan resistensi yang rendah.
- Pada bagian medulla dari tulang alveolar.
2. penyebaran secara tidak langsung
- melalui jalur limIatik
- melalui jalur hematogenik
Gambaran Klinis (3,4):
1. nyeri lokal yang berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari
2. gigi sensitiI terhadap panas dan dingin
3. demam
4. ginggiva : berdarah, bengkak, panas, kemerahan
5. gigi : goyang, lunak, ekstrusi
6. pembengkakan kelenjar limIe di sekitar leher
7. inIeksi yang lebih serius : trismus, disphagia, gangguan pernaIasan
Mortalitas/morbiditas : kematian jarang terjadi dan biasanya terjadi akibat gangguan pada pernaIasan.
Morbiditas berhubungan dengan dehidrasi (3).
Ras : tidak ada predileksi yang berhubungan dengan ras (3).
1enis kelamin : tidak ada predileksi yang berhubungan dengan jenis kelamin (3).
Usia : abses dental jarang terjadi pada bayi karena abses tidak terbentuk sampai erupsi gigi. Pada anak-anak,
abses periapikal merupakan abses dental yang paling sering terjadi. al ini terjadi karena lapisan enamelnya
yang masih tipis, dan suplai darah gigi susu lebih banyak. Pada orang dewasa, abses periodontal lebih sering
terjadi dibandingkan abses periapikal (3).
Diagnosis (3,4):
1. Anamnesa : keluhan berupa nyeri pada saat mengunyah dan jika kontak dengan panas atau dingin
2. Pemeriksaan Iisik :
Inspeksi dan palpasi : gusi merah dan bengkak

Perkusi : nyeri
3. Pemeriksaan laboratorium
Diperlukan jika ada komplikasi abses.
Diagnosis banding (3):
- abses peritonsilar
- ginggivostomatitis
- parotiditis
- selulitis wajah
- neoplasma
Terapi
Tujuan dari terapi adalah menghilangkan inIeksi, perbaikan gigi dan mencegah komplikasi (3). Langkah-
langkah yang dapat dilakukan, yaitu (2) :
1. mengeringkan pus
2. menghilangkan sumber inIeksi
3. pemberian antibiotik, standar antibiotic yang sering digunakan adalah phenoxymethylphenicillin
(penicillin V) atau amoksisilin dosis tinggi, dan jika pasien hipersensitiI terhadap penisilin dapat
digunakan eritromisin atau metronidazol.
Prognosis
Prognosis baik karena abses dapat sembuh melalui terapi yang tepat. Preservasi gigi memungkinkan untuk
beberapa kasus (3).
Komplikasi (3)
- kehilangan gigi
- penyebaran inIeksi pada jaringan lunak (selulitis wajah, Ludwig`s angina)
- penyebaran inIeksi pada tulang rahang (osteomyelitis mandibula atau maksila)
- penyebaran inIeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses serebral,
endokarditis, pneumonia, atau gangguan lainnya.
Pencegahan
Terapi yang tepat dari karies gigi menurunkan resiko terjadinya abses gigi. Trauma gigi sebaiknya diperiksa
secepatnya oleh dokter gigi (3).

ABSES ALVEOLAR
InIeksi ini terbatas pada daerah mulut dengan pembengkakan terpusat di sekitar alveolus yang dekat dengan
penyebabnya. Biasanya dalam 2 hari dapat terlihat gejala awal berupa pembentukan pus dan meningkat menjadi
pembengkakan yang berIluktuasi pada sisi labia-buccal dari alveolus. Derajat dari gangguan sistemik biasanya
ringan (1) .
ABSES PERIODONTAL
Abses periodontal disebabkan oleh proses destruktiI akut atau kronis pada periodontium, yang menghasilkan
kumpulan pus yang terlokalisir, berhubungan dengan rongga mulut melalui sulcus ginggiva dan sisiperiodontal
lainnya (tidak berasal dari pulpa gigi) (2).

Etiologi
Abses ini kemungkinan dibentuk dari oklusi atau trauma pada rongga periodontal pocket menyebabkan
perluasan inIeksi dari pocket ke dalam jaringan sekitar. al ini disebabkan masuknya makanan di sela-sela gigi
seperti tulang ikan, lepasnya bulu sikat gigi, atau penekanan dinding pocket akibat tindakan terapi orthodentik
atau kekuatan mengunyah yang tidak wajar. Normalnya sisa abses berada pada jaringan periodontal, kemudian
perkembangannya tergantung pada (2):
- virulensi, tipe dan jumlah organisme penyebab
- kesehatan jaringan periodontal pasien
- eIisiensi dari mekanisme pertahanan tubuh host yang spesiIik dan non spesiIik
Gambaran Klinis (2)
- onset cepat, gusi mengalami pembengkakan, berwarna kemerahan serta terjadi
perlunakan
- nyeri yang berlanjut pada saat mengunyah dan pada tindakan perkusi
- tidak ada gambaran radiograIi yang spesiIik, meskipun umumnya berhubungan
dengan periodontal pocket yang dalam
- pus dari lesi biasanya akan mengering sepanjang permukaan akar ke muara
periodontal pocket; di dalam pocket pus dapat meluas melalui tulang alveolar
untuk bermuara ke sinus yang terbuka pada ginggiva yang berdekatan
- akibat drainase pus yang intermiten, inIeksi cenderung terlokalisir,
pembengkakan ekstraoral bukan hal yang lazim
- abses yang tidak diterapi akan mengarah ke destruksi yang lebih berat dari
jaringan periodontal dan tanggalnya gigi.
Mikrobiologi
Pada pemeriksaan mikrobiologi mikroorganisme penyebab inIeksi yang umum ditemukan, yaitu (2):
- gram negative anaerob, seperti Iusobacteria
- streptococcus sp
- golongan lain : spirochaeta sp, capnocytophaga sp, dan actinomyces sp
Terapi (2)
- Penilaian keadaan klinis penyakit berdasarkan riwayat penyakit sistemik pasien,
seperti diabetes
- Jika prognosisnya buruk, dilakukan ekstraksi gigi. Namun, inIeksi akut yang berlangsung harus diatasi
terlebih dahulu.
- Irigasi pocket dengan larutan sodium klorida 0,9 yang hangat dan memberikan garam pencuci mulut
yang panas.
- Jika terjadi demam dan selulitis, berikan antibiotik : penicillin, eritromysin atau metronidazol sebagai
obat pilihan.
- Drainase dianjurkan dan pembersihan subginggiva dilakukan untuk menghilangkan calculus dan benda-
benda asing.
INFEKSI ODONTOGEN
By: Risya Cilmiaty, AR
PENDAHULUAN
Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah lebih dari 400 ribu spesies
bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1. Oragisme-organisme ini
merupakan Ilora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane,
dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. InIeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen
dan limIogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan
periodontitis marginalis. InIeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang pathogen
yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan Ilora yang endogenus; (3) melalui masuknya
bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal.
Meskipun suatu pertahanan tubuh individual dapat berpengaruh terhadap kecepatan dan kekerasan suatu
simtom, namun pada umumnya inIeksi gigi dapat dirawat dengan pemberian antibiotik, anti jamur dan anti viral.
Pengobatan sistemik dapat membunuh bakteri yang pathogen yang berlokasi pada tempat yang tidak dapat
dicapai oleh instrumen gigi atau antiseptik yang diberikan secara topikal.
Keberhasilan klinis pada saat ini merupakan gambaran untuk mengetahui etiologi dari inIeksi gigi (odontogen),
seleksi yang tepat dari pemberian variasi antimikrobial dalam mencegah dan marawat inIeksi gigi, dan
pengaturan akibat yang terjadi ketika dihubungkan dengan prosedur pengobatan gigi. Rekomendasi didasarkan
pada literatur yang mutakhir dan kerentanan mikroorganisme terhadap inIeksi dalam rongga mulut.
Penting untuk mengetahui perbedaan kerentanan dari organisme yang musiman dan letak organism tersebut.
Klinisi juga harus waspada terhadap antimicrobial yang akan diberikan pada daerah tersebut. Sumber klinis
seperti petunjuk pada bungkus harus disesuaikan dengan dosis yang tertera, indikasi dan reaksi yang berlawanan
untuk tiap pemberiannya.
InIeksi odontogenik kebanyakan terjadi pada inIeksi human. Keterangan ilmiah menerangkan bahwa adanya
hubungan antara inIeksi yang parah dengan peningkatan kerentanan karena adnya penyakit sistemik seperti
penyakit jantung, DM, kehamilan, dan inIeksi paru-paru. Ini karena adanya bakteri gram negative yang
menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang memicu produksi lipopolisakarida, eat sock protein dan
proinflammatory cytokines. Karena ada hubungan antra penyakit periodontal dan problem medis yang lain,
maka penting untuk mencegah terjadinya inIeksi gigi sedapat mungkin atau mengetahui sedini mungkin
terjadinya inIeksi gigi sehingga dapat dicegah atau diobati. Dokter gigi dan dokter umum harus waspada
terhadap terjadinya implikasi klinis pada hubungan inter-relasi antara inIeksi odontogenik dan kondisi medis
lain yang dapat berpengaruh terhadap pasien yang membutuhkan perawatan.

DEFINISI
InIeksi odontogen adalah inIeksi yang berasal dari gigi.
ETIOLOGI INFEKSI GIGI
Paling sedikit ada 400 kelompok bakteri yang berbeda secara morIologi dan biochemical yang berada dalam
rongga mulut dan gigi. Kekomplekan Ilora rongga mulut dan gigi dapat menjelaskan etiologi spesiIik dari
beberapa tipe terjadinya inIeksi gigi dan inIeksi dalam rongga mulut, tetapi lebih banyak disebabkan oleh
adanya gabungan antara bakteri gram positiI yang aerob dan anaerob. Dalam cairan gingival, kira-kira ada 1.8 x
10
11
anaerobs/gram. Pada umumnya inIeksi odontogen secara inisial dihasilkan dari pembentukan plak gigi.
Sekali bakteri patologik ditentukan, mereka dapat menyebabkan terjadinya komplikasi lokal dan
menyebar/meluas seperti terjadinya bacterial endokarditis, inIeksi ortopedik, inIeksi pulmoner, inIeksi sinus
kavernosus, septicaemia, sinusitis, inIeksi mediastinal dan abses otak.
InIeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah kasus inIeksi odontogen
yang ditemukan (sekitar 60 ) disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab inIeksi odontogen yang
sering ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah alpa-emolytic $treptococcus, Peptostreptococcus,
Peptococcus, Eubacterium, acteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob
sendiri jarang menyebabkan inIeksi odontogen (hanya sekitar 5 ). Bila inIeksi odontogen disebabkan bakteri
aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah species $treptococcus. InIeksi odontogen banyak juga yang
disebabkan oleh inIeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35 . Pada inIeksi campuran ini
biasanya ditemukan 5-10 organisme pada pemeriksaan kultur.


KLASIFIKASI / TIPIKAL INFEKSI
Berdasarkan tipe inIeksinya, inIeksi odontogen bisa dibagi menjadi :
1. InIeksi odontogen lokal / terlokalisir, misalnya: Abses periodontal akut; peri implantitis.
2. InIeksi odontogen luas/ menyebar, misalnya: early cellulitis, deep-space infection.
3. ife-Treatening, misalnya: Facilitis dan udwigs angina.


Pada umumnya inIeksi gigi termasuk karies gigi, inIeksi dentoalveolar (inIeksi pulpa dan abses periapikal),
gingivitis (termasuk NUG), periodontitis (termasuk pericoronitis dan peri-implantitis), Deep Facial $pace
Infections dan osteomyelitis. Jika tidak dirawat, inIeksi gigi dapat menyebar dan memperbesar inIeksi
polimikrobial pada tempat lain termasuk pada sinus, ruang sublingual, palatum, system saraI pusat, perikardium
dan paru-paru.
PATOFISIOLOGI INFEKSI GIGI
InIeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, inIeksi biasanya dimulai dari permukaan
gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan
akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). InIeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau meluas
secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks
gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinIeksi. Selanjutnya proses
inIeksi tersebut menyebar progresiI ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis
tersebut.
Penjalaran inIeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan abses, abses ini dibagi dua yaitu
penjalaran tidak berat (yang memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis
tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian).
Adapun yang termasuk penjalaran tidak berat adalah serous periostitis, abses sub periosteal, abses sub mukosa,
abses sub gingiva, dan abses sub palatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain abses
perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut.
Gigi yang nekrosis juga merupakan Iokal inIeksi penyakit ke organ lain, misalnya ke otak menjadi meningitis,
ke kulit menjadi dermatitis, ke mata menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus maxilla menjadi sinusitis
maxillaris, ke jantung menjadi endokarditis dan perikarditis, ke ginjal menjadi neIritis, ke persendian menjadi
arthritis.
InIeksi odontogenik merupakan suatu proses inIeksi yang primer atau sekunder yang terjadi pada jaringan
periodontal, perikoronal, karena traumatik atau inIeksi pasca bedah. Tipikal inIeksi odontogenik adalah berasal
dari karies gigi yang merupakan suatu proses dekalsiIikasi email. Suatu perbandingan demineralisasi dan
remineralisasi struktur gig terjadi pada perkembangan lesi karies. Demineralisasi yang paling baik pada gigi
terjadi pada saat aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan p yang rendah. Remineralisasi yang paling baik
terjadi pada p lebih tinggi dari 5,5 dan pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan IosIat yang tinggi.
Sekali email larut, inIeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang mikroporus dan langsung masuk
ke dalam pulpa. Di dalam pulpa, inIeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung menuju apeks gigi
dan dapat menggali menuju ruang medulla pada maksila atau mandibula. InIeksi tersebut kemudian dapat
melobangi plat kortikal dan merusak jaringan superIicial dari rongga mulut atau membuat saluran yang sangat
dalam pada daerah Iasial.
Serotipe dari streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus) merupakan bakteri yang utama dapat
menyebabkan penyakit dalam rongga mulut. Tetapi meskipun lactobacilli bukan penyebab utama penyakit,
mereka merupakan suatu agen yang progresiI pada karies gigi, karena mereka mempunyai kapasitas produksi
asam yang baik.
Faktor-Iaktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan inIeksi odontogenik adalah:
O Jenis dan virulensi kuman penyebab.
O Daya tahan tubuh penderita.
O Jenis dan posisi gigi sumber inIeksi.
O Panjang akar gigi sumber inIeksi terhadap perlekatan otot-otot.
O Adanya tissue space dan potential space.
GE1ALA KLINIS
Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut (trismus), tidak bisa makan karena
sulit menelan (disIagia), naIas yang pendek karena kesulitan bernaIas. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit
gigi sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi
tersebut apakah hilang timbul atau terus-menerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat
pengobatan antibiotik sebelumnya.
Pada pemeriksaan Iisik ditemukan tanda-tanda inIeksi yaitu ;
1. Rubor : permukaan kulit yang terlibat inIeksi terlihat kemerahan akibat
vasodilatasi, eIek dari inIlamasi
2. Tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau cairan exudat
3. Calor : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran darah ke area
inIeksi
4. Dolor : terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraI sensorik oleh jaringan
yang bengkak akibat edema atau inIeksi
5. Fungsiolaesa :
terdapat masalah denagn proses mastikasi, trismus, disIagia, dan
gangguan pernaIasan.
InIeksi yang Iatal bisa menyebabkan gangguan pernaIasan, disIagia, edema palpebra, gangguan
penglihatan, oItalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan gangguan susunan saraI pusat (penurunan kesadaran,
iritasi meningeal, sakit kepala hebat, muntah).
Pemeriksaan Iisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral. Dilakukan pemeriksaan integral
(inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah, kepala, leher, apakah ada pembengkakan, Iluktuasi, eritema,
pembentukan Iistula, dan krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah limIadenopati leher, keterlibatan ruang Iascia,
trismus dan derajat dari trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang caries, kedalaman caries, vitalitas
gigi, lokalisasi pembengkakan, Iistula dan mobilitas gigi. Dilihat juga adakah obstruksi ductus Wharton dan
Stenson, serta menilai kualitas cairan duktus Wharton dan Stenson (pus atau saliva). Pemeriksaan oItalmologi
dilakukan bila dicurigai mata terkena inIeksi. Pemeriksaan mata meliputi : Iungsi otot-otot ekstraokuler, adakah
proptosis, adakah edema preseptal atau postseptal.
Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan kultur, Ioto rontgen
dan CT scan (atas indikasi). Bila inIeksi odontogen hanya terlokalisir di dalam rongga mulut, tidak memerlukan
pemeriksaan CT scan, Ioto rontgen panoramik sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. CT scan harus
dilakukan bila inIeksi telah menyebar ke dalam ruang Iascia di daerah mata atau leher.
DIAGNOSIS
Berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan Iisik dan pemeriksaan penunjang, ditegakkan diagnosis inIeksi odontogen apakah
termasuk inIeksi odontogen lokal / terlokalisir atau inIeksi odontogen umum / menyebar.
TERAPI
Tujuan manajemen inIeksi odontogen adalah :
O Menjaga saluran naIas tetap bebas
4 dasar mulut dan lidah yang terangkat ke arah tonsil akan menyebabkan gagal naIas
4 mengetahui adanya gangguan pernaIasan adalah langkah awal diagnosis yang paling penting
dalam manajemen inIeksi odontogen
4 tanda-tanda terjadi gangguan pernaIasan adalah pasien terlihat gelisah, tidak dapat tidur dalam
posisi terlentang dengan tenang, mengeluarkan air liur, disIonia, terdengar stridor
4 saluran naIas yang tertutup merupakan penyebab kematian pasien inIeksi odontogen
4 jalan naIas yang bebas secara kontinu dievaluasi selama terapi
4 dokter bedah harus memutuskan kebutuhan, waktu dan metode operasi untuk
mempertahankan saluran naIas pada saat emergency (gawat darurat).
O Operasi drainase
4 pemberian antibiotika tanpa drainase pus tidak akan menyelesaikan masalah penyakit abses
4 memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan gram dan kultur akan menyebabkan kesalahan
dalam mengidentiIikasi organisme penyebab penyakit inIeksi odontogen
4 penting untuk mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan, ruang
sekunder potensial terinIeksi juga
4 CT scan dapat membantu mengidentiIikasi ruang-ruang yang terkena inIeksi
4 Foto rontgen panoramik dapat membantu identiIikasi bila diduga gigi terlibat inIeksi
4 Abses canine, sublingual dan vestibular didrainase intraoral
4 Abses ruang masseterik, pterygomandibular, dan pharyngea lateral bisa didrainase dengan
kombinasi intraoral dan ekstraoral
4 Abses ruang temporal, submandibular, submental, retropharyngeal, dan buccal disarankan
diincisi ekstraoral dan didrainase.
O Medikamentosa
4 rehidrasi (karena kemungkinan pasien menderita dehidrasi adalah sangat besar)
4 merawat pasien yang memiliki Iaktor predisposisi terkena inIeksi (contohnya Diabetes
Mellitus)
4 mengoreksi gangguan atau kelainan elektrolit
4 memberikan analgetika dan merawat inIeksi dasar bila pasien menderita trismus,
pembengkakan atau rasa sakit di mulut.
O IdentiIikasi bakteri penyebab
4 diharapkan penyebabnya adalah alpa-emolytic $treptococcus dan bakteri anaerob lainnya
4 kultur harus dilakukan pada semua pasien melalui incisi dan drainase dan uji sensitivitas
dilakukan bila pasien tidak kunjung membaik (kemungkinan resisten terhadap antibiotika)
4 asil aspirasi dari abses bisa dikirim untuk kultur dan uji sensitivitas jika incisi dan drainase
terlambat dilakukan
O Menyeleksi terapi antibotika yang tepat
4 penicillin parenteral
4 metronidazole dikombinasikan dengan penicillin bisa dipakai pada inIeksi yang berat
4 Clindamycin untuk pasien yang alergi penicillin
4 Cephalosporins (cephalosporins generasi pertama)
4 antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus inIeksi odontogen yang
signiIikan
4 jika mediastinal dicurigai terkena inIeksi harus dilakukan CT scan thorax segera dan
konsultasi kepada dokter bedah thorax kardiovaskular
4 ekstraksi gigi penyebab akan menyembuhkan inIeksi odontogen

Tabel 1. Dental Infections That Require Systemic Antimicrobial Therapy
O Endodontic inIections oI pulpal origin
O Streptococcal gingivitis
O Periodontal disease
O Periodontal abscess
O Periodontitis
O Pericoronitis
O Peri-implant disease
O Serious Iascial and deep neck inIections
O Acute herpes simplex
O Candida inIection treatment


1. OSTEMIELITIS
Osteomielitis rahang adalah suatu inIeksi yang ekstensiI pada tulang rahang, yang mengenai spongiosa, sumsum
tulang, kortex, dan periosteum. InIeksi terjadi pada bagian tulang yang terkalsiIikasi ketika cairan dalam rongga
medullary atau dibawah periosteum mengganggu suplai darah. Tulang yang terinIeksi menjadi nekrosis ketika
ischemia terbentuk. Perubahan pertahanan host yang mendasar terdapat pada mayoritas pasien yang mengalami
ostemyelitis pada rahang. Kondisi-kondisi yang merubah persaraIan tulang menjadikan pasien rentan terhadap
onset ostemielitis, kondisi-kondisi ini antara lain radiasi, osteoporosis, osteopetrosis, penyakit tulang Paget, dan
tumor ganas tulang.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteomielitis, serupa dengan komplikasi yang disebabkan oleh inIeksi
odontogen, dapat merupakan komplikasi ringan sampai terjadinya kematian akibat septikemia, pneumonia,
meningitis, dan trombosis pada sinus kavernosus. Diagnosis yang tepat amat penting untuk pemberian terapi
yang eIektiI, sehingga dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
Osteomielitis pada maksilla jauh lebih jarang dibanding pada mandibula karena suplai darah ke maksilla jaruh
lebih ekstensiI. Gangguan suplai darah merupakan sebuah Iaktor penting dalam perkembangan ostemielitis.
Mandibula menerima suplai darah utamanya dari arteri alveolar inIerior. Sumber sekunder adalah suplai
periosteal yang melepaskan pembuluh-pembuluh nutrien yang menembus tulang kortikal dan beranastomosis
dengan cabang-cabang arteri alveolar .
Definisi:
Osteomielitis dental atau yang disebut osteomielitis pada tulang rahang adalah keadaan inIeksi akut atau kronik
pada tulang rahang, biasanya disebabkan karena bakteri. Penyakit ini sulit untuk didiagnosis dan diterapi.
Gejala-gejala Iisik pada penderita yang tidak dapat didiagnosis sebagai penyakit khusus, seperti kelelahan, dan
nyeri pada sendi atau edema pada jaringan di sekitar tulang rahang sering disebabkan karena adanya inIeksi
bakteri yang tersembunyi pada tulang rahang yang kumannya menyebarkan toksin ke jaringan sekitarnya.
Patogenesis, Tanda dan Gejala Klinik
Osteomielitis pada tulang rahang bermula dari inIeksi dari tempat lain yang masuk ke dalam tulang dan
membentuk inIlamasi supuratiI pada medulla tulang, karena tekanan nanah (pus) yang besar, inIeksi kemudian
meluas ke tulang spongiosa menuju ke daerah korteks tulang, dan akibatnya struktur tulang rahang yang
harusnya kompak dan padat jadi rapuh dan lubang-lubang seperti sarang lebah dan mengeluarkan pus yang
bermuara di kulit seperti Iistel (terlihat seperti bisul) , kalau dibiarkan akibatnya bisa Iatal, pada rahang yg rapuh
ini bisa terjadi Iraktur patologis.
Gejala awalnya seperti sakit gigi dan terjadi pembengkakan di sekitar pipi, kemudian pembengkakan ini mereda,
selanjutnya penyakitnya bersiIat kronis membentuk Iistel (saluran nanah yang bermuara di bawah kulit) kadang
tidak menimbulkan sakit penderita.
Diagnosis penyakit ini sering tidak terdeteksi dari pemeriksaan X-Foto baik digital maupun Ioto panoramik.
Pada sebagian besar kasus, tidak ditemukan adanya nyeri pada daerah wajah, keengganan pihak medis untuk
mencabut gigi yang busuk, serta budaya pasien yang sering menunda mengobati giginya yang inIeksi. Kesulitan
dalam terapi osteomielitis adalah minimnya aliran darah yang menuju daerah inIeksi pada rahang tersebut,
sehingga mencegah antibiotik mencapai sasarannya.
Etiologi:
Penyebab utama yang paling sering dari osteomielitis adalah penyakit periodontal (seperti gingivitis, pyorrea,
atau periodontitis, tergantung seberapa berat penyakitnya). Bakteri yang berperan terhadap proses terjadinya
penyakit ini yang tersering adalah $tapylococcus aureus, kuman yang lain adalah $treptococcus dan
pneumococcus. Penyakit periodontal juga dapat menyebabkan penyakit jantung melalui perjalanan inIeksinya.
Kekurangan vitamin C dan bioIlavanoid dapat menyebabkan sariawan yang merupakan awal dari salah satu
penyakit periodontal, dapat dicegah dengan mengkonsumsinya secara cukup.
Penyebab osteomielitis yang lain adalah tertinggalnya bakteri di dalam tulang rahang setelah dilakukannya
pencabutan gigi. Ini terjadi karena kebersihan operasi yang buruk pada daerah gigi yang diekstraksi dan
tertinggalnya bakteri di dalamnya. al tersebut menyebabkan tulang rahang membentuk tulang baru di atas
lubang sebagai pengganti pembentukan tulang baru di dalam lubang, dimana akan meninggalkan ruang kosong
pada tulang rahang (disebut cavitas). Cavitas ini ditemukan jaringan iskemik (berkurangnya vaskularisasi),
nekrotik, osteomielitik, gangren dan bahkan sangat toksik. Cavitas tersebut akan bertahan, memproduksi toksin
dan menghancurkan tulang di sekitarnya, dan membuat toksin tertimbun dalam sistem imun. Bila sudah sampai
keadaan seperti ini maka harus ditangani oleh ahli bedah mulut.
Penyebab umum yang ketiga dari osteomielitis dental adalah gangren radix. Setelah gigi menjadi gangren radix
yang terinIeksi, akan memerlukan suatu prosedur pengambilan, tetapi seringnya tidak tuntas waktu pencabutan
sehingga masih ada sisa akar yang tertinggal di dalam tulang rahang, selanjutnya akan memproduksi toksin yang
merusak tulang di sekitarnya sampai gigi dan tulang nekrotik di sekitarnya hilang.
Pada pembedahan gigi, trauma wajah yang melibatkan gigi, pemakaian kawat gigi, atau pemasangan alat lain
yang berIungsi sebagai jembatan yang akan membuat tekanan pada gigi (apapun yang dapat menarik gigi dari
soketnya) dapat menyebabkan bermulanya osteomielitis.
Selain penyebab osteomielitis di atas, inIeksi ini juga bisa di sebabkan trauma berupa patah tulang yang
terbuka, penyebaran dari stomatitis, tonsillitis, inIeksi sinus, Iurukolosis maupun inIeksi yang hematogen
(menyebar melalui aliran darah). InIlamasi yang disebabkan bakteri pyogenik ini meliputi seluruh struktur yang
membentuk tulang, mulai dari medulla, kortex dan periosteum dan semakin parah pada keadaan penderita
dengan daya tahan tubuh rendah.
Terapi:
Pada osteomielitis sebaiknya pasien dirawat inap di rumah sakit. Penanganan penyakit ini adalah
menghilangkan Iaktor penyebabnya, gigi yang terinIeksi segera diekstraksi, squester-squester tulang matinya
bila ada dibuang (squesterektomy) serta pemberian antibiotik adekuat. Prosedur ini membutuhkan tindakan
operasi supaya terbentuk penulangan baru yang sehat. Perbaikan keadaan umum, nutrisi makanan, terapi
vitamin, membantu mempercepat proses kesembuhan.
1. PENYAKIT GINGIVA DAN #1IZI UL#1IJ IIJI1IS (NUG)
Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit gingival biasanya dapat dikontrol tanpa penggunaan antibiotik
sistemik. Perawatan klinis yang dapat dilakukan termasuk perawatan lokal yaitu dengan menghilangkan
kalkulus dan plak (bioIilm bakteri) dan pemberian desinIektan pada cairan gingival. Pasien membutuhkan
keterangan tentang bagaimana cara merawat sendiri penyakit tersebut dengan menjaga agar jumlah bakteri tetap
terkontrol. Perawatan yang membantu termasuk kumur-kumur sehari 2 kali dengan obat kumur, menyikat gigi
dengan campuran pasta gigi yang mengandung baking soda plus hydrogen peroksida dan atau kumur-kumur
dengan air garam hangat secara berkala.
Secara umum pemberian antimikrobial tidak direkomendasikan untuk gingivitis. Meskipun streptococcal
gingivitis dan necriti:ing ulcerative gingivitis (NUG) merupakan 2 tipe gingivitis yang dapat diberikan terapi
antimikrobial.
NUG sebelumnya disebut acute necroti:ing ulcerative gingivitis (ANUG) juga dikenal sebagai Trenc mout or
'incents infection, merupakan suatu penyakit dengan rasa sakit yang sangat, berbau busuk, penyakit ulseratiI
yang lebih sering terjadi pada orang yang mengalami stress berat dengan keadaan kebersihan mulut yang sangat
jelek. al ini dimaniIestasikan secara akut, inIlamasi, gusi berdarah dan dihubungkan dengan adanya kehilangan
dan kematian dari papilla interdental. alitosis dan demam sering ada, pemeriksaan mikrobiologis dari bakteri
bioIilms menemukan bahwa dalam NUG terdapat bakteri spirocetes dan fusobacteria dalam jumlah yang
sangat tinggi.
Managemen dari NUG termasuk pengambilan debridement secara besar-besaran pada semua gigi dengan irigasi
copius, bila dimungkinkan dapat menggunakan ultrasonic scaler. Aplikasi topikal juga bisa diberikan dengan
obat kumur antibakteri seperti 0.12 clorexidine gluconate dan atau kumur-kumur dengan larutan saline
steril yang merupakan suatu perawatan eIektiI untuk mengontrol rasa sakit dan adanya ulserasi dari NUG.
Antibiotika sistemik diperlukan jika terjadi simtom yang konstitusional seperti demam malaise (table 6). Pilihan
antimikrobial harus mendasar, jika mungkin dilakukan tes suseptibilitas dan tes kultur untuk Ilora subgingiva.
Tes kultur juga harus diperoleh setelah dilakukan terapi untuk meyakinkan bahwa sumber patogen telah hilang.
1. PERIODONTITIS (Lengkapnya pada bahasan Kelainan 1aringan Periodontal)
Debridmen, scalling dan root planning untuk mengangkat deposit subgingiva dan supergingiva kalkulus dan
plak gigi (bacterial biofilm) adalah tindakan yang perlu untuk mengintervensi penyakit periodontitis ini.
Tindakan ini dapat dilakukan pada saat kunjungan pertama. Antiseptik yang eIektiI antara lain yaitu povidine,
iodine, clorexidine, cloramines-T, atau larutan garam hangat.
Penggunaan antimikrobial sistemik merupakan indikasi utama untuk penyakit khronik periodontitis dan
aggressive periodontitis (lihat tabel 2 ). Pemberian antibiotik sistemik yang tepat harus didasarkan pada tes
kultur dan tes suseptibilitas pada Ilora subgingiva. Pemeriksaan kultur juga harus dilakukan setelah terapi untuk
meyakinkan bahwa sumber pathogen sudah tereleminasi / hilang. Pemeriksaan kultur tersebut dilakukan jika
keadaan memungkinkan.
1. !#I#I1IS
Pericoronitis merupakan suatu inIeksi pada jaringan lunak perikoronal (opercula) yang bagian paling besar /
utama dari jaringan lunak tersebut berada di atas / menutupi mahkota gigi. Gigi yang sering mengalami
perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga mandibula. InIeksi yang terjadi disebabkan oleh adanya
mikroorganisme dan debris yang terperangkap diantara mahkota gigi dan jaringan lunak di atasnya. Pada
umumnya perawatan kasus seperti ini dengan pemberian antibiotik merupakan hal penting untuk dilakukan, agar
mencegah meluasnya inIeksi.
Terapi yang dilakukan secara lokal termasuk menghilangkan debridmen, melakukan irigasi dan drainase pada
daerah yang terkena (termasuk jika timbul abses), kemudian diikuti dengan grinding atau pencabutan gigi yang
berlawanan (antagonis). Setelah inIeksi terkontrol, maka pada saat yang tepat jika gigi tersebut terpendam
(impekted) maka segera dilakukan tindakan pencabutan gigi tersebut. Antimikrobial diberikan jika terjadi
pembengkakan local dan diIus, terjadi kenaikan suhu tubuh dan terjadi trismus (tabel 2). Antimikrobial ini dapat
diberikan secara local dan sistemik.
1. !#I-IM!L1 DISS
Kunci untuk meminimalkan kegagalan suatu implant merupakan tindakan yang tepat dengan menetapkan
diagnosis dan perawatan yang eIektiI pada penempatan suatu implant. Terapi esensial termasuk control plak dan
pengambilan semua deposit kalkulus secara proIessional dengan menggunakan instrument mekanis. Terapi
adjuvant termasuk melakukan kumur-kumur dengan menggunakan clorexidine gluconate selama 30 detik
setelah gogok gigi selama 21 hari. Antibiotik dapat digunakan sebagai perawatan proIilaksis pada saat suatu
implant ditempatkan, atau pada kasus terjadi peri-implant mucositis, peri-implantitis, dan kegagalan implant.
Antibiotik yang dianjurkan adalah clindamycin, amoxicillin / clavulanate atau metronidazole plus penicillin G
atau ampicillin atau macrolide.
1. ABSES PERIODONTAL
Merupakan inIlamasi pada jaringan periodontal yang terlokalisasi dan mempunyai daerah yang purulen. Abses
periodontal dapat akut maupun kronis, abses yang akut sering menjadi kronis. Penyakit ini diakibatkan oleh
inIeksi bakteri yang mengenai jaringan periodonsium. Penyakit periodontal merupakan penyakit inIeksi yang
disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi di dalam kalkulus (karang gigi) yang biasanya terdapat pada leher
gigi. Kelainan yang paling banyak didapat adalah kelainan dari gingiva karena gingiva terletak pada bagian
permukaan sedangkan penyebab yang paling menonjol adalah plak dan kalkulus (karang gigi). Di dalam mulut
penuh dengan bakteri, yang dengan mudah akan membentuk plak. Bentuk plak tipis dan tidak berwarna, dan
kadang tidak disadari bahwa plak telah terbentuk. Plak harus dibersihkan dengan menyikat gigi teratur, karena
plak lama kelamaan akan mengeras membentuk kalkulus (karang gigi), pada kondisi ini hanya bisa dibersihkan
oleh dokter gigi.
Karateristik Klinis:
Abses periodontal Akut:
1. Sekitar gingiva membesar, berwarna merah, oedem dan ada rasa sakit dengan sentuhan yang lembut,
permukaan gingiva mengkilat.
2. Biasanya terjadi kegoyahan gigi
3. Gigi sensitive terhadap perkusi
4. Ada eksudat purulen
5. Secara sistemis memperlihatkan adanya malaise, demam dan pembengkaan limponodi. Kadang-kadang
wajah dan bibir juga terlihat membengkak
6. Adanya rasa sakit pada daerah yang membengkak
Abses Periodontal Kronis:
Biasanya asimtomatik meskipun kadang-kadang merupakan lanjutan dari Iase akut.
Etiologi:
Abses periodontal dapat dihubungkan dengan poket periodontal meskipun abses dapat terjadi tanpa didahului
oleh periodontitis. Perkembangan suatu abses periodontal terjadi ketika poket menjadi bagian dari sumber
inIeksi.
Penyebab terjadinya abses periodontal adalah adanya plak, kalkulus, Iood debris, benda asing dan pembuatan
drainase yang salah. Bakteri plak pada poket periodontal menyebabkan iritasi dan inIlamasi, sehingga terjadi
produk pus di dalam poket yang menyebabkan abses periodontal.
Perawatan Abses Periodontal:
Managemen abses periodontal termasuk menghilangkan debridemen dan pembuatan drainase untuk pus. Terapi
antimikrobial adalah penting ketika terjadi penyebaran penyakit secara lokal maupun sistemik (tabel 2).
Pencabutan gigi mungkin perlu dilakukan jika terapi antimikrobial gagal dilakukan. Tahap perawatan abses
periodontal adalah sebagai berikut:
1ahap 1:
Mereduksi abses dan inIlamasi akut, membuat drainase dengan cara melakukan kuretase ke dalam poket
periodontal atau membuat garis insisi pada abses dan dapat juga dengan cara mencabut gigi jika diperlukan
untuk mengeluarkan eksudat purulen.
1ahap 2 :
Mereduksi poket dan mengambil jaringan granulasi yang menyebabkan abses, biasanya dengan cara bedah Ilap
periodontal.
1ahap 3 :
Terapi dengan antibiotik bila abses menyebabkan demam atau limIadenopati


Tabel 2. Oral Antimicrobial Therapy Ior Acute Dento-Alveolar InIection oI Pulpal Origin,
Necrotizing Ulcerative Gingivitis, Periodontal Abscess and Periodontitis
Antimicrobials Adult Dosage Pediatric Dosage
Narrow-spectrum agents
Penicillin VK 250 500 mg q6h 50 mg /kg q8h
Amoxicillin 500 mg q8h 15 mg / kg q8h
Cephalexin

250 500 mg q6h 25 - 50 mg /kg /d q6-8h
Erythromycin

250 mg q6h 10 mg / kg q16h
Azithromycin
t

500 mg x 1d, then
250 or 500 mg q 24h
10 mg / kg / d x 1d, then 5 mg / kg / d
q24h x 4d
Clarithromycin


250 500 mg q12h or 1g PO
q24h
15 mg / kg / d q12h
Doxycycline
i
100 mg q12h
1 2 mg / kg q12h x 1d, then 1 2 mg /
kg q 24h
Tetracycline
i
250 mg q6h 12.5 25.0 mg / kg q12h
Broad-spectrum agents
Clindamycin

150 300 mg q8h 10 mg / kg q8h
Amoxicillin / clavulanate 875 mg q12h 45 mg /kg q12h
Metronidazole plus 1 oI the
Iollowing:


250 mg q6h or 500 mg q12h 7.5 mg / kg q6h or 15 mg / kg q12h
Penicillin VK 250 500 mg q6h 50 mg /kg
or Amoxicillin 500 mg q8h 15 mg /kg q8h
or Erythromycin

250 mg q6h 10 mg / kg q8h


O Duration oI therapy: 7 10 days. Consideration should be given to administering an initial loading
dose oI an antimicrobial as the Iirst dose.

Also in penicillin-allergic individuals
i
Not recommended Ior children younger than 8 years oI age or Ior pregnant women.

Cross-allergy with penicillin is about 10

Pola Perjalanan (Penyebaran) Abses Odontogen
Seperti yang sudah dibahas pada materi sebelumnya, bahwa pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi,
yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu
menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik
menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak
pus.
Dalam skema yang ada dibawah ini, mari kita mencoba membayangkan bahwa cavum oris manusia adalah
sebuah peta perjalanan, dimana kita pasti akan bertemu pertigaan, perempatan, lampu merah, dan rambu lalu
lintas lainnya. Lalu apa korelasinya? Yaitu bahwa peta yang saya buat di bawah ini adalah prakiraan logis
tentang lokasi abses, darimana arah pus, akan kemana, dan kira-kira akan menjadi kondisi seperti apa. Mari
membahasnya!
Apabila terjadi sebuah kondisi abses periapikal pada sebuah gigi yang mengalami proses inIeksi, maka pada
prinsipnya, pus yang terkandung harus dikeluarkan, namun jika tidak dikeluarkan, maka ia pun dapat mencari
jalan keluar sendiri, eits. tunggu dulu. jangan berasumsi kalau gitu dibiarin aja!, karena pada proses
perjalanannya, pasti sakit. dengan intensitas yang berbeda di tiap individu.
Kali ini, kita membayangkan jika abses periapikal tidak dirawat dengan baik agar dapat terdrainase, tentunya
pus masih akan berkutat di regio periapikal. Seperti yang sempat disebutkan diatas tadi, sesuai dengan pola
penyebaran abses yang dipengaruhi oleh 3 kondisi :
1. Virulensi bakteri,
2. Ketahanan jaringan,
3. dan perlekatan otot.
Kondisi-kondisi yang tertulis di bawah ini adalah berkaitan dengan poin ke-2 dan ke-3, karena ketahanan
jaringan dan letak perlekatan otot mempengaruhi sampai dimana arah gerak pus. Dengan adanya Iaktor-Iaktor
tersebut, maka akan tercipta kondisi-kondisi seperti yang tertera pada gambar, dengan syarat dan ketentuan
yang berlaku :

a. Abses Submukosa (Submucous Abscess)
Disebut submukosa karena memang dikarenakan pus terletak dibawah lapisan mukosa, akan tetapi, jika
berbeda tempat, berbeda pula namanya. Ada 4 huruI a yang tertera pada gambar, kesemuanya merupakan
abses submukosa, namun untuk yang terletak di palatal, disebut sebagai Abses Palatal (Palatal Abscess). Yang
terletak tepat dibawah lidah dan diatas (superior dari) perlekatan otot Mylohyoid disebut abses Sublingual
(Sublingual Abscess). Yang terletak di sebelah bukal gigi disebut dengan Abses vestibular, kadangkala sering
terjadi salah diagnosa karena letak dan secara klinis terlihat seperti Abses Bukal (Buccal Space Abscess), akan
tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah
superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inIerior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah),
maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inIerior dari perlekatan otot
maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses
Vestibular.
b. Abses Bukal (Buccal Space Abscess)
Abses Bukal (Buccal Space Abscess) dan Abses Vestibular kadang terlihat membingungkan keadaan klinisnya,
akan tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya
adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inIerior dari perlekatan otot maseter (rahang
bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inIerior dari
perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini
disebut Abses Vestibular.
c. Abses Submandibular (Submandibular Abscess)
Kondisi ini tercipta jika jalur pergerakan pus melalui inIerior (dibawah) perlekatan otot Mylohyoid dan masih
diatas (superior) otot Platysma.
d. Abses Perimandibular
Kondisi ini unik dan khas , karena pada klinisnya akan ditemukan tidak terabanya tepian body of Mandible,
karena pada region tersebut telah terisi oleh pus, sehingga terasa pembesaran di region tepi mandibula.
e. Abses Subkutan (Subcutaneous Abscess)
Sesuai namanya, abses ini terletak tepat dibawah lapisan kulit (subkutan). Ditandai dengan terlihat jelasnya
pembesaran secara ekstra oral, kulit terlihat mengkilap di regio yang mengalami pembesaran, dan merupakan
tahap terluar dari seluruh perjalanan abses. Biasanya jika dibiarkan, akan terdrainase spontan, namun disarankan
untuk melakukan insisi untuk drainase sebagai perawatan deIinitiInya.
I. Sinusitis Maksilaris
Sebenarnya ini merupakan sebuah kelanjutan inIeksi yang lumayan ekstrim, karena letak akar palatal gigi molar
biasanya berdekatan dengan dasar sinus maksilaris, maka jika terjadi inIeksi pada periapikal akar palatal gigi
molar, jika tidak tertangani dari awal, maka penjalran inIeksi dimungkinkan akan berlanjut ke rongga sinus
maksilaris dan menyebabkan kondisi sinusitis.
Dari penjelasan mengenai tata letak persebaran abses ini, saya bertujuan membuka jalur berpikir kita, bahwa
pola perjalanan ini bisa dilogika, bisa dipahami, dan bisa diprediksi, darimana asal absesnya.. akan kemana
setelah ini.. kapan seharusnya mulai melakukan tindakan.. tindakan apa yang tepat jika di lokasi tertentu.. semua
merupakan kesatuan yang logis. Jadi pesan saya adalah.. teruslah memahami setiap permasalahan secara
teratur, dan kita akan menemukan solusinya. Semoga bermanIaat.
Analgesik non-opioid atau NSAID/OAINS
Obat AINS dikelompokkan sebagai berikut:
O Derivat asam salisilat, misalnya aspirin
O Derivat paraaminoIenol, misalnya parasetamol
O Derivat asam propionat, misalnya ibuproIen, ketoproIen, naproksen.
O Derivat asam Ienamat, misalnya asam meIenamat
O Derivat asam Ienilasetat, misalnya dikloIenak.
O Derivat asam asetat indol, misalnya indometasin.
O Derivat pirazolon, misalnya Ienilbutazon dan oksiIenbutazon
O Derivat oksikam, misalnya piroksikam dan meloksikam.
Secara Iarmakologis praktis OAINS dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal, diIlunisal) dan non salisilat.
Sebagian besar sediaansediaan golongan OAINS non salisilat ternmasuk derivat as. Arylalkanoat . Mekanisme
kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang
dikaitkan dengan kerja analgesiknya dan eIek sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja
diperiIer . EIek analgesiknya telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral. Sementara eIek
antiinIlamasi OAINS telah tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan eIek maksimalnya
timbul berpariasi dari 1-4 minggu.
Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah
pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume distribusinya relatiI
kecil ( 0.2 L/kg) dan mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya (~95). Waktu paruh
eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara waktu paruh indometasin sangat
berpariasi diantara individu yang menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh paling
panjang (45 jam). Penampilan Iarmakokinetik golongan asam anthranilat (Ienamat dan glaIenin) umumnya
mirip dengan derivat asma arylasetat. EIek samping umum OAINS 4 ialah :
O Gangguan saluran cerna, Oleh karena itu umumnya OAINS diberikan pada saat sedang makan atau
sesudah makan agar dapat ditolerir
O NeIrotoksisitas, acute interstitial nepritis dengan atau tanpa neprotic syndrome, functional renal
fairule, acute renal fairule, analgesic nepropaty, cronic interstitial disease
O Perubahan kesetimbangan air dan elektrolit, yaitu retensi air dan natrium disertai dengan hiperkalemia.
Nama obat Keterangan
Aspirin (asam
asetilsalisilat atau
asetosal)
O Mempunyai eIek analgesik, antipiretik, dan antinIlamasi.
O EIek samping utama : perpanjangan masa perdarahan, hepatotoksik (dosis besar) dan
iritasi lambung. Diindikasikan pada demam, nyeri tidak spesiIik seperti sakit kepala,
nyeri otot dan sendi (artritis rematoid). Aspirin juga digunakan untuk pencegahan
terjadinya trombus (bekuan darah) pada pembuluh darah koroner janung dan pembuluh
darah otak
AsetaminoIen
(parasetamol)
O Merupakan penghambat prostaglandin yang lemah.
O Parasetamol mempunyai eIek analgesik dan anipiretik, tetapi kemampuan
antinIlamasinya sangat lemah.
O Intoksikasi akut parasetamol adalah N-asetilsistein, yang harus diberikan dalam 24 jam
sejak intake parasetamol.
IbuproIen O Mempunyai eIek analgesik, anipiretik, dan antinIlamasi, namun eIek antinIlamasinya
memerlukan dosis lebih besar.
O EIek sampingnya ringan, seperti sakit kepala dan iritasi lambung ringan.
Asam meIenamat Mempunyai eIek analgesik dan antinIlamasi, tetapi tidak memberikan eIek anipiretik.
DikloIenak Diberikan untuk antinIlamasi dan bisa diberikan untuk terapi simtomatik jangka panjang
untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.
Indometasin Mempunyai eIek anipiretik, antinIlamasi dan analgesik sebanding dengan aspirin, tetapi
lebih toksik.
Fenilbutazon anya digunakan untuk antinIlamasi dan mempunyai eIek meningkatkan ekskresi asam
urat melalui urin, sehingga bisa digunakan pada artritis gout.
Piroksikam anya diindikasikan untuk inIlamasi sendi.
Kelompok obat
gout
O Pada keadaan akut : kolkisin, Ienilbutazon, dan indometasin.
O Mengurangi kadar asam urat : probenesid, allopurinol dan sulIinpirazon

ANTIBIOTIK -LAKTAM
Menurut deIinisi Waskman, antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama Iungi, yang dapat
menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. DeIinisi ini harus diperluas, karena zat yang bersiIat
antibiotik ini dapat pula dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Macam-macam antibiotik yaitu:
antibiotik -laktam, kloramIenikol, tetrasiklin, makrolida (kelompok eritromisin), linkomisin, aminoglikosida,
polipeptida dan IosIomisin.
Antibiotik -laktam adalah antibiotik yang paling awal ditemukan dan dikembangkan. Yang termasuk antibiotik
-laktam, antara lain: penisilin, seIalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor enzim -laktamase. Senyawa
yang berbeda-beda ini sama-sama memiliki cincin -laktam. Spektrum kerja antibiotik -laktam yang mencakup
mikroba Gram negatiI dan Gram positiI, bervariasi bergantung pada masing-masing senyawa. Ada antibiotik -
laktam yang berspektrum luas terhadap mikroba Gram positiI dan Gram negatiI, ada pula yang hanya bekerja
terhadap Gram negatiI atau Gram positiI saja dan beberapa hanya baik digunakan untuk mikroba tertentu.
Karakteristik Dasar
Golongan -laktam termasuk obat-obat bakterisidal (membunuh mikroorganisme). Golongan ini menghambat
pembentukan dinding sel bakteri dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. Enzim-enzim pada bakteri yang
dipengaruhi oleh -laktam disebut penicillin-binding proteins (PPs). Terdapat bermacam-macam PBPs yang
dibedakan menurut Iungsi, kuantitas dan aIinitas terhadap -laktam.
Pada prinsipnya, sebagian besar eIek -laktam melawan perkembangan bakteri yang membangun dinding sel
mereka secara intensiI. Di sisi lain, -laktam tidak begitu eIektiI melawan mikroba yang dinding selnya tidak
memiliki peptidoglikan (lamydia, mycoplasmata, rickettsiae, mycobacteria).
Farmakodinamik
Golongan -laktam termasuk dalam kelompok antibiotik time-dependent (bergantung pada waktu), dimana
antibiotik ini membunuh lebih baik saat konsentrasi konstan berada di atas konsentrasi hambat minimum
(KM). Laju dan tingkat penghambatan relatiI konstan saat konsentrasinya sekitar empat kali KM dari
mikroorganisme, sehingga tujuan terapi adalah untuk mempertahankan keadaan ini selama mungkin pada
tempat inIeksi saat interval dosis. Puncak konsentrasi pada obat-obat golongan -laktam tidak terlalu penting.
Pada inIeksi sedang, konsentrasi yang cukup untuk mengobati inIeksi yaitu bila melampaui 4050 KM pada
interval pemberian. Durasi optimum dimana konsentrasi antibiotik tetap berada di atas KM belum diketahui.
Maka dari itu, penggunaan antibiotik -laktam dengan dosis normal atau lebih tinggi tetapi belum bertahan
dalam waktu yang cukup lama, tidak akan menghasilkan eIek terapi yang diinginkan. Pada umumnya dosis obat
berbanding lurus dengan konsentrasi obat dalam plasma, dan konsentrasi dalam plasma berbanding lurus juga
dengan eIek yang dihasilkan. Sedangkan untuk obat golongan -laktam hal ini tidak berlaku, karena walaupun
dosis obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat dalam plasma, tetapi eIek yang dihasilkan obat golongan -
laktam tidak berbanding lurus dengan konsentasi di dalam plasma. al ini dikarenakan obat-obat golongan -
laktam baru akan menghasilkan eIek yang diinginkan ketika kita menggunakan obat tersebut dengan dosis
normal (tertentu) dengan waktu (durasi) penggunaan yang cukup lama (tertentu).
Farmakokinetik
Sebagian besar golongan -laktam tidak tahan terhadap asam dan terurai oleh asam lambung. Absorbsi -laktam
pada saluran pencernaan terbatas. Sebagian besar sediaan -laktam adalah sediaan parenteral. EsteriIikasi dari
obat asli terkadang diperlukan untuk memIasilitasi absorbsi. -laktam yang teresteriIikasi sebaiknya diberikan
bersama makanan.
Golongan -laktam sebagian besar tersebar di ekstraselular. Penetrasi -laktam pada membran biologis dan
penetrasi intraselulernya terbatas, terkadang hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian dosis yang lebih tinggi.
Sebagian besar golongan -laktam dieksresikan lewat ginjal, kecuali oxacillin, ceIoperazon, ceItriaxon.
Waktu paruh golongan -laktam lebih singkat yaitu berkisar antara 22,5 jam. CeItriaxon memiliki waktu paruh
yang lebih panjang yaitu sekitar 8 jam dalam sekali pemberian.
Analgesik : Tramadol
Banyak obat-obat yang beredar di pasar Indonesia untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tersebut
yang lazim kita sebut dengan analgesik. Obat analgesik adalah obat yang mempunyai eIek menghilangkan atau
mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau Iungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja
dengan meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri),
menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri.
Obat analgesik beragam macamnya diantaranya obat analgesik narkotik (opioid) dan obat analgesik non
narkotik (non-opioid). Obat analgesik narkotik contohnya morphin sedangkan contoh obat analgesik non-
narkotik adalah parasetamol, aspirin, dan masih banyak yang lain. Dalam penggunaan obat analgesik narkotik
harus mempertimbangkan banyak hal, karena obat analgesik narkotik memiliki banyak eIek samping yang tidak
diinginkan, misalnya depresi pernaIasan, dan adiksi (ketagihan). Akan tetapi obat analgesik golongan narkotik
memiliki kemampuan analgesik yang cukup kuat untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri derajat sedang
keatas.
Salah satu analgesik yang banyak beredar dan dipergunakan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
derajat sedang keatas adalah tramadol. Tramadol merupakan obat analgesik yang bekerja secara sentral, bersiIat
agonis opioid (memiliki siIat seperti opium / morIin), dapat diberikan peroral ; parenteral ; intravena ;
intramuskular, dalam beberapa penelitian menunjukkan eIek samping yang ditimbulkan oleh karena pemberian
tramadol secara bolus intravena diantaranya adalah mual, muntah, pusing, gatal, sesak naIas, mulut kering, dan
berkeringat selain itu tramadol menunjukkan penggunaannya lebih aman bila dibandingkan dengan obat
analgesik jenis morphin yang lain.
Dalam perkembangan untuk mendapatkan obat analgesik yang ideal, tramadol menjadi drug oI choice sebagai
analgesik. Tramadol adalah campuran rasemik dari dua isomer, salah satu obat analgesik opiat (mirip morIin),
termasuk golongan aminocyclohexanol, yang bekerja secara sentral pada penghambat pengambilan kembali
noradrenergik dan serotonin neurotransmission, dapat diberikan peroral, parenteral, intravena, intramuskular.
Bereaksi menghambat nyeri pada reseptor mu opiat, analog dengan kodein.
Sifat-sifat Farmakodinamis
Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen nyeri yang keduanya bekerja secara sinergis
yaitu : agonis opioid yang lemah dan penghambat pengambilan kembali monoamin neurotransmitter. Tramadol
mempunyai bioavailabilitas 70 sampai 90 pada pemberian peroral, serta dengan pemberian dua kali sehari
dapat mengendalikan nyeri secara eIektiI.
Tramadol mempunyai eIek merugikan yang paling lazim dalam penggunaan pada waktu yang singkat dan
biasanya hanya pada awal penggunaannya saja yaitu pusing, mual, sedasi, mulut kering, berkeringat dengan
insidensi berkisar antara 2,5 sampai 6.5. Tidak dilaporkan adanya depresi pernaIasan yang secara klinis
relevan setelah dosis obat yang direkomendasikan. Depresi pernaIasan telah ditunjukkan hanya pada beberapa
pasien yang diberikan tramadol sebagai kombinasi dengan anestesi, sehingga membutuhkan naloxone pada
sedikit pasien. Pada pemberian tramadol pada nyeri waktu proses kelahiran, tramadol intravena tidak
menyebabkan depresi pernaIasan pada neonatus.
Sifat-sifat Farmakokinetik
Setelah pemakaian secara oral seperti dalam bentuk kapsul atau tablet, tramadol akan muncul di dalam plasma
selama 15 sampai 45 menit, mempunyai onset setelah 1 jam yang mencapai konsentrasi plasma pada mean
selama 2 jam. Absolute oral bioavailability tramadol kira-kira sebesar 68 setelah satu dosis dan kemudian
meningkat menjadi 90 hingga 100 pada banyak pemakaian (multiple administration). Tramadol sangat mirip
(high tissue aIIinity) dengan volume distribusi 306 dan 203L setelah secara berturut-turut dipakai secara oral
dan secara intravena.
Tramadol mengalami metabolisme hepatik, secara cepat dapat diserap pada traktus gastrointestinal, 20
mengalami Iirst-pass metabolisme didalam hati dengan hampir 85 dosis oral yang dimetabolisir pada relawan
muda yang sehat. anya 1 metabolit, O-demethyl tramadol, yang secara Iarmakologis aktiI. Mean elimination
halI-liIe dari tramadol setelah pemakaian secara oral atau pemakaian secara intravena yakni 5 hingga 6 jam.
ampir 90 dari suatu dosis oral diekskresi melalui ginjal. Elimination halI-liIe meningkat sekitar 2-kali lipat
pada pasien yang mengalami gangguan Iungsi hepatik atau renal. Pada co-administration (pemakaian bersama-
sama) dengan carbamazepine untuk mempengaruhi ensim hepatik, elimination halI-liIe dari tramadol merosot.
Pada wanita hamil dan menyusui tramadol dapat melintasi plasenta dan tidak merugikan janin bila digunakan
jauh sebelum partus, hanya 0,1 yang masuk dalam air susu ibu, meskipun demikian tramadol tidak dianjurkan
selama masa kehamilan dan laktasi. Walau memiliki siIat adiksi ringan, namun dalam praktek ternyata
resikonya praktis nihil, sehingga tidak termasuk dalam daItar narkotika di kebanyakan negara termasuk
Indonesia.
Dosis
Tramadol tersedia untuk pemakaian oral, parenteral dan rectal. Dosis tramadol hendaknya dititrasi menurut
intensitas rasa nyeri dan respon masing-masing pasien, dengan 50 sampai 100 mg 4 kali biasanya untuk
memberikan penghilangan rasa nyeri yang memadai. Total dosis harian sebanyak 400mg biasanya cukup.
Suntikan intravena harus diberikan secara perlahan-lahan guna mengurangi potensi kejadian yang merugikan,
teruatama rasa mual. Berdasarkan data Iaramakokinetik, perlu hati-hati pada pasien dengan disIungi ginjal atau
hepatik karena potensi tertundanya eliminasi dan akumulasi obat yang ada. Pada sejumlah pasien ini, interval
dosis harus diperpanjang. Tramadol dapat digunakan pada anak-anak dengan dosis sebesar 1 hingga 2 mg/kg.
Mekanisme Aksi
Salah satu descending inhibitory pathway muncul pada bidang abu-abu periaqueductal synapses pada raphe
magnus dan kemudian menonjol sampai ke spinal cord. Neurotransmitter yang dilepas oleh pathway yaitu
serotonin (5-hydroxytryptamine; 5-T). Major descending pathway muncul pada locus coeruleus pons.
Neurotransmitter untuk pathway ini adalah noradrenaline (norepinephrine) dan agaknya hal ini menghambat
respon nyeri pada spinal cord karena mekanisme nor-adrenergic. Bidang abu-abu periaqueductal, medullary
raphe dan dorsal horn dari spinal cord semuanya mengandung suatu densitas yang tinggi peptide indogen opiat
dan receptor opiat. Mekanisme yang digunakan oleh opioid analgesik menghambat persepsi nyeri yang terjadi,
sebagian karena kegiatan descending serotonergic dan noradrenergic pathways. Tramadol memiliki reseptor
opoid yang sedikit dengan nilai konstan (Ki) pada rentang mikromolar dari 2,1 sampai 57,5 pmol/L. Pada
konsentrasi sampai 10 sampai 100 mol/L, tramadol tidak mengikat reseptor 5-T2. Satu-satunya metabolit
tramadol, O-demethyl tramadol (M1), memiliki 4 sampai 200 kali lebih besar untuk reseptor -opioid
dibandingkan tramadol: sejumlah penyimpangan ini mungkin dijelaskan oleh radioligand yang dipakai dalam
penelitian binding. Meski demikian, metabolit ternyata tidak memberikan kontribusi pada eIek analgesik dosis
tunggal tramadol 100mg yang dipakai secara oral bagi 12 relawan. Pemakaian quinidine secara oral 50mg 2 jam
sebelum tramadol yang menghasilkan dua pertiga inhibisi (hambatan) Iormasi M 1 namun tidak menimbulkan
eIek terhadap analgesi tramadol, yang diukur dengan ambang nyeri subyektiI dan obyektiI. EIek analgesik
tramadol pada tail-Ilick test yang dilakukan terhadap tikus besar atau tikus kecil telah seluruhnya diantagoniskan
oleh opioid receptor antagonist naloxone, yang memperkuat aksi central site yang dimediasi oleh opioid
receptor. Kendati demikian, berlawanan dengan morphin, pada sejumlah tes, seperti konstriksi mouse abdominal
dan uji hot plate, atau vocalisation threshold (ambang vokalisasi) terhadap paw pressure test pada tikus normal
dan tikus artritis, eIek analgesik tramadol secara analgesik diantagoniskan oleh naloxone. EIek depresan
tramadol terhadap aktivitas nociceptive yang terjadi pada ascending axons dari spinal cord tidak terhapus oleh
aminophylline dan tidak seluruhnya diantagoniskan oleh naloxone.
Suplemen Antibiotika 1
Mekanisme bakterisidal penisilin berdasarkan kemampuannya melekat pada penicillin-binding proteins (PP-1
and PP-3) di membran sitoplasmik bakteri, dan menyebabkan hambatan sintesis dinding sel bakteri. Pada
beberapa penisilin lain mekanismenya berupa mencegah ikatan silang antar rantai peptidoglikan yang Iungsinya
untuk memperkuat dan mengkokohkan dinding sel bakteri.
Aminoglikosid mempunyai aktivitas bakteri spectrum luas, terutama kuman batang gram negative. Antibiotic ini
mempunyai aIinitas pada ribosom 30S dan 50S bakteri untuk memproduksi komplek 70S nonIungsional yang
dapat menginhibisi sintesis sel bakteri. Tidak seperti bakteri lain yang mengganggu sintesis protein, antibiotic
ini lebih mempunyai siIat bakterisid. Aktivitas klinis mereka terbatas pada kondisi anaerob dan mempunyai ratio
toksisitas rendah.
Cephalosporins mempunyai aktivitas spectrum luas meliputi aksi melawan aemophillus yang eIektiI.
Antibiotic ini mempunyai cincin beta laktam seperti penisilin dan cincin dihydrothiazin yang membuat resisten
terhadap penisilinase yang dihasilkan staphlyocococcus. Antibiotic ini menginhibisi pembentukan sel dinding
pada stadium ke 3 dan terakhir dengan berikatan pada protein yang terikat penisilin di membrane sitoplasmik
dibawah sel dinding. Antibiotic ini ditoleransi baik secara topical.
Chloramphenicol biasanya digunakan pada inIeksi yang spesiIik disebabkan oleh inIluenzae. Penggunaannya
dibatasi karena siIat toksiknya dan juga dapat mendepresi sumsum tulang.
Makrolid adalah agen bakteriostatik (erythromycin, tetracycline) yang dapat menekan pertumbuhan gram positiI
kokus. Kelompok ini bekerja dengan menginhibisi sintesis protein.
Glikopeptid mempunyai aktivitas melawan bakteri gram positiI dan kuman resistant penicillin dan methicillin.
Antibiotic ini menghambat biosintesis polimer selama stadium kedua pembentukan sel dinding, yang berbeda
dari antibiotic beta laktam. Antibiotic ini juga mempunyai aktivitas yang baik melawan kuman basilus gram
positiI.
SulIonamide mempunyai struktur sama dengan PABA (para -aminobenzoic acid (PABA), yaitu precursor yang
dibutuhkan bakteri untuk sintesis asam Iolat. Sehingga mereka menghambat secara kompetitiI pembentukan
asam dihidropteroik, yaitu precursor asam dihiropteroik dari pteridin PABA. Inhibisi ini tidak bereIek pada sel
mamalia karena kurangnya mensintesis asam Iolat dan membutuhkan asam Iolat bentuk akhir. Antibiotic ini
aktiI melawan gram positiI dan gram negative juga merupakan obat pilihan untuk melawan keratitis Nocardia
Fluoroquinolones secara bervariasi melawan aksi DNA gyrase bakteri yaitu enzim esensial untuk sintesis DNA.
Obat ini mempunyai aktivitas melawan kebanyakan bakteri gram negative dan beberapa gram positiI. Penelitian
ditujukan pada resistensi Fluoroquinolones pada staphylococcus. Resistensi ini dilaporkan pada kasus inIeksi
mata dan selain mata pada isolasi. Obat ini juga terbatas melawan streptococci, enterococci, non-aeruginosa
Pseudomonas, and anaerobes. 2 penelitian yang membandingkan eIikasi solusio ciproIloxacin 0.3 dan
oIloxacin 0.3 dengan kombinasi ceIazolin dan tobramycin memperlihatkan eIikasi yang lebih baik dengan
monoterapi menggunakan Fluoroquinolones. Obat ini juga mempunyai toksisitas lebih rendah, penetrasi yang
baik di permukaan mata dan penetrasi lebih lama pada air mata. Monoterapi keratitis bakteri dengan obat ini
terbukti eIektiI pada percobaan yang lebih luas meski sudah ada laporan resistensi Fluoroquinolones.
DENTAL ABSES
Pendahuluan
InIeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksinnya kedalam tubuh manusia serta menimbulkan gejala
penyakit, sedangkan inIlamasi adalah reaksi lokal dari tubuh terhadap adanya inIeksi/iritasi dalam berbagai
bentuk. Penyakit itu sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses Iisiologi yang telah dirubah oleh kuman
yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau perlawanan yang disebut peradangan/inIlamasi.
Peradangan adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut dan sel-sel darah
dari darah yang bersirkulasi kedalam jaringan interstitial pada daerah yang cederaatau yang mengalami nekrotik.
Peradangan akut adalah reaksi segera dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok
peradangan adalah dolor (rasa sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan) dan Iungsio laesa
(perubahan Iungsi).
Secara harIiah abses merupakan suatu lobang yang berisi nanah dalam jaringan yang sakit. Abses ini merupakan
suatu lesi yang bagi tubuh sulit ditangani, karena kecenderungannya untuk meluas dengan mencairnya lebih
banyak jaringan, kecenderungan untuk menggalidan resistennya terhadap penyembuhan. Sebenarnya jika sudah
terbentuk suatu abses, maka sulit mengirimkan agen-agen teurapetik kedalam abses itu melalui darah.
DEFINISI
Abses merupakan suatu penyakit inIeksi yang ditandai oleh adanya lobang yang berisi nanah (pus) dalam
jaringan yang sakit. Dental abses artinya abses yang terbentuk didalam jaringan periapikal atau periodontal
karena inIeksi gigi atau perluasan dari ganggren pulpa. Abses yang terbentuk merusak jaringan periapikal,
tulang alveolus, tulang rahang terus menembus kulit pipi dan membentuk Iistel
ETIOLOGI
Abses gigi terjadi ketika terinIeksi bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau dalam gigi, Penyebabnya adalah
bakteri yang merupakan Ilora normal dalam mulut. Yaitu bakteri coccus aerob gram positiI, coccus anaerob
gram positiI dan batang anaerob gram negatiI. Bakteri terdapat dalam plak yang berisi sisa makanan dan
kombinasi dengan air liur. Bakteri-gakteri tersebut dapat menyebabkan karies dentis, gingivitis, dan
periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam,
maka akan terjadi inIeksi odontogen.
Abses dental ini terjadi akibat adanya Iaktor iritasi seperti plak, kalkulus, karies dentis, invasi bakteri
($tapylococcus aureus, $treptococcus, Haemopilis influen:ae), inpaksi makanan atau trauma jaringan.
Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar sehingga terjadi gigi goyang.
Periapical dan periodontal abses mempunyai cara berbeda yang ditempuh oleh bakteri untuk menginIeksi gigi,
Bagaimanapun, periapical abses jauh lebih sering dibandingkan dengan periodontal abses.
Causes
of a periapical abscess
Ketika suatu periapical abses terjadi, bakteri menginIeksi gigi anda akibat karies dentis (lubang kecil,
disebabkan oleh kerusakan jaringan gigi) yang terbentuk dari lapisan keras bagian luar gigi anda (email). Karies
dental memecahkan email dan lapisan jaringan lunak di lapisanbawah (tulang gigi), dan dengan cepat mencapai
pusat gigi anda (pulpa), yang dikenal sebagai pulpitis. Selanjutnya bakteri menginIeksi pulpa sampai mencapai
tulang gigi anda (tulang alveolar), sebagaimana bentuk dari periapical abses.
Causes
of a periodontal abscess
Periodontal abses terjadi ketika bakteri menginIeksi gusi anda, menyebabkan penyakit gusi (yang dikenal
sebagai periodontitis). Periodontitis menyebabkan radang di dalam gusi anda, yang dapat membuat jaringan
yang mengelilingi akar gigi anda (periodontal ligament) terpisah dari dasar tulang gigi anda. Perpisahan ini
menciptakan suatu celah kecil yang dikenal sebagai suatu periodontal pocket, yang sulit untuk dibersihkan, dan
membolehkankan bakteri masuk dan menyebar. Periodontal abses dibentuk oleh bakteri dalam periodontal
pocket.
Periodontal abses selalu terjadi akibat hasil dari:
Penanganan gigi yang yang menciptakan periodontal pocket secara kebetulan,
Penggunaan antibiotik yang tidak diperlakukan untuk periodontitis, yang dapat menyembunyikan suatu abses,
dan Kerusakan pada gusi, walaupun tidak terdapat periodontitis.


PATOFISIOLOGI
Abses dental sebenarnya adalah komplikasi daripada karies gigi. Bisa juga disebabkan oleh trauma gigi
(misalnya apabila gigi patah atau hancur). Email yang terbuka menyebabkan masuknya bakteri yang akan
menginIeksi bagian tengah (pulpa) gigi. InIeksi ini menjalar hingga ke akar gigi dan tulang yang menyokong
gigi. InIeksi menyebabkan terjadinya pengumpulan nanah (terdiri dari jaringan tubuh yang mati, bakteri yang
telah mati atau masih hidup dan sel darah putih) dan pembengkakan jaringan dalam gigi. Ini menyebabkan sakit
gigi. Jika struktur akar gigi mati, sakit gigi mungkin hilang, tetapi inIeksi ini akan meluas terus menerus
sehingga mejalar kejaringan yang lain.


GE1ALA DAN TANDA
Gejala utama abses gigi adalah nyeri pada gigi yang terinIeksi, yang dapat berdenyut dan keras. Pada umumnya
nyeri dengan tiba-tiba, dan secara berangsur-angsur bertambah buruk dalam beberapa jam dan beberapa hari.
Dapat juga ditemukan nyeri menjalar sampai ketelinga, turun ke rahang dan leher pada sisi gigi yang sakit.
Pembentukan
abses ini melalui beberapa stadium dengan masing-masing stadium mempunyai
gejala-gejala tersendiri, yaitu:
Stadium subperiostal dan periostal
Pembengkakan belum terlihat jelas
Warna mukosa masih normal
Perkusi gigi yang terlibat terasa sakit yang sangat
Palpasi sakit dengan konsistensi keras
Stadium serosa
Abses sudah menembus periosteum dan masuk kedalam tinika serosa dari tulang dan
pembengkakan sudah ada
Mukosa mengalami hiperemi dan merah
Rasa sakit yang mendalam
Palpasi sakit dan konsistensi keras, belum ada Iluktuasi
Stadium sub mukous
Pembengkakan jelas tampak
Rasa sakit mulai berkurang
Mukosa merah dan kadang-kadang terlihat terlihat pucat
Perkusi pada gigi yang terlibat terasa sakit
Palpasi sedikit sakit dan konsistensi lunak, sudah ada Iluktuasi
Stadium subkutan
Pembengkakan sudah sampai kebawah kulit
Warna kulit ditepi pembengkakan merah, tapi tengahnya pucat
Konsistensi sangat lunak seperti bisul yang mau pecah
Turgor kencang, berkilat dan berIluktuasi tidak nyata
Gejala-gejala umum dari dento-alveolar abses adalah:
O Gigi terasa sensitiI kepada air sejuk atau panas.
O Rasa pahit di dalam mulut.
O NaIas berbau busuk.
O Kelenjar leher bengkak.
O Bahagian rahang bengkak (sangat serius).
O Suhu badan meningkat tinggi dan kadang-kadang menggigil
O Denyut nadi cepat/takikardi
O NaIsu makan menurun sehingga tubuh menjadi lemas (malaise)
O Bila otot-otot perkunyahan terkena maka akan terjadi trismus
O Sukar tidur dan tidak mampu membersihkan mulut
O Pemeriksaan laboratorium terlihat adanya leukositosis

PENATALAKSANAAN
Satu-satunya cara untuk menyembuhkan abses gigi adalah mengikuti perawatan gigi. Dokter gigi akan
mengobati abses dengan menggunakan prosedur perawatan abses gigi dalam beberapa kasus, pembedahan, atau
kedua-duanya dimana terperinci di bawah.
Dental
procedures
Langkah utama yang paling penting dalam penatalaksanaan abses gigi adalah incisi (dibuka) absesnya, dan
didrainase nanah yang berisi bakteri. Prosedur ini pada umumnya dilakukan apabila sudah di anaestesi lokal
terlebih dahulu, sehingga area yang sakit akan mati rasa.
Jika periapical abses, abses akan dipindahkan melalui perawatan saluran akar. Dokter gigi akan mengebor ke
dalam gigi yang mati untuk mengeluarkan nanah, dan memindahkan jaringan yang rusak dari pusat gigi (pulpa).
Kemudian lubang akar ditambal untuk mencegah inIeksi/peradangan lebih lanjut.

Jika periodontal abses, dokter gigi akan mengeluarkan nanah (pus), dan secara menyeluruh membersihkan
periodontal pocket. Kemudian melicinkan permukaan akar gigi dengan scaling dan garis gusi untuk membantu
penyembuhan dan mencegah inIeksi/peradangan lebih lanjut
Surgery
O Jika periapical abses dan infeksi berulang, anda harus mengunjungi dokter ahli bedah untuk
memindahkan jaringan yang sakit.
O Jika periodontal abses dan infeksi berulang, anda harus mengunjungi dokter ahli bedah untuk yang
dapat membentuk kembali jaringan gusi untuk selamanya dan memindahkan periodontal pocket.
Dalam beberapa kasus, inIeksi abses gigi dapat terulang bahkan setelah prosedur pembedahan. Jika ini terjadi,
atau jika gigi telah pecah, mungkin perlu dipindahkan semuanya.
Treatment from your GP
Jika terdapat abses gigi, dan tidak sempat ke dokter gigi dengan segera. Dalam kasus ini, GP mu dapat memberi
nasihat tentang obat penghilang sakit (analgesics), perlindungan diri dan menentukan antibiotik, semua
dijelaskan dibawah ini.
Analgesics (painkillers)
Abses gigi sangat nyeri, tetapi dapat digunakan obat penghilang sakit (analgesics), yang tersedia di potik, untuk
mengurangi nyeri ketika menunggu perawatan dari dokter gigi. Selalu membaca dan mengikuti inIormasi pada
paket tentang berapa banyak untuk mengambil dan seberapa sering, dan hati-hati untuk penggunaan dosis
maximum.
Perlu diketahui bahwa obat penghilang sakit tidak bisa menyembuhkan abses gigi. Analgesics ini biasanya
digunakan untuk penundaan perawatan abses gigi.
Ikuti petunjuk di bawah tentang cara pemakaian analgesics dengan aman.
O Jangan memakai ibuproIen, jika menderita asma, atau jika kamu mempunyai, atau pernah mempunyai
ulcer gastric.
O Jangan terlalu sering, memakai obat penghilang sakit di satu waktu tanpa lebih dulu berkonsultasi
dengan GP mu, perawat, healthcare proIesional lainnya. Ini dapat berbahaya sebab banyak orang over-
the-counter ( OTC) produk berisi obat penghilang sakit serupa, seperti paracetamol atau ibuproIen
dengan atau tanpa codeine, dan terlalu banyak kombinasi produk.
O IbuproIen dan paracetamol, kedua-duanya tersedia dalam bentuk sirup untuk anak-anak.
O Aspirin tidak cocok, untuk anak-anak di bawah |umur/zaman| 16
O Untuk ibu hamil dan menyusui, baik digunakan paracetamol
O Jika nyeri hebat, GP mu, boleh menentukan analgesics yang lebih kuat, seperti codeine IosIat. sebagai
alternatiI, jika sedang mengkonsumsi codeine dosis rendah, GP mu boleh menyarankan meningkatkan
dosis itu. Bagaimanapun, anda tidak bolek meningkatkam dosis obat penghilang sakit kecuali jika
disuruh oleh GP mu.
Ada beberapa yang dapat dilakukan untuk membatasi nyeri dan tekanan pada abses gigi sampai anda dapat
mengunjungi dokter gigi, meliputi:
O indari makanan dan minuman yang terlalu dingin atau terlalu panas,
O Makan makanan lunak,
O Makan dengan menggunakan sisi yang berlawanan dari abses, dan penggunaan sikat gigi yang lembut
dan serat halus seperti sutra di sekitar gigi yang sakit.
Antibiotics
Antibiotik untuk abses gigi digunakan untuk mencegah penyebaran inIeksi, dan dapat dipakai bersama
anaigesics (painkiller). Gp mu boleh menentukan antibiotik, seperti
amoxicillin atau metronidazole, jika:
O wajah bengkak, ini menunjukkan inIeksi atau peradangan menyebar ke area sekelilingnya,
O terlihat tanda-tanda dari inIeksi berat, seperti demam atau pembengkakan kelenjar,
O Daya tahan tubuh menurun, seperti orang yang telah dichemotherapi, atau seperti inIeksi IV positiI,
O Peningkatan Iaktor resiko, seperti diabetes millitus, dan resiko endocarditis.
Antibiotik tidak harus digunakan untuk penundaan perawatan gigi. Anda harus mengunjungi dokter gigi jika
anda mempunyai abses gigi.
Dalam stadium periostal meningkat tinggi dan sub periostal dilakukan trepanasi untuk mengeluarkan nanah dan
gas gangren yang terbentuk, kemudian diberikan obat-obatan antibiotika, anti inIlamasi, antipiretika, analgesika
dan roboransia. Dengan cara ini diharapkan abses tidak meluas dan dapatsembuh
Dalam stadium serosa dianjurkan untuk kumur-kumur air garam hangat kuku dan kompres panas, supaya abses
masuk kearah rongga mulut
Dalam stadium submukosa dan subkutan dimana sudah terjadi Iluktuasi maka dilakukan insisi dan dimasukkan
kain gaas steril atau rubber-dam sebagai drainase, kemudian diberikan obat-obatan antibiotika, antiinIlamasi,
antipiretika, analgesika dan roboransia.
Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi penyebab abses) biasanya dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan
keadaan umum penderita membaik. Dalam keadaan abses yang akut tidak boleh dilakukan pencabutan gigi
karena manipulasi ekstraksi yang dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi osteomyelitis.

KOMPLIKASI
O Gigi tercabut.
O InIeksi kejaringan lunak (selulitis Iasial, angina Ludwig).
O InIeksi kejaringan tulang (osteomielitis mandibula atau maksila).
O InIeksi ke bagian tubuh lain menyebabkan abses serebral, endokarditis, pneumonia, dll.
O Dapat terjadi sepsis

PROGNOSIS
Prognosis dari dento-alveolar abses adalah baik terutama apabila diterapi dengan segera menggunakan
antibiotika yang sesuai. Apabila menjadi bentuk kronik, akan lebih sukar diterapi dan menimbulkan komplikasi
yang lebih buruk dan kemungkinan amputasi lebih besar.

Mengkombinasi antibiotika, bagaimana?
Bagaimana dengan pemakaian kombinasi antibiotika? Dalam klinik banyak dijumpai pemakaian
kombinasi antibiotika, yang sayangnya tidak semuanya dapat diterima secara ilmiah begitu saja. Tujuan
pemakaian kombinasi antibiotika mencakup hal-hal sebagai berikut :
O Memperluas spektrum anti kuman pada pasien dengan kondisi kritis atau inIeksi berat, tetapi jenis
inIeksinya belum dapat dipastikan. Misalnya pada septikemia sering diberikan kombinasi antibiotika
antistaIilokokus (misalnya naIsilin) dan antibiotika terhadap basil Gram negatiI aerob (misalnya
gentamisin).
O Untuk mengatasi adanya kuman yang resisten. Misalnya kombinasi amoksisilin dengan asam
klavulanat atau sulbaktam untuk mengatasi resistensi karena produksi enzim penisilinase.
Pemakaian kombinasi antibiotika juga mengandung risiko misalnya adanya akumulasi toksisitas yang
serupa, misalnya neIrotoksisitas aminoglikosida dan neIrotoksisitas dari beberapa jenis seIalosporin.
Kemungkinan juga dapat terjadi antagonisme, kalau prinsip-prinsip kombinasi di atas tidak ditaati, misalnya
kombinasi penisilin dan tetrasiklin. Walaupun pemakaian beberapa kombinasi dapat diterima secara ilmiah,
tetap diragukan perlunya kombinasi tetap oleh karena kemungkinan negatiI yang dapat terjadi. Sebagai contoh
kombinasi tetap penisilin dan streptomisin justru akan meyebabkan inaktivasi dari masing-masing antibiotika
oleh karena terjadinya kerusakan secara kimiawi.
Kuman dan Relasinya dengan Antibiotika
Untuk mempermudah dalam pemilihan antibiotik, mungkin ada baiknya untuk mengenal kembali jenis-jenis
inIeksi atau jenis-jenis inIeksi atau jenis-jenis kuman penyebab inIeksi secara global. Kuman-kuman penyebab
inIeksi secara umum dapat dikategorikan secara besar sebagai berikut:
Kuman Gram positif
uman Gram positif dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kuman aerob dan kuman anaerob.
uman Gram positif aerob: meliputi kuman-kuman koken (streptokokus, staIilokokus), basilus (saproIit),
spiral (treponema dan leptospira), batang (korinebakteria) dan lain-lain. Jadi secara sederhana kuman-kuman
yang sering dihadapi dalam praktek dari golongan ini misalnya kuman staIilokokus, streptokokus. Untuk
kuman-kuman Gram positiI aerob ini, antibiotika pilihan utama adalah penisilin spektrum sempit (asalkan tidak
ada resistensi karena produksi enzim penilisinase). Penisilin spektrum luas, eritromisin, seIalosporin,
mempunyai aktiIitas antikuman terhadap golongan Gram positiI aerob, tetapi tidak sekuat penisilin spektrum
sempit di atas. Contoh yang gampang adalah inIeksi saluran naIas oleh streptokokus maupun inIeksi-inIeksi
piogenik dengan pernanahan.
uman Gram positif anaerob: yang paling penting di sini kemungkinan adalah kuman-kuman batang positiI,
yakni klostridia, misalnya C. tetani, C. botulinum, C. gas gangren dan lain-lain. Untuk kuman-kuman ini
penisilin dengan spektrum sempit tetap merupakan obat pilihan utama, juga metronidazol.
Kuman Gram negatif
Kuman gram negatiI juga terbagi menjadi kuman yang bersiIat aerob dan anaerob.
Gram negatif aerob: termasuk koken (N. gonorrhoeae, N. meningitidis atau pnemokokus), kuman-kuman
enterik (E. coli, klebsiela dan enterobakter), salmonela, sigela, vibrio, pseudomonas, hemoIilus dan lain-lain.
Untuk kuman-kuman kelompok ini, pilihan antibiotik dapat berupa penisilin spektrum luas, tetrasiklin,
kloramIenikol, seIalosporin dan lain-lain. Sebagai contoh, antibiotik pilihan untuk kuman vibrio adalah
tetrasiklin, untuk salmonela adalah kloramIenikol, untuk hemoIilus adalah kloramIenikol.
Gram negatif anaerob: yang termasuk di sini yang penting adalah golongan bakteroides dan
Iusobakterium. Linkomisin dan klindamisin, beberapa seIalosporin, metronidazol, kombinasi amoksisilin
dengan asam klavulanat. Pembagian kuman penyebab inIeksi ini sangat disederhanakan, oleh karena spektrum
kuman penyebab inIeksi pada masing-masing organ tubuh atau lokasi tubuh masih sangat bervariasi. Sehingga
dalam prakteknya jenis inIeksi, kuman spesiIik penyebabnya harus dicari dan dipertimbangkan termasuk
spektrum kepekaan kuman pada umumnya yang menentukan antibiotika pilihan untuk inIeksi yang
bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai