Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MIKROBIOLOGI

SISTEM KARDIOVASKULAR

INFARK MIOKARD AKUT

DISUSUN OLEH:

NAMA : MOH. ALWI HAMZAH


NIM : C 11 08 326
KELOMPOK : A-2
ASISTEN : IRFAN ADI SAPUTRA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
INFARK MIOKARD AKUT

A. Definisi
Infark miokard merupakan istilah yang digunakan ketika terdapat bukti adanya
nekrosis miokard akibat adanya iskemik miokard yang bersifat konsisten. (Universal
Definition of Myocardial Infarction, http://circ.ahajournals.org)
Infark miokard akut merupakan suatu keadaan yang terjadi bila sirkulasi ke
daerah jantung tersumbat dan timbul nekrosis; biasanya ditandai dengan nyeri hebat,
seringkali disertai pucat, berkeringat, mual, sesak napas dan pusing, kelainan
elektrokardiografi meliputi perubahan gelombang Q, segmen ST, dan gelombang T.
(Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29)

B. Epidemiologi
Insidensi sesungguhnya dari infark miokard akut tidak diketahui namun
sekitar 150.000 kematian akibat PJK terjadi di Inggris tahun 1995. Insidensi dan
mortalitas infark miokard akut membaik seiring waktu sebagai hasil dari usaha-usaha
yang ditargetkan pada pencegahan primer dan pengurangan faktor risiko, kesadaran
pasien, tenaga paramedis ambulans, unit perawatan koroner, terapi obat (misalnya
aspirin, penyekat β, penghambat ACE), trombolisis, rehabilitasi, stratifikasi
pascainfark dan revaskularisasi (PTCA, CABG).

C. Patofisiologi
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard, yang biasanya timbul
sebagai penyakit aterosklerotik arteri koroner, cukup untuk menghasilkan nekrosis
ireversibel otot jantung. (Huon H. Gray dkk, Lectures Notes Kardiologi : 136)

Trombosis koroner
Studi angiografi dan postmortem pada pasien yang dilakukan segera setelah
onset gejala menunjukkan insidensi tinggi (>85%) trombus oklusif pada arteri
penyebab. Trombus ini merupakan gabungan bekuan putih (kaya platelet) dan merah
(kaya fibrin/eritrosit). Bahkan tanpa terapi, insidensi trombosis turun hingga 65%
dalam 24 jam, menandakan bahwa terjadi trombolisis spontan jika pasien selamat.
(Huon H. Gray dkk, Lectures Notes Kardiologi : 136)

Fisura plak
Trombolisis koroner umumnya terjadi dalam kaitan dengan fisura plak. Pada
titik dengan stres regangan tinggi (misalnya pada batas akut arteri koroner kanan), dan
seringkali dalam hubungannya dengan plak aterosklerosis minor, dinding arteri
(lamina elastika interna) robek, dan konstituen trombogenik dinding arteri terpajan
pada lumen. Hal ini menyebabkan deposit platelet, pembentukan trombus, dan
penurunan aliran darah koroner dengan cepat: maka satu lesi minor dapat berkembang
menjadi diseksi koroner dalam waktu beberapa menit dan terjadi oklusi akut. (Huon
H. Gray dkk, Lectures Notes Kardiologi : 112)
Spasme arteri koroner
Pada sebagian kecil pasien (5%), infark miokard akut terjadi pada arteri
koroner yang normal. Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam
beberapa kasus ini. Spasme ini juga dapat menutupi penyakit aterosklerotik ‘tetap’
yang dapat menyebabkan oklusi kritis, sering dengan tambahan trombus sehingga
cukup untuk menimbulkan infark. (Huon H. Gray dkk, Lectures Notes Kardiologi:
136)
Spasme vaskuler adalah suatu konstriksi spastik abnormal yang secara
sementara menyebabkan penyempitan pembuluh-pembuluh koroner; keadaan ini
paling dicetuskan oleh pajanan ke dingin, olahraga, atau kecemasan. Spasme vaskuler
berkaitan dengan tahap-tahap awal penyakit arteri koroner. Keadaan ini bersifat
reversibel dan biasanya tidak cukup lama untuk menimbulkan kerusakan otot jantung.
Bukti-bukti terakhir mengisyaratkan bahwa penurunan ketersediaan O2 di pembuluh-
pembuluh koroner menyebabkan pengeluaran platelet-activating factor (PAF) dari
endotel pembuluh. PAF, yang memiliki beragam efek biologis, diberi nama sesuai
dengan efeknya yang pertama kali ditemukan. Di antara efeknya selain mengaktifkan
trombosit, PAF, setelah dikeluarkan dari endotel, berdifusi ke otot polos vaskuler di
bawahnya dan menyebabkan otot itu berkontraksi sehingga terjadi spasme vaskuler.
(Lauralee Sherwood, Fisiologi Manusia: 288)

Pembuluh darah kolateral


Salah satu determinan utama perluasan nekrosis miokard adalah adanya
pasokan darah kolateral ke area yang mengalami infark. Pada pasien yang menderita
infark miokard akut, setelah riwayat lama angina stabil kronis, pembuluh darah
kolateral dapat terbentuk sehingga ukuran infark kecil. Pada pasien muda dengan
oklusi mendadak Left Anterior Descending (LAD), biasanya menyebabkan infark
anterior luas karena sedikitnya pembuluh darah kolateral. (Huon H. Gray dkk,
Lectures Notes Kardiologi: 136)

D. Keluhan dan Riwayat Klinis

Nyeri dada
Keluhan utama pada mayoritas pasien (>80%) adalah nyeri dada yang
terutama dirasakan di daerah sternum, tetapi bisa menjalar ke dada kiri atau kanan, ke
rahang, ke bahu kiri dan kanan dan pada satu atau kedua lengan. Biasanya
digambarkan sebagai rasa tertekan, terhimpit, diremas-remas, rasa berat atau panas,
kadang-kadang penderita melukiskannya hanya sebagai rasa tidak enak di dada.
Walaupun sifatnya dapat ringan sekali, tapi sakit biasanya berlangsung lebih dari atau
minimal 30 menit, dan jarang ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang
denga istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri bisa disertai keringat dingin atau rasa
takut.
Sesak nafas
Pada beberapa penderita, sakit tertutupi oleh gejala lain, misalnya sesak nafas
atau sinkop. Sesak nafas dapat disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri, mengindikasikan ancaman gagal ventrikel, dan kadang terjadi
sebagai manifestasi satu-satunya infark miokard.
Ansietas dapat menyebabkan hiperventilasi. Pada infark tanpa gejala, sesak
nafas lanjut merupakan tanda disfungsi ventrikel kiri bermakna.

Gejala gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah dan dikatakan
lebih sering terjadi pada infark inferior. Stimulasi diafragmatik pada infark inferior
juga dapat menyebabkan cegukan.

Gejala lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala
akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstremitas).

E. Pemeriksaan Fisik

Tampilan umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah karena aktivitas berlebih saraf
simpatis. Mungkin terdapat gangguan pernapasan yang jelas dengan takipnu dan
sesak napas. Demam derajat sedang dengan suhu kurang dari 38ºC timbul 12-24 jam
setelah infark dan mungkin berguna untuk diagnosis jika pemeriksaan enzim jantung
belum tersedia.

Denyut nadi dan TD


Sinus takikardia (100-120/menit) terjadi pada sepertiga pasien; dengan
analgesik adekuat, denyut nadi biasanya melambat kecuali bila terdapat syok
kardiogenik yang mengancam.
Denyut jantung rendah mengindikasikan sinus bradikardia atau blok jantung
sebagai komplikasi dari infark. Peningkatan TD moderat disebabkan oleh pelepasan
katekolamin.
Hipotensi timbul sebagai akibat aktivitas berlebih vagus, dehidrasi, infark
ventrikel kanan, atau dapat merupakan tanda syok kardiogenik.

Pemeriksaan jantung
Palpasi prekordium dapat menunjukkan area dengan diskinesia, terutama
pada pasien yang mengalami infark anterior luas berlanjut.
Bunyi jantung S4 sering didapatkan, namun mungkin transien. Banyak
disfungsi ventrikel kiri berat disertai oleh S3, dan/atau split terbalik S2.
Murmur akhir sistolik MR ringan hilang timbul tergantung kondisi
pembebanan ventrikel.
Gesekan friksi perikard jarang terdengar hingga hari kedua atau ketiga, atau
lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambaran sindrom Dressler.

Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernapasan dapat terdengar, bahkan bila tidak terlihat edema
paru pada radiografi.
Edema paru yang jelas didapatkan sebagai komplikasi infark luas, biasanya
anterior.

Gambaran lain
Bukti klinis hiperlipidemia, penyakit vaskuler perifer, diabetes, dan retinopati
hipertensif mungkin ditemukan.

F. Pemeriksaan Penunjang

Enzim jantung
Setelah kematian jaringan miokard, konstituen sitoplasma sel miokard
dilepaskan ke dalam sirkulasi. Kreatin fosfokinase dapat dideteksi 6-8 jam setelah
infark miokard dan memuncak dalam 24 jam serta menjadi normal setelah 24 jam
selanjutnya. Isoenzim CK-MB spesifik untuk otot jantung, namun juga dapat dilepas
pada kardiomiositis, trauma jantung, dan setelah syok yang melawan aliran langsung.
Aspartat amino transferase (AAT), suatu enzim non-spesifik umumnya diperiksa
sebagai bagian skrining biokimiawi, dapat dideteksi dalam 12 jam, memuncak pada
36 jam, dan kembali normal setelah 4 hari. Kongesti hepar, penyakit hepar primer,
dan emboli paru dapat menyebabkan peningkatan AAT. Seperti CK, AAT juga
ditemukan pada otot skelet.
Peningkatan enzim nonspesifik laktak dehidrogenase (LDH) terjadi pada
tahap lanjut infark miokard: peningkatan kadar dapat dideteksi dalam 24 jam,
memuncak dalam 3-6 hari dengan peningkatan yang tetap dapat dideteksi selama 2
minggu. Isoenzimnya LDH1 lebih spesifik namun penggunaan klinisnya telah
dilampaui oleh pengukuran troponin.
Pengukuran serial enzim jantung diukur tiap hari selama 3 hari pertama:
peningkatan bermakna didefinisikan sebagai dua kali batas tertinggi nilai
laboratorium normal.

Troponin
Troponin (T&I) merupakan protein regulator yang terletak dalam aparatus
kontraktil miosit, keduanya merupakan petanda spesifik cedera sel miokard dan dapat
diukur dengan alat tes di sisi tempat tidur. Troponin tampaknya meningkat baik pada
infark miokard akut dan pada beberapa pasien risiko tinggi dengan angina tidak stabil
bila kadar CK tetap normal.
Tes darah lain
Perubahan nonspesifik pada tes darah rutin meliputi peningkatan sejumlah
sel darah putih setelah 48 jam, khasnya 10-15.000, terutama sel-sel polimorfik, dan
peningkatan laju endap darah (LED) serta C-reactive protein (CRP) yang memuncak
dalam 4 hari dengan puncak kedua sebagai gambaran sindrom Dressler.
Hiperglikemia ringan sebagai akibat dari intoleransi karbohidrat dapat berlangsung
beberapa minggu. Pelepasan katekolamin, tirah baring, dan perubahan diet
mempengaruhi perkiraan lipid, sehingga harus ditunda selama 4-6 minggu.

Elektrokardiografi
Gambar elektrokardiogram yang abnormal pada infark miokard akut selalu
transien dan berevolusi, karena itu diagnosis EKG dari infark bergantung pada
observasi saat-saat perubahan dengan waktu (rekaman serial).
Gambaran yang khas, yaitu timbulnya gelombang Q besar, elevasi segmen
ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari perubahan EKG ini
belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan yang mati,
kelainan segmen ST karena injuri otot dan kelainan-kelainan gelombang T karena
iskemia.
Sandapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi. Infark
anteroseptal menimbulkan perubahan pada sandapan V1-V3. Infark anterolateral
menimbulkan perubahan pada sandapan V4-V6, sandapan I dan aVL. Infark anterior
pada sandapan V1-V4 atau bahkan sampai V6, sandapan I dan aVL. Infark inferior
bila ada perubahan di sandapan II, III dan aVF. Infark posterior tidak menimbulkan
gelombang Q pada 12 sandapan standar. Walaupun demikian, hilangnya aktifitas
listrik dari bagian posterior ventrikel kiri menyebabkan gambaran gelombang R yang
tinggi di V1 dan juga terdapat gelombang Q di sandapan V7-V9. Infark ventrikel
kanan yang hampir selalu bersamaan dengan infark inferior menimbulkan elevasi
segmen ST yang transien di V4 kanan (V4R).

Ekokardiografi
Setelah infark miokard, abnormalitas gerakan dinding regional, penurunan
pemendekan fraksional dan fraksi ejeksi, trombus mural, cairan perikardial, dan
abnormalitas fungsi katup dapat dideteksi dengan ekokardiografi potongan melintang.

Skintigrafi radionuklida
Skintigrafi infark miokard dengan radionuklida menggunakan penanda
dengan waktu-paruh pendek (99mTc-pirofosfat) dapat digunakan untuk membuat
penilaian semikuantitatif ukuran infark namun tidak digunakan sebagai pemeriksaan
rutin.

Arteriografi koroner
Arteriografi koroner darurat kadang diperlukan bila tetap ada keraguan
mengenai diagnosis pasien dengan gejala tipikal tanpa ada perubahan EKG yang khas.
Arteriografi koroner biasanya dilakukan pada pasien yang menjalani PTCA primer
atau pemasangan stent.

G. Diagnosis Banding

Diseksi aorta
Nyeri retrosternal yang menyebar ke punggung, dengan bukti klinis penurunan atau
hilangnya denyut nadi dan/atau regurgitasi aorta. Diagnosis dikonfirmasi dengan
tomografi terkomputerisasi (CT)/pemindaian resonansi magnetik (MRI) atau
ekokardiografi transesofageal.

Perikarditis akut
Nyeri dada hilang dengan posisi duduk ke depan. Adanya infeksi virus sebelumnya,
demam, gangguan sistemik, gesekan friksi, dan EKG khas.

Emboli paru akut


 sesak napas nyata dengan sedikit atau tanpa nyeri dada
 nyeri pleuritik dan hemoptisis dapat menyertai emboli perifer
 peningkatan tekanan vena, S3 sisi kanan, gesekan pleural
 hipoksemia arterial, EKG khas, radiografi toraks oligemik
 konfirmasi dengan pindaian V/Q, CT spiral, arteriografi paru

Nyeri dinding dada


 dibedakan berdasarkan riwayat klinis
 nyeri superfisial, terlokalisir, sering transien, dapat diprovokasi oleh aktivitas
atau perubahan postur. Memberi respons pada analgesik minor atau OAINS.
Gejala serupa dari kosto-kondritis (sindrom Tietze) terlokalisasi di perbatasan
kosto-kondral (sering perbatasan kedua).

Kelainan gastrointestinal
Kelainan traktus GI atas (refluks esofageal, spasme, hiatus hernia, ulserasi peptik,
pankreatitis akut) dapat menyebabkan kesulitan diagnostik pada beberapa pasien.
Perubahan gelombang ST-T dan respons terhadap nitrat dapat timbul pada spasme
esofageal, pankreatitis, kolesistitis.
Riwayat klinis dan pemeriksaan penunjang yang teliti pada traktus GI akan membantu
penegakan diagnosis.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran
pembuluh koroner sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut,
serta mencegah kematian mendadak dengan memantau dan mengobati aritmia
maligna.
Meskipun penderita tidak meninggal akibat serangan infark akut, apabila
infarknya luas, penderita akhirnya bisa jatuh ke dalam gagal jantung.
Karena itulah pendekatan tata laksana infark akut mengalami perubahan dalam
dekade terakhir ini, dengan adanya obat-obat trombolisis. Trombolisis bahkan dapat
diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit, bila ada tenaga yang terlatih. Dengan
trombolisis kematian dapat diturunkan sebesar 40%.

Farmakologis
 Analgesik
Analgesik adekuat dan jika perlu sedasi ringan penting diberikan, karena
kemungkinan mengalami aritmia lebih kecil pada pasien yang tenang dan
relaks, dan penurunan katekolamin endogen akan menurunkan kemungkinan
iskemia subendokard. Opiat intravena dosis kecil (diamorfin 2,5-5,0 mg atau
morfin sulfat 5-10 mg) merupakan analgesik efektif dengan kemampuan
vasodilatasi tambahan, yang terutama berguna pada pasien yang menderita
edema paru. Hati-hati penggunaan morfin pada infark miokard inferior karena
dapat menimbulkan bradikardia dan hipotensi, serta pada penderita asma
bronkiale dan usia tua. Sebagai penenang dapat diberikan Diazepam 5-10 mg.

 Terapi antiplatelet
Terapi aspirin jangka panjang setelah infark miokard juga menurunkan
mortalitas berbagai penyebab, termasuk reinfark dan stroke nonfatal. Efek
aspirin yang menguntungkan terutama jelas pada infark miokard
nongelombang Q. Dosis minimum efektif dan paling baik ditoleransi adalah
75 mg per hari yang harus diteruskan selamanya. Data dari studi CURE
menunjukkan bahwa kombinasi aspirin 75 mg dan klopidogrel 75 mg lebih
baik daripada aspirin saja infark nongelombang Q.

 Antikoagulan
Heparin menurunkan risiko emboli sistemik dan emboli paru dan
memfasilitasi resolusi trombus apikal yang terlihat pada ekokardiografi.
Heparin dapat diberikan dengan rute subkutan maupun intravena; heparin
LMW cocok diberikan karena tidak membutuhkan pengawasan rutin.
Antikoagulasi dengan heparin diikuti warfarin hanya diberikan pada pasien
dengan infark miokard luas, syok kardiogenik, aneurisma ventrikel kiri, atau
aritmia atrium berlanjut.

 Terapi trombolitik
Pemberian obat-obatan trombolitik intravena cepat memperbaiki prognosis
pada sejumlah uji klinis. Patensi arteri pada 90 menit setelah pemasangan
infus tampaknya merupakan determinan utama keluaran jangka panjang:
pembuluh darah paten mendukung perbaikan ketahanan hidup, fungsi
ventrikel, dan insidensi kematian mendadak yang tertunda. Sejumlah obat-
obatan trombolitik cukup efektif, dan meskipun t-PA terakselerasi lebih baik
daripada streptokinase, penggunaan rutin t-PA tidak beralasan. Untuk
streptokinase, dosis 1,5 juta unit IV selama 1 jam.

 Penyekat β
Obat-obatan penyekat β menurunkan denyut jantung, TD sistemik, dan curah
jantung. Penyekat β ditoleransi dengan sangat baik pada sebagian besar pasien.
Meskipun terdapat penggunaan luas obat lain pasca infark (misalnya aspirin,
penghambat ACE), terdapat bukti bahwa penyekat β memberikan manfaat
tambahan dibandingkan obat lain. Obat-obatan penyekat β selektif sekali
sehari (misalnya atenolol 25-50 mg per hari) umum diberikan.

 Nitrat
Nitrat biasanya digunakan untuk menghilangkan nyeri dada dan terutama
efektif bila dikombinasikan dengan heparin dalam tatalaksana pasien dengan
angina tidak stabil atau angina pascainfark. Nitrat merupakan dilator vena dan
arteriol yang efektif sehingga dapat digunakan untuk mengontrol hipertensi
sistemik, atau untuk mengurangi beban miokard pada pasien dengan syok
kardiogenik. Jika nitrat digunakan pada pasien pascainfark, lebih dipilih
pemberian secara intravena dengan dosis yang cukup untuk menurunkan TD
sistolik hingga 100 mmHg.

 ACE inhibitor
Penghambat ACE harus diberikan segera (dalam 24 jam) dan paling
menguntungkan pada manula, dan pada pasien dengan bukti klinis gagal
jantung atau disfungsi ventrikel kiri pada ekokardiografi. Penghambat ACE
ditoleransi dengan baik dengan efek samping (misalnya hipertensi sistemik,
syok kardiogenik, disfungsi ginjal) terjadi hanya pada sebagian kecil pasien.
Manfaat penghambat ACE juga tampak dengan kombinasi bersama penyekat
β.

 Antagonis kalsium
Antagonis kalsium merupakan kelompok obat heterogen dengan kemampuan
klinis yang berbeda. Dihidropiridin kerja pendek (misalnya nifedipin) tidak
memiliki peran dalam terapi pasien pascainfark, kecuali kemungkinan dalam
kombinasi dengan penyekat β. Bila digunakan sendiri, sejumlah studi
menunjukkan bahwa nifedipin dan obat serupa dapat meningkatkan mortalitas
dibandingkan dengan plasebo. Diltiazem mungkin memiliki peran pada pasien
dengan miokard nongelombang Q, dan verapamil pada pasien yang memiliki
kontraindikasi pada pengobatan penyekat β. Kedua obat ini biasanya
ditoleransi dengan baik meskipun efek samping gagal jantung, hipotensi, atau
blok jantung simtomatik kadang dapat dilihat.
 Diuretik
Bumetanid, furosemid, meningkatkan ekskresi natrium dan cairan di ginjal
dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan
secara oral dapat menghilang pada gagal jantung berat karena gangguan
absorpsi usus. Diuretik ini menyebabkan hilang kalium dan dapat
menyebabkan hiperurisemia.

 Vasodilator
Vasodilator menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel,
yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen miokard, menurunkan
konsumsi oksigen miokard, dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator
bekerja pada sistem vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek
campuran venodilator dan dilator arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor
angiotensin, prazosin, dan nitroprusida).

 Angioplasti/stent primer
Sejumlah studi klinis skala kecil telah menunjukkan aliran TIMI-3 (yaitu
normal) pada pasien yang menjalani angioplasti primer, dengan atau tanpa
stent, setelah infark miokard lebih baik bila dibandingkan dengan penggunaan
sejumlah obat-obatan trombolitik. Patensi pembuluh darah, penyelamatan
miokard, reinfark, dan insidensi perdarahan serebral, lebih baik setelah
angioplasti balon.

I. Prognosis
Pada 25% episode infark miokard akut, kematian terjadi mendadak dalam
beberapa menit setelah serangan. Karena itu banyak yang tidak sampat ke rumah
sakit. Mortalitas keseluruhan 15-30%. Risiko kematian tergantung pada banyak
faktor, termasuk usia penderita, riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya, adanya
penyakit lain-lain dan luasnya infark. Mortalitas serangan akut naik dengan
meningkatnya umur. Kematian kira-kira 10-20% pada usia di bawah 50 tahun, dan
20% pada usia lanjut.

J. Komplikasi

Aritmia
Ini terjadi pada 95% pasien dengan infark miokard akut. Sinus takikardia sering
dijumpai dan merupakan petunjuk beranya penyakit. Sinus bradikardia sering
ditemukan pada saat infark akut, kadang-kadang merupakan bagian dari sindroma
vasovagal, terutama berhubungan dengan infark miokard inferior dan bisa juga
diprovokasi oleh morfin atau digitalis.
Syok kardiogenik
Syok disebabkan oleh kerusakan miokard yang luas, biasanya lebih dari 40% dinding
ventrikel terkena infark. Gambaran klinis penderita ini adalah hipotensi disertai
berkeringat dingin, akral dingin, gelisah, dan keadaan memburuk terus sampai
tekanan tidak terukur.
Syok jarang disebabkan oleh ruptur muskulus papilaris atau defek septum ventrikel
(VSD).

Gagal jantung kiri


Gagal jantung kiri jarang ditemui pada serangan infark miokard akut, tetapi bila
terjadi pada 2/3 penderita biasanya timbul dalam waktu 48 jam. Pada penderia gagal
jantung, selain takikardia bisa terdengar bunyi jantung ke tiga, krepitasi paru yang
luas dan terlihat kongesti vena paru atau edema paru pada foto rontgen toraks, tekanan
pada pembuluh baji paru biasanya lebih dari 20 mmHg.

Gagal ventrikel kanan


Gagal ventrikel kanan ditandai oleh peningkatan tekanan vena jugularis dan sering
ditemui pada hari-hari pertama sesudah infark akut. Infark ventrikel kanan, yang
hampir selalu bersamaan dengan infark dinding inferior dapat menyebabkan tekanan
vena yang tinggi dan sindroma syok, walaupun fungsi ventrikel kiri masih baik.
Gambaran klasik gagal jantung kanan yang berupa edema perifer dan pembesaran
hepar jarang dijumpai dan memerlukan beberapa hari untuk timbulnya gejala,
walaupun itu pada penderita dengan kerusakan miokard yang luas.

Emboli paru dan infark paru


Lebih dari 20 tahun yang lalu emboli paru merupakan penyebab kematian 3%
penderita infark miokard akut yang masuk rumah sakit. Akhir-akhir ini jumlahnya
berkurang karena mobilisasi penderita sekarang lebih cepat. Ini biasanya didahului
oleh trombosis vena dalam di kaki, yang secara klinis sering kali tidak terlihat.
Dugaan emboli paru ada bila timbul hipotensi mendadak atau gagal jantung beberapa
hari setelah serangan infark miokard dan juga bila terdapat sakit pleura dengan atau
tanpa hemoptisis.

Emboli arteri sistemik


Arteri apapun dapat tersumbat. Emboli biasanya terjadi dari trombus mural yang
terdapat di ventrikel kiri atau atrium kiri, dan sering menimbulkan hemiplegia.

Sumbatan pembuluh darah otak


Komplikasi pada pembuluh darah otak bisa mendahului, bersama-sama, atau
mengikuti infark miokard akut. Sebagaimana diketahui, emboli serebri adalah salah
satu sebab, tetapi infark serebri dapat ditimbulkan oleh penurunan aliran darah pada
penderita dengan penyakit pembuluh darah serebral.
Ruptur jantung
Ruptur dinding ventrikel kiri adalah 10% dari semua penyebab kematian pada infark
miokard dan terutama mengenai penderita tua dan hipertensi. Terbanyak timbul dalam
beberapa hari pertama dan biasanya menyebabkan kematian mendadak, kadang-
kadang menimbulkan tamponade jantung. Ruptur melalui septrum interventrikuler
timbul pada 1 diantara 200 penderita dengan infark miokard akut, dan ini bisa
menimbulkan serangan gagal jantung mendadak, diserta adanya getar sistolik dan
bising sistolik yang baru.

Disfungsi dan ruptur muskulus papilaris


Bila terjadi ruptur muskulus papilaris, terjadi gagal jantung kiri mendadak yang
bersamaan dengan timbulnya bising pansistolik yang keras di apeks. Kematian bisa
terjadi dalam beberapa jam atau hari. Ruptur parsial bisa menimbulkan gambaran
regurgitasi katup mitral dengan atau tanpa gagal jantung kiri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gray, Huon H., dkk. 2005. Lectures Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Penerbit Erlangga

2. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC

3. Rilantono, Lily I., dkk. 2004. Buku Ajar Kardiologi FKUI. Jakarta: Gaya Baru

4. Kamus Dorland Edisi 29

5. Thygesen, Kristian, dkk. 2007. Universal Definition of Myocardial Infarction.


http://circ.ahajournals.org)

Anda mungkin juga menyukai