Anda di halaman 1dari 8

SITI NOERFARIDHA SYARIF (70600118030)

Arteritis Takayasu

1. Pendahuluan
Arteritis Takayasu, juga dikenal sebagai pulseless disease, occlusive
thromboaortopathy, and Martorell syndrome adalah peradangan kronis pembuluh darah
arteri yang mempengaruhi pembuluh darah besar, terutama aorta dan cabang utamanya.
Peradangan pembuluh darah menyebabkan penebalan dinding, fibrosis, stenosis, dan
pembentukan trombus.
Pertama kali dilaporkan bahwa penyakit ini terbatas pada perempuan Asia Timur,
tetapi sekarang telah diakui di seluruh dunia terdapat pada kedua jenis kelamin, meskipun
manifestasi penyakit bervariasi pada setiap populasi. Rasio perempuan dan laki-laki
tampaknya menurun di Asia Timur dibandingkan Barat.
Arteritis Takayasu merupakan vaskulitis yang mengenai arteri pembuluh darah
besar dengan etiologi yang tidak diketahui. Histopatologi menunjukkan penebalan
adventisia, infiltrasi fokal limfositik tunika media dan hiperplasia intima yang mengarah
ke stenosis/oklusi arteri.
Arteritis Takayasu mungkin dikaitkan dengan kematian dini di kalangan pasien
muda. Kematian dijumpai signifikan sekitar 3-11% dan bervariasi sesuai lokasi geografis
dan manajemen strategi. Penyebab yang paling sering dilaporkan dari kematian
diantaranya stroke, infark miokard, gagal jantung kongestif, komplikasi peri dan pasca
operasi. Mayoritas 23% pasien tidak mampu bekerja, dan sekitar 60% kegiatan sehari-
hari terbatas.

2. Patomekanisme
Etiologi arteritis Takayasu masih belum diketahui. Demikian pula, urutan patogen
dari penyakit ini belum diketahui dengan jelas. Namun, hipotesis yang berkembang di
mana 65kDa heat-shock protein dalam jaringan aorta akan dirangsang oleh stimulus yang
diketahui menyebabkan induksi rantai kelas I major histocompatibility terkait A (MICA)
yang terletak di sel-sel vascular.
Diduga penyakit ini terkait faktor lingkungan dan genetik. Salah satu hipotesis
umum juga mengatakan tetapi belum terbukti, bahwa hal itu dipicu oleh infeksi.
Kelangkaan penyakit ini di seluruh dunia memberi arti bahwa sangat sulit untuk
mengidentifikasi penyebab yang mendasari. Peradangan melibatkan sel darah putih
menginvasi dinding arteri menjadi predisposisi untuk merusak dan menyebabkan jaringan
parut.
Arteritis Takayasu adalah panarteritis granuloumatous kronis arteri berukuran
besar klasik, melibatkan arkus aorta, tetapi sepertiga dari kasus juga mempengaruhi sisa
aorta dan cabang-cabangnya, serta arteri paru. Penebalan tidak teratur dari aorta dan
cabang dinding pembuluh dengan terlihat kerutan pada intima. Ketika lengkung aorta
yang terlibat, lubang pembuluh cabang aorta ke atas bagian tubuh dapat nyata menyempit
atau bahkan hilang. Arteri koroner dan ginjal mungkin sama terpengaruh.
Temuan histologis dapat berkisar dari adventitial mononuklear menyusup dengan
mengikat perivaskular dari vasa vasorum (saluran pemasok pembuluh darah) peradangan
mononuklear ditandai media.

3. Gejala Klinis
Arteritis Takayasu terdiri dari fase aktif di awal dan fase kronis di akhir, namun
beberapa kasus mungkin tidak memiliki riwayat inflamasi sebelumnya. Fase aktif dapat
berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan dengan pola yang timbul
dan kambuh. Para pasien dengan arteritis takayasu biasanya datang dengan klaudikasio
dan gejala sistemik non spesifik seperti kelelahan, demam, arthralgia, penurunan berat
badan, malaise, kelemahan, berkeringat di malam hari dan pandangan kabur.
Gambaran klinis menonjol secara nyata dapat dilihat dengan penurunan tekanan
darah dan lemahnya denyut nadi pada ekstremitas atas dengan dingin atau mati rasa pada
jari-jari. Inilah sebabnya mengapa arteritis Takayasu juga disebut sebagai "Pulseless
Desease". Pada pemeriksaan, denyut perifer dari ekstremitas atas (misalnya denyut arteri
radial) sering ditemukan lemah atau bahkan tidak ada. Gangguan visual seperti cacat
visual, perdarahan retina dan kebutaan total juga umum ditemukan pada arteritis
Takayasu. Defisit neurologis dan aneurisma otak telah dilaporkan pada anak-anak dengan
arteritis Takayasu.
Gambaran Klinis Persentase (%) Gambaran Klinis Persentase (%)

Gejala 66 Hipertensi 43
Konstitusional
88 Regurgitasi Aorta 33
Nadi Lemah
77 Stenosis A. Renalis 26
Bruits
69 Serebrovaskular 18
Nyeri Ekstremitas
48 Hipertensi Pulmonal 12
Kaludikasio

4. Diagnosis
Sebagian besar kasus, nyeri dada telah dicatat sebagai gambaran klinis umum di
mana dokter tidak berharap adanya masalah pada arteri koroner. Diagnosis sebagian
besar didasarkan pada manifestasi klinis dan temuan angiografik seperti coarctation,
oklusi dan dilatasi aneurisma. X-ray dapat mengungkapkan dilatasi aorta atau pelebaran
mediastinu menunjukkan dilatasi aneurisma pembuluh besar mediastinum.
Penelitian laboratorium biasanya tidak spesifik seperti mengangkat tingkat
sedimentasi eritrosit (ESR) dalam 50% kasus, peningkatan serum protein C-reaktif (CRP)
dan anemia normokromik normositik. Meningkatnya nilai ESR, CRP dan anemia
mencerminkan proses inflamasi yang mendasari. Antibodi sel anti-endotel serum (Anca)
juga pernah dilaporkan pada pasien dengan arteritis Takayasu oleh beberapa peneliti
namun peran antibodi ini masih belum pasti.
Pemeriksaan USG transthorakal membantu mendeteksi pelebaran ascending aorta,
sementara transesophageal memberikan pandangan yang lebih baik untuk descending
aorta. Namun, angiography dianggap standar baku emas dalam mendiagnosis arteritis
Takayasu. Arteriografi membantu menemukan lesi arteri dan gambarannya. Teknik
angiografik digunakan untuk melakukan intervensi terapeutik seperti angioplasti dan
stenting pembuluh yang stenosis ireversibel.
Selain teknik pencitraan usia kurang dari 40, lemahnya denyut arteri radial,
klaudikasio pada ekstremitas, perbedaan tekanan darah pada tungkai dan bising karotis
atau subklavia menjadi petunjuk untuk diagnosis arteritis Takayasu.

5. Terapi
Pengobatan arteritis Takayasu didasarkan pada pemberian obat anti inflamasi dan
imunosupresif bersama dengan intervensi bedah pada lesi yang parah dan adanya
stenosis. Namun, terapi steroid masih menjadi terapi andalan dalam mengelola arteritis
Takayasu. Sebagian besar kasus dengan arteritis Takayasu respon terhadap pemberian
dosis tinggi prednisolon 1-2 mg/kg/hari selama 1-3 bulan, yang kemudian dosis dapat
diturunkan secara bertahap sesuai dengan gambaran klinis pasien dan penunjang yang
mendukung.
Steroid menekan gejala sistemik dan menghambat perkembangan penyakit. Bila
gejala dan laboratorium didapatkan hasil membaik, dosis steroid dapat diturunkan
bertahap. Maksimum yang dianjurkan tapering dosis steroid adalah 10 % dimana dosis
prednisolon kurang dari 10 mg/hari dari dosis harian per minggu. Namun, dosis steroid
dapat dihentikan atau dinaikkan tergantung pada kondisi remisi atau eksaserbasi masing-
masing.
Pada kasus yang resisten terhadap glukokortikoid, terapi tambahan dengan
methotrexate (MTX) atau siklofosfamid dapat digunakan ditambahkan. Studi
menunjukkan bahwa steroid diikuti oleh MTX aman dan efektif pada anak-anak.
European League Against Rheumatism (EULAR) merekomendasikan pemberian awal
dosis tinggi glukokortikoid untuk mencapai remisi dan pemberian agen imunosupresif
sebagai terapi tambahan. EULAR merekomendasikan dosis glukokortikoid awal 1mg/kg
berat badan selama empat minggu dan kemudian diturunkan bertahap. Retuximab (terapi
deplesi sel B) adalah pilihan lain untuk pasien arteritis Takayasu yang resisten terhadap
glukokortikoid, asam mikofenolat dan siklosporin.
Selain itu, kombinasi steroid dan azathioprine telah menunjukkan hasil yang baik
terhadap penyakit ini. Tetapi, data mengenai penggunaan azathioprine masih kurang dan
membutuhkan lebih banyak bukti penelitian.
Sebuah studi menunjukkan efek siklofosfamid dalam pengelolaan vaskulitis
pembuluh besar. Kasus yang resisten terhadap glukokortikoid dapat diuntungkan
pemberian imunosupresif dan agen biologi lainnya. Namun, Italia Society for
Rheumatology tidak merekomendasikan agen biologis (misalnya anti-TNF-α) sebagai
monoterapi karena kurangnya bukti ilmiah. Ini harus digunakan sebagai terapi kombinasi
dengan glukokortikoid atau lainnya. Untuk alasan yang sama, mereka juga tidak
merekomendasikan penggunaan agen biologis sebagai terapi lini pertama pada pasien
yang baru didiagnosis arteritis Takayasu.
Bedah rekonstruksi tidak selamanya menjadi pilihan utama, kecuali tidak ada
pilihan lain. Namun, hasil jangka panjang bedah rekonstruksi telah dilaporkan baik pada
anak-anak dengan mortalitas yang rendah dan hasil yang memuaskan.

6. Prognosis
Arteritis Takayasu adalah vaskulitis pembuluh darah besar kronis dan progresif
yang memiliki angka remisi dan kekambuhan dengan terapi kronis glukokortikoid.
Angka kelangsungan hidup perna dilaporkan sekitar lima tahun sekitar 88-90%.
Komorbiditas seperti hipertensi dan komplikasi seperti regurgitasi aorta dan aneurisma
menyebabkan prognosis buruk. Penanganan terhadap komorbiditas dan komplikasi
diharapkan dapat meningkatkan angka kelangsungan hidup. Selama 10 tahun terakhir,
prognosis arteritis Takayasu meningkat ke arah yang lebih baik, mungkin dikarenakan
diagnosis dini, penggunaan alat-alat pencitraan noninvasif dan perawatan medis yang
telah dimodifikasi.

7. Integrasi Keislaman

"Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu
senggang". (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu 'Abbas)

Dari Usamah bin Syarik radhiallahu'anhu, bahwa beliau berkata:


"Aku pernah berada di samping Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu
datanglah serombongan Arab dusun. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah,
bolehkah kami berobat?" Beliau menjawab: "Iya, wahai para hamba Allah,
berobatlah. Sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala tidaklah meletakkan sebuah
penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit." Mereka
bertanya: "Penyakit apa itu?" Beliau menjawab: "Penyakit tua." (HR. Ahmad, Al-
Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi,
beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-
Wadi'i menshahihkan hadits ini dalam kitabnya Al-Jami' Ash-Shahih mimma Laisa
fish Shahihain, 4/486)

Dari Jabir bin 'Abdullah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat
sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu
wa Ta'ala." (HR. Muslim)

Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa


sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidaklah
menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya. Obat itu
diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang
tidak bisa mengetahuinya." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, beliau
menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Al-Bushiri menshahihkan
hadits ini dalam Zawa`id-nya. Lihat takhrij Al-Arnauth atas Zadul Ma'ad, 4/12-13)

"Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, demikian pula


Allah menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian dan
janganlah berobat dengan yang haram." (HR. Abu Dawud dari Abud Darda`
radhiallahu 'anhu)

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, dan
hendaklah manusia melakukan perawatan sakitnya atau berobat kepada yang
mengetahuaninya atau ahlinya. Tetapi obat dan dokter hanyalah cara kesembuhan,
sedangkan kesembuhan hanya datang dari Allah. Karena Allah menyatakan, "Dialah
yang menciptakan segala sesuatu." Semujarab apapun obat dan sehebat apapun
dokternya, namun jika Allah tidak menghendaki kesembuhan, maka kesembuhan itu
tidak akan didapat. Bahkan jika meyakini bahwa kesembuhan itu datang dari selain-Nya,
berarti ia telah rela keluar dari agama dan neraka sebagai tempat tinggalnya kelak jika
tidak juga bertaubat.

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu


menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Baqarah
:195)

Ayat di atas menjelaskan larangan memakai dan mengkonsumsi zat-zat yang berbahaya
seperti khamr, rokok, maupun narkoba.

Hasil penelitian para pakar kesehatan, hampir semua menyatakan alkohol dapat
mempengaruhi kerja tubuh dan otak, serta mampu mengubah tingkah laku seseorang ke
arah negatif. Hingga jika sudah menjadi suatu ketagihan yang akut, sistim hormon
manusia (terutama pancreatic endocrine system) menjadi terhambat, fungsi hati pun
menjadi terganggu. Selain itu juga mempengaruhi hormon kesuburan dan bayi yang
dilahirkannya. Alkohol pun dapat menghambat sistim kerja syaraf pusat, sehingga hilang
kesadarannya, bahkan dalam kasus yang lebih akut, mampu menjadikan seseorang dalam
keadaan koma, akhirnya binasa.
REFERENSI
Johnston L S, Lock J R, Gompels M M. Takayasu arteritis: a review. J Clin Pathol
2002;55:481–486.
Perera AH, Mason JC, Wolfe JH. Takayasu arteritis: criteria for surgical intervention
should not be ignored. Int J Vasc Med 2013; 2013: 618.
Hedna VS, Patel A, Bidari S, et al. Takayasu’s arteritis: is it a reversible disease? Case
report and literature review. Surg Neurol Int 2012; 3: 132.
Bishri-Al J. Takayasu’s Arteritis: A Review Article. British Journal of Medicine &
Medical Research 2013, 3(4): 811-820.
Bikakcigil M, Aksu K, Kamali S, Ozbalkan Z, Ates A, Karadag O, et al. Takayasu's
arteritis in Turkey - clinical and angiographic features of 248 patients. Clin Exp
Rheumatol. 2009;27(1):59-64.
Emmans L, Nguyen TM, Laufer N. Percutaneous treatment of severe carotid stenosis due
to takayasu’s arteritis early after carotid endarterectomy. J Invasive Cardiol. 2007;19(9):
258-260.
Monero D, Yuste J, Rodriguez M, Garcia-Vellosa M, Prieto J. Positron emission
tomography use in the diagnosis and follow up of Takayasu’s arteritis. Ann Rheum Dis.
2005;64(7):1091-1093.

Anda mungkin juga menyukai