Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Sunat /sirkumsisi telah dilakukan sejak zaman prasejarah, diamati dari gambargambar di gua yang berasal dari Zaman Batu dan makam Mesir purba. Alasan tindakan ini masih belum jelas pada masa itu tetapi teori-teori memperkirakan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari ritual pengorbanan atau persembahan, tanda penyerahan pada Yang Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan, atau upaya untuk mengubah estetika atau seksualitas. Sunat pada laki-laki diwajibkan pada agama Islam dan Yahudi. Praktik ini juga terdapat di kalangan mayoritas penduduk Korea Selatan, Amerika, dan Filipina. Menurut literatur AMA tahun 1999, orang tua di AS memilih untuk melakukan sunat pada anaknya terutama disebabkan alasan sosial atau budaya dibandingkan karena alasan kesehatan. Akan tetapi, survey tahun 2001 menunjukkan bahwa 23,5% orang tua melakukannya dengan alasan kesehatan. Beberapa para ahli mengatakan sunat bermanfaat bagi kesehatan namun hal ini hanya berlaku jika pasien terbukti secara klinis mengidap penyakit yang berhubungan dengan kelamin. Kata sirkumsisi berasal dari bahasa Latin circum berarti sekeliling dan caedere (berarti memotong. Sirkumsisi (circumcision) adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis. Frenulum dari penis dapat juga dipotong secara bersamaan dalam prosedur yang dinamakan frenektomi. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian sirkumsisi? 2. Apa macam metode yang digunakan pada sirkumsisi? 3. Apa manifestais klinik dari sirkumsisi? 4. Apa etiologi dari sirkumsisi? 5. Bagaimana patofisiologi dari sirkumsisi? 6. Bagaimana penatalaksanaan dari sirkumsisi? 7. Apa saja pemeriksaan diagnostic dari sirkumsisi?

8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan sirkumsisi? 1.3 Tujauan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dalam pembuatan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui konsep teori sirkumsisi 2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan sirkumsisi 1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui pengertian sirkumsisi 2. Untuk mengetahui macam-macam metode pada sirkumsisi 3. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari sirkumsisi 4. Untuk mengetahui etiologi dari sirkumsisi 5. Untuk mengetahui patofisiologi dari sirkumsisi 6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari sirkumsisi 7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari sirkumsisi

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Sirkumsisi Kulit kulup (prepusium) adalah lapisan luar/lipatan kulit yang menyelubungi glans penis. Prepusium menempel pada glans penis di sisi ventral frenulum. Sebuah pembuluh darah kecil membentang di frenulum. Selama perkembangan

intrauteri,epitelium prepusium dalam memulai memisah dari epitelium glans. Kendatiretraksi prepusium minimal saat lahir, pemisahan fisiologis normal ini berlanjut hingga sepanjang masa kanak-kanak. Muara puncak prepusium adalah cincin prepusium. Korona adalah bagian atas glans. Sulkus korona adalah batas antara glans & badan penis. Eksisi prepusium yang tepat adalah sejajar sulkus korona. Muara (meatus) uretra dalam kondisi normal terletak pada puncak tengah glans. Apabila meatus uretra berada pada bidang vertical/dorsal, kondisi ini disebut hipospadia & sirkumsisi tidakboleh dilakukan

Kata sirkumsisi berasal dari bahasa Latin circum berarti sekeliling dan caedere (berarti memotong. Sirkumsisi (circumcision) adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis. Frenulum dari penis dapat juga dipotong secara bersamaan dalam prosedur yang dinamakan frenektomi.

Sirkumsisi adalah memotong kulit luar (preputium / prepuce / foreskin / kulup) pada penis yang melingkupi kepala penis (glans penis). Sirkumsisi adalah prosedur kedaruratan dimana prepusium (foreskin) dari penis dipisahkan dari glans dan porsio dieksisi.

2.2 Metode sirkumsisi a) Metode klasik/dorsumsisi/cara kuno Metode ini sebenarnya sudah lama ditinggalkan, namun prakteknya masih dapat dilihat di sekitar pedesaan. Alat yang umumnya digunakan dalam metode ini adalah bambu yang telah ditajamkan, skalpel atau pisau bedah, dan silet. Peralatan yang akan dipakai ini sebelumnya disterilkan dengan alkohol tepat sebelum penggunaan. Namun cara ini mengandung risiko terjadinya perdarahan dan infeksi, bila tidak dilakukan dengan steril. b) Metode lonceng atau ikat Di sini, tidak dilakukan pemotongan kulup. Ujung penis hanya diikat erat sehingga bentuknya mirip lonceng. Setelah itu, jaringan akan mati dan terlepas dengan sendirinya dari jaringan sehat. Hanya saja metode ini waktu yang cukup lama, sekitar dua minggu. Alatnya diproduksi di beberapa negara Eropa, Amerika, dan Asia dengan nama Circumcision Cord Device. c) Clamp atau klamp

Metode ini memiliki banyak merek dagang terdaftar, namun, pada prinsipnya adalah kulit yang akan dihilangkan dijepit kemudian dipotong saat itu juga. Secara sekilas, proses penjepitan terlihat seperti metode lonceng, namun, sangat berbeda di tahap selanjutnya, yaitu pemotongan. Pada metode ini, penjepitan hanya dilakukan sebentar saja selama operasi berlangsung dan segera dilepas lalu penjepit kemudian langsung dibuang (sekali pakai) sehingga tidak terjadi nekrosis. Merek dagang yang umumnya dipromosikan adalah: Gomco. Ismail Clamp, Q-Tan, Sunathrone Clamp, Alis Clamp, Tara Clamp, Smart Clamp. Di Indonesia, 2 metode yang terkenal adalah Tara Clamp dan Smart Clamp. d) Tara clamp Ditemukan dan dipatenkan oleh seorang professor, dr. Tara Gurcharan Singh pada awal tahun 1990, alat ini hampir seluruhnya terbuat dari plastik dan digunakan hanya sekali saja. Pada metode ini, kulit yang akan dihilangkan dilebarkan, kemudian ditahan dengan Tara Clamp itu sendiri. Setelah 3-5 menit, kulit akan terlepas dengan sendirinya dikarenakan tekanan. Walaupun metode ini menggunakan tekanan, nyatanya metode ini tidak menimbulkan rasa sakit, tanpa pendarahan, tanpa jahitan, dan bisa langsung melakukan aktivitas yang relatif ringan. e) Electrocutery Metode ini menggunakan tekhnik yang berbeda sekali dengan metode yang lainnya, dimana umumnya menggunakan pemotongan dengan pisau bedah atau alat lain, sementara metode ini menggunakan panas yang tinggi tetapi dalam waktu yang sangat singkat. Metode ini memiliki kelebihan dalam hal mengatur pendarahan, dimana umum terjadi pada anak berumur dibawah 8 tahun, yang dimana memiliki pembuluh darah yang kecil dan halus. f) Flash Cutter Metode ini merupakan pengembangan secara tidak langsung dari metode electrocautery yang dimana perbedaannya adalah menggunakan sebilah logam yang sangat tipis dan diregangkan sehingga terlihat seperti benang

logam. Logam tersebut kemudian dipanaskan sedikit menggunakan battery. Hal ini dimaksudkan untuk membunuh bakteri yang kemungkinan masih ada, dan juga untuk mempercepat pemotongan. Karena alat ini menggunakan battery, alat ini cenderung lebih mudah dibawa sehingga beberapa dokter yang memiliki alat ini bisa melakukan proses sirkumsisi dirumah pasien sampai selesai. g) Laser Carbon Dioxide Metode inilah yang menggunakan murni laser selama proses sirkumsisi. Metode ini adalah metode tercepat selain menggunakan metode klasik karena didukung oleh tekhnologi medis yang telah maju.

2.3 Manifestasi Klinik Cemas gelisah Sulit tidur Kesulitan berkemih Nyeri 2.4 Etiologi Agama Social Medis: Fimosis

Keadaan di mana kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis (glans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing. Parafimosisi (prepusium tidak dapat ditarik ke depan)

2.5 Patofisiologi Menurut agama islam khitan merupakan kewajiban bagi muslim laki-laki yang akan menuju keremaja/dewasa. Sedangkan pada fimosisi yaitu kulit penis melekat pada bagian kepala penis sehingga mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air kencing sehingga penderita tidak dapat berkemih/kesakitan saat akan berkemih dan parafimosis sendiri yaitu kulup tertarik ke belakang glans penis sehingga tidak dapat dikembalikan ke posisi yang normal karena ada lingkaran prepusial yang ketat sehingga kedua kelainan ini harus dilakukan tindakan sirkumsisi. Sedangkan sirkumsisi sendiri yaitu prosedur kedaruratan dimana prepusium (foreskin) dari penis dipisahkan dari glans dan porsio dieksisi. 2.6 Pathway Parafimosis

Fimosisi

Agama

Prepusium berkerudung dan menyempit

prepusium menjepit koronaria glans/sepertiga glans distal

Kewajiban bagi umat muslim lakilaki

Menjepit glans penis & menutup meatus uretra

Penutupan prepusium tdk sempurna

Kulit prepusium tidak dapat diretraksi ke depan

Kurang pengetahuan proses sirkumsisi

sirkumsisi

Ansietas

Pembedahan/insisi pada prepusium

Personal hygiene kurang

Ketakutan saat akan berkemih

Diskontinuitas jaringan

Post deentri kuman (patogen)

Respon menahan keinginan berkemih

Nyeri

Resti infeksi

kelemahan Penumpukan urine pd VU

Apabila terjadi Perdarahan masif

Intoleransi aktivitas

Haluaran urine

Resti kekurangan volume cairan

Gangguan eliminasi Urine (retensi Urine)

2.7 Pemeriksaan diagnostic 1. Pemeriksaaan darah lengkap 2. Pemeriksaan pembekuan darah 3. Bila menungkinkan periksa titer ASO : meningkat seminggu setelah infeksi 4. USG penis untuk mendeteksi kemungkinan adanya sumbatan atau obstruksi pada saluran kemih akibat pajanan bakteri 2.8 Penatalaksanaan a) Medis: 1. Analgetika : Antalgin 500 mg 2. Asam Mefenamat 500 mg 3. Antibiotika : Amoksisilin 500mg

4. Eritromisin 500 mg 5. Roboransia : Vitamin B Complex 6. Vitamin C

b) Keperawatan 1. Setelah prosedur selesai balut penis dengan menggunakan kasa lembab untuk mencegah perlengketan dan untuk memastikan koagulasi darah. 2. Periksa terhadap adanya perdarahan setiap 15 menit selama 1 jam pertama 3. Observasi bayi dengan ketat selama kurang lebih 2 jam setelah sirkumsisi adanya tada hemorargi, infeksi, dan pembentukan fistula 4. Jika penis kotor bersihkan penis dengan air bersih dan balut kembali dengan kasa lembab. 5. Usahakan istirahat yang cukup 6. Bila selesai kencing bersihkan sisa air kencing dengan tissue atau kasa 7. Perbanyak makan dan minum yang bergizi terutama yang banyak

mengandung protein, tidak ada larangan makan. 2.9 Komplikasi 1. Infeksi, terutama jika tindakan antisepsis (tindakan membersihkan alat, benda lain, atau bagian tubuh dengan larutan pembunuh kuman, seperti alkohol) dan sterilitas alat diabaikan. Infeksi ditandai oleh luka basah tak kunjung kering, nanah, bengkak, atau nyeri. 2. Perdarahan, terutama terjadi jika dokter luput mengidentifikasi dan mengikat pembuluh darah yang cukup besar. Jika perdarahan terus terjadi, biasanya dilakukan tindakan untuk mencari dan mengikat sumber perdarahan. 3. Efek samping obat bius, berupa alergi setempat atau reaksi seluruh tubuh. 4. Kulit kulup terpotong terlalu pendek atau terlalu panjang 2.10 Prosedur sirkumsis Persiapan alat dan bahan: 1. Minor surgery set steril 2. Cat gut chronic 3/0 dengan jarumnya 3. Betadine dan korentang 4. Procain/xylocain 1-2 %

5. Nidle 6. Klem 3 buah 7. Spuit 5 cc steril 8. Duk berlubang kecil streril 9. Kain kasa steril 10. Sarung tangan steril 11. Plester 12. Adrenalin dan deladryl injeksi/cortizone 13. Sofratule (kasa yang ada antibiotik) Persiapan pasien dan lingkungan: a) Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan b) Mengatur posisi klien senyaman mungkin c) Memasang sampiran atau sketsel d) Memasang perlak dan pengalas Pelaksanaan: 1. Mencuci tangan 2. Memakai sarung tangan steril 3. Bersihkan genetalia eksterna dengan Nacl dan desinfeksi dengan betadine 4. Tutup duk berlubang kecuali genetalia 5. Lakukan anstesi local pada pangkal penis dan mukosa sulkus koronarius sekeliling dan kemudian tunggu dan tes penis dengan menggunakan pinset apakah anastesi sudah berfungsi atau belum

10

6. Dorong prepusium ke belakang dengan lembut untuk mengidentifikasi muara meatus urinarius dan perkirakan berapa banyak prepusium yang akan diangkat sekitar dua pertiga prepusium harus diangkat dan tandai dan klem prepusium pada jam 11,1 dan 6 di tarik ke distal

7. Pegang prepusium dan dengan menggunakan alat probe tumpul kecil dan pisahkan perlengketan prepusium dengan glans penis secara hati-hati. 8. Preputium diinsisi pada jam 12 diantara jepitan klem dengan menggunakan gunting kearah sulcus coronarius dan sisakan mukosa kulit secukupnya dari distal sulcus.

9. Kemudian lakukan potongan melingkar yang merata dengan panjang sesuai dengan panjang potongan kulit luar pertama yang telah difiksir tadi. kontrol perdarahan.

11

10. Setelah semua kulit luar lepas, klem ujung dari kulit luar yang dipotong tadi di keliling batang penis untuk melapangkan area jahitan sekaligus menandai tempat yang akan dijahit.

11. Kemudian kulit dan mukosa di jahit satu persatu atau jelujur dengan cat gut 3/0

12

12. Balut dengan sofratule dengan longgar mengelilingi glans dan pinggiran kulit.

13. Bereskan semua peralatan 14. Rapikan pasien 15. Dokumentasikan

13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SIRKUMSISI 3.1.Pengkajian 3.1.1. Identitas a. Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin ( Laki-laki ), umur , alamat, agama(islam), bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b. Identitas penanggung Jawab Meliputi nama, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, pekerjaan, dan alamat. 3.1.2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama: cemas/ gelisah, dan nyeri. b. Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya klien datang dalam keadaan cemas, gelisah dan takut dan biasanya orang tua klien mengatakan penis anaknya membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin dan anaknya menaggis terus menerus. Setelah operasi biasanya klien akan mengeluh nyeri dan takut untuk berkemih. c. Riwayat Penyakit Dahulu Tanyakan pada klien atau orang tua klien apakah klien memiliki penyakit hemofilia (gangguan pembekuan darah), penyakit diabetes mellitus, penyakit menular seperti hepatitis dan HIV, dan riwayat ISK/kesulitan buang air kecil dan retensi urine dan tanyakan apakah klien memiliki riwayat alergi. d. Riwayat Penyakit keluarga Tanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit hemofilia, DM, dan penyakit menular seperti HIV dan hepatitis dan tanyakan pada keluarga apakah ada yang memiliki riwayat alergi. .
14

3.1.3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum: Composmentis b. TTV: TD : 80/45-95/65 mmHg T : 36,5-37,5 x/menit RR : 30-40 x/menit N :> 110 x/menit (normal :110-120 x/menit) c. Pemeriksaan Head to toe: 1. Kepala : biasanya tidak ada kelainan (monosepal, rambut hitam, tipis, bersih) 2. Mata : biasanya tidak ada kelainan pada mata 3. Hidung :biasanya normal, cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis

(-), tidak terpasang NGT 4. Leher 5. Paru-paru : Inspeksi: tidak terdapat tarikan intercostae, bentuk dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada sesak. Palpasi Perkusi : vokal fremitus dada kanan dan kiri sama : Suara paru sonor pada semua lapang paru : tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid dan JVP

Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan ronci (-), wheezing (-). 6. Jantung Inspeksi : tidak ada pembesaran jantung Palpasi Perkusi : tidak teraba ictus kordis : bunyi jantung pekak

Auskultasi : BJ I dan II normal 7. Abdomen : Inspeksi : bulat datar Auskultasi : bising usus normal 5-35 x/menit Palpasi Perkusi 8. Genetalia : hepar dan lien tak teraba, distensi abdomen : suara perut timpani

15

Inspeksi: Kulit prepusium berfungsi sebagai kerudung bagi penis, nampak menguncup dan fungsi estetika penis menjadi berkurang sedangkan pada pasien sirkumsisi yang normal genetalia tidak ada kelainan.

Palpasi: Saat Prepusium ditarik/ diretraksi kebelakang tidak bisa ditarik ke belakang (pada pasien dengan fimosis), untuk beberapa kasus secara klinis bisa menjadi parafimosis sehingga prepusium tidak bisa kembali atau diretraksi ke depan sedangkan pada pasien yang normal tidak ada gangguan pada prepusium.

9. Ekstremitas: tidak terdapat kelainan pada daerah ekstremitas. d. Pola Fungsional 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya orang tua mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan. 2. Pola Nutrisi Biasanya tidak terdapat gangguan pada nutrisi klien. 3. Pola eliminasi Biasanya pada pasien sirkumsisi yang normal biasanya tidak ada kelainan pada eliminasinya (kecuali pada abnormalitas) namun setalah operasi biasanya klien takut untuk berkemih. 4. Pola aktivitas dan latihan Pada bayi biasanya pola aktivitas tidak terganggu, tapi pada klien sirkumsisi dengan usia anak-anak akan terjadi gangguan pada pola aktivitasnya, klien akan cenderung malas melakukan aktivitas karena setelah pembedahan mungkin agak sedikit sakit untuk dibuat berjalan. 5. Pola tidur dan istirahat Pola tidur dan istirahat klien biasanya tidak terganggu pada klien yang akan disirkumsisi normal (kecuali pada pasien yang abnormalitas), tapi apabila setelah dilakukan tindakan pembedahan

16

kemungkinan akan terjadi gangguan pola tidur akibat rasa nyeri yang dialami. 6. Pola hubungan dan peran Klien belum bisa berkomunikasi dengan orang lain sehingga tidak terjadi gangguan pada pola hubungan dan peran, namun apabila terjadi pada usia anak-anak biasanya akan terganggu. 7. Pola persepsi dan konsep diri Tidak terdapat kelainan 8. Pola sensori dan kognitif Biasanya tidak terganggu. 9. Pola reproduksi seksual Biasanya nyeri jika ereksi untuk klien anak-anak/remaja ada pembatasan fungsi alat genital, smegma yang menumpuk di balik preputium pada klien yang abnormalitas 10. Pola penanggulangan stres Biasanya klien anggota keluarga jika mengalami kecemasan selalu bertanya pada perawat atau tenaga medis lainnya, selain itu anak cenderung menagis jika merasakan sakit. 11. Pola tata nilai dan kepercayaan Pasien dan keluarga beragama islam. Biasanya orang tua menganggap bahwa semua penyakit pasti ada obatnya dan semuanya sudah diatur oleh Allah SWT e. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaaan darah lengkap Pemeriksaan pembekuan darah Bila menungkinkan periksa titer ASO : meningkat seminggu setelah infeksi USG penis untuk mendeteksi kemungkinan adanya sumbatan atau obstruksi pada saluran kemih akibat pajanan bakteri 3.2 Contoh analisa data

17

No 1.

DATA

ETIOLOGI

PROBLEM Ansietas tentang

Ds : biasanya klien/keluarga pasien Kurangnya khawatir tentang proses sirkumsisi Do : Biasanya dibuktikan: Cemas Pasien/keluarga pasien sering bertanya-tanya tentang proses sirkumsisi Pasien/keluarga binggung dan gelisah Wajah tegang tampak informasi

proses sirkumsisi

2.

Ds : biasanya klien mengatakan Bekas nyeri pada luka bekas insisi Do : P: nyeri bertambah jika melakukan aktivitas Q: nyeri terlokalisir R: nyeri pada bekas luka insisi S: skala nyeri 5 T: nyeri muncul sejak ada bekas luka insisi Psien tampak menyeringai

luka insisi Gangguan nyaman nyeri

rasa

prepusium

kesakitan/menangis Peningkatan nadi >110 x/menit 3. Ds:Do: TTV: TD : 80/45-95/65 mmHg T : >37,5 x/menit RR : 30-40 x/menit N :> 110 x/menit (normal
18

personal yang kurang

hygien Resiko infeksi

:110-120 x/menit) Terdapat salah satu tanda-tanda peradangan

Diagnosa keperawatan: Pre op: 1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses sirkumsisi Post op: 2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan bekas luka insisi 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan personal hygien yang kurang 4. Intoleransi aktivitas berubungan dengan kelemahan 5. Ganggauan eliminasi urine (retensi Urine) berhubungan dengan penurunan haluaran urine BATASAN KARAKTERISTIK No. 1. Masalah Ansietas 1. Kriteria Mayor Fisiologis (peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi pernafasan) 2. Emosional (individu mengatakan bahwa ia merasa ketakutan, gelisah, kurang percaya diri, kehilangan kendali, ketegangan meningkat). 3. Kognitif (Ketidak mampuan berkonsentrasi, rendahnya kesadaran terhadap sekitar,pelupa) Kriteria mayor (harus Kriteria Minor

2.

Nyeri

Kriteria minor (mungkin

19

ada): individu melaporkan atau memperlihatkan ketidaknyamanan.

ada): a. Respons autonom nyeri akut: TD meningkat, nadi meningkat, pernafasan meningkat, diaforesis, pupil dilatasi. b. Raut wajah kesakitan, menangis, merintih. c. Terasa sesak pada abdomen. d. Malaise

3.

Resiko infeksi

20

3.3 Perencanaan Pre op No. Dx 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamax24 jam diharapkan klien dapat mengatasi ansietasnya atau ansietas berkurang dengan KH: K : klien/keluarga mengetahui informasi yang adekuat sehubungan dengan proses sirkumsisi A : klien/keluarga pasien kooperatif P :keluarga pasien memberikan motivasi untuk menghadapi sirkumsisi P: TTV dalam batas normal Ansietas berkurang Wajah rileks 1. Mengobservasi tanda-tanda vital 1. Sebagai pengawasan terhadap klien adanya perubahan keadaan umum 2. Bentuk hubungan percaya pasien sehingga dapat diakukan dengan pasien. Bersikap jujur, penanganan dan perawatan secara konsisten didalam respon. cepat dan tepat. Tunjukkan rasa hormat yang 2. Kejujuran, ketersediaan, dan positif dan tulus. penerimaan meningkatkan 3. Kaji tingkat ansietas pasien. kepercayaan pada hubungan pasien 4. Dorong klien untuk perawat. mengungkapkan perasaan dan 3. Membantu dalam mengidentifikasi pikirannya. kekuatan dan ketrampilan yang 5. Jelaskan pada klien tentang mungkin membantu pasien proses sirkumsisi mengatasi keadaannya sekarang dan 6. Libatkan keluarga pasien dalam atau kemungkinan lain untuk perawatan dan beri dukungan memberikan bantuan yang sesuai. 4. Memberikan kesempatan perawat untuk memeriksa rasa takut realistik klien serta kesalahan konsep tentang proses sirkumsisi yang dialami klien 5. Penjelasan perawat tentang apa yang terjadi pada diri klien akan membantu mengurangi rasa cemas Tujuan Intervensi Rasional

21

klien. 6. Dukungan keluarga sangat membantu dalam proses perawatan. POST OP No. Dx 1. Tujuan Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi tanda-tanda vital klien 1. Nyeri yang sangat biasanya selama....x 24 jam diharapkan nyeri berkurang akan meningkatkan frekwensi atau hilang dengan kriteria hasil: 2. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, nadi klien. K : klien/keluarga klien mengetahui tentang lama,intensitas (skala 0-10) dan 2. Perubahan dalam lokasi atau penyebab nyeri. karakteristiknya (dangkal, tajam dan intensitas tidak umum tetapi A : klien mau mendemokan teknik relaksasi kostan). dapat menunjukkan terjadinya P : pasien mendemokan teknik relaksasi komplikasi. dengan nafas dalam. 3. Berikan tindakan kenyamanan : P: latihan relaksasi atau distraksi. 3. Meningkatkan relaksasi dan TTV dalam batas normal (anak/bayi): mungkin meningkatkan TD: 80/45-95/65 mmHg 4. Tunjukan sikap penerimaan respon kemampuan koping pasien T: 36,5-37,5 x/menit nyeri klien dan akui nyeri yang klien dengan memfokuskan kembali RR: 30-40 x/menit rasakan. perhatian N:110-120 x/menit 4. Ketidakpercayaan orang lain 5. Ciptakan lingkungan yang nyaman membuat klien tidak toleransi untuk klien terhadap nyeri sehingga klien merasakan nyeri semakin 6. Jelaskan penyebab nyeri klien meningkat. 5. Meminimalkan stimulasi atau 7. Kolaborasi pemberian analgesic ibu meningkatkan relaksasi.
22

profen, naproksen, ponstan) atau anti inflamasi NSAID

6. Dengan mengetahui penyebab nyeri klien dapat bertoleransi terhadap nyeri. 7. Menurunkan laju metabolik dan iritasi karena toxin sirkulasi atau lokal, yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan. 1. Infeksi yang lebih dini diketahui akan lebih mudah penanganannya. 2. Pemberian asupan kalori dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat menunjang proses penyembuhan pasien. 3. Teknik aseptik meminimalkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi risiko infeksi. 4. Untuk menangani kuman dan bakteri. 5. Peningkatan kadar leukosit menunjukkan tanda-tanda infeksi.

2.

Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada luka insisi dengan KH: K: keluarga & klien mengerti tanda-tanda terjadinya infekksi A: klien & keluarga mau mendomokan cara membersihkan luka P: klien dan keluarga dapat membersihkan luka bekas insisi P: Tidak tanda-tanda peradangan TTV dalam batas normal Leukosit 5000-11.000

1. Pantau adanya tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri, panas. 2. Kaji status nutrisi pasien. 3. Ajarkan pada pasien dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan perawatan luka aseptic dan antiseptic 4. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic 5. Kolaborasi pemantauan kadar leukosit

23

3.4 Implementasi PRE OP Tgl/jam No. Dx 03-12-2012 08.30 1 Mengobservasi TTV Menbina hubungan percaya dengan klien. DS: klien mengatakan senang dengan keramahan perawat kmlien mengatakan saling dank dirinya bingung dan takut Do : RR:30 x/mnit, TD:95/60 mmHg , Suhu: 37oC, Nadi :110x/mnit - Wajah klien tampak cemas dan gelisah Ds: klien mengatkan masih penasaran dengan proses sirkumsisi DO: klien tampak kebingungan Ds: pasien mengatakan cemas dengan keadaannya dan sering bertanya-tanya tentang penyakitnya kepada perawat klien mengatakan sudah mengerti tentang proses sirkumsisi setelah mendapatkan penjelasan DO: Pasien tampak cemas, bingung, Setelah diberikan penjelasan ansietas klien berkurang/klien tidak cemas atau binggung lagi, klien tidak cemas dan tidak binggung Implementasi Respon klien

09.20

Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Mengkaji tingkat ansietas klien Memberikan penjelasan pada klien tentang proses sirkumsisi

1 09.30

24

POST OP Tgl/jam 13.00 No. Dx 1,2 Implementasi Mengkaji TTV


Ds: Do: pasien kooperatif TTV: RR:30 x/mnit, TD:95/60 mmHg , Suhu: 37oC, Nadi :120x/mnit

Respon klien

13.15

Menyelidiki laporan nyeri, mencatat karakteristik nyeri ( Ds: klien mengatakan penisnya respon verbal, non verbal klien), nyeri lokasi dan skala nyeri Do:
-

Wajah klien tampak menyeringai kesakitan Skala nyeri 6

13.45

Berkolaborasi untuk Ds: Do: pemantauan kadar leukosit

Leukosit 11.000 ml/dl

Mengajarkan pasien teknik Ds:relaksasi dengan nafas dalam


Do: Klien sudah mau berjalan sedikit-dikit

15.00

Ajarkan pada pasien dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan perawatan luka aseptic dan antiseptic

Ds: keluarga mengatakan mengerti cara mencuci tangan dengan benar. Do: keluarga mencuci tangan baik sebelum dan sesudah memegang klien.

Berkolaborasi dalam pemberian Ds: obat analgesic Do: Antalgin 500 mg atau Asam
Mefenamat 500 mg

15.30

1,2

Mengobservasi TTV

Ds: Do: TTV: RR:30 x/mnit, TD:95/60 mmHg , Suhu: 37oC, Nadi :115x/mnit

25

18.00

Mempertahankan teknik aseptic Ds:Do: semua alat steril, mencuci pada perawatan luka
tangan baik sebelum dan sesudah memegang klien pada saat perawatn luka

20.00

1,2

Mengobservasi TTV

Ds:Do: TTV: RR:30 x/mnit, TD:95/60 mmHg , Suhu: 37oC, Nadi :115x/mnit

3.5 Evaluasi PRE OP Tgl/jam No. Dx 01-12-2012 11.00 O: Klien tampak tidak gelisah lagi dan tidak bingung, klien tidak bertanya-tanya lagi. TTV: RR:30 x/mnit TD: 95/60 mmHg Suhu: 37oC Nadi :110x/mnit 1 S: Klien mengatakan sudah mengerti tentang proses sirkumsisi dan sudah tidak cemas lagi Evaluasi

A: Masalah teratasi P: Intervensi dihentikan

26

POST OP Tgl/jam No. Dx 02-12-12 10.00 1 S: Klien mengatakan nyerinya agak berkurang O: Skala nyeri 5 Wajah agak rileks Pasien bisa mendemokan teknik relaksasi dengan baik dan mengetahui penyebab nyerinya TTV: RR:30 x/mnit TD: 95/60 mmHg Suhu: 37oC Nadi :115x/mnit Evaluasi

A: Masalah teratasi sebagian P:Intervensi dilanjutkan S: O: Tidak ada tanda-tanda infeksi Leukosit:11.000mg/dl TTV: RR:30 x/mnit TD: 95/60 mmHg Suhu: 37,7oC Nadi :115x/mnit

02-12-12 10.30

A: Masalah teratasi P: Intervensi dihentikan

27

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Sunat /sirkumsisi telah dilakukan sejak zaman prasejarah, diamati dari gambargambar di gua yang berasal dari Zaman Batu dan makam Mesir purba. Kata sirkumsisi berasal dari bahasa Latin circum berarti sekeliling dan caedere (berarti memotong. Sirkumsisi (circumcision) adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis. Metode-metode sirkumsisi meliputi: Metode klasik/dorsumsisi/cara kuno, Metode lonceng atau ikat, Clamp atau klamp, Tara clamp, Electrocutery, Flash Cutter, Laser Carbon Dioxide Yang di anjurkan untuk melakukan sirkumsisi adalah pada perintah agama, sosial, dan indikasi medis seperti fimosis dan para fimosis. Sedangkan kontraindikasi parafimosis adalah hipospadia 4.2 Saran Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik dari sekarang.

28

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta; EGC. Donges, Marilynn E. 2001. Rencana Keperawatan Maternal/bayi. Jakarta : EGC R. Sjamsuhidajat, Win de Jong,(2004). Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta;EGC Gruedermann, Barbara J. 2005. Buku Ajar keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC Deslidel, Hajjah. 20011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : ECG

29

Anda mungkin juga menyukai