PEMBAHASAN KASUS
SEKILAS PT KAI
PT Kereta Api Indonesia (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT Kereta Api Indonesia (Persero) meliputi angkutan penumpang dan barang. Pada tanggal 28 September 2011, bertepatan dengan peringatan ulang tahunnya yang ke-66, KAI meluncurkan logo baru
PERMASALAHAN
Kasus PT KAI ini disebabkan adanya perbedaan pandangan antara pihak manajemen, auditor, dan komisaris.
Dalam laporan keuangan tahun 2005, diumumkan bahwa PT KAI memperoleh laba sebesar Rp. 6,90 milyar. Sedangkan menurut salah satu anggota komisaris, Hekinus Manao, seharusnya dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar
Perbedaan Pandangan
1. Masalah piutang PPN
Kewajiban PT KAI membayar surat ketetapan pajak (SKP) atas pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 miliar yang diterbitkan oleh DJP pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang.
Piutang PPN tersebut seharusnya dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor
Perbedaan Pandangan
2. Masalah nilai persediaan Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan pada tahun 2002 sebesar Rp. 24 Miliar diakui manajemen PT. KAI sebagai kerugian yang dicatat secara bertahap.
Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp. 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Perbedaan Pandangan
3. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYBDS) dan Penyertaan Modal Negara (PMN)
BPYBDS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005
Pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500/KM.1/2007
KESIMPULAN
PT KAI dalam kasus ini tidak beretika karena tidak sesuai dengan prinsip etika dan prinsip GCG BUMN
TERIMA KASIH