Anda di halaman 1dari 11

1

UJI PIROGENITAS I. TUJUAN : Agar mahasiswa mampu melakukan uji pirogenitas.

II. DASAR TEORI . Pirogen merupakan substansi yang mampu menyebabkan demam dan sering mencemari sediaan farmasi. Sampai saat ini, substansi pirogenik yang diketahui paling aktif dan paling sering mencemari sediaan farmasi adalah endoktoksin; selain itu masih banyak substansi pirogenik lainnya seperti bakteri, fungi , DNARNA virus dan lain-lain (Suwandi, 1988). Endotoksin merupakan suatu produk mikroorganisme terutama dari bakteri gram negatif yang terdiri atas suatu senyawa kompleks lipopolysaccharida yang pyrogenic, suatu protein dan suatu lipid yang innert. Pada saat ini endoktoksin diketahui merupakan pirogen yang paling, kuat, namun kehadiran pirogen lain dalam suatu sediaan perlu diperhitungkan; karena manusia tidak hanya respon terhadap endoktoksin saja tetapi juga pirogen yang lain. Pada tahun 1923 Seibert membuktikan bahwa pirogen adalah substansi yang tidak tersaring, thermostabil, dan non volatile. Pada tahun 1937 Co Tui membuktikan bahwa kontaminasi pirogen ini juga terjadi pada alat-alat seperti wadah-wadah untuk melarutkan obat suntik, juga pada zat kimia yang digunakan sebagai zat berkhasiat. Pirogen dapat bersumber dari: Pelarut Zat aktif Peralatan Timbul pada proses penyimpanan Sifat sifat pirogen: Thermostabil, sehingga hanya dapat dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 650C selama 1 menit, 250C selama 15 menit atau 180C selama 4 jam. Larut dalam air. Sehingga tidak bisa memakai penyaring bakteri. Tidak dipengaruhi oleh bakterisida yang biasa.

Tidak menguap, destilasi biasa ada yang ikut bersama percikan air. Berat molekul (BM) antara 15.000 4.000.000 Ukuran umumnya 1 50m. Secara garis besar, pirogen dikelompokkan menjadi 2 golongan; yaitu pirogen endogen dan pirogen eksogen. 1. Pirogen Endogen, yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri sebagai reaksi kekebalan melawan kuman penyakit yang masuk ke tubuh. Misalnya interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), alpha-interferon, dan tumor necrosis factor (TNF). 2. Pirogen Eksogen, yaitu faktor eksternal tubuh yang menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh manusia. Misalnya bagian dari sel bakteri dan virus. Selain itu, bisa juga berupa zat racun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau virus tertentu. Jika suatu pirogen masuk ke tubuh, maka pirogen menjadi suatu benda asing yang dapat menimbulkan respon imun berupa demam. Demam yaitu suatu keadaan ketika temperatur tubuh di atas batas normal yang dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh bahan bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan temperatur. Penyebab penyebab tersebut meliputi penyakit bakteri, tumor otak, dan keadaan lingkungan yang dapat berakhir dengan serangan panas. Uji pirogenitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakan suatu sediaan uji bebas pirogen atau tidak (Anonim, 1995) dengan maksud untuk membatasi resiko reaksi demam yang dapat diterima oleh pasien apabila diinjeksi dengan suatu sediaan farmasi (Suwandi, 1988). Uji pirogenitas biasanya menggunakan kelinci. Pengujian ini ditetapkan di USP pertama kali pada tahun 1942 dan merupakan pengujian resmi untuk menentukan non-pirogenitas sediaan farmasi. Sejak diketahui bahwa endotoksin ternyata mampu menggumpalkan sel darah Limulus, kemudian dikembangkan suatu pengujian untuk mendeteksi adanya endotoksin dengan menggunakan reagensia yang dibuat dari sel darah

Limulus. Pengujian ini kemudian dikenal sebagai metode Limulus Amebocyt Lysate (LAL Test). Meskipun demikian, pengujian pirogenitas menggunakan kelinci masih menjadi pilihan utama karena: 1. Metode ini telah lama dikenal dan digunakan untuk menguji berbagai sediaan dan terbukti memberikan hasil memuaskan. 2. Kelinci memiliki sensitivitas terhadap substansi pirogenik yang mirip dengan manusia. Kenaikan suhu kelinci akibat substansi-pirogenik, sampai batas tertentu masih dapat diterima oleh manusia; sehingga kenaikan suhu kelinci tersebut dapat distandardisasi terhadap substansi pirogenik yang dapat diterima manusia. Bangham menyebutkan, uji kelinci menggambarkan seluruh respon farmakologis terhadap pirogen dan relevan dengan respon pada manusia. 3. Metode kelinci mampu mendeteksi semua pirogen termasuk endoktoksin sedangkan LAL tidak. Sedangkan kelemahan metode uji pirogenitas menggunakan kelinci dibandingkan dengan LAL Test antara lain: 1. Memerlukan pemeliharaan dan perawatan hewan dan laboratorium yang lebih intensif. Hewan harus dipelihara dalam ruangan dengan temperatur tidak jauh berbeda dengan tempat percobaan. Pemeliharaan hewan harus dilakukan dengan sebaik mungkin untuk menghindari infeksi penyakit yang dapat mengganggu percobaan atau mengacaukan interpretasi hasil. Berat badan kelinci harus dijaga jangan sampai mengalami penurunan yang berarti dalam 1 minggu menjelang digunakan. 2. Sensitivitas dipengaruhi oleh musim, kegaduhan, kegelisahan, makanan dan lain sebagainya. Kegelisahan akan dapat menyebabkan kenaikan suhu relatip tinggi, sehingga mengacaukan interpretasi hasil. 3. Variabilitas biologis. Respon setiap kelinci terhadap substansi yang sama belum tentu sama, sehingga terdapat variasi kenaikan suhu pada tiap kelinci.

UJI PIROGENITAS MENGGUNAKN KELINCI Pengujian dilakukan dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci yang disebabkan penyuntikan intravena sediaan uji steril. Hewan percobaan yang digunakan kelinci yang selama seminggu sebelum pengujian tidak menunjukkan penurunan bobot badan. Kelinci tidak dapat digunakan jika : a. b. c. 3 (tiga) hari sebelumnya telah digunakan untuk pengujian pirogenitas dan memberikan hasil negatif . 3 (tiga) minggu sebelumnya telah digunakan untuk pengujian pirogenitas, sediaan uji tidak memenuhi syarat. Telah digunakan kapan saja untuk pengujian pirogenitas dan respon rata rata kelompok kelinci melebihi 1,2oC.

Alat termometer Digunakan termometer atau termometer listrik dengan ketelitian skala 0,1o dan dapat dimasukkan kedalam rectum kelinci lebih kurang 5 cm. Alat suntik Dibuat dari kaca atau bahan lain yang cocok, tahan pemanasan pada suhu 250o. Sediaan uji. Dibuat dari zat uji dengan melarutkan atau mengencerkan dengan larutan natrium klorida P steril bebas pirogen atau jika berupa larutan yang sesuai dapat langsung digunakan. Cara Uji 1 jam sebelum pengujian masukkan kelinci kedalam kotak kelinci sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar, badannya bebas hingga kelinci dapat duduk dengan bebas. Uji Pendahuluan 1 sampai 3 hari sebelum pengujian, suntikkan intravena 10 ml per kg bobot badan dengan larutan natrium klorida P steril bebas pirogen dalam ruangan tenang. Perbedaan suhu ruangan terhadap suhu pemeliharaan tidak boleh lebih dari 3o. Selama 1 malam hingga pengujian selesai kelinci tidak diberi makan dan

selama waktu pengujian tidak diberi minum. Catat suhu badan kelinci dengan interval tidak lebih dari 30 menit dimulai 90 menit sebelum penyuntikan hingga 3 jam sesudah penyuntikkan dengan larutan natrium klorida P steril bebas pirogen. Kelinci yang menunjukkan beda suhu besar dari 0,6 digunakan untuk pengujian utama. Pengujian Utama Lakukan pengujian dengan menggunakan sekelompok hewan percobaan terdiri dari 3 ekor kelinci. Hangatkan sediaan uji hingga suhu kurang 38,5 o, suntikkan perlahan-lahan ke dalam vena auricularis tiap kelinci. Kecuali dinyatakan lain, waktu penyuntikan tidak melebihi 4 menit atau volume sediaan uji tidak kurang dari 0,5 ml dan tidak lebih dari 10 ml per kg bobot badan. Jika pengujian gagal, ulangi pengujian hingga 4 kali, tiap kali menggunakan 1 kelompok yang terdiri dari 3 ekor kelinci. Penafsiran hasil Suhu awal tiap kelinci adalah suhu rata-rata 2 pembacaan suhu dengan interval 30 menit dan dilakukan 40 menit sebelum penyuntikkan sediaan uji. Suhu maximum adalah suhu tertinggi yang dicatat selama 3 jam setelah penyuntikkan sediaan uji . Catat suhu badan kelinci dengan interval tidak lebih dari 30 menit dimulai 90 menit sebelum penyuntikkan hingga 3 jam setelah penyuntikkan sediaan uji. Selisih antara suhu inisial dan suhu maksimum tiap kelinci dinyatakan sebagai suhu respon. Jika suhu respon negatif, dianggap nol. Kelinci dinyatakan memenuhu syarat jika perbedaan suhu awal antara kelinci yang satu dengan yang lain tidak lebih dari 1o . Kelinci dinyatakan tidak memenuhi syarat jika; Perbedaan suhu awalnya lebih besar dari 0,2 o, suhu awal lebih kecil 38,0 o dan tidak lebih dari 39,8 o. Sediaan uji dinyatakan memenuhi syarat jika jumlah respon tidak melebihi kolom 2 dan dinyatakan tidak memenuhi syarat jika jumlah respon melebihi kolom 3 untuk tiap kelompok. Jika jumlah kelompok antara kolom 2 dan kolom 3, pengujian diulangi. Jika pengujian keempat jumlah respon melebihi 6,6 sediaan uji dinyatakan tidak memenuhi syarat.
o o

tidak dapat

DAFTAR Sediaan uji memenuhi syarat jika jumlah respon tidak melebihi ( C) (2) Sediaan uji tidak memenuhi syarat jika jumlah respon melebihi (C) (3)

Jumlah Kelinci (1)

3 6 9 12 (Anonim, 1979).

1,20 2,80 4,50 6,60

2,70 4,30 6,00 6.60

III. ALAT DAN BAHAN Bahan Alat : NaCl (0,9%) steril : Termometer ( ketelitian 0,10) Stopwatch Spuit injeksi steril 10 ml Kotak kelinci Hewan Uji : Kelinci

IV. DATA DAN ANALISA DATA a. Data Berat Kelinci Kelinci I II III Berat (Kg) 2,25 1,5 1,2

b. Volume pemipetan NaCl (0,9%) Dosis 1 ml/kgBB No 1 2 3 Kelinci I II III Volume Pemipetan 1ml/kgBB x 2,25 kg = 2,25 ml 1ml/kgBB x 1,5 kg = 1,5 ml 1ml/kgBB x 1,2 kg = 1,2 ml

c. Data Percobaan Kelinci 1 2 3 T1 T2 Tawal T0 T15 T30 T45 T60 Tmax T

38,8 38,75 38,7 38,5 38,3 38,5 38,3 38,4 38,4

38,7 38,7 38,3 38,4 38,3 38,7 0 38,2 38,2 38,4 38,4 38,2 38,4 0 38,6 38,6 38,2 38,3 38,0 38,6 0,3 Rata-rata 0,3

V.

PEMBAHASAN Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui apakah suatu sediaan

uji steril bebas pirogen atau tidak. Pirogen merupakan substansi yang mampu menyebabkan demam dan sering mencemari sediaan farmasi. Uji pirogenitas dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam yang dapat diterima oleh pasien apabila diinjeksi dengan suatu sediaan farmasi. Sampai saat ini substansi pirogenik yang diketahui paling aktif dan paling sering mencemari sediaan farmasi adalah

endotoksin, selain itu masih banyak substansi pirogenik lainnya seperti bakteri, fungi, DNA-RNA virus, dan lain-lain. Pada percobaan ini, uji pirogenitas dilakukan dengan metode Rabbit Test. Uji kelinci telah lama digunakan dengan baik untuk membantu industri farmasi menguji pirogenitas sediaannya. Pengujian ini pada prinsipnya merupakan injeksi intravena ke tubuh kelinci di bawah kondisi tertentu dan selanjutnya dipantau dan dicatat temperatur 3 kelinci dalam jangka waktu tertentu. Farmakope Indonesia edisi III menyebutkan, suatu sediaan dinyatakan memenuhi syarat jika kenaikan suhu ketiga kelinci tidak melebihi batas tertentu dan tidak memenuhi syarat jika total kenaikkan suhu ketiga kelinci melebihi batas tertentu. Jumlah kelinci Sediaan uji memenuhi syarat jika jumlah respon tidak melebihi 3 6 9 12 1,20 C 2,8 C 4,5 C 6,6 C Sediaan uji tidak memenuhi syarat jika jumlah respon melebihi 2,7 C 4,3 C 6,0 C 6,6 C

Jika respon yang terjadi terletak diantaranya, pengujian dapat diulang denagn menggunakan 3 kelompok kelinci lain. Apabila pengujian keempat jumlah respon melebihi 6,60 C, sediaan tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat. Tahap awal yang dilakukan adalah mengukur suhu badan kelinci 40 dan 10 menit sebelum penyuntikan untuk mengetahui suhu awal. Selanjutnya hewan uji disuntik dengan sediaan uji yang sebelumnya telah dihangatkan kurang lebih 38,5 C ke dalam vena auricularis tiap kelinci dan dilakukan evaluasi. Penghangatan sediaan uji bertujuan agar sediaan tersebut tidak terkontaminasi. Dan penyuntikan dilakukan pada vena auricularis karena pada vena tersebut pembuluh darah kelinci dapat terlihat dengan jelas. Penyuntikan tidak boleh lebih dari 4 menit karena obat yang disuntikan dapat terkontaminasi oleh bakteri lain.

Mekanisme pengaruh pirogen pada timbulnya demam. Demam dapat timbul dari terpaparnya tubuh manusia terhadap pirogen eksogen yang kemudian akan mengakibatkan terstimulasinya pirogen endogen untuk melindungi tubuh dan menciptakan kekebalan melawan pirogen eksogen tersebut, atau disebabkan pengaruh pirogen endogen itu sendiri. Contoh pirogen endogen yang ada dalam tubuh adalah interleukin-1 (IL-1), -interferon, dan tumor necrosis factor (TNF). IL-1 berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh yaitu anatara lain dapat menstimulasi limfosit T dan B, mengaktifasi netrofil, merangsang sekresi reaktan (C-reaktif protein, haptoglobin, fibrinogen) dari hepar, mempengaruhi kadar besi dan seng plasma dan meningkatkan katabolisme otot. IL-1 bereaksi sebagai pirogen yaitu dengan merangsang sitesis prostaglandin E2 di hipotalamus, yang kemudian bekerja pada pusat vasomotor sehingga meningkatkan produksi panas sekaligus menahan pelepasan panas, sehingga menyebabkan demam. TNF (cachectin) juga mempunyai efek metabolisme dan berperan juga pada penurunan berat badan yang kadangkadang diderita setelah seseorang menderita infeksi. TNF bersifat pirogen melalui dua cara, yaitu efek langsung dengan melepaskan prostaglandin E2 dari hipotalamus atau denagn merangsang pelepasan IL-1. Sedangkan -interferon (IFN-) adalah hasil produksi sel sebagai respon terhadap infeksi virus. Prostaglandin yang dihasilkan pirogen-pirogen itu kemudian mesensitisasi reseptor dan diteruskan oleh reseptor sampai hipotalamus yang akan menyebabkan peningkatan derajat standar panas hipotalamus (Hypotalamus Termostat).

Peningkatan derajat standar panas hipotalamus inilah yang akan memicu sistem pengaturan suhu tubuh (termoregulation) untuk meningkatkan suhu, maka terjadilah demam. Pada saat kita demam, sebenarnya tubuh juga mengeluarkan zat-zat tertentu untuk menurunkan demam. Misalnya, arginine vasopressin (AVP), melanocytestimulating hormone (MSH), dan corticotrophin-releasing factor. Efek anti demam ini yang menyebabkan terjadinya fluktuasi suhu tubuh selama kondisi demam. Keuntungan pengujian ini antara lain adalah : 1. Telah lama dikenal dan digunakan untuk menguji berbagai sediaan dan terbukti memberikan hasil memuaskan.

10

2. Sensitivitas kelinci dan manusia terhadap substansi pirogenik relative sama. Kenaikan suhu kelinci akibat substansi pirogenik sampai batas tertentu masih dapat diterima oleh manusia, sehingga kenaikan suhu kelinci tersebut dapat distandarisasi terhadap substansi pirogenik yang dapat diterima manusia. 3. Jika dibandingkan dengan uji LAL, metode ini mampu mendeteksi semua pirogen termasuk endotoksin. Pada saat ini endotoksin diketahui merupakan pirogen yang paling kuat, namun kehadiran pirogen lain dalam suatu sediaan perlu diperhitungkan, karena manusia tidak hanya respon terhadap endotoksin saja tetapi juga pirogen yang lain. Sedangkan kelemahan uji kelinci dibandingkan dengan uji LAL, antara lain: 1. Memerlukan pemeliharaan dan perawatan hewan dan laboratorium yang lebih intensif. Hewan harus dipelihara dalam ruangan dengan temperatur tidak jauh berbeda dengan tempat percobaan. Pemeliharaan harus dilakukan dengan sebaik mungkin untuk menghindari infeksi penyakit yang dapat mengganggu percobaan atau mengacaukan interpretasi hasil. Berat badan kelinci harus dijaga jangan sampai mengalami penurunan yang berarti dalam 1minggu menjelang digunakan. 2. Sensitifitas dipengaruhi oleh musim, kegaduhan, kegelisahan, makanan, dan lain sebagainya. Kegelisahan akan dapat menyebabkan kenaikan suhu relatif tinggi, sehingga mengacaukan interpretasi hasil. 3. Variabilitas biologis. Respon setiap kelinci terhadap substansi yang sama belum tentu sama, sehingga terdapat variasi kenaikan suhu pada tiap kelinci. Termometer yang digunakan pada uji pirogenitas ini memiliki ketelitian 0,1C agar saat pengukuran suhu kelinci dapat diukur dengan tingkat ketelitian yang tinggi sehingga perubahan suhu sekecil apapun dapat terukur dengan tepat. Dari percobaan didapat hasil, kelinci pertama memiliki suhu respon 0 C dengan suhu awal 38,75C, kelinci kedua memiliki suhu respon 0C dan suhu awal 38,4C, kelinci ketiga memiliki suhu respon 0,3C dengan suhu awal 38,4C. Suhu respon penginjeksian dengan NaCl P steril didapat dari pengurangan antara suhu maksimal dari pengukuran suhu tiap 15 menit sebanyak 6 kali dengan suhu awal.

11

Pada kelinci pertama suhu maksimalnya 38,7C, kelinci kedua 38,4C, dan kelinci ketiga 38,6C. Jumlah suhu respon dari ketiga kelinci tersebut adalah 0,3C. Suhu respon yang didapat kemudian dilakukan analisis pada tabel persyaratan sediaan uji. Berdasarkan hasil tersebut, sediaan uji memenuhi syarat sediaan steril (lolos uji pirogenitas). Karena hasilnya tidak melebihi kolom 2 yaitu untuk jumlah kelinci percobaan 3 kelinci tidak melebihi 1,2 C . 0,3 C kurang dari atau tidak melebihi 1,2 C berarti sediaan uji Nacl (0,9%) memenuhi syarat uji pirogenitas.

VI. KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan terhadap sediaan steril NaCl 0,9 % didapatkan hasil jumlah respon 0,3 C . 0,3 C kurang dari atau tidak melebihi 1,2 C berarti sediaan uji Nacl (0,9%) memenuhi syarat uji pirogenitas.

VII. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1979. Farmakope Indonesia edisi III, Jakarta: Departemen Kesehatan RI Usman Suwandi, 1988. Uji Pirogenitas dengan Kelinci dan Limulus Amebocyt Lysate, Cermin Dunia Kedokteran No. 52.

Anda mungkin juga menyukai