Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUA N

Rijma Nugraha

Jenis Kasus : Non Trauma Kasus : Spinal Cord Injury Kasus ke :1

LAPORAN PENDAHULUAN

CATATAN KOREKSI PEMBIMBING

KOREKSI II

(..... .) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN SERANG PROGRAM STUDI PROFESI NERS Jl. Raya Cilegon KM 06 Pelamunan Kramatwatu Serang Banten Tlp/Fax.0254.232729 PROGRAM STUDI PROFESI NERS LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT STIKes FALETEHAN

1. Definisi Penyakit Spinal Cord Injury (SCI) adalah kerusakan atau trauma pada sumsum tulang belakang yang mengakibatkan kerugian atau gangguan fungsi menyebabkan mobilitas dikurangi atau perasaan. Penyebab umum dari kerusakan adalah trauma (kecelakaan mobil, tembak, jatuh, cedera olahraga, dll) atau penyakit (myelitis melintang, Polio, spina bifida, Ataksia Friedreich, dll). Sumsum tulang belakang tidak harus dipotong agar hilangnya fungsi terjadi. Pada kebanyakan orang dengan SCI, sumsum tulang belakang masih utuh, tetapi kerusakan selular untuk itu mengakibatkan hilangnya fungsi. SCI sangat berbeda dari cedera punggung seperti disk pecah, stenosis tulang belakang atau saraf terjepit.

LAPORAN PENDAHULUAN

2. Etiologi Cedera tulang belakang yang paling sering traumatis, disebabkan oleh lateral yang lentur, rotasi dislokasi, pemuatan aksial, dan hyperflexion atau hiperekstensi dari kabel atau cauda equina. Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab paling umum dari SCI, sedangkan penyebab lain meliputi jatuh, kecelakaan kerja, cedera olahraga (menyelam, judo dll), dan penetrasi seperti luka tusuk atau tembak, kecelakaan di rumah (jatuh dr ketinggian, bunuh diri dll), dan bencana alam, misal gempa. SCI juga dapat menjadi asal non-traumatik,. Seperti dalam kasus kanker, infeksi, penyakit cakram intervertebralis, cedera tulang belakang, penyakit sumsum tulang belakang vascular, transverse myelitis, tumor dan multiple sclerosis. 3. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma dan apakah trauma terjadi secara parsial atau total.(Gbr.9) Berikut ini adalah manifestasi berdasarkan lokasi trauma : Antara C1 sampai C5 Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal.

LAPORAN PENDAHULUAN

Antara C5 dan C6 Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang lemah; kehilangan refleks brachioradialis.

Antara C6 dan C7 Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi siku masih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep.

Antara C7 dan C8 Paralisis kaki dan tangan C8 sampai T1 Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis kaki. Antara T11 dan T12 Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut. T12 sampai L1 Paralisis di bawah lutut. Cauda equine Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan biasanya nyeri dan sangat sensitive terhadap sensasi, kehilangan kontrol bowel dan bladder.

S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1 Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara total. (Sumber:www.jaspersci.com)

LAPORAN PENDAHULUAN

4. Deskripsi patofisiologi (Berdasarkan Kasus kegawatdaruratan)

LAPORAN PENDAHULUAN

Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak cedera spinal cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang belakang. Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal cord dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, dan perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi. Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi yang terkena: jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan mengalami tetraplegia dengan kehilangan fungsi pernapasan atau sistem muskular total; jika cedera mengenai saraf C-4 dan C-5 akan terjadi tetraplegia dengan kerusakan, menurunnya kapasitas paru, ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera pada C-6 dan C7 pasien akan mengalami tetraplegia dengan beberapa gerakan lengan atau tangan yang memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan pada spinal C-7 sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia dengan keterbatasan menggunakan jari tangan, meningkat kemandiriannya; pada T-2 sampai L-1 akan terjadi paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih baik; jika terjadi cedera pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut akan kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. 5. Tahapan / Grade/ Tingkatan Penyakit (contoh Gagal Jantung, Kanker, CKD, dll) Cedera Medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Terdapat 5 sindrom utama cedera medulla spinalis inkomplet. Menurut American Spinal Cord Injury Association yaitu : (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord

LAPORAN PENDAHULUAN

Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina Syndrome, dan (5) Conus Medullaris Syndrome. Lee menambahkan lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome Central Cord Syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah cedera hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah medulla spinalis segmen servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan medulla spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medulla spinalis yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera. Sebagian besar kasus Central Cord Syndrome menunjukkan hipo/isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, yang mengindikasikan adanya edema. Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen pada ekstremitas atas dibanding ektremitas bawah. Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologic permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medulla spinalis C6 dengan lesi LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa kasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral. a. Klasifikasi berdasarkan keparahan 1. Klasifikasi Frankel : Grade A : motoris (-), sensoris (-) Grade B : motoris (-), sensoris (+) Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+) Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+) Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+) 2. Klasifikasi ASIA (American Spinal

LAPORAN PENDAHULUAN

Injury Association) Grade A : motoris (-), sensoris (-) termasuk pada segmen sacral Grade B : hanya sensoris (+) Grade C : motoris (+) dengan kekuatan otot < Grade D : Motoris (+) dengan kekuatan otot > 3 Grade E : motoris dan sensoris normal 6. Pemeriksaan Penunjang Evaluasi Klinik Ketika pasien yang mengeluh sakit leher, meskipun mereka tidak benar-benar terjaga, atau ketika mereka telah jelas kelemahan. Kita harus mewaspadai adanya SCI, dari tanda dan gejala diatas dengan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan Radiologi Pasien dengan SCI juga dapat menerima baik komputerisasi Tomography (CT scan atau CAT) dan magnetis resonansi imaging (MRI) dari tulang belakang. Karena alasan diatas, perlu dilakukan pemeriksaan radiografi tulang belakang servikal pada semua pasien cedera kepala sedang dan berat. Radiograf yang diambil di UGD kualitasnya tidak selalu baik dan bila tetap diduga adanya cedera tulang belakang, radiograf selanjutnya diambil lagi termasuk tampilan oblik bila perlu, serta (pada daerah servikal) dengan leher pada fleksi serta ekstensi bila diindikasikan. Tampilan melalui mulut terbuka perlu untuk memperlihatkan proses odontoid pada bidang antero-posterior. Intensive Care Unit Standar perawatan ICU, termasuk menjaga tekanan darah yang stabil, pemantauan fungsi cardiovascular, memastikan ventilasi yang memadai dan fungsi paru-paru, dan mencegah infeksi dan segera merawat dan komplikasi lain, adalah penting agar SCI pasien dapat mencapai hasil yang terbaik.

LAPORAN PENDAHULUAN

Steroid Therapy Methylprednisolone, sebuah obat steroid, menjadi tersedia sebagai perawatan untuk SCI akut pada tahun 1990 ketika seorang multicenter percobaan klinis menunjukkan lebih neurological mengubah skor di pasien yang diberi obat di dalam delapan bulan pertama dari cedera.

7. Penatalaksanaan Medis/Operatif Penatalaksaan Medis Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi lurus: pemakaian kollar leher, bantal pasir atau kantung IV untuk mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien; melakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak, tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur servikal stabil ringan; pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington) untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinarX ditemui spinal tidak aktif. Intervensi bedah = Laminektomi, dilakukan bila: deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi, terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal, cedera terjadi pada region lumbar atau torakal, status neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres medulla. (Diane C. Braughman, 2000 ; 88-89). Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada medula spinalis dengan menggunakan glukortiko steroid intravena Penatalaksanaan Keperawatan Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok spinal, nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria, pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi defekasi; kaji perasaan pasien terhadap kondisinya; lakukan pemeriksaan diagnostik; pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing, Circulation) agar kondisi pasien tidak semakin memburuk.

LAPORAN PENDAHULUAN

8. Pemeriksaan fisik (Berdasarkan ABCD/Kasus Kegwatdaruratan) Pengkajian 1. Riwayat Penyakit Sebelumnya Apakah klien pernah menderita : Penyakit stroke Infeksi otak DM Diare dan muntah yang berlebihan Tumor otak Intoksiaksi insektisida Trauma kepala Epilepsi dll.

2. Pemeriksaan Fisik Sistem pernafasan Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot pernafasan tambahan Sistem kardiovaskuler Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi. Status neurologi Nilai GCS karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera kepala. Fungsi motorik Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis kerusakan, adanya quadriplegia, paraplegia. Refleks Tendon Adanya spinal shock seperti hilangnya reflex dibawah garis kerusakan, post spinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada gangguan upper motor neuron/UMN) dan flaccid pada gangguan lower motor neuron/ LMN). Fungsi sensorik Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis kerusakan.

LAPORAN PENDAHULUAN

Fungsi otonom Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler. Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 ke atas) Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia, hidung tersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas dan gangguan penglihatan.

Sistem gastrointestinal Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus, stress ulcer, feses keras atau inkontinensia.

Sistem urinaria Retensi urine, inkontinensia Sistem Muskuloskletal Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM) Kulit Adanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal dekubitus Fungsi seksual. Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur. Psikososial Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan dengan masyarakat.

9. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul dan Prioritas Diagnosa Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma, kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan, sensorik dan motorik Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera, pengobatan dan namanya imobilitas. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rectum, adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomic. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan, ketidakmampuan untuk berkemih spontan

LAPORAN PENDAHULUAN

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, kehilangan sensori dan mobilitas

Prinsip-Prinsip Utama Penatalaksanaan Trauma Spinal: Immobilisasi Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan sampai ke unit gawat darurat.. Yang pertama ialah immobilisasi dan stabilkan leher dalam posisi normal; dengan menggunakan cervical collar. Cegah agar leher tidak terputar (rotation). Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat/alas yang keras. Pasien diangkat/dibawa dengan cara 4 men lift atau menggunakan Robinsons orthopaedic stretcher. Stabilisasi Medis Terutama sekali pada penderita tetraparesis/etraplegia: o Periksa vital signs o Pasang nasogastric tube o Pasang kateter urin o Segera normalkan vital signs. Pertahankan tekanan darah yang normal dan perfusi jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor AGD (analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian megadose Methyl Prednisolone Sodium Succinate dalam kurun waktu 6 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio medula spinalis. Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment) Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau Gardner-Wells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal Bila terjadi realignment artinya terjadi dekompresi. Bila realignment dengan cara tertutup ini gagal maka dilakukan open reduction dan stabilisasi dengan approachanterior atau posterior. Rehabilitasi.

LAPORAN PENDAHULUAN

Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini mungkin. Termasuk dalam program ini adalah bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan, pencapaian optimal fungsi-fungsi neurologik dan program kursi roda bagi penderita paraparesis/paraplegia.

LAPORAN PENDAHULUAN

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No 1 Diagnosa Keperawatan Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma, kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi Do: sesak nafas, terdapat tarikan diafragma, Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Setelah dilakukan tindakan pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil: Mendemonstrasikan sianosis dan batuk efektif (mampu mampu dan suara nafas yang bersih, tidak ada dyspneu sputum, mengeluarkan lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) Perencanaan Intervensi (NIC) Airway management ventilasi 2. Pasang mayo bila perlu 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 6. Berikan bronkodilator : 7. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 9. Monitor respirasi dan status O2 10. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 11. Pertahankan jalan nafas yang paten 12. Observasi adanya tanda tanda Aktivitas (NIC) 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

bernafas dg mudah, tidakada pursed

LAPORAN PENDAHULUAN

sianosis, hasil GDA: PaO2 < 80, PaCo2 > 45, RR = 28 x/menit Ds: pasien mengatakan kesulitan bernafas

hipoventilasi 13. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi 14. Monitor vital sign 15. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas. 16. Ajarkan bagaimana batuk efektif 17. Monitor pola nafas 1. Kaji kemampuan mobilisasi 2. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan 3. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. 4. 5. Berikan memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan alat Bantu jika klien

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan, kerusakan muskuloskelettal dan neuromuskuler Do: ada kontraktur, kekuatan otot (ROM menurun),

Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: Klien meningkat dalam aktivitas fisik Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah mobilisasi Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk

Activity Daily Living

pasien

dalam

LAPORAN PENDAHULUAN

cedera atau lesi pada servikal Ds: dapat pasien mengatakan tidak melakukan pada pergerakan

6.

Bantu pasien makan dan minum (menyuapi, mendekatkan alat-alat dan makanan/minuman)

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Pertahankan

kesehatan

dan

kebersihan mulut pasien Bantu pasien mamakai pakaiannya Libatkan keluarga dan ajarkan cara memakaikan pakaian pada pasien Memandikan pasien Libatkan keluarga untuk membantu memandikan pasien Lakukan perawatan mata, rambut, kaki, mulut, kuku dan perineum Bantu pasien bak/bab Lakukan perawatan inkontinensia usus Manajemen nutrisi 16. Libatkan keluarga dalam perawatan Paint Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara lokasi, komperhensif termasuk

tangan dan kaki

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (tahu

Paint management Analgetic administration

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

LAPORAN PENDAHULUAN

cedera, pengobatan dan namanya imobilitas Do: wajah pasien meringis, skala nyeri 4-6, luka atau lesi di tempat yang mengalami cedera Ds: pasien mengeluh nyeri pada daerah yang cedera

prnyebab menggunakan nonfarmakologi

nyeri, untuk

mampu tekhnik mencari

dan faktor presipitasi 2. Observasi 3. Bantu 4. Kontrol reaksi dan nonverbal keluarga yang seperti dari untuk dapat suhu ketidaknyamanan pasien mencari dan menemukan dukungan lingkungan nyeri mempengaruhi

nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur frekuensi dan tanda

ruangan, pencahayaan dan kebisingan 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 9. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Analgetic Administration 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri

LAPORAN PENDAHULUAN

sebelum pemberian obat 2. 3. 4. 4 Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rectum, adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomic 6. Do: jika dilakukan palpasi pada abdomen akan didapatkan tegang 7. Setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi pasien teratasi dengan kriteria hasil: Pola BAB dalam batas normal Feses lunak Cairan dan serat adekuat Aktivitas adekuat Hidrasi adekuat 5. 4. 3. Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis, frekuensi Cek riwayat alergi Monitor tanda-tanda vital

sebelum dan sesudah pemberian obat Manajemen Usus (0430) 1. Identifikasi faktor-faktor yang Bowel Training (0440) 2. menyebabkan konstipasi Monitor bowel/peritonitis Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien Konsultasikan bising usus Kolaburasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang menetap Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap eliminasi Jelaskan pada klien konsekuensi menggunakan laxative dalam waktu yang lama dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan tanda-tanda ruptur

LAPORAN PENDAHULUAN

atau keras pada abdomen pasien, Ds: pasien mengatakan tidak dapat atau sulit 5 untuk BAB Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan, ketidakmampuan untuk berkemih spontan Do: produksi urine < 50 cc/jam, luka karena spinal, cedera adanya Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan eliminasi urine pasien terpenuhi dengan criteria hasil: 1. Pengosongan kandung kemih komplit 2. Mampu menahan/mengontrol urine 3. Terbebas dari ISK manajemen eliminasi urin Perawatan Retensi Urin

8. 9. 10.

Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan Dorong peningkatan aktivitas yang optimal Sediakan privacy dan keamanan urine (frekuensi,

selama BAB 1. Monitor eliminasi

konsistensi, bau, volume, warna) 2. Monitor tanda dan gejala retensi urine 3. Ajarkan pada pasien tanda dan gejala ISK 4. Catat waktu urinal terakhir jika diperlukan 5. Libatkan pasien/keluarga untuk mencatat urine output jika diperlukan 6. Masukkan diperlukan 7. Siapkan specimen urine midstream untuk analisa jika perlu 8. Laporkan ke dokter jika ditemukan tanda dan gejala ISK 9. Anjurkan pasien minum 8 gelas sehari suppositoria uretral jika

distensi bladder

LAPORAN PENDAHULUAN

Ds:

pasien

saat makan, anatara makan dan saat pagi hari 10. Bantu pasien mengatur toileting rutin kalau perlu 11. Anjurkan pasien untuk memeonitor tanda dan gejala ISK 12. Berikan prifasi untuk eliminasi urin 13. Gunakan kekuatan sugesti dengan aliran air untuk memancing eliminasi 14. Stimulasi reflek kandung kencing dengan pemberian kompres dingan pada abdomen atau dengan mengalirkan air 15. Berikan waktu yang cukup untuk mengosongkan kandung kencing (10 menit) 16. Gunakan manuver Crede jika diperlukan 17. Masukkan kateter urin jika diperlukan 18. Monitor intake dan output cairan 19. Monitor adanya distensi kandung kencing dengan palpasi atau perkusi 20. Bantu toileting dengan jarak teratur jika memungkinkan 21. Lakukan kateterisasi untuk residu, jika

mengaku kesulitan saat berkemih, dan berkemihnya juga jarang

LAPORAN PENDAHULUAN

perlu 22. Lakukan kateterisasi secara intermiten jika perlu 23. Rujuk ke ahli urinary Continance jika 6 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, dan imobilitas Do: adanya kemerahan, bernanah, kulit lembab, luka dekubitus Ds: pasien Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Pressure Management Gangguan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil: Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan 4. 5. dalam 6. 7. 8. 9. 10. atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan Menunjukkan pemahaman proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami 2. 3. 1. perlu Anjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian yang longgar Hindari kerutan padaa tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi Monitor kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Gunakan pengkajian risiko untuk pasien kulit (ubah akan posisi adanya pasien) setiap dua jam sekali

kehilangan sensori Melaporkan adanya gangguan sensasi

mengatakan nyeri Status nutrisi adekuat pada punggung Sensasi dan warna kulit normal

LAPORAN PENDAHULUAN

memonitor faktor risiko pasien (Braden Scale, Skala Norton) 11. Inspeksi kulit terutama pada tulangtulang yang menonjol dan titik-titik tekanan ketika merubah posisi pasien. 12. 13. Jaga kebersihan alat tenun Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian tinggi protein, mineral dan vitamin 14. Monitor transferin serum albumin dan

LAPORAN PENDAHULUAN

DAFTAR PUSTAKA http://dedexdox.blogspot.com/2009/03/keperawatan-medical-surgical.html http://suka2-bayu.blogspot.com/2011/11/askep-spinal-cord-injury.html http://askepdoumbojo.blogspot.com/2011/09/laporan-pendahuluan-cedera-medulla.html

Anda mungkin juga menyukai