Anda di halaman 1dari 15

MR Angiografi Dan Pencitraan Untuk Evaluasi Peyakit Aterosklerotik Arteri Cerebral Medial

Penyakit aterosklerotik intrakranial mungkin merupakan penyebab paling umum dari stroke iskemik di seluruh dunia; Namun, di negara maju, sebagian besar penelitian tentang pencitraan terfokus pada aterosklerosis ekstrakranial. Banyak studi dalam populasi keturunan Asia, Afrika, dan Hispanik menunjukkan stenosis intrakranial lebih dominan dibandingkan dengan stenosis carotis. Tinjauan ini mengkaji presentasi klinis ateroskelrosis dan stenosis MCA dan penggunaan pencitraan MR non-invasif dalam penilaian pembuluh darah intrakranial . MRA adalah teknik yang sudah diakui yang menawarkan keuntungan besar dibandingkan angiografi konvensional. Kemajuan dalam pencitraan MR beresolusi tinggi pada stenosis MCA memiliki potensi untuk menghasilkan visualisasi plak yang sangat baik. Perkembangan dalam pencitraan MR resolusi tinggi untuk menggambarkan aterosklerosis intrakranial dieksplorasi dalam tinjauan ini; yang mana kemudian kemajuan ini akan memandu terapi endovaskuler dan perbandingan terdapat intervensi novel.

Stroke adalah penyebab umum morbiditas dan mortalitas, dengan penyakit serebrovaskular merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia. Sementara beban penyakit serebrovaskular di negara berkembang menerima perhatian yang lebih besar. Penyakit aterosklerotik intrakranial secara klinis berpotensi besar sebagai penyumbang terbesar beban penyakit serebrovaskular di dunia. Sebelumnya, penyakit aterosklerotik dalam pembuluh intrakranial tidak terlalu dihiraukan dengan baik secara klinis, yang mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan untuk memvisualisasikan MCA dengan tindakan noninvasif atau pada pencitraan arteri karotid. Dalam sebuah studi awal gejala MCA, Lhermitte et al menyatakan bahwa trombosis aterosklerotik adalah penyakit langka dan penyebab utamanya... terletak di ICA proksimal... untuk arteri yang hampir tidak bisa dijangkau tampaknya hanya memberikan pengaruh yang sedikit. Sehingga, penelitian awalnya dimulai dengan fokus pada aterosklerosis ekstrakranial dengan menghiraukan manifestasi penyakit serebrovaskular lainnya.

Dengan hanya memeriksa pada penyakit ekstrakranial, penyelidik mungkin hanya mendeteksi aterosklerosis lanjut. Beberapa berpendapat bahwa penyakit MCA bisa mengawali tejadinya aterosklerosis ekstrakranial; urutan ini disarankan oleh kurangnya

stenosis karotis dalam kelompok pasien dengan aterosklerosis intrakranial, sementara hampir semua orang dengan stenosis ekstrakranial juga dapat mengidap stenosis intrakranial. Oleh karena itu, dengan mendeteksi aterosklerosis intrakranial memungkinkan dokter untuk melakukan terapi lebih awal. Ada banyak kontroversi tentang tingkat stenosis MCA yang bertanggung jawab dalam stroke, dengan beberapa kelompok yang berdebat bahwa stenosis MCA tidak penting dalam populasi kulit putih berdasarkan penelitian sonografi TCD. Namun sejumlah penelitian postmortem dan studi pencitraan menyatakan bahwa aterosklerosis MCA sebagai penyebab stroke. Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk menilai prevalensi dan pentingnya penyakit MCA sebagai etiologi iskemik Gejala klinis Stroke adalah sebuah entitas klinis multifaset yang terdiri dari beberapa sindrom berbeda; masing-masing memiliki etiologi yang berbeda dan patofisiologi yang bervariasi. Sebagai contoh, stenosis arteri karotid ekstrakranial adalah insidentil, dapat atau tidak terlibat dalam stroke lakunar, sedangkan aterosklerosis arteri serebral kecil adalah penyebab yang sudah teridentifikasi dalam stroke lakunar. Sebagai arteri intrakranial terbesar, MCA adalah yang paling sering terlibat dalam stroke dan serangan iskemik transient. Stenosis MCA tampaknya terjadi dengan infark lacunar dan striatokapsular, mungkin karena oklusi dari arteri kecil oleh karena atheroemboli. Apabila kita mempertimbangkan penyakit

aterosklerotik intrakranial, penyakit MCA dapat diartikan sebagai terdapatnya lesi aterosklerotik dalam MCA dengan tidak adanya kardiogenik embolism. Aterosklerotik intrakranial Faktor risiko utama yang terlibat dalam proses terjadinya penyakit aterosklerotik (misalnya, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan Rokok) kemungkinan juga terlibat dalam aterosklerosis arteri intrakranial contohnya MCA. Aterosklerosis menyumbang 27.5% dari kasus stenosis MCA dalam studi awal korelasi patologiklinis tetapi kebanyakan angka tersebut bisa lebih tinggi. Ada beberapa perbedaan penting pada lokasi stenosis aterosklerotik MCA dengan penyebab lain stenosis MCA; aterosklerosis muncul di bagian proksimal arteri. Dalam hal sifat lesi aterosklerotik dalam MCA, sebuah studi postmortem mengungkapkan peningkatan risiko infark pada plak MCA dengan area lipid yang luas, perdarahan intral plak, neovaskulerisasi, dan thrombus.

Presentasi Penyakit aterosklerotik pada MCA bertanggung jawab secara umum untuk zona batas infark lacunar serta defisit sirkulasi parsial anterior, sedangkan infark kortikal dan teritorial cenderung dikaitkan dengan kardioembolism atau penyakit karotid internal. Presentasi gejala iskemik yang terkait MCA tampaknya kurang parah daripada penyakit yang terkait ICA, sebuah pengamatan didukung oleh penemuan penurunan skor National Instritutes of Health Stroke Scale dalam penyakit MCA dibandingkan dengan penyakit ICA. peningkatan yang relatif lebih tinggi dalam tingkat keparahan penyakit ICA atas MCA mungkin karena ukuran lesi ICA yang lebih besa,yang mampu sepenuhnya menutup lumen MCA lebih cepat dalam terjadinya thromboembolism akut, yang dianggap sebagai jalur terakhir dari gejala iskemik atherosclerosis karotid. Epidemiologi Kejadian penyakit aterosklerosis intrakranial pada populasi umum masih belum dapat dipahami; pengetahuan tentang terjadinya patologi ini disimpulkan dari sedikit penelitian postmortem stroke. Studi awal yang menyelidiki aterosklerosis intrakranial menyatakan bahwa proses penyakit ini jarang menyebabkan stroke dan membutuhkan penelitian lebih lanjut. Penelitian terbaru menantang teori tersebut. Sebuah studi besar pada > 300 kasus kematian oleh stroke di Paris menunjukkan bahwa plak aterosklerotik intrakranial terjadi pada 59% pasien dan 37,2% dari semua pasien dengan plak intrakranial ternyata terdapat stenosis. Secara khusus, MCA terserang pada 28.5% dari pemeriksaan postmortem; dari jumlah tersebut, kira-kira setengah dari plak 30-74%nya terdapat stenosis dan satuseperempat dari plakat ini mengalami stenotik yang sudah parah (75%) atau tersumbat secara komplit. Studi postmortem lainnya pada pasien dengan daerah MCA yang terkena stroke terdapat stenosis MCA 19% disisi ipsilateral dan 7% pada sisi kontralateral. Dengan

demikian, penyakit MCA sering muncul pada stroke yang parah dan dapat menyebabkan stenosis pada banyak pasien. Studi klinis populasi juga menemukan dampak substansial dari penyakit MCA pada populasi tertentu. Insiden yang tinggi dari stenosis intrakranial dilaporkan terjadi pada populasi Afrika, Asia, dan Hispanik, tetapi tidak pada orang kulit putih. Dalam sebuah studi dari 850 pasien orang Korea dengan sindrom iskemik, 12,6% terkena penyakit MCA; sebuah studi yang lebih besar menemukan bahwa stenosis MCA adalah tipe lesi aterosklerotik yang paling umum pada sekitar sepertiga pasien stroke. Stenosis MCA diidentifikasi pada 36% Korea pasien dengan infark striatocapsular yang minimal. Di China, Perkiraan stenosis intrakranial dalam menyebabkan stroke adalah 33 %-50%. Pasien asimtomatik dengan faktor

resiko vaskular sering memiliki derajat stenosis intrakranial yang signifikan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di dalam Hong Kong, dilakukan sonografi dengan TCD dan berhasil mengidentifikasi stenosis MCA pada 12,6% individu-individu yang berisiko dalam. Sementara hasil dari perkiraan bervariasi, penyakit MCA muncul cukup sering pada beberapa penelitian kohort berskala besar. Risiko, manajemen, dan outcome Merujuk pada hasil studi postmortem berskala besar, riwayat stroke tampaknya

dikaitkan dengan plak stenosis intrakranial, tidak terbatas hanya pada adanya plak aterosklerotik non-stenotis. risiko Stroke dengan stenosis arteri intrakranial parah muncul berkaitan dengan tingkat stenosis dengan Hazard ratio 2,03 (P=0,0025 dari gejala rekurensi bagi stenosis yang parah(>70%). Sebuah penelitian prospektif penyakit MCA menemukan 12.5% risiko stroke tahunan pada pasien dengan gejala dan 2,8% pada individu asimtomatik dengan oklusi atau stenosis MCA; demikian pula dalam pasien simptomatis,penelitian oleh the Warfarin-Aspirin Symptomatic Intracranial Disease menemukan 18,6% kekambuhan pada follow up yang dilakukan sekitar 2 tahun. Rekurensi ini lebih sering terjadi pada area yang sama dengan munculnya gejala awal (73%). Karena perkembangan stenosis MCA tampaknya menjadi sangat sering terjadi, disarankan dari 61% angiografi serial stenosis selama sekitar 2 tahun, pemantauan rutin stenosis mungkin bahkan lebih penting. Mengetahui prognosis jenis tertentu dan derajat stenotik penyakit MCA adalah penting dalam menentukan target populasi untuk angioplasti, penempatan stent atau manajemen medis. Saat ini, manajemen stenosis MCA umumnya berasarkan pada status gejala: pasien asimtomatik biasanya menerima trombosit inhibitor seperti aspirin atau clopidogrel dan pasien dengan gejala diberikan antikoagulan. Ada banyak ketidakpastian mengenai manajemen medis yang ideal dari stenosis MCA dan bervariasi sesuai karakteristik pasien; beberapa berpendapat bahwa aterosklerosis MCA asimptomatis hanya mempunyai risikoyang rendah, sedangkan pasien dengan aterosklerosis intrakranial memiliki risiko kekambuhan tinggi terutama jika terapi antitrombotiknya gagal. Terlepas dari status gejala, modifikasi terhadap faktor risiko untuk mengenali risiko-risiko vaskular adalah penting dalam mencegah semua penyebab morbiditas dan mortalitas, terutama karena stenosis MCA pada pasien dengan diabetes adalah prediktor independen kematian vaskular. Studi yang lebih besar dalam meneliti efek pengobatan pada individu dengan stenosis MCA diperlukan untuk malakukan manajemen medis yang sesuai. Stenosis yang parah dengan gejala yang muncul saat ini membawa banyak risiko yang lebih besar daripada stenosis asimtomatik dan mungkin memerlukan terapi Endovaskuler,

termasuk penempatan stent. Beberapa kelompok merekomendasikan terapi Endovaskuler segera untuk pasien stroke yang telah gagal menjalani terapi medis terbaik. Angioplasti adalah terapi endovaskuler paling umum untuk stenosis intrakranial dan mungkin dapat mengurangi risiko stroke dalam populasi pasien, dengan rata-rata stroke tahunan sebesar 3,36%. studi terapi Endovaskuler menunjukkan bahwa penempatan stent dapat dilakukan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dan angka kejadian yang merugikan yang rendah dalam MCA dan penempatan stent itu mengurangi residu stenosis post-operatif dibandingkan dengan angioplasti. Pentingnya rekanalisasi dengan penempatan stent atau angioplasti dalam mengurangi stroke atau risiko kematian masih harus memutuskan; bukti saat ini diringkas oleh Gro schel et al. Pilihan lain untuk memulihkan aliran darah dalam penyakit MCA arteri adalah dengan bypass MCA dengan atreri temporalis superfisial, yang tampaknya memiliki beberapa keberhasilan tinggi dan meningkatkan perfusi. Untuk menyelesaikan pertanyaanpertanyaan yang mendesak, diperlukan uji klinis terapi prospektif jangka panjang yang lebih besar untuk stenosis MCA, terutama pada pasien asimtomatik, untuk memastikan kemampuan terapi medis untuk mencegah perkembangan gejala iskemik.

Gambar 1. Pencitraan menyeluruh pasien stroke dengan stonis MCA kiri A-G, DSA (A) konfirmasi dengan MRA dengan penambahan kontras (B) dan TOF MRA dengan volume yang diturunkan (C) temuan stenosis yang berat

pada MCA kanan di pasien simptomatik dengan lesi iskemik yang kecil dilihat dengan T2 (D dan E) dan FLAIR (F dan G) MRA (B dan C) oversestimasi derajat stenosis pada kasus tertentu Temuan Pada Pencitraan Kebanyakan studi awal pencitraan MCA berfokus pada penilaian status lumen dan sebagian besar bergantung pada DSA atau CTA yang invasif. Baru-baru ini, tingkat stenosis telah ditentukan berdasarkan penghitungan kecepatan aliran dari Sonografi TCD; metode ini menawarkan penilaian stenosis MCA yang lebih objektif dan mungkin dapat dilakukan dalam praktek klinis dalam mengidentifikasi pasien yang memerlukan metode pencitraan lebih detail seperti pencitraan MR resolusi tinggi. Keterbatasan metode ini meliputi risiko kecil yang terkait dengan radiasi non-ionisasi dan angiografi CT dan pengulangan terbatas dan sensitivitas rendah dalam sonografi. DSA berperan kecil dalam pencitraan modern karena invasif, pemaparan terhadap radiasi yang tinggi, dan tidak menyediakan informasi tentang jaringan parenkim serebral atau dinding pembuluh darah. Pencitraan MCA non-invasif dengan pencitraan MR mempunyai beberapa keuntungan, termasuk resolusi spasial dinding pembuluh yang bagus, menghindari penggunaan radiasi, penggabungan dengan protokol pencitraan stroke, dan pengulangan yang sangat baik. Dengan menggunakan pencitraan yang lebih modern,kemungkinan dapat menemukan juga kasus stroke idiopatik yang berkaitan dengan plak intrakranial yang tidak dapat dideteksi oleh metode pencitraan angiographic konvensional. MRA Deteksi stenosis dalam pembuluh intrakranial seperti MCA tampaknya dapat dicabai dengan baik melalui metode skrining non-invasif seperti asMRA dan CTA. Kriteria standar, DSA, harus dianggap sebagai terlalu invasif untuk skrining stenosis dengan resiko iskemik yang dapat mengikuti meskipun tingkat resolusi spasialnya yang lebih besar. TOF MRA pertama dibandingkan dengan DSA pada 1990-an, dapat menggambarkan deteksi dari oklusi arteri intrakranial sebanyak 100%. Sejak saat itu, teknik ini telah dengan cepat muncul sebagai standar utama pencitraan arteri intrakranial non-invasif tanpa menggunakan gadolinium; TOF MRA mengambil keuntungan dari kontras antara putaran non-saturasi dalam darah yang memasuki bidang pencitraan dan berdekatan denganjaringan yang stasioner, dimana terdapat saturasi. Bukti-bukti mengenai akurasi MRA dalam mendeteksi penyakit dalam MCA bervariasi, dengan berbagai kriteria untuk diagnosis, pembuluh darah yang tercitra dan komparatornya. Studi awal melaporkan sensitivitas dan spesifisitas MRA dalam mendeteksi

oklusi pembuluh darah sekitar 88 %-100% dan 95%-97%, sedangkan penelitian melihat kemampuan untuk mendeteksi stenosis non-oklusi dilaporkan lebih rendah; dalam sebuah studi, deteksi stenosis dapat dicapai dengan sensitivitas dan spesifisitas yang mencapai 86%. Penelitian lain menunjukkan kepekaan yang mencapai 100% untuk deteksi stenosis menengah-komplit. MRA hampir setara dengan DSA untuk deteksi > 50% stenosis dengan sensitivitas, spesifisitas dan akurasi masing-masing adalah 92%, 91% dan 91%, tetapi untuk CTA berada dalam kisaran 100% dan 99%. Sebuah penelitian kemudian melaporkan kinerja MRA yang lebih buruk dalam mendeteksi stenosis intrakranial, dengan sensitivitas dan spesifisitas dari 70% dan 99% versus 98% dan 98% untuk CTA. Perbandingan sebelumnya antara CTA dan MRA akirnya disarankan bahwa interpretasi MRA lebih dapat diandalkan daripada CTA. Bidang kekuatan scanner yang lebih tinggi dapat membawa manfaat tambahan dalam meningkatkan intensitas sinyal terhadap noise ratio dan supresi latar belakang; urutan lainnya, seperti novel sensitivitas pengkodean protokol TOF MRA, juga secara substansial dapat mempersingkat masa akuisisi. Dalam percobaan MRA TOF 3D penyakit stenooklusif intrakranial pada 139 pasien dengan menggunakan scanner 3T, 2 pengamat menunjukkan sensitifitas sebanyak 78 %-85% dan spesifitas sebanyak 95%dalam mendeteksi> 50% stenosis dan sensitivitas dan spesifitas masing-masing 100% dan 99% untuk deteksi oklusi komplit dengan persetujuan dari para pengamat yang yangat baik. Gambar 1 menggambarkan korespondensi dari contrast-enhanced MRA, TOF MRA, dan DSA pada pasien dengan lesi iskemik yang terlihat pada pencitraan otak. Perbedaan antara beberapa studi mungkin mencerminkan dimasukkannya kriteria stenosis dengan derajat yang lebih rendah, seperti yang terlihat dalam studi oleh Bash et al atau pembatasan dari kekuatan Statistik yang rendah dalam studi skala kecil. Meskipun CTA lebih baik secara keseluruhan dibandingkan dengan MRA untuk tujuan menentukan derajat stenosis dan tidak bertujuan untuk mengalirkan artefak dan overestimasi terlalu tinggi yang sering dijumpai dalam studi MRA, CTA juga harus melakukan paparan radiasi, penggunaan kontras iodin, dan keterbatasan teknis yang berkaitan dengan pengapuran dinding arteri. MRA adalah bukan tanpa keterbatasan: daerah lumen yang sangat sempit dapat terlihat teroklusi secara komplit karena dephasing darah seiring untuk peningkatan kecepatan putaran melalui pembuluh darah karena terjadi penyempitan lumen. Fenomena ini, bagaimanapun, mengindikasikan warea lumen yang sangat sempit dan mungkin tidak mempengaruhi didalam tindakan klinis. Selain itu, hasil sumber gambar daripada proyeksi intensitas maksimum gambar sendiri mengurangi sumber artefak tersebut. Kemajuan teknis dalam protokol

pencitraan dan penggunaan scanner berkekuatan tinggi akan meningkatkan kemampuan MRA untuk mendeteksi stenosis. Salah satu kunci MR berbasis imaging bermanfaat dalam praktek klinis adalah MRA dapat digunakan dengan akuisisi lain untuk menawarkan protokol pencitraan yang komprehensif pada MCA selain terdapatnya lesi iskemik pada daerah yang dicurigai terkena stenosis. Idealnya, MRA akan menjadi teknik skrining yang efektif untuk pasien dengan dugaan gejala MCA untuk mendeteksi stenosis pada pembuluh intrakranial dan untuk indikasi sebagai dilakukannya pencitraan MR beresolusi tinggi untuk melihat area stenosis secara akurat. Dengan informasi yang Diperoleh dari MRA, kita dapat memprediksi risiko; secara khusus, stenosis intrakranial dan ekstrakranial serentak pada MRA meningkatkan risiko terjadinya kematian secara serebrovaskular. Pencitraan pada MCA penting dalam penilaian risiko lain daripada hanya mengenali penyakit MCA- pencitraan preoperatif pada pasien yang menjalani Endarterektomi karotis juga menunjukkan kemampuan abnormalitas MCA untuk memprediksi risiko pasca bedah iskemik acara dengan sensitivitas yang sangat baik. MRA juga dapat melacak perubahan dalam lumen pembuluh darah dengan waktu; serial MRA telah digunakan oleh beberapa kelompok untuk mempelajari progresifitas stenosis sebagai pengganti DSA atau TCD. Progresifitas stenosis dalam pembuluh intrakranial MRA yang diulang dikaitkan dengan faktor risiko vaskular seperti diabetes dan merokok. MRA bisa berfungsi sebagai alat monitoring pasien dengan risiko penyakit MCA yang meningkat dan dapat digunakan untuk melacak regresi dengan terapi. Dalam sebuah studi cilostazol dan aspirin versus aspirin saja, MRA digunakan untuk memantau perubahan stenosis pada MCA. MRA menunjukkan bahwa tingkat terjadinya stenosis menurun pada pasien yang menerima cilostazol dan aspirin tapi tidak berbeda dengan perawatan pasien tanpa gejala. 64 Di sisi lain,penelitian randomized double-blind placebo-controlled penggunaan simvastatin menunjukkan tidak ada perubahan signifikan dalam stenosis pada MRA selama 2 tahun. Aplikasi lain MRA adalah evaluasi stenosis intrakranial dengan stent dengan MRA kuantitatif menggunakan TOF MRA dan fase-kontras pencitraan MR untuk mengukur aliran darah. Dalam sebuah studi 14 pasien dengan stent intrakranial, hasil MRA secara kuantitatif cocok dengan temuan DSA dalam kasus restenosasi MCA; peneliti menggunaan MRA kuantitatif untuk menunjukkan efek hemodinamik dari penggunaan stent. Dengan demikian, MRA pada MCA sudah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pemantauan respon untuk intervensi farmakologis dan bedah, tetapi dibutuhkan investigasi yang ketat dalam penggunaan MRA tersebut.

Pencitraan MR resolusi tinggi Metode angiographic konvensional termasuk MRA dan CTA memberikan informasi rinci tentang status lumen pembuluh darah intrakranial, termasuk MCA. Metode ini, namun, kurang sesuai dalam mengkarakterisasi adanya penyakit aterosklerosis non-oklusif; Hal ini memerlukan visualisasi plak dan kemampuan untuk memperoleh informasi mengenai komposisi plak. Ada berbagai alasan mengapa Deteksi dan penggambaran penyakit aterosklerotik nonstenotis sangat penting, sebagaimana dalam hal atherosclerosis karotis. Bahkan plak besar mungkin tidak menimbulkan stenosis karena adanya proses remodelling dan ekspansi dinding arteri, dengan demikian mengaburkan temuan oleh angiographic dan metode luminologi. Secara klinis, aterosklerosis, dalam stenosis tingkat rendah, masih dapat meningkatkan risiko gejala ekstrakranial aterosklerosis; asumsi ini mungkin akurat dalam penyakit intrakranial. Neovaskularisasi area lipid dikaitkan dengan risiko yang lebih besar daripada stenosis pada studi post mortem. Pada sebuah studi yang lebih kecil pada pasien dengan penyakit MCA, MR beresolusi tinggi mampu mengggambarkan sebuah plak kecil yang tidak menghasilkan stenosis pada MRA; pencitraan MR beresolusi tinggi memberikan informasi rinci tentang derajat stenosis yang lebih kecil daripada methode pencitraan lainnya. Deteksi lesi kecil mungkin membawa kepentingan klinis lain karena pecahnya sebuah plakat nonoklusif yang berpotensi menyebabkan gejala iskemik melalui jalur thromboembolic.

Penilaian Quantitatif dari Plak Penggunaan MR resolusi tinggi secara gampangnya dalam mencitrakan MCA adalah mengkalkulasi derajat stenosis MCA, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: % stenosis = ( 1- Lumen Area/Reference Lumen Area)x100, Dimana reference Lumen Area adalah area dimana lumen yang tidak teroklusi, lebih sering terjadi pada segmen proksimal. Terdapat keterbatasan dalam pengkalkulasian yang dikarenakan penggunaan tempat referensinya tergantung dari MCA dan faktor-faktor yang berkaitan dengan pilihan bagian seperti derah tertentu dari MCA yang tercitra dan parameter pencitraan, spasial dan bagian tebal. Salah satu sarana berpotensi dalam memastikan ukuran normal lumen untuk tmpat

spesifik yang terkena stenosis adalah mencitrakan juga segmen yang sama pada bagian MCA kontralateral; metode ini setara memfokuskan untuk melihat artefak dan lebih jauhnya untuk mengasumsikan penyakit yang terjadi pada daerah unilateralnya. Perhitungan lain yang mungkin dilakukan independen dari keterbatasan ini termasuk daerah dinding pada titik stenosis maksimal. Ketebalan dinding yang meningkat terdapat pada pasien dengan stroke iskemik akut memiliki rata-rata ketebalan maximal 2,34 mm dibandingkan dengan 0,51 mm pada subyek kontrol (P < 0.001). Dari sudut pandang yang membedakan individu dengan gejala dan tanpa gejala, tingkat stenosis adalah faktor pembeda yang rendah (P = 0.327), tetapi luas dinding secara substansial lebih besar pada individu dengan gejala dalam 1 studikecil (12,90 versus 8,20 P< 0.001). Namun demikian, Semua Penilaian kuantitatif plak dalam MCA tergantung pada ketebalan bagian dan dengan demikian, dapat disebabkan oleh efek volume yang parsial yang terlalu tinggi. Karakterisasi Plak Dalam hal keseluruhan morfologi,lesi aterosklerotik diharapkan untuk menjadi eksentrik, dengan penurunan area lumen karena penebalan fokus dinding arteri. Pencitraan MR High-field high-resolution sukses dilakukan sukses di area vaskular intrakranial lainnya, termasuk servikal dan arteri kranial superfisialis.Pencitraan MCA beresolusi tinggi secara teoritis bisa menunjukkan adanya komponen plak yang rapuh seperti inti nekrotik kaya lemak atau pendarahan intraplakat. Literatur saat ini berpendapat bahwa sifat plak pada arteri intrakranial sama seperti arteri karotid. Berdasarkan besarnya karotis dan aterosklerosis koroner, terdapat hipotesis bahwa penembahan beberapa kontras dapat memberikan kedalaman pencitraan pada komponen plak seperti diringkas dari pencitraan karotid histologi multispektrum dalam tabel 1. Pencitraan Multispectral yang normal dari MCA ditampilkan pada gambar 2. Sayangnya, validasi histologis dari munculnya pencitraan plak aterosklerotik dalam MCA terhambat oleh kebutuhan untuk pemeriksaan pasien postmortem yang sebelumnya telah dicitrakan. Umumnya diasumsikan bahwa sinyal intensitas yang relatif terhadap gray matter atau muskulus pterigoideus pada setiap urutan MCA cocok komponen plak yang relatif terhadap Sternokleidomastoieus dalam pencitraan karotid. Sebagian besar laporan mengenai penciraan MR resolusi tinggi pada MCA (diringkas dalam tabel 2) berfokus pada penemuan oleh pencitraan T2-Weighted pada dinding arteri dengan menggunakan scanner 3T. Gambar 3A, -B mencontohkan fokus penggunaan pencitraaan proyeksi sagital oleh T2-weighted beresolusi tinggi untuk melihat keseluruhan morfologi plak dengan mengikuti lokalisasi lesi stenotik pada MRA. Pencitraan MR dengan

T2-weighted beresolusi tinggi menghasilkan hasil pencitraaan yang bagus dan deteksi kelainan dan penebalan dinding pembuluh darah Deteksi karakteristik plak pada MCA berpotensi untuk mengidentifikasi apakah plak tersebut beresiko terjadi ruptur (misalnya, plak nya berkapsula fibrosa yang tips atau robek) atau stabil (misalnya, kapsulanya tebal), dengan asumsi patofisiologi aterosklerosis MCA terjadi paralel di arteri karotis.kapsula fibrosa pada aterosklerosis MCA timbul sebagai sebuah tumpuan terang yang berdekatan dengan lumen pada hasil pencitraan T2-weighted. Peningkatan fokus dengan penambahan kontras berpotensi untuk mengidentifikasi komposisi plak hemoragik pada MCA, tetapi dalam sebuah studi kecil, hanya sekitar 15% pasien yang fokusnya meningkat sebagaimana dijelaskan dalam dalam gambar 3G, - H. Penambahan kontras berpotensi untuk menunjukkan risiko plakat yang menyebabkan gejalagejala; Namun, dari studi sebelumnya hanya 6 pasien dengan stenosis MCA ditemukan bahwa baik pasien asimtomatik maupun simptomatik menunjukkan peningkatan gadolinium pada plak. dinding arteri yang terang pada FLAIR T1 yang tidak diberi tambahan kontras dapat dilihat pada perdarahan akut atau pada pembedahan MCA. Pada sebuah studi kasus, intensitas sinyal T1 hyperintense yang cerah (relatif dekat terhadap otot pterygoideus) dalam plak MCA terlihat dalam pasien simptomatik, keterlibatan perdarahan intraplakat kemungkinan dicurigai sebagai penyebab timbulnya gejala ini. Karena tidak adanya hasil pencitraan yang valid untuk komponen plak di MCA, kemampuan sebenarnya pencitraan beresolusi tinggi untuk membedakan komponen tertentu sifatnya tentatif. Protokol Pencitraaan yang direkomendasikan Pencitraan MCA untuk penilaian indikasi klinis gejala iskemik harus diintegrasikan dengan protokol stroke secara rutin dengan menggabungkan FLAIR axial seluruh bagian otak, pencitraan dengan difusi, dan koefisien difusi yang jelas sebagai tambahan pemeriksaan dengan T1 dan T2-weighted. Urutan berdasarkan difusi sangat penting penelitian tersebut digunakan untuk mendeteksi iskemik serebral lebih dini yang tidak terlihat padapemeriksaan lain dan dapat menentukan usia dari infark sendiri. TOF MRA otak harus dilakukan untuk menghasilkan gambaran keseluruhan tingkat lesi stenosis intrakranial. Selain itu, MR multispektrum beresolusi tinggi pencitraan harus dilakukan mencitrakan MCA secara spesifik pada dugaan kasus dalam klinis; kombinasi dari MRA dan pencitraan MR sukses digunakan dalam mendiagnosis diseksi arteri intrakranial. Karena kebutuhan untuk resolusi spasi yang bagus untuk mencitrakan pembuluh darah kecil ini, pemeriksaan pembuluh darah intrakranial harus dilakukan dengan menggunakan scanner high-field-strength (yaitu, 3T dan mungkin, 7T, seperti yang sudah terbukti pada pencitraaan vaskular ex vivo) untuk mengambil

keuntungan dari sinyal intensitas terhadap noise ratio yag lebih baik. Kelompok kami dan kelomok lainnya sangat menekankan bahwa protokol scanner 1.5T tidak cukup untuk melakukan pemeriksaan ini.

Gambar 2.

Pencitraan MCA normal MR resolusi tinggi dengan multi kontras. Pencitraan MCA resolusi tinggi potongan sagital pada sukarelawan sehat menunjukan kemampuan untuk menggambarkan dinding arteri dan lumen secara detail

Penyelidikan MCA harus terdiri dari gambaran parasagittal yang berorientasi tegak lurus ke arah MCA; urutan ini dapat diarahkan secara khusus untuk gambar lokasi stenosis derajat tinggi yang sudah terlihat sebelumnya dari MRA atau untuk sampel pembuluh darah non spesifik (yaitu, sisi gejala MCA). Karena aterosklerosis adalah penyakit sistemik dan literatur melaporkan sering terjadinya stenosis pada sisi kontralateral, MCA asimptomatik seharusnya juga dicitrakan, meskipun kegunaan klinisnya dalam mendeteksi lesi asimtomatik masih belum bisa dibuktikan. Dalam protokol ini, kami merekomendasikan pemeriksaan menggunakan T1, T2, short tau inversion recovery, FLAIR T1, dan fast spin-echo protonattenuation-weighted untuk tujuan menyediakan karakterisasi multispektrum dari plak dinding arteri yang mirip dengan pencitraan karotid dengan menggunakan MR. Gambar 2 menggambarkan gambaran sagital MCA pada sukarelawan sehat. Pemeriksaan T1 dengan

penambahan kontras akan berguna dalam menawarkan kontras yang lebih baik antara kapsula fibrosa dan ateroma inti nekrotik dan mungkin juga berhubungan dengan plak yang rapuh dan risiko gejala seperti yang disarankan dalam literatur pencitraan karotid. Namun, manfaat yang dihasilkan oleh penambahan kontras pada MCA tidak pasti nampak karena tidak ada buktibahwa penggunaaan kontras membantu dalam deteksi penyakit aterosklerotik pada MCA.

Gambar 3. Pencitraan pasien simptomatis penyakit MCA dengan menggunakan MR resolusi tinggi multispektrum. T2-Weighted (A,B), spin echo inversion recovery (C,D), T1-weighted (E,F), dan post gadolinium T1-weightened (G,H,) menggambarkan plak eksentrik yang besar pada lumen pada pasien simptomati pada presentasi ipsilateral Perkembangan Di Masa Depan Adopsi secara luas dari pencitraan MR resolusi tinggi pada MCA untuk evaluasi pasien dengan gejala iskemik memiliki potensi untuk mengubah asumsi tentang sejauh mana

aterosklerosis intrakranial sebagai faktor penyebab stroke. Penggunaan teknik pencitraan MR lainnya- seperti agen kontras nanopartikel ditargetkan untuk komponen plak dan penggunaan pencitraan dengan penambahan kontras secara dinamis untuk mendeteksi neovaskularisasidapat menghasilkan penggambaran plak konstiruen yang lebih rinci. Semua ini diusulkan untuk mengelompokkan plak MCA. Salah satu sarana untuk memeriksa Histologi pasien postmortem pasien yang sebelumnya tergambar, tetapi lebih layak, meskipun tidak ideal, alternatifnya adalah dengan menggunakan metode pencitraan kuantitatif dengan penilaian komponen plak dari pencitraan MCA dengan nilai-nilai tersebut secara histologis divalidasi pada pencitraan arteri karotid. Sayangnya, kemajuan yang diperoleh dalam setting penelitian tersebut mungkin tidak mudah mencapai ranah klinis tidak mencapai arena klinis. Beberapa keterbatasan praktis menghambat penggunaan pencitraan MR beresolusi tinggi pada MCA: persyaratan 3T

scanner dan keahlian teknis membatasi studi ini untuk diterapkan ke pusat-pusat akademik medis tersier, dan pemilihan dlokasi MCA untuk akuisisi bagian sagital memerlukan keterlibatan teknisi yang terlatih dan masukan yang aktif dari para neuroradiologist. Studi tambahan dari reproduktibilitas pencitraan MR beresolusi tinggi dari MCA dibutuhkan dalam memastikan bahwa aterosklerosis intrakranial dapat diikuti dengan pencitraan serial waktu: bukti reproduktibilitas yang bagus akan mendukung penggunaan pencitraan MR beresolusi tinggi untuk melacak perkembangan penyakit dan respon terapinya. Selain itu, meskipun deteksi penyakit pada MCA dalam pasien simptomatik tidak mengkonotasi secara kausalitas, studi prospektif yang meneliti status MCA dan risiko kejadian bisa mengungkapkan hubungan yang penting antara temuan pencitraan MR beresolusi tinggi dan risiko klinis. Selain dari pertimbangan teknis, studi lebih luas pada populasi yang lebih beragam diperlukan untuk menguji asumsi-asumsi yang umumnya dipegang dalam menyatakan prevalensi lebih besar pada populasi non-Barat. The Barcelona-Asymptomatic Intracranial Atherosclerosis Study akan mengenali pentingnya penyakit aterosklerotik pada pembuluh intrakranial dalam populasi yang besar dengan menggunakan kombinasi dari TCD dan MRA pencitraan dan akan memberikan informasi tentang risiko klinis jangka panjang stenosis intrakranial asimtomatik yang sangat dibutuhkan. Kesimpulan Aterosklerosis MCA semakin dikenal sebagai kontributor penting dalam risiko stroke di seluruh dunia. MRA dapat menawarkan evaluasi stenosis MCA dengan akurasi tinggi dibandingkan dengan DSA tetapi masih terbatas pada informasi tentang patensi pembuluh darah itu sendiri. Pencitraan MR Resolusi tinggi menawarkan wawasan tambahan dalam

penyakit aterosklerotik pada MCA dengan memvisualisasikan plak pada dinding arteri. Dibutuhkan penelitian lainnya untuk mengkorelasikan temuan pencitraan dengan risiko dari outcome di masa depan untuk menawarkan signifikansi klinis.

Anda mungkin juga menyukai