Anda di halaman 1dari 17

PADANAN FUNGSIONAL DALAM TEMBUNG ENTAR BAHASA JAWA BERUNSUR NAMA BAGIAN TUBUH MANUSIA (Analisis Fungsi Estetika)

Oleh: Rakhma Tri Pratiwi e-mail: rakhmatripratiwi@ymail.com

Abstract Tembung entar is merger of two words which has different meaning from source of the word. There are many tembung entar in Javanese, but there many tembung entar which has as an element the name of humans part of body too. This paper aims to describe deviation/ fungtional comparison which is esthetic function along with to find some reasons the usage of name of human;s part of body on tembung entar. This research use comparation of foregrounding of the sentence and automatization. The result of the analysis showed that deviation of the tembung entar on matters pertaining to meaning of word which is considered by there is difference of meaning from word meaning of tembung entar composer which is caused by social norm. While, the reason of usage name of humans part of body are feasibility and can be describe situation or characteristic of tembung entar of meaning, for example ngekep dengkul which means be unemployed, usualy when people are unemploying one of habit is sit without doing anything. Abstrak Tembung entar adalah gabungan dari dua kata yang memiliki makna berbeda dari kata asalnya. Ada banyak tembung entar di dalam bahasa Jawa, begitu juga dengan tembung entar yang berunsur nama bagian tubuh manusia. Paper ini bertujuan mendeskripsikan penyimpangan/ padanan fungsional yang berupa fungsi estetika serta mencari beberapa alasan-alasan penggunaan nama bagian tubuh manusia kedalam tembung entar. Penelitian ini menggunakan metode perbandingan foregrounding of the sentence dan automatization. Hasil analisis menunjukan bahwa penyimpangan dalam tembung entar tersebut dalam ranah pemaknaan kata yang didasari oleh adanya perbedaan makna dari makna kata penyusun tembung entar tersebut yang disebabkan oleh norma sosial.

Sedangkan alasan penggunaan nama bagian tubuh manusia adalah feasibility serta nama bagian tubuh manusia dapat menggambarkan keadaan atau sifat dari makna tembung entar tersebut, misalnya ngekep dengkul yang bermakna menganggur, biasanya ketika orang sedang menganggur salah satu kebiasaan adalah duduk tidak melakukan apapun. Kata kunci: tembung entar, penyimpangan, bahasa Jawa. A. PENDAHULUAN Menurut Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Selain itu bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vocal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer. Sedangkan hakikat Bahasa terdapat tiga belas hakikat, didalamnya terkandung sifat bahasa dan fungsi bahasa. Sifat bahasa tersebut antara lain arbitrer, unik, produktif, dan dinamis. Sedangkan fungsi bahasa adalah sebagai identitas penutur dan interaksi sosial. Melalui bahasa, dapat diketahui identitas penuturnya. Misalnya orang yang berbahasa Indonesia namun masih terdengar kental sekali logat sundanya. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa ibu orang tersebut adalah bahasa sunda. Dengan kata lain orang tersebut berasal dari sunda atau jawa barat. Selain itu melalui bahasa, manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Tak terbayangkan apabila tidak terdapat bahasa diantara manusia. Didalam hakikat bahasa disebutkan juga bahwa bahasa itu bervariasi. Banyak aspek yang mempengaruhi banyaknya variasi bahasa. Misalnya saja, letak geografis, kesamaan rumpun, atau kebudayaan yang berkembang disuatu tempat. Menurut Ferdinand Saussure, bahasa terbagi menjadi tiga. Pertama Langage, adalah bahasa sebagai sistem universal. Kedua Parole, wujud bahasa yang konkrit yang bisa didengar dirasakan oleh panca indera yaitu bunyi. Ketiga langue, adalah sistem yang mempunyai kekhususan sendiri-sendiri dengan kata lain sistem pikir yang ada dalam pikiran manusia, sebagai contoh bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Jawa dll. Ketika orang-orang yang berbahasa Jawa bisa saja menggunakan kata-kata yang lugas, yaitu menggunakan kata

yang langsung bisa diketahui apa arti dan maksud dari kata tersebut. Namun pada kenyataannya, ada juga orang atau golongan yang menggunakan kata-kata yang tidak lugas dalam berkomunikasi. Buktinya dalam bahasa Jawa terdapat tembung entar yang hanya diketahui oleh orang yang memiliki pengetahuan dalam bahasa Jawa. Hal itu disebabkan oleh makna yang dimiliki oleh tembung entar tidak bisa langsung diketahui orang ketika mendengar atau membacanya. Dari kata atau frase tersebut tesembunyi arti yang hampir atau bahkan jauh berbeda dari makna sebenarnya dari kata atau frase tersebut. Penelitian tentang padanan fungsional dalam tembung entar berunsur aggota tubuh manusia, menjadi pembahasan lebih lanjut dalam tulisan ini. Penelitian ini difokuskan pada dua pembahasan, yakni (1) padanan fungsional yang tekandung pada tembung entar berunsurkan anggota tubuh manusia, dan (2) alasan tembung entar banyak berunsurkan anggota tubuh manusia. Penelitian ini menggunakan metode perbandingan foregrounding of the sentence dan automatization.

B. Landasan teori
Menurut Purwadi (2004: 168), tembung entar menika tembung kalih ingkang digabung dados setunggal lan tegesipun benten kaliyan asal-usulipun (tembung entar adalah dua kata yang digabung menjadi satu dan maknanya berbeda dari kata asalnya). Dengan kata lain, tembung entar adalah kata yang memiliki makna tidak sebenarnya (kata kiasan) atau kata yang tidak bisa diartikan begitu saja sesuai sesuai makna masingmasing kata. Dengan demikian ada makna baru yang terbentuk dari gabungan beberapa kata. Secara etimologis (Shipley, 1957:21) estetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu aistheta yang diturunkan dari aisthe yang berarti hal-hal yang dapat ditanggapi dengan indera manusia. Dalam pengertian yang lebih luas estetika berarti kepekaan untuk menanggapi suatu objek atau kemampuan penerapan indera sebagai sensivitas. Dalam bahasa Indonesia estetika adalah ilmu atau filsafat tentang keindahan atau keindahan itu sendiri (Kutha Ratna 2007:4) Fungsi estetika merupakan teori yang dikembangkan oleh Jan mukarovsky yang lahir pada tahun 1930-1941. Sebagai

pengikut strukturalisme Praha, Mukarovsky mengalami pergeseran perhatian dari struktur ke arah tanggapan pembaca. Sehingga aliran ini dikenal juga dengan aliran strukturalisme dinamik. Sebagai pengikut kelompok formalis, Mukarovsky memandang bahwa aspek estetis dihasilkan melalui fungsi puitika bahasa, seperti deotomatisasi, membuat aneh, penyimpangan dan pembongkaran norma-norma lainnya. Menurutnya, fungsi estetik adalah: The esthetically intentional distortion of the linguistic component. (Garvin in Hill, ed. 1969:266). Penyimpangan unsur-unsur linguistik yang sengaja untuk maksud estetika tetapi juga dalam hubungannya dengan objek atau tindakan apapun. Hal tersebut dikarenakan fungsi estetika dipengaruhi oleh foregrounding of the utterance yang merupakan kebalikan dari Automatization. Automatization adalah tafsiran yang mengacu kepada stimulus yang biasa diharapkan dalam situasi sosial. Sedangkan foregrounding of the utterance adalah suatu tafsiran yang mengacu kepada stimulus yang cultural tidak diharapakan muncul dalam situasi sosial, hingga ia menarik perhatian. Kedua istilah tersebut erat kaitannya dengan penafsiran seorang pembaca yang memahami suatu sapaan diartikan dalam hal yang lain. Kasus tersebut dapat dilihat pada contoh berikut ini. Dalam kebudayaan dan bahasa Jawa terdapat kata sapaan kendheli. Misalnya saja seseorang yang umurnya masih muda, sebut saja A berjalan melewati sebuah rumah seorang laki-laki pria, sebut saja B yang sedang menyapu halaman. Melewati rumah B, A berkata, Kendeli Mbah. Ungkapan tersebut merupakan sekedar kata sapaan bukan merupakan kata perintah untuk menyuruh berhenti menyapunya. Bagi orang yang tidak memahami kebudayaan dan bahasa Jawa, mungkin terdapat kemungkinan untuk terjadi salah paham atau salah pengertian dalam menafsirkan ungkapan tersebut. Dari uraian contoh diatas dapat disimpulkan bahwa Automatization adalah terjemahan bahasa, sedangkan foreground of the utterance adalah terjemahan harfiah (terjemahan literal). Dengan kata lain, yang dimaksud foreground of the utterance merupakan makna yang masih murni yang tidak mengharapankan respon dari pendengarnya. Penyimpangan (distorsi) yang diturunkan Mukarovsky adalah penyimpangan pola sejauh merupakan norma sosial, tapi

masih dalam batas-batas sistem itu-itu juga. Dalam kritik sastra penyimpangan ini biasa juga disebut dengan deautomatization (deotomatisasi atau defamilirisasi). Penyimpangan tersebut juga dipengaruhi oleh fungsi sosiologis bahasa fungsinya dalam mengimbangi kelompok masyarakat yang berbeda-beda. Mukarovsky memberikan tahapan penelitian estetika menjadi tiga yaitu: 1. Perhatian pertama dicurahkan kepada objek itu sendiri 2. Meneliti terminology sebagai kesadaran sosial 3. Subjek tidak lagi dipahami sebagai sarana struktur supraindividual yang pasif tetapi sebagai suatu kekuatan yang beraksi dan berinteraksi dengan struktur-struktur tersebut dan mengubahnya selama terjadi interaksi itu.

C. Data Bahasa 1. Tembung entar berunsur kata Ati (hati) a. Ati dhondhong d. Atine pingget g. Dhuwur atine j. Kaku atine m. Lara ati p. Ngobong atine s. Panas atine v. Peteng atine b. Ati kethul e. Cilik atine h. Entek atine k. Kegugah atine n. Lobok atine q. Oleh ati t. Perih atine c. f. i. l. Atine momot Cupet atine Gedhe atine Lambe ati

o. Ngenaki ati r. Ora duwe ati u. Pingget atine x. Sumpek atine

w. Runtuh atine

y. Walah ati z. Bening ati 2. Tembung entar berunsur kata Mata a. Ijo matane d. Mata yuyu f. Nyolok mata b. Mata dhuwiten c. Mata loro

e. Mata sapi

3. Tembung entar berunsur kata Lambe (mulut)

a. Abangb. Cangkeme c. abang gatel lambe d. Kembang lambe 4. Tembung entar berunsur kata tangan

Cangkem turah

a. Enteng b. Kakehan c. Lumah tangane tangan tangan d. Mara tangan e. Ngemut driji 5. Tembung entar berunsur kata kuping (telinga) a. Abang b. Ngabangke c. Kupinge kuping 6. Tembung entar berunsur ilat (lidah) Kandel kupinge

a. Lunyu ilate b. Mati ilate c. Mogel ilate 7. Tembung entar berunsur kata Dhadha (dada) a. Jembar b. Katon c. dhadhane dhadhane 8. Tembung entar berunsur untu (gigi) Ora katon dhadhane

a. Gantung untu b. Ngatonake siyunge 9. Tembung entar berunsur kata Sirah/endhas (kepala) a. Gedhe endhase 10. Tembung entar berunsur kata dengkul (lutut) a. Ngekep dengkul

D. Pembahasan Dari data yang telah diuraikan diatas dapat terlihat sebagian besar tembung entar yang digunakan untuk menggambarkan benda, manusia, atau suatu keadaan tersebut, berunsurkan nama bagian tubuh manusia. Dalam kesempatan ini penulis akan menganalysis data tersebut menggunakan teori Jan Mukarovsky sebagai berikut: 1. Tembung Entar Berunsur kata ati (wajah)

Dari sekian banyak nama bagian tubuh manusia, kata ati (hati) lah yang paling banyak digunakan dalam tembung entar. a. Ati dhondhong Tembung entar ati dhondhong mempunyai arti ati ala atau dalam bahasa Indonesianya adalah berhati buruk. Inilah yang disebut Automatization, yaitu tafsiran yang mengacu kepada stimulus yang biasa diharapkan dalam situasi sosial. Sehingga ati dhondhong seperti telah menjadi kesepakatan bersama, bahwa phrase tersebut bermakna konotasi ati ala. Sedangkan sebagian orang yang tidak mengetahui, akan menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai hati kedondong, yang apabila diartikan secara harfiah tidak akan berarti sama sekali, karena kedondong hanyalah buah, benda mati yang tidak memiliki hati. Inilah yang dinamakan Foregrounding of the sentence yang sebenarnya tidak diharapkan muncul dalam culture orang-orang Jawa. Sehingga pembaca akan secara alami mengartikan phrase tersebut seperti pada kata yang bermakna denotasi. Disini lah letak penyimpangan yang terjadi pada dua kata Ati Dhondhong yang memiliki fungsi estetika guna memberikan kesan keindahan. Dengan demikian pembaca tidak bisa begitu saja mengasumsikan Ati dhondhong seperti makna aslinya. b. Ati Kethul Tembung entar Ati kethul mempunyai arti ora bisa ngrasa yang dalam bahasa Indonesia berarti tidak bisa merasakan. Dari tembung entar tersebut dapat ditentukan Foregrounding of the sentence dan Automatization. Arti yang menyimpang dari arti aslinya (ora bisa ngrasa/ tidak bisa merasakan) sebagai Automatization. Arti tersebut telah berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa karena tafsiran tersebut muncul dalam suatu culture yang telah membentuk arti baru dari Ati kethul. Sedangkan Foregrounding of the sentence nya adalah hati tumpul. Ati kethul dapet ditafsirkan seperti itu apabila tidak diketahui bentuk penyimpangannya. Karena Ati kethul adalah bentuk penyimpangan dari unsur-unsur linguistik

yang dilakukan dengan sengaja untuk menekankan unsur estetikanya. 2. Tembung Entar Berunsur Kata Mata a. Ijo matane Tembung entar Ijo matane bermakna seneng dhuwit bila dialih bahasakan ke bahasa Indonesia bermakna suka uang atau matre.pembentukan makna dari tembung entar tersebut tentulah telah ada kesepakatan oleh penuturnya. Sehingga makna tersebut merupakan makna yang dikehendaki atau dikenal dengan Automatiation, yaitu tafsiran yang mengacu kepada stimulus yang biasa diharapkan dalam situasi sosial. Namun makna tersebut bisa jadi merupakan tafsiran yang tidak diharapkan muncul. Hal tersebut terjadi dalam kasus ketika orang berbahasa Indonesia atau yang lainnya memaknai tembung entar tersebut dengan orang yang bermata hijau. Inilah yang disebut dengan Foregrounding of the sentence. Bila memandingkan makna yang muncul dari tembung entar tersebut, yaitu antara orang yang suka uang (matre) dan orang yang bermata hijau, memang tidak ada kesamaan pada keduanya. Makna yang muncul pun sangat berjauhan satu sama lain. Seperti inilah bentuk penyimpangan dari tembung entar tersebut. Tembung entar tersebut memiliki fungsi estetika guna memberikan kesan keindahan. b. Nyolok mata Tembung entar tersebut bermakna cetha wela-wela. Bila dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia tembung entar tersebut bermakna tampak dengan jelas sekali. Sebenarnya makna dan tembung entarnya sendiri sangat jauh maknanya. Dengan kata lain makna yang muncul dari tembung entar tersebut adalah makna konotasi. Jadi sebenarnya makna tersebut untuk sebagian orang, yaitu orang diluar orang jawa menganggap makna tersebut sebagai makna yang tidak diharapkan. Dengan kata lain sebagai makna Foregrounding of the sentence.sedangkan bagi orang jawa makna dari tembung entar tersebut adalah Automatization. Yang

juga merupakan bentuk penyimpangan yang menghasilkan fungsi estetika. 3. Tembung Entar Berunsur Kata Lambe (Mulut) a. Cangkeme gatel Tembung entar tersebut memiliki makna seneng ngrasani, sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah suka bergunjing. Inilah yang disebut Automatization, yaitu tafsiran yang mengacu kepada stimulus yang biasa diharapkan dalam situasi sosial. Sehingga tembung entar tersebut seperti telah menjadi kesepakatan bersama, yang bermakna konotasi cangkeme gatel. Sedangkan sebagian orang yang tidak mengetahui, akan menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai mulut yang gatal, yang apabila diartikan secara harfiah tidak akan berarti sama sekali bila diterapkan pada kalimat yang menggunakan tembung entar. Inilah yang dinamakan Foregrounding of the sentence yang sebenarnya tidak diharapkan muncul dalam culture orang-orang Jawa. Sehingga pembaca akan secara alami mengartikan phrase tersebut seperti pada kata yang bermakna denotasi. Disini lah letak penyimpangan yang terjadi pada dua kata cangkeme gatel yang memiliki fungsi estetika guna memberikan kesan keindahan. Dengan demikian pembaca tidak bisa begitu saja mengasumsikan Ati dhondhong seperti makna aslinya. b. Abang-abang Lambe Makna harfiah dari tembung entar diatas, tetap bermakna seperti kata aslinya. Namun kenyataannya tembung entar diatas memiliki makna Lamis (Palsu). Padahal makna lamis tidak ada hubungannya dan tidak mempunyai kedekatan/persamaan makna dengan kata abangabang atau lambe sendiri. Disinilah bentuk padanan fungsional yang ditemukan dalam tembung entar ini. Walaupun merupakan bentuk penyimpangan tembung entar ini tetap memiliki fungsi estetika, yang maknanya terdapat unsure keindahan. Dengan demikian dapat ditentukan Atomatization nya dan Foregrounding of the sentence. Automatizationnya

adalah tembung entar yang bermakna lamis (palsu), karena merupakan tafsiran yang diharapkan dalam situasi sosial tertentu. Sedangkan Foregrounding of the sentence dari tembung entar tersebut adalah makna harfiahnya. 4. Tembung Entar Berunsur Kata Tangan a. Kakehan tangan Tembung entar tersebut dalam bahasa Jawa bermakna kakehan sing tandang gawe. Sedangkan bila dialih bahasakan menjadi orang yang ikut bekerja terlalu banyak. Kata kakehan sebenarnya memang tetap bermakna kakehan (terlalu banyak) namun kata tangan bisa berubah makna menjadi sing tandang gawe (yang ikut bekerja). Inilah yang disebut Automation, yaitu tafsiran yang mengacu stimulus yang biasa diharapkan dalam situasi sosial. Situasi sosial dalam hal ini adalah penutur bahasa Jawa yang seperti telah memiliki kesepakatan dalam mengartikan tembung entar tersebut. Namun bagi selain penutur bahasa Jawa akan sulit untuk mengartikan atau memaknai tembung entar kakehan tangan tersebut. Inilah yang disebut Foregrounding of the sentence, yaitu tafsiran yang tidak diharapkan muncul. Sehingga tembung entar tersebut tidak dapat diartikan secara harfiah. Disisi lain tembung entar ini mempunyai padanan fungsional, yaitu penyimpangan dalam memaknai kata. Dalam hal ini terdapat fungsi estetika, sehingga sebuah kata tidak hanya diartikan begitu saja sesuai makna aslinya, namun berbeda dengan makna aslinya, serta memiliki unsur keindahan tersendiri. b. Lumah Tangan Tembung entar lumah tangan ini dalam bahasa Jawa bermakna ora melu cawe-cawe dalam bahasa Indonesia bermakna tidak ikut campur. Makna tersebut sangat jauh dari kata lumah tangan sendiri. Makna lumah tangan sendiri artinya tangan yang tangan yang terlihat telapak tangannya. Inilah yang dikatakan Automatization, yaitu tafsiran yang diharapakan muncul dalam situasi sosial.

Khususnya bagi penutur bahasa Jawa. Namun bagi orang yang tidak berbahasa Jawa akan mengalami kesulitan dalam memaknai tembung entar Lumah Tangan. Karena tembung entar tersebut tidak dapat dimaknai secara harfiah. Hal ini yang dinamakan dengan Foregrounding of the sentence. Kedua istilah tersebut merupakan bagian dari penyimpangan padanan fungsional yang menghasilkan fungsi estetika dalam memaknai tembung entar tersebut. 5. Tembung Entar Berunsur Kata Kuping (telinga) a. Abang Kupinge Tembung entar abang kupinge dalam bahasa Jawa nesu (marah). Namun apabila dimaknai kata demi kata adalah sebagai berikut; kata abang sendiri merupakan nama sebuah warna yaitu merah, sedangkan Kuping bermakna tetap kuping (telinga). Sehingga makna dalam tembung entar tersebut jauh dari makna harfiahnya. Dengan kata lain hal ini dikatakan penyimpangan padanan fungsional, yaitu dalam hal fungsi estetika. Makna suatu kata berunsur makna keindahan. Dalam penyimpangan ini dapat ditentukan dua buah unsur antara lain Automatization dan Foregrounding of the sentence. Automatization adalah abang kupinge yang bermakna nesu (marah), jadi tafsiran ini memang telah diharapkan oleh penutur bahasa Jawa. Sedangkan Foregrounding of the sentence nya adalah ketika tafsirannya tidak diharapkan bermakna lain, bukan nesu (marah). Biasanya Foregrounding of the sentence muncul pada orang yang tidak berbahasa Jawa. b. Kandel Kupinge Secara harfiah makna tembung entar Kandel kupinge tersebut adalah tetap, kata kandel tetap kandel atau tebal dan kupinge juga tetap kuping (telinga) namun pada kenyataannya tembung entar tersebut bermakna ora nggugu pitutur dalam bahasa Indonesia dikenal dengan keras kepala. Inilah penyimpangan dalam padanan fungsional yaitu fungsi estetika. Automatization nya dapat dilihat

pada tembung entar yang bermakna ora nggugu pitutur (keras kepala), karena makna ini telah diharapkan oleh penuturnya dalam situasi sosial tertentu, yaitu oleh orang-orang yang berbahasa Jawa. Sedangkan Foregrounding of the sentence dapat diketahui apabila seseorang memaknai tembung entar kandel kupinge secara harfiah. Namun pada kenyataannya tembung entar tidak bisa dimaknai secara harfiah saja. 6. Tembung Entar Berunsur Kata ilat (lidah) a. Lunyu Ilate Secara harfiah tembung entar lunyu ilate bila dimaknai secara harfiah akan bermakna tetap seperti artinya. Namun melihat kenyataannya tembung entar tersebut tidak bisa dimaknai begitu saja, karna makna sebenarnya dari lunyu Ilate adalah mecla-mecle dalam bahasa Indonesia dikenal dengan plin-plan atau perkataan/omongan yang tidak dapat dipercaya. Inilah bentuk penyimpangan padanan fungional yang mempunyai fungsi estetika. Dalam memaknai tembung entar tersebut ditemukan unsur keindahan. Dalam tembung entar tersebut juga dapat ditemukan Automatizationnya, yaitu lunyu ilate yang dimaknai dengan mencla-mencle (plin-plan), sedangkan Foregrounding of the sentence nya adalah lunyu ilate yang dimaknai secara harfiah. b. Mati Ilate Secara harfiah tembung entar mati ilate memiliki makna yang tetap dan tidak berubah. Namun sebenaranya tembung entar tersebut memiliki makna yang berjauhan dari maknanya secara harfiah, yaitu wis ora duwe rasa (tidak berperasaan). Inilah bentuk penyimpangan padanan fungsional yang terdapat fungsi estetikanya. Jadi dalam memaknai tembung entar mati rasa tidaklah sesuai makna harfiahnya, namun terdapat unsur keindahannya. Selain itu dalam penyimpangan ini terdapat Automatization, yaitu tafsiran yang diharapkan dalam situasi sosial tertentu. Pada tembung entar ini tafsiran yang diharapkan adalah

wis ora duwe rasa (tidak berperasaan). Sedangkan Foregrounding of the sentence nya adalah apabila seseorang memaknainya secara harfiah saja. 7. Tembung Entar Berunsur Kata Dhadha (dada) a. Jembar dhadhane Tembung entar tersebut mempunyai makna harfiah yang sama dengan kata-kata aslinya. Namun sebenarnya makna tembung entar jembar dhadhane sendiri adalah sabar. Inilah yang dikenal dengan Automatization, yaitu tafsiran yang diharapkan muncul dalam situasi sosial tertentu. Dapat ditentukan Foregrounding of the sentence apabila tembung entar jembar dhadhane bila dimaknai secara harfiah saja. Jadi dapat disimpulkan, telah terjadi penyimpangan yang merupakan padanan fungsional. Dalam padanan tersebut terdapat fungsi estetika dimana tembung entar tersebut memiliki unsure keindahan dalam memaknainya. b. Katon dhadhane Kata katon dalam bahasa Indonesia adalah terlihat, sedangkan dhadhane adalah dada. Bila diartikan secara harfiah katon dhadhane bermakna tetap. Inilah yang disebut dengan Foregrounding of the sentence, yaitu tafsiran yang tidak diharapkan muncul. Sedangkan lawannya adalah bila diartikan berdasarkan tembung entar nya, katon dhadhane bermakna Jantan, (untuk seorang laki-laki). Inilah yang disebut dengan Automatization, yang merupakan tafsiran yang diharapkan muncul dalam situasi sosial. Keduanya (Automatization dan Foregrounding of the sentence) merupakan unsureunsur dari penyimpangan padanan fungsional, yaitu fungsi estetika. Dengan kata lain dalam memaknai katon dhadhane terdapat unsur keindahan. Sehingga dalam memaknainya tidak bisa langsung dengan arti harfiahnya saja. 8. Tembung Entar Berunsur Kata Untu (gigi) a. Gantung Untu Tembung entar tersebut bila dimaknai secara arti harfiahnya saja, maknanya tetap seperti kata-kata pembentuknya. Namun tembung entar ini

sebenarnya bermakna ngeleh (lapar). Bila diperhatikan gantung untu (menggantung gigi) dan ngeleh (lapar) maknanya tidak ada kesamaan dikeduanya. Dari sini dapat ditentukan Automatizationnya adalah gantung untu yang dimaknai sebagai ngeleh (lapar), karena tafsirannya yang diharapkan muncul dalam situasi sosial tertentu. Sedangkan Foregrounding of the sentence dari tembung entar ini adalah yang bermakna gantung untu (menggantung untu) sendiri. Dengan kata lain tembung entar tersebut hanya diartikan secara harfiah saja. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa telah terjadi penyimpangan, yaitu padanan fungsional. Dalam padanan fungsional tersebut terdapat fungsi estetika. Sehingga makan tembung entar gantung untu memiliki unsur keindahan tersendiri. b. Ngatonake Siyunge Secara harfiah tembung entar ngatonake siyunge bila dimaknai secara harfiah akan bermakna tetap seperti kata-kata aslinya. Namun melihat kenyataannya tembung entar tersebut tidak bisa dimaknai begitu saja, karna makna sebenarnya dari ngatonake siyunge adalah ngetokake aji-ajine dalam bahasa Indonesia dikenal dengan memperlihatkan senjatanya. Inilah bentuk penyimpangan padanan fungional yang mempunyai fungsi estetika. Dalam memaknai tembung entar tersebut ditemukan unsur keindahan. Dalam tembung entar tersebut juga dapat ditemukan Automatizationnya, yaitu ngatonake siyunge yang dimaknai dengan ngetokake aji-ajine, sedangkan Foregrounding of the sentence nya adalah ngatonake siyunge yang dimaknai secara harfiah. 9. Tembung Entar Berunsur Kata Endhas (kepala) a. Gedhe Endhase Tembung entar tersebut sama seperti di dalam bahasa Indonesia yang dikenal dengan besar kepala. Tembung entar tersebut sebenarnya bermakna sombong. Gedhe endhase yang bermakna sombong inilah yang disebut

Automatization, yaitu tafsiran yang diharapkan muncul dalam situasi sosial. Sedangkan Foregrounding of the sentence nya ditemukan pada pengartian gedhe endhase tetap bermakna gedhe endhase (besar kepala). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemaknaan dalam tembung entar ini telah terjadi penyimpangan padanan fungsional, yaitu fungsi estetika. Hal itu terjadi karena dalam pemaknaanya terdapat unsur keindahan, yang sesungguhnya bukan makna sebenarnya. 10. Tembung Entar Berunsur Kata Dengkul (Lutut) a. Ngekep dengkul Bila diartikan secara harfiah tembung entar tersebut bermakna tetap yaitu ngekep dengkul (memeluk lutut). Inilah yang dinamakan Foregrounding of the sentence, yang merupakan tafsiran yang tidak diharapkan muncul dalam situasi sosial. Namun dalam tembung entar adalah tembung yang memiliki arti tidak sama dengan kata-kata aslinya. Jadi ngekep dengkul bermakna nganggur (menganggur). Inilah yang dinamakan dengan Automatization yaitu tafsiran yang diharapkan muncul dalam situasi sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam tembung entar telah terjadi penyimpangan yaitu padanan fungsional. Padanan fungsional disini merupakan fungsi estetika. Dengan kata lain dalam memaknai Ngekep dengkul terdapat unsure keindahan. Selain itu tembung entar tidak bisa dimaknai secara harfiah saja. Dari uraian diatas dapat diketahui juga bahwa tembung entar banyak berunsurkan dengan anggota tubuh manusia dikarenakan beberapa alasan, antara lain: a. Anggota tubuh manusia telah melekat dalam kebiasaan dan kehidupan manusia. Dengan kata lain manusia tidak mungkin mengenal anggota tubuhnya sendiri. Dengan demikian tembung entar tersebut akan mudah untuk diingat (fisibility) b. Anggota tubuh tersebut pada beberapa tembung entar biasanya menggambarkan keadaan/sifat dari seseorang,

antara lain: ati dhondhong, kakehan tangan, abang kupinge, dan mati ilate. E. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa dari sekian banyak tembung entar yang ada, sebagian besar tembung entar tersebut berunsur anggota tubuh manusia. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor fesibility, atau kemudahan bagi penutur untuk mengingat. Selain itu anggota tubuh manusia tersebut juga menggambarkan keadaan/sifat manusia. Salah satu contohnya adalah tembung entar Abang kupinge yang berm akna Nesu atau marah, bila dikembalikan pada ciri-ciri orang yang sedang marah seperti melotot, mengeluarkan kata-kata kasar, berbicara dengan nada tinggi dan salah satunya adalah telinganya yang kemerahan karena sangat emosi. Hal itu lah yang dikatakan penulis sebagai gambaran dari sifat/ keadaan manusia. Selain itu, tembung entar tidak bisa diartikan begitu saja secara harfiah. Hal itu disebabkan oleh adanya penyimpangan pada padanan fungsional, yaitu fungsi estetika. Sehingga dalam pemaknaanya akan berunsur suatu keindahan maknanya. Keindahan makna disini bukanlah kata-kata yang puitis seperti pada puisi, namun maknanya yang berbeda dari kata-kata penyusunnya.

F. Referensi Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.1994. Print. Alwasilah, A Chaedar. 1993. Beberapa Mahzhab Dikotomi Linguistik. Bandung: Angkasa. Daryanto. Kawruh Basa Jawa Pepak. Surabaya. Apolo Surabaya. 1999. Print Fokkema, D.W dan Elrud Kunne-IBSCH. 1998. Teori Sastra Abad Kedua Puluh. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kutha Ratna, Nyoman. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mukarovsky, Jan. 1988. Aesthetic Function, Norm, and Value as Social Facts." Select. In Twentieth-Century Literary Theory. Ed. K. M. Newton. London: Macmillan.

Purwadi. 2004. Pranata Adicara Bahasa Jawi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai