Anda di halaman 1dari 5

Rumah Pemotongan Hewan dan Peraturan yang yang Mengaturnya Daging adalah salah satu pangan asal hewan

yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai penerapan sistem product safety pada RPH. Rumah pemotongan hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratatn teknis dan higiene tertentu, yang digunakan sebagai tempat memotong hewan potong bagi konsumsi masyarakat. Peraturan perundangan yang berkaitan persyaratan RPH di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan. Selain diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986, RPH juga diatur dalam Rancangan Undang-Undang Peternakan dan kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab I Pasal 1 ayat 15 dan Bab VI Pasal 62. Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan dalam rangka penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Akan tetapi karena kurangnya kesadaran dari beberapa pihak pengelola rumah pemotongan hewan sehingga sebagian besar rumah potong hewan yang terdapat diberbagai daerah tidak memenuhi stndar dan tidak layak digunakan sebagai rumah potong hewan. Sebagai contohnya yaitu rumah potong hewan yang terdapat di Makassar yakni Tamangapa (Antang). Ditinjau dari segi lokasi, lokasi RPH Tamangapa cukup memenuhi syarat sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan yang mengacu pada Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986, yaitu a. Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK). b. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan.

c.

Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lainnya.

d. Memiliki lahan yang relatif datar dan cukup luas untuk pengembangan Adapun syarat lokasi diatas belum terpenuhi adalah daerah Tamangapa ketika musim hujan terkadang banjir dan juga debu di daerah ini cukup banyak, hal ini dikarena sarana jalan di tempat ini belum baik dan juga kini daerah ini mulai menjadi daerah perumahan sehingga sangat tidak cocok ketika RPH tetap bertahan. Dari segi bangunan dan tata letak, RPH Tamangapa pun belum memenuhi syarat. RPH ini belum memiliki kandang isolasi untuk pemeriksaan hewan ternak sebelum di lsembelih. RPH ini hanya dilengkapi oleh kantor Administrasi, musalah, kantin dan ruang pegawai. Bangunan pengolahan limbahnya pun kurang baik, terkadang limbahnya tidak diolah dengan baik sehingga bisa menimbulkan pencemaran bau, terutama udara karena kandungan gas metan. Sarana dan prasarana RPH Tamangapa dilengkapi dengan sarana jalan yang baik, ketersediaan air bersih, sumber listrik yang memadai, serta peralatan yang terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan desinfeksi serta mudah dalam perawatannya. Akan tetapi kedua RPH ini tidak memenuhi persyaratan seperti sumber air bersih yang cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum seekor ternak, serta instalasi air yang bertekanan atau air yang panas (suhu 80oC) yang memudahkan dalam proses pengkarkasan. Pada kelengkapan peralatan, RPH Tamangapa menggunakan peralatan yang masih sederhana bahkan masih tradisional tetapi telah memenuhi persyaratan bahwa perlengkapan pendukung harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan, didesinfeksi serta mudah dirawat. Hal tersebut sangat menjamin terhadap kebersihan produk yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan. Dari persyaratan higiene karyawan dan perusahaan. Untuk pencegahan kontaminasi lingkungan diluar RPH yang terbawa oleh para pekerja terhadap mutu dari karkas yang dihasilkan maka sebuah RPH harus memiliki fasilitas seperti, berupa tempat istirahat, kantin, serta tempat penyimpanan barang pribadi (locker) ataupun ruang ganti pakaian, serta dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi setiap pekerja termasuk juga kepada para pengunjung.

Akan tetapi kedua RPH Tamangapa kurang memperhatikan hal tersebut. Ini dapat terlihat dari leluasanya pengujung keluar masuk dalam RPH. Proses pemotongan hewan telah diatur pada Standar dan Prosedur Operasi (S.O.P) pemotongan hewan pada RPH yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah sbb:

Mengistirahatkan hewan (rekondisi) yang akan dipotong minimal + 8 jam. Pemeriksaan sebelum proses penyembelihan (ante mortem) oleh petugas yang berkepentingan.

Hewan dimasukan ke ruang pemotongan yang telah memenuhi persyaratan higienis dan sanitasi.

Sesuai standar halal, sapi direbahkan mengarah kiblat. Hewan dibersihkan dari segala kotoran yang melekat di badannya. Dilakukan proses pemotongan. Di diamkan beberapa saaat hingga darah betul-betul tiris/ habis, kemudian daging dimatangkan (aging), dengan cara menyimpannya pada suhu kamar (27 300C) selama 24 48 jam atau pada suhu pendinginan (10 -150C) selama 5 7 hari. Hal ini dilakukan karena setelah proses pemotongan, karkas (daging)nya akan mengalami rigor mortis, yaitu pengerasan dan peng-kakuan daging akibat terjadinya kekejangan (kontraksi) urat daging. Daging demikian jika dimasak akan menghasilkan hidangan daging yang keras dimakan. Penyimpanan karkas, di samping untuk pematangan daging juga bertujuan untuk persediaan bahan mentah (stock) dan untuk menunggu angkutan atau pemasaran.

Proses pemisahan kepala dari badan. Proses pengulitan. Pemeriksaan kesehatan daging. Pemisahan daging, organ dalam, jeroan di ruang yang sudah ditentukan. Pemeriksaan post mortem oleh petugas keur master, jika produk daging dinyatakan sehat dengan stempel khusus, boleh dipasarkan dan didistribusikan. Dengan adanya aturan pemerintah yang tercantum didalam Undang-Undang dan

prosedur pemotongan hewan yang benar diharapkan semua RPH ataupun perusahaan peternakan skala kecil bisa mengetahui dan menerapkan bagaimana cara memotong hewan yang benar sehingga terjamin kesejahteraan bagi masyarakat dan hewan.

Untuk RPH Tamangapa belum sesuai dengan S.O.P pemotongan hewan, hal ini dikarenakan sarana dan prasarana yang terdapat di RPH ini tidak mendukung (belum terpenuhi) Karena banyaknya kekurangan dari RPH Tamangapa ini, beredar kabar bahwa akan ditutup karena akan berdampak ke masyarakat dan lingkungan jika dibiarkan keadaannya seperti ini.

DAFTAR PUSTAKA Lestari, P.T.B.A., 1994. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di Indonesia. P. T. Bina Aneka Lestari, Jakarta.
Wahyudi. 2012. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/475095/.

Diakses pada tanggal 17 Mei 2012 pada pukul 17.00 R.Fadlan. 2012. http://reproduksiternakruminansiareproduksi.blogspot.com/2010/05/abatoir-dan-teknik-pemotongan-ternak.html. Diakses pada tanggal 17 Mei 2012 pada pukul 17.00 Hannayuri. 2012. http://hannayuri.wordpress.com/2011/11/01/undang-undangpeternakan-dan-kesehatan-hewan-tentang-pemotongan-hewan/. Diakses pada tanggal 17 Mei 2012 pada pukul 17.00

Anda mungkin juga menyukai