Anda di halaman 1dari 8

Manusia Awal Memancing di Situs Jerimalai Timor Leste News KeSimpulan.com - 42.

000 tahun yang lalu, manusia membawa tulang tuna dan hiu ke dalam sebuah gua dangkal di Jerimalai, pulau utara Australia, Timor Leste. Mereka memancing di laut sangat dini dan keterampilan maritim memungkinkan penduduk wilayah ini menjelajahi wilayah jauh dan luas. Perahu yang dikenal paling awal ditemukan di Perancis dan Belanda hanya 10.000 tahun lalu, tetapi belum keseluruhan cerita. Kayu dan bahan umum perahu sulit memfosil dalam catatan arkeologi. Kolonisasi Australia dan pulau-pulau Asia Tenggara setidaknya dimulai 45.000 tahun lalu dengan menyeberangi laut minimal 30 kilometer. Namun migrasi awal berpadu dengan laut dalam perahu baik sengaja atau hanya terhanyut pasang surut di rakit menjadi perdebatan sengit para arkeolog. Bukti langsung keterampilan pelaut awal tidak memadai meskipun manusia modern mengeksploitasi pantai seperti kerang dan abalon 165.000 tahun lalu. "Bukti cukup tipis," kata Sue O'Connor, arkeolog Australian National University di Canberra.

Situs kontroversial menunjukkan leluhur kita memancing di laut dalam 45.000 tahun lalu. Tapi O'Connor ingin kepastian dengan menggali gua dangkal di Timor Leste. Situs Jerimalai berdating 42.000 tahun menyimpan spesies seperti tuna dan hiu yang hidup di perairan dalam. O'Connor juga menemukan kail terbuat dari cangkang moluska berdating 23.000 tahun. Klaim sebelumnya untuk bukti paling awal aktivitas memancing manusia di Eropa berdating 20.000 tahun. Tetapi tidak meyakinkan. "Jelas orang memiliki keterampilan maritim canggih 42.000 tahun lalu, setidaknya dalam hal teknologi memancing," kata O'Connor. Penguasaan laut memungkinkan kolonisasi awal Timor Timur dan pulau-pulau Asia Tenggara seperti Papua Nugini dan Indonesia. Tapi O'Connor memperingatkan belum ada bukti langsung keterampilan maritim orang pertama di Australia. http://www.kesimpulan.com/2011/11/manusia-awalmemancing-di-situs.html Rangkuman dari Tulisan Kolonisasi Pleistosen di Indo-Pasifik: Model dan Data Kolonisasi awal di Indo-Pasifik merupakan salah satu peristiwa yang luar biasa dalam sejarah peradaban umat manusia. Hal ini setidaknya telah melahirkan perdebatan di antara para ahli, terkait model yang tepat untuk menjelaskan kapan, mengapa dan bagaimana kolonisasi

tersebut terjadi. Kebanyakan ahli cenderung mengadopsi model-model konvensional yang menganggap bahwa, kolonisasi awal di Indo-Pasifik adalah hasil perjalanan yang terjadi secara kebetulan ketika permukaan air laut turun pada level terendah di jaman glasial. Namun tidak sedikit pula ahli yang mengadopsi model-model terbaru yang memandang kolonisasi awal sebagai akibat dari perjalanan yang direncanakan oleh manusia awal (Homo Sapien). Persoalan kapan kolonisasi awal di Indo-Pasifik terjadi, terdapat beberapa pandangan berbeda di antara para ahli. Birdsell beranggapan bahwa kolonisasi ini terjadi pada sekitar tahun 53.000 SM selama periode LSL (Low Sea Level). Pendapat ini ditentang oleh Bellwood yang mematok waktu pada tahun 50.000 SM. Pendapat yang lebih bijak diajukan oleh Thiel dengan mematok waktu antara 53.000 hingga 45.000 SM. Bridsell berpendapat bahwa kolonisasi awal di IndoPasifik terjadi secara terencana dan bukan kebetulan sebagaimana dijelaskan dalam model konvensional. Irwin bahkan memperjelas model yang ditawarkan oleh Bridsell, dengan mempertimbangkan beberapa faktor alam dan kemampuan navigasi yang mendukung perencanaan kolonisasi tersebut. Di lain pihak, Thiel menawarkan sebuah eksplanasi alternatif yang memandang bahwa kolonisasi manusia awal terjadi karena keterpaksaan ketika laut menenggelamkan sebagian daratan, sehingga persediaan makanan menipis sementara populasi melonjak. Daud membenarkannya, namun lebih cenderung setuju kepada pendapat Clarke yang menganggap kolonisasi di Indo-Pasifik terjadi karena sebuah keputusan yang disengaja, bukan determinasi lingkungan.

Dari beberapa ahli yang disebutkan Daud, hanya Bridsell yang mampu menggambarkan bagaimana manusia awal (Homo Sapien) melakukan perjalanan untuk mengkolonisasi wilayah daratan Sunda dan Wallaceadaratan Sahul, yaitu dengan menggunakan rakit bambu sederhana atau perahu tertentu. Bridsell menyebut dua kemungkinan rute kolonisasi, yaitu rute utara (I) dari Kalimantan melalui Sulawesi dan Maluku ke Irian Jaya, serta rute selatan (II) dari Jawa melalui daratan Sunda ke Aru (Australia utara). Persoalan rute ini diperdebatkan oleh ahli lain. Rute utara disetujui oleh Irwin berdasarkan pada faktor jarak antar pulau. Sementara rute selatan didukung oleh Bellwood berdasarkan LSL (Low Sea Level) dan Daud. Selama bertahun-tahun, para ahli telah bekerja keras mengumpulkan bukti materil (data arkeologis), namun hingga sekarang data yang tersedia sangat terbatas. Sehingga model-model yang telah ditawarkan untuk menjelaskan perihal kolonisasi di Indo-Pasifik, kurang memuaskan dan tidak kuat secara arkeologis. Faktor yang mungkin bertanggung jawab terhadap keterbatasan data ini ialah faktor taponomi. Dijelaskan oleh Daud bahwa ketika tulisan ini dibuatnya, survei arkeologi dan ekskavasi tengah mengelami perkembangan pesat, namun masih dalam tahap embrionik. http://merahituberani.blogspot.com/2010/10/rangkumandari-tulisan-kolonisasi.html

Senin, 26 September 2011 - Dengan pengurutan genom, para peneliti menunjukkan bahwa orang Aborigin Australia berasal

langsung dari ekspansi manusia awal ke Asia yang terjadi sekitar 70.000 tahun yang lalu. Dalam sebuah perkembangan yang menarik, untuk pertama kalinya, tim peneliti internasional telah menyatukan genom manusia dari orang Aborigin Australia. Hasilnya, yang dipublikasikan dalam jurnal Science, kembali menafsirkan prasejarah spesies kita. Dengan pengurutan genom, para peneliti menunjukkan bahwa orang Aborigin Australia berasal langsung dari ekspansi manusia awal ke Asia yang terjadi sekitar 70.000 tahun yang lalu, setidaknya 24.000 tahun sebelum gerakan populasi yang memunculkan Eropa dan Asia masa kini. Hasil studi ini menyiratkan bahwa Aborigin Australia di masa modern sebenarnya keturunan langsung dari orang pertama yang tiba di Australia sejak 50.000 tahun yang lalu. Studi ini berasal dari rambut yang disumbangkan untuk seorang antropolog Inggris oleh seorang pria Aborigin dari wilayah Goldfields Australia Barat pada awal abad 20. Seratus tahun kemudian, para peneliti telah mengisolasi DNA dari rambut yang sama, menggunakannya untuk mengeksplorasi genetika orang Australia pertama dan untuk menambah wawasan tentang bagaimana manusia pertama tersebar di seluruh dunia.

Studi ini berasal dari rambut yang disumbangkan untuk seorang antropolog Inggris oleh seorang pria Aborigin dari wilayah Goldfields Australia Barat pada awal abad 20. Seratus tahun kemudian, para peneliti telah mengisolasi DNA dari rambut yang sama, menggunakannya untuk mengeksplorasi genetika orang Australia pertama dan untuk menambah wawasan tentang bagaimana manusia pertama tersebar di seluruh dunia. (Kredit: University of Copenhagen) Pemisahan Genomnya, yang terbukti tidak memiliki masukan genetik dari orang Australia Eropa modern, mengungkapkan bahwa nenek moyang orang Aborigin terpisah dari nenek moyang populasi manusia lainnya sekitar 64-75.000 tahun yang lalu. Orang Aborigin Australia dengan demikian merupakan keturunan langsung dari penjelajah modern yang paling awal, orang-orang yang bermigrasi ke Asia sebelum akhirnya mencapai Australia sekitar 50.000 tahun yang lalu. Penelitian ini menetapkan orang Aborigin Australia sebagai populasi yang berhubungan paling panjang dengan daratan yang mereka tinggali saat ini. Penelitian ini disajikan dengan dukungan penuh dari Goldfields Land dan Sea Council, organisasi yang mewakili pemilik tradisional Aborigin untuk wilayah tersebut.

Model baru untuk migrasi Sejarah Aborigin Australia memainkan peran kunci dalam memahami penyebaran manusia pertama yang meninggalkan Afrika. Bukti arkeologi menetapkan keberadaan manusia modern di Australia sekitar 50.000 tahun yang lalu, namun penelitian ini menoreh kembali kisah perjalanan mereka di sana. Sebelumnya, teori yang paling luas diterima adalah bahwa semua manusia modern berasal dari gelombang tunggal migrasi out-ofAfrika ke Eropa, Asia, dan Australia. Dalam model tersebut, orang Australia pertama yang bercabang dari populasi Asia, sudah terpisah dari nenek moyang orang Eropa. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa ketika nenek moyang Aborigin Australia memulai perjalanan pribadi mereka, nenek moyang dari Asia dan Eropa belum dibedakan dari satu sama lain. Begitu mereka dibedakan, sekitar 24.000 tahun setelah orang Australia pertama memulai penjelajahan mereka, orang Asia dan sisa-sisa leluhur Australia bercampur untuk jangka waktu tertentu. Manusia pertama penjelajah Profesor Eske Willerslev dari University of Copenhagen, yang memimpin penelitian ini, menjelaskan: Orang Aborigin Australia berasal dari penjelajah manusia pertama. Sementara nenek moyang Eropa dan Asia tinggal di suatu tempat di Afrika atau Timur Tengah, namun untuk menjelajahi dunia mereka lebih lanjut, nenek moyang Aborigin Australia menyebar dengan cepat, manusia modern pertama melintasi wilayah yang tidak dikenal di Asia dan akhirnya menyeberang laut ke Australia. Ini adalah perjalanan yang benar-benar menakjubkan yang pasti menuntut keterampilan bertahan hidup dan keberanian yang luar biasa. Studi ini berimplikasi luas bagi pemahaman tentang bagaimana nenek moyang manusia kita berpindah di seluruh dunia. Sejauh ini hanya genom manusia purba yang bisa diperoleh dari rambut yang terawetkan dalam kondisi beku. Para peneliti telah

menunjukkan bahwa rambut terawetkan yang kondisinya kurang ideal masih bisa digunakan untuk pengurutan genom tanpa risiko terkontaminasi manusia modern yang khas pada tulang dan gigi purba. Melalui analisis koleksi museum, dan bekerjasama dengan kelompok-kelompok keturunan, para peneliti kini dapat mempelajari sejarah genetik populasi penduduk asli di seluruh dunia, bahkan untuk mengetahui di mana kelompok-kelompok baru berpindah atau bercampur. Kredit: University of Copenhagen Jurnal: M. Rasmussen, X. Guo, Y. Wang, K. E. Lohmueller, S. Rasmussen, A. Albrechtsen, L. Skotte, S. Lindgreen, M. Metspalu, T. Jombart, T. Kivisild, W. Zhai, A. Eriksson, A. Manica, L. Orlando, F. De La Vega, S. Tridico, E. Metspalu, K. Nielsen, M. C. Avila-Arcos, J. V. Moreno-Mayar, C. Muller, J. Dortch, M. T. P. Gilbert, O. Lund, A. Wesolowska, M. Karmin, L. A. Weinert, B. Wang, J. Li, S. Tai, F. Xiao, T. Hanihara, G. van Driem, A. R. Jha, F.-X. Ricaut, P. de Knijff, A. B. Migliano, I. Gallego-Romero, K. Kristiansen, D. M. Lambert, S. Brunak, P. Forster, B. Brinkmann, O. Nehlich, M. Bunce, M. Richards, R. Gupta, C. D. Bustamante, A. Krogh, R. A. Foley, M. M. Lahr, F. Balloux, T. Sicheritz-Ponten, R. Villems, R. Nielsen, W. Jun, E. Willerslev. An Aboriginal Australian Genome Reveals Separate Human Dispersals into Asia. Science, 2011; DOI: 10.1126/science.1211177

Anda mungkin juga menyukai