Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syok merupakan sindrom klinis yang terjadi akibat perfusi jaringan yang tidak
adekuat. Hipoperfusi dipicu dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
menyebabkan disfungsi selular. Keadaan itu juga menyebabkan jejas pada sel yang akan
menginduksi produksi dan pelepasan mediator inflamasi yang akan memperburuk perfusi
lewat perubahan mikrovaskular. perburukan perfusi sel kemudian dapat menyebabkan
disfungsi organ, gagal organ dan bila tidak dihentikan dapat menyebabkan kematian
(Setyohadi, dkk, 2019).
Menurut Vahdatpour, dkk syok kardiogenik merupakan penyebab umum kematian,
dan manajemennya juga cukup menantang meskipun ada kemajuan dalam pilihan terapeutik.
Syok kardiogenik disebabkan oleh gangguan kinerja miokard yang mengakibatkan
berkurangnya output jantung, hipoperfusi organ, dan hipoksia. Menurut Vahdatpour, dkk,
Infark miokard akut (IMA) menyumbang 81% pasien syok kardiogenik.
Menurut PERKI 2018, Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus IMA-EST
(STEMI) dan merupakan penyebab kematian utama, dengan laju mortalitas di rumah sakit
mendekati 50%. Hal ini juga didukung oleh penelitian Vahdatpour, dkk, yang mengatakan
bahwa IMA-EST (STEMI) dikaitkan dengan peningkatan risiko 2 kali lipat untuk
mengembangkan syok kardiogenik dibandingkan dengan non-ST-segmen-elevasi infark
miokard (NSTEMI). Penelitian registry SHOCK (SHould we emergently revascularize
Occluded coronaries for Cardiogenic shoCK) menunjukkan bahwa 50% syok kardiogenik
terjadi dalam 6 jam dan 75% syok kardiogenik terjadi dalam 24 jam.
Syok kardiogenik merupakan komplikasi dari 5% hingga 10% kasus IMA. Pasien
dengan syok kardiogenik terkait NSTEMI lebih kecil kemungkinannya untuk dilakukan PCI
dan/atau bypass arteri koroner, dan risiko kematian yang lebih kecil dibandingkan dengan
pasien syok kardiogenik terkait STEMI. Insiden syok kardiogenik diamati lebih tinggi pada
wanita di Kepulauan Asia /Pasifik, dan pasien berusia > 75 tahun. Insiden syok kardiogenik
telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, sementara peyebab peningkatan insiden
belum jelas (Vahdatpour, dkk, 2019).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Syok kardiogenik merupakan gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung, dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi
ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri
cukup baik. Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk
tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah <90 mmHg. Dengan menurunnya tekanan
darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan konstriksi arteri
dan vena sistemik [ CITATION Alw15 \l 1033 ] . Selain itu syok ini juga dikarakteristikan dengan
penurunan cardiac indeks (<2,2 L/menit/m2), walaupun terdapat peningkatan tekanan
pengisian (PCWP) >18 mmHg. (Setyohadi, dkk, 2019).
2.2 Epidemiologi
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1% pasien
IMA non elevasi ST. Syok lebih sering dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan elevasi ST
daripada tipe lain dari sindrom coroner akut. Pada studi besar di negara maju, pasien IMA
yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan kejadian syok kardiogenik yang berkisar
antara 4,2% sampai 7,2%. Tingkat mortalitas masih tetap tinggi, sampai saat ini berkisar
antara 70-100%. Namun demikian data terbaru menunjukan penurunan 5% dalam decade
terakhir, walaupun laju syok kardiogenik yang berkunjung ke rumah sakit tidak
berubah[ CITATION Alw15 \l 1033 ].
2.3 Etiologi
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebaban terjadinya syok.
Di antara komplikasi tersebut adalah: rupture septal ventrikel, atau disfungsi otot papilaris
dan rupture miokard yang keseluruhannya dapat mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik
tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri
pun dapat menyebabkan terjadinya syok [ CITATION Alw15 \l 1033 ].
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah takiaritmia
atau bradi aritmia yang rekuren, di mana biasanya terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri, dan
dapat timbul bersamaan dengan aritmia supraventricular ataupun ventricular. Syok
kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari disfungsi miokard yang
progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia, maupun kardiomiopati hipertrofi dan
restriktif [ CITATION Alw15 \l 1033 ].
Menurut Kosaraju, dkk, 2021 di bawah ini merupakan penyebab paling umum dari
syok kardiogenik:
Penyebab paling umum dari syok kardiogenik termasuk:
1. Acute Myocardial Infarction
2. Mechanical defect: regurgitasi mitral akut (papillary muscle rupture), pecahnya
dinding ventrikel, tamponade jantung, obstruksi aliran keluar ventrikel kiri
(kardiomiopati obstruktif hipertrofi [HOCM], stenosis aorta), Obstruksi aliran masuk
ventrikel kiri (atrial myxoma).
3. Contractility defect: kardiomiopati iskemik dan non-iskemik, aritmia, syok septik
dengan myocardial depression, miokarditis
4. Embolus paru (ventrikel kanan dengan atau tanpa kegagalan ventrikel kiri)
5. Kegagalan ventrikel kanan
6. Aortic dissection
7. Penyebab lain termasuk obat kardiotoksik (doxorubicin), overdosis obat (beta /
calcium channel blocker), kelainan elektrolit (kalsium atau fosfat)
Risiko syok Kardiogenik pada pasien IMA-EST (STEMI):
1. Usia lebih dari 70 tahun
2. Tekanan darah systolic kurang dari 120 mmHg
3. Sinus takikardia atau bradikardia
4. Durasi gejala yang panjang sebelum perawatan.
2.4 Patofisiologi
Disfungsi systolik dan diastolik miokardium menghasilkan pengurangan cardiac
output dan seringkali terjadi kongesti paru. Hipoperfusi sistemik dan koroner terjadi,
mengakibatkan iskemia progresif. Meskipun sejumlah mekanisme kompensasi diaktifkan
dalam upaya untuk mendukung sirkulasi, mekanisme kompensasi ini dapat menjadi
maladaptive dan menghasilkan memburuknya hemodinamik. Pelepasan sitokin inflamasi
setelah infark miokard dapat menyebabkan ekspresi nitric oxide, jika nitric oxide berlebih,
terjadi vasodilatasi yang menyebabkan pengurangan lebih lanjut dalam perfusi sistemik dan
koroner.
Gambar 1. Patofisiologi syok kardiogenik

Sumber: [ CITATION Hoc17 \l 1033 ].


2.5 Manifestasi klinis
Sebagian besar pasien memiliki dispnea, tampak pucat, dan diaphoresis. Denyut nadi
biasanya lemah dan cepat, seringkali dalam kisaran 90-110 denyut/menit, atau bradikardia
akibat high-grade heart block mungkin ada. TD Systolik berkurang (<90 mmHg atau 30
mmHg di bawah baseline) dengan tekanan nadi yang sempit (<30 mmHg), tetapi kadang-
kadang TD dapat dipertahankan oleh resistensi vascular sistemik. Takipnea, pernapasan
Cheyne-Stokes, dan distensi vena jugularis mungkin ditemukan . Biasanya ada denyut nadi
apical yang lemah dan S1 yang lembut, dan gallop pada S3 mungkin terdengar. Bila terdapat
Severe MR dan VSR biasanya terdengar murmur systolik. Rales terdengar pada sebagian
besar pasien dengan kegagalan ventrikel kiri. Oliguria juga umum terjadi [ CITATION Hoc17 \l
1033 ].

2.5 Cara diagnosis


Karena kondisi pasien yang tidak stabil, terapi suportif harus dimulai bersamaan
dengan evaluasi diagnostik [ CITATION Hoc17 \l 1033 ].
Evaluasi diagnostic dapat dimulai dari anamnesis dengan didapatkan gejala seperti
gangguan kesadaran mulai dari kondisi ringan hingga berat, penuruanan diuresis, dapat
disertai keringat dingin, dan nadi yang lemah [ CITATION PER16 \l 1033 ]. Begitu pun
pemeriksaan fisik harus dilakukan, spesimen darah dikirim ke laboratorium, dan
elektrokardiogram (EKG) dan rontgen dada dilakukan.
2.5.1 Hasil Lab
o Hitung sel darah putih biasanya meningkat dengan left shift.
o Fungsi ginjal awalnya tidak berubah, tetapi ureum dan kreatinin naik secara
progresif.
o Transaminase hati dapat meningkat karena hipoperfusi hati.
o Tingkat asam laktat meningkat.
o Gas darah arteri biasanya menunjukkan hipoksemia dan asidosis metabolik.
o Cardiac markers, creatinine phosphokinase dan MB, dan troponin I dan T
biasanya meningkat.
[ CITATION Hoc17 \l 1033 ]

2.5.2 Elektrokardiogram
Dalam syok kardiogenik terkait IMA dengan kegagalan ventrikel kiri, gelombang Q
dan/atau ST elevasi >2 mm dalam beberapa lead atau left bundle branch block biasanya ada.
Lebih dari satu setengah kali dari semua infark yang terkait dengan syok adalah terjadi pada
anterior. Iskemia global karena stenosis kiri yang parah biasanya disertai dengan ST depresi
yang parah (misalnya, >3 mm) dalam beberapa lead [ CITATION Hoc17 \l 1033 ].
2.5.3 Chest Roentgenogram
Rontgen dada biasanya menunjukkan kongesti pembuluh darah paru dan sering juga
edema paru, tetapi temuan ini mungkin tidak ada pada sepertiga pasien. Ukuran jantung
biasanya normal pada syok kardiogenik pada IM pertama kali tetapi dapat membesar pada
pasien dengan IM sebelumnya [ CITATION Hoc17 \l 1033 ].
2.5.4 Ekokardiografi
Two dimensional echocardiogram with color-flow doppler segera dilakukan pada
pasien dengan suspek syok kardiogenik untuk membantu mencari etiologinya. Gambaran
doppler menunjukkan shunt kiri-ke-kanan pada pasien dengan VSR. Diseksi aorta proksimal
dengan regurgitasi aorta atau tamponade dapat divisualisasikan pada alat ini, atau bukti dari
emboli paru dapat diperoleh [ CITATION Hoc17 \l 1033 ]
Kriteria Diagnosis menurut [ CITATION PER16 \l 1033 ].
1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. CO < 3,2 L/menit atau CI <2,2 L/menit/m2
3. Preload cukup atau meningkat
4. TAPSE <1,5 berdasarkan pemeriksaan echocardiografi
5. Diuresis <0,5 CC/KgBB/jam
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding termasuk dari 4 jenis syok lainnya. (Vahdatpour, dkk, 2019).

2.8 Tata laksana


Penatalaksanaan umum
 Nilai keadaan ABCDE pasien, deteksi keadaan syok dan jenis syok, dan aktifkan tm
resusitasi (menyiapkan obat-obat dan alat-alat resusitasi termasuk defibrillator)
 Look, listen, and feel yang dilakukan tidak lebih dari 10 detik, bila terdapat henti
jantung atau pasien tidak bernapas normal segera lakukan BLS dimulai dengan
kompresi dada yang dikombinasikan dengan bantuan pernapasan termasuk intervensi
pada proses pernapasan seperti intubasi endotrakeal
 Segera dapatkan akses vascular, paling baik dilakukan dengan memasukkan dua
kateter IV ukuran besar (minimal 16G) sebelum mempertimbangkan jalur vena
sentral.
 Loading cairan cepat disesuaikan dengan penilaian awal jenis syok. Pada syok
hipovolemik dapat diberikan 2-3 liter cairan kristaloid dalam 20-30 menit.
 Nilai segera tanda vital setelah dilakukan loading cairan, bila stabil, lakukan definite
workup. Bila belum stabil, sebaiknya dilakukan pemasangan kateter vena sentral.
 Bila tekanan vena sentral meningkat mengindikasikan disfungsi jantung atau
tamponade. Sebaiknya segera lakukan ekokardiografi dan tata laksana syok
kardiogenik sesuai etiologic
 Bila tekanan vena sentral < 15 dan tanfa vital belum stabil, resusitasi cairan daoat
dilanjutkan dengan kristaloid atau darah /komponennya untuk mencapai hematokrit >
30 dan tekana vena sentral > 15. Bila target tercapai dan tanda vital membaik, lakukan
definite workup.
 Bila tanda vital tidak membaik atau bahkan terjadi perburukan asidosis setelah
melanjutkan resusitasi cairan, dianjurkan untuk memasang kateter arteri pulmonalis
untuk tatalaksana selanjutnya.
 Kateter kandung kemih dipasang untuk menilai produksi urin. Penggantian volume
yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin minimal 0.5-1cc/kg/jam.
Dekompresi lambung dengan NGT dapat mengurangi risiko aspirasi dan komplikasi
akibat dilatasi lambung.
 Jika kateter intravena terlah terpasang, diambil sample darah untuk jenis dan
crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang diperlukan, pemeriksaan toksikologi dan
tes kehamilan pada Wanita subur. Analisa gas darah arteri juga harus dilakukan pada
saat itu. Foto toraks juga harus diambil setelah pemasangan kateter vena sentral pada
vena subklavia atau vena jugularisinternauntuk mengetahui posisinya dan penilaian
kemungkinan terjadinya pneumotoraks atau hematotoraks.
 Definite workup mencakup tatalaksana lanjutan sesuai etiologic syok.
Penatalaksaan khusus
Pada keadaan syok kardiogenik perlu dinilai masalah utamanya: volume, pompa atau
irama.
Gambar 2. Manajemen emergensi pada pasien dengan syok kardiogenik dan
edema paru akut

Sumber: [ CITATION Hoc17 \l 1033 ]


 Bila masalah utamanya adalah pada volume, maka pemberian cairan atau
darah/komponennya adalah langkah pertama yang diambil.
 Bila masalah utama pada pompa jantung, perhatikan keadaan tekanan darah
- Bila sistolik >100 mmHg, apalagi bila terdapat kondisi edema paru, vasodilator
seperti nitrogliserin dapat digunakan
- Bila sistokik 70-100 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda syok, dapat diberikan
inotropic seperti dobutamine
- Bila sistolik 70-100 mmHg disertai gejala dan tanda syok, pemakaian vasopressor
seperti dopamine dianjurkan
- Bila tekanan darah sistolik <70 mmHg di disertai gejala dan tanda syok, gunakan
vasopressor kuat seperti norepinefrin
 Bila masalah utamanya pada irama jantung, dapat diklasifikasikan atas bradiartimia
dan takiaritmia yang tatalaksananya disesuaikan dengan diagnosis gangguan irama
tersebut
 Pada keadaan syok yang berhasil diatasi, tatalaksana lanjutan dapat mencakup:
- Identifikasi dan tatalaksana penyebab yang reversible
- Kateterisasi arteri pulmonalis bila diperlukan
- Pompa balon intra aorta bila diperlukan
- Angiografi dan intervensi kardiovaskular perkutan
- Intervensi bedah
- Pemeriksaan penunjang tambahan
- Terapi obat tambahan
(Seyohadi, dkk, 2019).
2.9 Komplikasi
- Disfungsi dan atau gagal multi organ
- Sekuele akibat gagal multi organ atau akibat hipoperfusi yang berkepanjangan
- Henti jantung
- Aneurisma ventrikel
- Stroke dan sekuele tromboembolik lainnya
- Kematian
(Setyohadi, dkk, 2019).
2.10 Prognosis
Syok kardiogenik adalah penyebab utama kematian pada IMA. Bahkan penanganan oleh
klinisi yang berpengalaman masih mempunyai tingkat kematian pada pasien dengan syok
kardiogenik yang sangat tinggi (hingga 70-90%). Kunci untuk mencapai hasil yang lebih baik
adalah diagnosis yang cepat, terapi suportif yang cepat, dan revaskularisasi arteri koroner
yang cepat [ CITATION Ren19 \l 1033 ].
DAFTAR PUSTAKA

Alwi , I., & Nasution, S. A. (2015). Syok Kardiogenik. In S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo,
M. Simadibrata, B. Setiyohadi, & A. F. Syam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (p.
4115). Jakarta: InternaPublishing.
Hochman, J. S., & Ingbar, D. H. (2017). Cardiogenci Shock and Pulmonary Edema. In
Kasper, Fauci, Hauser, Longo, Jameson, & Loscalzo, Harrison's Principle of Internal
Medicine (pp. 1759-1764). McGraw-Hill Education.
Kosaraju, A., Pendela, V. S., & Hai, O. (2021). Cardiogenic Shock. Treasure Island:
StatPearls.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2018). Pedoman Tata Laksana
Sindrom Koroner Akut. PERKI, 64-65.
PERKI. (2016). Panduan Praktik Klinis dan Clinical Pathway Penyakit Jantung dan
Pembuluh darah. PERKI.
Ren, X., & Lenneman, A. (2019). What is the Prognosis of Cardiogenic Shock.
Seyohadi, B., Arsana, P. M., Soerto, A. Y., Suryanto, A., & Abdullah, M. (2019). EIMED
PAPDI Kegawat Daruratan Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: InternaPublishing.
Vahdatpour, C., Collins, D., & Goldberg , S. (2019). Cardiogenic Shock. Journal of
American Heart Association.

Anda mungkin juga menyukai