Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM PEMASTIAN MUTU SEDIAAN FARMASI


"MIKROBIOLOGI"
UJI ENDOTOKSIN DAN UJI PIROGEN

Dosen Pengampu :
Desi Purwaningsih,S.Pd. M.Si

Kelompok TR 1-1 :

1. Afrina Fajar Ekowati (02216404A)


2. Maria Mathilda Bano Mau (01206337A)
3. Muthia Nisrina Nabila (02216410A)
4. Sayyidatin Nafiah (02216387A)
5. Utami Pra Pitri (02216388A)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2022
A. TUJUAN
- Mahasiswa dapat menentukan hewan uji yang layak digunakan untuk uji pirogen.
- Mahasiswa diharapkan dapat melakukan uji pirogen dengan menggunakan hewan uji.
- Mahasiswa dapat menentukan nilai endotoksin dari berbagai macam sediaan farmasi.

B. DASAR TEORI
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi risiko reaksi demam pada tingkat yang
dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi. Pengujian meliputi
pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah dilakukan penyuntikan sediaan uji secara
intravena dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi oleh kelinci percobaan
dengan dosis yang tidak lebih dari 10 ml/kg yang disuntikkan secara intravena dalam
periode tidak lebih dari 10 menit. Untuk sediaan yang memerlukan penyiapan
pendahuluan atau cara pemberian khusus, ikuti petunjuk tambahan yang diberikan pada
masing-masing monografi. Pirogen adalah senyawa dengan berat molekul tinggi yang
dinyatakan sebagai senyawa lipopolisakarida yang diproduksi oleh kira-kira 5-10%
massa total bakteri. Pirogen merupakan senyawa yang jika masuk ke aliran darah akan
mempengaruhi suhu tubuh dan biasanya menghasilkan demam (Sudjadi, 2008).
Uji pirogenitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu sediaan
uji bebas pirogen atau tidak dengan tujuan untuk membatasi resiko reaksi demam yang
dapat diterima oleh pasien apabila diinjeksi dengan suatu sediaan farmasi (Suwandi,
1988). Uji pirogenitas biasanya menggunakan kelinci. Pengujian ini ditetapkan di
USP pertama kali pada tahun 1942 dan merupakan pengujian resmi untuk menentukan
non-pirogenitas sediaan farmasi. Uji endotoksin bakteri adalah uji untuk mendeteksi atau
mengkuantitasi endotoksin bakteri yang mungkin terdapat dalam sampel yang diuji
pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL) yang diperoleh dari
ekstrak air amebosit dalam kepiting ladam kuda (Limulus polyphemus atau Tachypleus
tridentatus) dan dibuat khusus sebagai pereaksi LAL. Terdapat dua tipe teknik uji, teknik
pembentukan jendal gel dan teknik fotometrik. Teknik fotometrik mencakup metode
turbidimetri, yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah penguraian substrat
endogen, dan metode kromogenik yang didasarkan pada pembentukan warna setelah
terjadi penguraian kompleks kromogen-peptida sintetik. Lakukan salah satu dari teknik
tersebut, kecuali jika dinyatakan lain dalam monografi.
Sejak diketahui bahwa endotoksin ternyata mampu menggumpalkan sel darah
Limulus, kemudian dikembangkan suatu pengujian untuk mendeteksi adanya
endotoksin dengan menggunakan reagensia yang dibuat dari sel darah Limulus.
Pengujian ini kemudian dikenal sebagai metode Limulus Amebocyte Lysate (LAL Test).
Meskipun demikian, pengujian pirogenitas menggunakan kelinci masih menjadi
pilihan utama karena:
a. Metode ini telah lama dikenal dan digunakan untuk menguji berbagai sediaan dan
terbukti memberikan hasil memuaskan.
b. Kelinci memiliki sensitivitas terhadap substansi pirogenik yang mirip dengan
manusia. Kenaikan suhu kelinci akibat substansi- pirogenik, sampai batas
tertentu masih dapat diterima oleh manusia; sehingga kenaikan suhu kelinci
tersebut dapat distandardisasi terhadap substansi pirogenik yang dapat diterima
manusia. Uji kelinci menggambarkan seluruh respon farmakologis terhadap
pirogen dan relevan dengan respon pada manusia.
c. Metode kelinci mampu mendeteksi semua pirogen termasuk endotoksin
sedangkan LAL tidak.
Sedangkan kelemahan metode uji pirogenitas menggunakan kelinci
dibandingkan dengan LAL Test antara lain:
a. Memerlukan pemeliharaan dan perawatan hewan dan laboratorium yang lebih
intensif. Hewan harus dipelihara dalam ruangan dengan temperatur tidak jauh
berbeda dengan tempat percobaan. Pemeliharaan hewan harus dilakukan dengan
sebaik mungkin untuk menghindari infeksi penyakit yang dapat mengganggu
percobaan atau mengacaukan interpretasi hasil. Berat Badan kelinci harus dijaga
jangan sampai mengalami penurunan yang berarti dalam 1 minggu menjelang
digunakan.
b. Sensitivitas dipengaruhi oleh musim, kegaduhan, kegelisahan, makanan dan lain
sebagainya. Kegelisahan akan dapat menyebabkan kenaikan suhu relatif tinggi,
sehingga mengacaukan interpretasi hasil.
c. Variabilitas biologis, respon setiap kelinci terhadap substansi yang sama belum
tentu sama, sehingga terdapat variasi kenaikan suhu pada tiap kelinci.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat:
- Oven
- Microplate
- Beaker glass
- Tabung reaksi
- Spuit + jarum suntik
- Thermometer

Bahan:
- Aquades
- Kelinci
- Pereaksi LAL
- Control Standard Endotoxin
- Acetazolamide injeksi

D. PROSEDUR KERJA
- Uji Endotoksin
1. Penyiapan Larutan Induk Baku Pembanding dan Larutan Baku Pembanding
Endotoksin
BPE (Baku pembanding endotoksin) adalah Endotoksin BPFJ yang telah
diketahui potensinya dalam UE per vial. Konstitusi seluruh isi vial BPE dengan 5,0
ml air pereaksi LAL. [Catatan Air pereaksi LAL adalah air untuk injeksi atau air lain
yang tidak bereaksi dengan pereaksi LAL yang digunakan pada batas kepekaan
pereaksi.] Campur dengan pengocok vorteks secara intermiten selama 30 menit.
Gunakan larutan pekat mi untuk membuat seri pengenceran yang sesuai. Simpan
larutan pekat dalam lemari pendingin, selama tidak lebih dan 14 hari untuk membuat
pengenceran berikutnya. Sebelum digunakan kocok kuat dengan pengocok vorteks
selama tidak kurang dari 3 menit. Campur setiap enceran tidak kurang dari 30 detik
sebelum membuat pengenceran berikutnya. Enceran tidak boleh disimpan karena
menyebabkan hilangnya aktivitas oleh penyerapan, kecuali ada data penunjang
tentang hal ini.
2. Uji Persiapan
Digunakan Pereaksi LAL yang sudah ditetapkan kepekaannya sesuai dengan yang
tertera pada etiket. Keabsahan hasil uji untuk endotoksin bakteri ini memerlukan
pembuktian yang cukup bahwa contoh bahan atau larutan, pencuci, atau ekstrak yang
digunakan pada uji, tidak menghambat atau memacu reaksi atau dapat mengganggu
pengujian dengan cara apapun. Validasi dilakukan dengan Uji penghambatan atau
pemacuan sebagaimana yang diuraikan pada 3 teknik yang telah disebutkan
sebelumnya. Dalam uji mi harus dimasukkan kontrol negatif yang sesuai. Validasi
harus diulang jika sumber Pereaksi LAL atau metode pembuatan atau formulasi bahan
berubah.
3. Penyiapan Larutan Uji
Siapkan larutan uji dengan melarutkan atau mengencerkan obat, atau
mengekstraksi alat kesehatan dengan Air Pereaksi LAL. Beberapa bahan atau sediaan
mungkin lebih baik dilarutkan, diencerkan atau diekstraksi dalam larutan mengandung
air lainnya. Jika perlu, atur pH larutan (atau hasil pengencerannya) yang akan diuji
hingga pH campuran pereaksi LAL dan larutan uji terletak pada rentang pH yang
ditentukan oleh produsen pereaksi LAL. Hal mi biasanya digunakan pada produk
dengan rentang pH 6,0-8,0. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan menggunakan
asam, basa atau larutan dapar yang sesuai dengan rekomendasi produsen pereaksi
LAL. Asam dan basa dapat dibuat dan konsentrat atau padatan dengan Air Pereaksi
LAL dalam wadah bebas endotoksin. Larutan dapar hams divalidasi bebas endotoksin
dan faktor pengganggu.
4. Penetapan Batas Endotoksin
Batas endotoksin obat parenteral, ditetapkan berdasarkan dosis, sama dengan
K/M. K adalah dosis ambang pirogenik endotoksin pada manusia per kg berat badan,
dan M sama dengan dosis maksimum produk pada manusia per kg berat badan dalam
periode satu jam. Dalam masing-masing monografi, batas endotoksin obat parenteral
dinyatakan dalam unit, misalnya UE/ml, UE/mg atau UE/unit aktivitas biologi. Air
steril untuk injeksi atau air lain yang tidak menunjukkan reaksi spesifik dengan
pereaksi LAL yang akan digunakan, pada batas sensitivitas pereaksi. K adalah 5 UE
per kg untuk semua cara pemberian selain dari intratekal (K adalah 0,2 UE per kg
berat badan). Untuk sediaan radiofarmaka yang tidak diberikan secara intratekal, batas
endotoksin dihitung sebagai 175/V, V adalah dosis maksimum dalam ml yang
direkomendasikan. Untuk sediaan radiofarmaka yang diberikan secara intratekal. Batas
endotoksin ditetapkan dengan rumus 14/V. Untuk formulasi (biasanya produk
antikanker). diberikan berdasarkan pada m2 luas permukaan tubuh, dengan rumus
K/M, K= 5 UE per kg dan M adalah (dosis maksimum/m2/jam x 1,80 m2)/ 70 kg.
5. Uji Persiapan untuk Cara Jendal Gel
Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL Lakukan konfirmasi kepekaan pereaksi
yang tertera pada etiket menggunakan tidak kurang dan 1 vial untuk setiap lot pereaksi
LAL. Buat pengenceran seri kelipatan 2 dan BPE dalam Air Pereaksi LAL hingga
konsentrasi 2λ; λ; 0,5λ; dan 0,25λ adalah kepekaan pereaksi LAL yang tertera pada
etiket (UE/mL). Lakukan uji pada 4 konsentrasi larutan baku, dalam 4 replikasi
termasuk kontrol negatif. Uji konfirmasi kepekaan lysate dilakukan bila menggunakan
pereaksi LAL batch baru atau bila ada perubahan dalam kondisi uji yang dapat
mempengaruhi hasil uji. Campur pereaksi LAL dengan larutan baku dan
masing-masing konsentrasi dalam tabung uji dengan volume yang sama (0,1 ml). Jika
digunakan vial atau ampul uji tunggal berisi pereaksi LAL kering beku, tambahkan
larutan langsung ke dalam vial atau ampul. Inkubasi campuran reaksi dalam waktu
yang tetap sesuai dengan petunjuk produsen pereaksi LAL (biasanya 37°±1°C, selama
60±2 menit), hindari getaran. Untuk menguji intensitas gel, ambil setiap tabung
langsung dan inkubator dan balikkan 180˚C secara perlahan-lahan. Jika telah terbentuk
gel yang kuat, yang tetap di tempatnya walaupun telah dibalik, catat sebagai hasil
positif. Jika gel tidak terbentuk atau gel yang terbentuk jatuh ketika dibalik, maka hasil
dinyatakan negatif. Uji dinyatakan absah, jika larutan baku konsentrasi terendah
memberikan hasil negatif pada semua replikasi uji.
Titik akhir adalah konsentrasi terendah yang masih memberikan hasil positif dari
satu pengenceran sen. Hitung nilai rata-rata dari logaritma konsentrasi titik akhir, е,
dan hitung antilogaritma dari nilai rata-rata menggunakan rumus berikut: Rata-rata
geometrik konsentrasi titik akhir = antilog Σ(elf). Σe adalah jumlah logaritma
konsentrasi titik akhir dan pengenceran seri yang digunakan; dan f adalah jumlah
replikasi. Rata-rata geometri konsentrasi titik akhir adalah hasil pengukuran kepekaan
pereaksi LAL (UE/ml). Jika hasil pengukuran kepekaan tidak kurang dari 0,5λ dan
tidak lebih dari 2λ, maka kepekaan yang tercantum di etiket sesuai dan dapat
digunakan dalam pelaksanaan pengujian dengan lysate.
6. Uji Faktor Pengganggu untuk Cara Jendal Gel.
Siapkan larutan A, B, C, dan D seperti tertera pada Tabel 1 dan lakukan uji
penghambatan atau pemacuan pada larutan sampel yang diencerkan kurang dani PMA,
tidak mengandung endotoksin, dan ikuti prosedur dalam Uji Konfirmasi Kepekaan
Pereaksi LAL Rata-rata geometnik konsentrasi titik akhir dan larutan B dan C,
ditetapkan dengan menggunakan persamaan uji di atas. Uji ini harus diulang apabila
terjadi perubahan kondisi yang dapat mempengaruhi hasil uji. Uji dinyatakan absah
apabila larutan A dan D membenikan hasil negatif, dan hasil larutan C sesuai dengan
kepekaan yang tertera pada etiket.
Jika kepekaan lysate yang diperoleh dalam larutan uji pada larutan B tidak kurang
dari 0,5λ dan tidak lebih dan 2λ, maka larutan uji tidak mengandung faktor
pengganggu pada kondisi uji yang digunakan. Jika sebaliknya, berarti terdapat faktor
pengganggu. Jika sampel yang diuji tidak memberikan hasil yang sesuai pada
pengenceran yang digunakan, ulangi uji menggunakan pengenceran yang lebih besan,
tetapi tidak boleh melebihi PMA. Bila digunakan lysate yang lebih peka, maka
pengenceran sampel lebih besar, dan dalam hal mi dapat mengurangi pengganggu.
Gangguan dapat diatasi dengan penanganan yang sesuai misalnya penyaringan,
netralisasi, dialisis, atau pemanasan. Untuk memastikan bahwa penanganan yang
dipilih efektif menghilangkan gangguan tanpa menghilangkan endotoksin, lakukan
pengujian di bawah mi menggunakan sediaan uji dengan penambahan BPE sesuai
dengan perlakuan yang dipilih.
7. Uji Batas Jendal Gel
Uji ini dilakukan bila dalam monografi disebutkan batas endotoksin. Prosedur
Siapkan larutan A, B, C dan D seperti tertera pada Tabel 2 dan lakukan pengujian
larutan mi mengikuti prosedur Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL, yang
dijelaskan dalam Uji Persiapan Cara Jendal Gel. Interpretasi Uji absah jika kedua
replikasi kontrol positif larutan B dan C memberikan basil positif dan kedua kontrol
negatif larutan D adalah negatif. Sediaan uji memenuhi syarat jika diperoleh hasil
negatif pada kedua tabung reaksi yang berisi larutan A, dan tidak memenuhi syarat
jika diperoleh hasil positif pada dua tabung.
Ulangi pengujian jika diperoleh hasil positif pada satu tabung reaksi berisi larutan
A dan hasil negatif pada tabung lainnya. Sediaan uji memenuhi syarat jika diperoleh
hasil negatif pada kedua tabung reaksi pada pengujian ulang. Jika pengujian positif
untuk sediaan uji dengan pengenceran lebih kecil dari PMA, pengujian dapat diulang
dengan pengenceran tidak melebihi PMA.
8. Penetapan Kadar Endotoksin Bakteri dengan Cara Jendal Gel
Penetapan kadar ini menghitung jumlah endotoksin bakteri dalam larutan sampel
dengan cara titrasi hingga titik akhir. Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL, tertera
dalam Uji Persiapan untuk Cara Jendal Gel. Perhitungan dan Interpretasi Uji absah
jika kondisi berikut dipenuhi :
- Kedua replikasi dari kontrol negatif larutan D adalah negatif;
- Kedua replikasi dari kontrol positif larutan B adalah positif;
- Rata-rata geometrik kadar titik akhir larutan C berada dalam rentang 0,5λ- 2λ.
Untuk menentukan kadar endotoksin dalam larutan A, hitung kadar titik akhir
setiap seri replikasi dan pengenceran dengan mengalikan tiap faktor pengenceran titik
akhir dengan λ. Kadar endotoksin dalam sampel adalah rata- rata geometrik kadar titik
akhir replikasi (lihat rumus yang diberikan dalam Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi
LAL, yang dijelaskan dalam Uji Persiapan untuk Cara Jendal Gel). Jika pengujian
dilakukan dengan mengencerkan larutan sampel, hitung kadar endotoksin dalam
sampel awal dengan mengalikannya dengan faktor pengenceran. Jika tidak ada
pengenceran sampel yang positif dalam pengujian absah, laporkan kadar endotoksin
kurang dari λ (jika enceran sampel yang diuji kurang dari 2. dikalikan faktor
pengenceran terkecil dari sampel). Jika semua pengenceran positif, kadar endotoksin
dilaporkan sama atau lebih besar dari faktor pengenceran terbesar dikalikan λ.
(Misalnya: Faktor pengenceran awal 8 kali 2. Bahan memenuhi syarat jika kadar
endotoksin kurang dari nilai yang dinyatakan dalam masing-masing monografi.
- Uji Pirogen
Uji ini dilakukan dalam ruang terpisah yang dirancang untuk pengujian pirogen
dan pada kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan hewan dan bebas
dari gangguan yang dapat menimbulkan kegelisahan pada hewan uji.Kelinci ditempatkan
dalam kandang dengan suhu 20-30⁰C dan bebas dari gangguan yang menimbulkan
kegelisahan. Adaptasi kelinci tidak boleh lebih dari tujuh hari. Kelinci tidak boleh
digunakan untuk uji pirogen lebih dari sekali dalam 48 jam sebelum 2 minggu setelah
digunakan untuk uji pirogen bila menunjukan kenaikan suhu maksimal 0,6⁰ atau
lebih.Kelinci tidak diberi makan selama proses pengujian namun boleh diberi
minum.Tentukan suhu awal kelinci (tidak boleh lebih dari 39,8⁰). Jika thermistor
pengukur suhu rektum digunakan untuk pengujian, kelinci diletakkan dalam penyekap
yang dapat menahan kelinci dengan leher yang longgar sehingga dapat duduk dengan
bebas. Tetapkan suhu kontrol pada tiap kelinci, tidak boleh lebih dari 30 menit sebelum
penyuntikan larutan uji. Hangatkan larutan sebelum penyuntikan 37⁰ kurang lebih
2⁰C.Suhu tersebut digunakan sebagai awal untuk penetapan setiap kenaikan suhu yang
dihasilkan dan penyuntikan larutan uji. Dalam setiap kelompok kelinci uji, digunakan
kelinci yang mempunyai perbedaan suhu kontrol antara satu dengan yang lainnya tidak
lebih dari 1°C, dan suhu kontrol tiap kelinci tidak boleh lebih dari 39,8°C. Kecuali
dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikan 10 ml/kg BB larutan uji per kg
berat badan kedalam vena telinga masing masing kelinci. Penyuntikan dilakukan dalam
waktu 10 menit. Larutan uji berupa sediaan yang perlu dikonstitusi sesuai etiket, atau
bahan uji yang diperlakukan seperti tertera pada masing-masing monografi dan
disuntikkan sesuai dosis tersebut. Untuk uji pirogen dari alat atau perangkat injeksi,
gunakan cucian atau belasan permukaan yang kontak dengan bahan yang diberikan
secara parenteral, tempat penyuntikan atau jaringan tubuh pasien. Semua larutan uji harus
terjamin bebas kontaminasi. Lakukan penyuntikan setelah larutan uji dihangatkan pada
suhu 37°C kurang lebih 2°C. Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah
penyuntikan dengan selang waktu 30 menit. Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor
kelincipun menunjukkan kenaikan suhu 0,5⁰C atau lebih. Jika ada kelinci yang
menunjukkan kenaikan suhu 0,5⁰C atau lebih lanjutkan pengujian dengan menggunakan
lima ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing
menunjukkan kenaikan suhu 0,5⁰C atau lebih dan jumlah kenaika suhu maksimal 8 ekor
kelinci tidak lebih dari 3,3⁰C sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.
E. HASIL
Data Endoksisitas

RW CSE Sampel

1. Negatif Positif Positif

2. Negatif Postif Negatif

3. Positif Positif Positif

4. Postif Negatif Negatif

5. Negatif Negatif Negatif

Data Pirogen

Waktu (menit) Suhu (celsius)

A B C D E F G H

Suhu awal 38.2 38.5 38.1 38.2 38.4 38.2 38.4 38.3

60 38.2 38.5 38.8 38.3 38.5 38.3 38.4 38.5

90 38.3 38.6 38.7 38.5 38.5 38.3 38.6 38.6

120 38.4 38.7 38.6 38.5 38.5 38.4 38.6 38.7

150 38.5 38.8 38.6 38.6 38.6 38.4 38.7 38.8

180 38.6 38.9 38.6 38.6 38.6 38.8 38.8 38.9

Perubahan 0,4 0,4 0,7 0,4 0,2 0,6 0,4 0,6


suhu
Total perubahan suhu = 3,3°C (Tidak dilakukan uji lanjut ).
F. PEMBAHASAN
Pirogen dan endotoksin merupakan fragmen utama dari dinding sel bakteri yang
dapat menyebabkan reaksi fibril ketika disuntikkan. Pirogen umumnya larut dalam air
akan tetapi menempel kuat pada permukaan hidrofobik. Pirogen juga merupakan produk
metabolit dari pertumbuhan mikroorganisme yang larut air, bahan panas, yang dapat
menimbulkan demam saat diinjeksikan secara intravena, pirogen tidak dapat dihancurkan
melalui sterilisasi uap dan filtrasi (Tungadi, 2017).
Pada uji endoksisitas yang dilakukan didapatkan hasil dari 5 sampel, sampel
pertama menunjukkan hasil mengandung endotoksin sehingga tidak boleh digunakan.
Sampel kedua tidak mengandung endotoksin, sehingga boleh digunakan. Sampel ketiga
menunjukkan hasil yang harus dilakukan uji ulang, karena nilai RW positif. Sampel
keempat menunjukkan hasil yang harus dilakukan uji ulang karena nilai RW positif dan
SCE negatif. Sampel kelima menunjukkan hasil semua negatif, dicurigai ada kerusakan
pada RW dan SCE, sehingga harus dilakukan uji ulang juga.
Uji pirogenitas menggunakan hewan uji, pada praktikum kali ini hewan uji yang
digunakan merupakan kelinci. Jumlah kelinci yang digunakan untuk pengujian awal
adalah 3 ekor, akan tetapi apabila terjadi kenaikan suhu maka harus dilakukan uji lanjutan
dengan jumlah kelinci 5 ekor, jadi jumlah kelinci yang dibutuhkan pada uji pirogen ini
adalah 8 ekor kelinci. Sebelum dilakukan pengujian, kelinci harus disiapkan terlebih
dahulu pada suhu 20°C - 23°C ± 3°C. Apabila pada pengujian kelinci yang digunakan
merupakan kelinci baru, maka perlu dilakukan uji pendahuluan selama 7 hari, dengan
cara menyuntikkan pengencernya. Apabila pada pengujian menggunakan kelinci yang
sudah pernah dipakai uji pirogen, apabila diketahui hasilnya positif (+) maka harus
ditunggu selama 14 hari, dan apabila hasilnya negatif (-) maka harus ditunggu selama 48
jam baru kelinci dapat digunakan kembali untuk pengujian pirogenitas. Perlakuan kelinci
untuk uji pirogenitas yaitu kelinci boleh diberi minum tetapi tidak boleh diberi makan,
harus berada pada suhu ruang yang sama. Menentukan suhu awal kelinci kurang lebih 30
menit sebelum dilakukan uji pirogen, suhu kelinci tidak boleh lebih dari 39,8°C dengan
termometer 0,1°C, suhu optimum kelinci tercapai kurang dari 5 menit (tidak terjadi
kenaikan). Pengukuran suhu dilakukan menggunakan termometer dubur sedalam 5-7 cm,
pengambilan suhu hewan uji dilakukan tidak boleh lebih dari 10 menit. Kemudian
siapkan sampel dengan suhu 37°C, bersihkan telinga kelinci dengan alcohol swab,
suntikkan sampel pada telinga kelinci, lalu diukur suhunya selama 3 jam tiap 30 menit.
Hasil memenuhi syarat jika terjadi kenaikan atau perubahan suhu < 0,5°C (dihitung dari
suhu awal - suhu tertinggi), dan apabila ada penurunan suhu dianggap 0 (diabaikan). Jika
ada salah satu kelinci yang positif, maka perlu dilakukan uji lanjut dengan 5 ekor kelinci
baru. Syarat uji lanjut yaitu tidak kurang dari 3 kelinci yang kenaikan suhunya > 0,5°C
dan total perubahan suhu tidak lebih atau kurang dari 3,3°C.
Pada praktikum kali ini pengujian 3 ekor kelinci pertama didapatkan hasil
perubahan suhu yaitu 0,4°C; 0,4°C; dan 0,7°C, hasil ini menunjukkan adanya kelinci
yang melebihi 0,5°C sehingga perlu dilakukan uji lanjut. Setelah dilakukan uji lanjut,
didapatkan hasil perubahan suhu yaitu 0,4°C; 0,2°C; 0,6°C; 0,4°C; dan 0,6°C. Total
perubahan suhu pada 8 ekor kelinci sebesar 3,7°C (>3,3°C), hal ini menunjukkan sampel
positif pirogen.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat diambil kesimpulan, pada uji endoksisitas dari
5 sampel, sampel 1,3,4 dan 5 harus dilakukan uji ulang, sedangkan sampel 2 telah
memenuhi syarat. Pada uji pirogen, dinyatakan sampel masih mengandung pirogen
karena terjadi kenaikan suhu >0,5°C pada uji awal, dan total perubahan suhu setelah
dilakukan uji lanjut yaitu sebesar 3,7°C, hal ini tidak memenuhi syarat total perubahan
suhu >3,3°C.
DAFTAR PUSTAKA
Sudjadi, 2008. Bioteknologi Kesehatan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Tungadi, R. 2017. Teknologi Sediaan Steril. CV Sagung Seto. Jakarta.
Usman Suwandi, 1988. Uji Pirogenitas dengan Kelinci dan Limulus Amebocyte Lysate.
Cermin Dunia Kedokteran No. 52.

Anda mungkin juga menyukai