Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN MENGENAI PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA YANG ADA DI ATASNYA

DOSEN PEMBIMBING :Prof. DR. Muhammad Yamin Lubis, SH., MS., CN. PUTRI ZULPITA FESTIRI HASTIYA DEWI HAFIZAM ADDINI LIDYA LESTARICA NURUL AMELIA AGUS SYAHPUTRA SAMUEL JUNATAL SIMANJUNTAK RETTA SARI SITUMEANG 110200024 110200032 110200169 110200170 110200172 110200173 110200174 110200175

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sebagai tempat manusia dalam menjalankan kelangsungan hidupnya dari segala bidang. Tanah berupa wilayah dapat dikatakan sebagai unsur yang esensial atau terpenting dalam terbentuknya suatu Negara karena di atasnya pemerintah dapat menjalankan roda pemerintahannya untuk melayani rakyat-rakyatnya di dalam Negara tersebut. Tanah merupakan nilai ekonomis yang sangat menguntungkan dalam pengembangannya. harga jual tanah juga semakin besar yang dapat disebabkan dengan: 1. Tempat tanahnya yang strategis 2. pertambahan pendudukan setiap tahunnya.

Satu persoalan hukum pertanahan yang kelihatannya tidak pernah selesai diperbincangkan dan dikaji orang adalah persoalan Pengambilan Tanah kepunyaan penduduk/masyarakat untuk keperluan proyek pembangunan yang biasa dikenal dengan sebutan Pembebasan Tanah atau Pencabutan Hak atas tanah. Pengambilan Tanah Pembebasan Tanah atau Pencabutan Hak atas tanah Pencabutan hak termasuk kategori yang menyebabkan putusnya hubungan hukum antara subjek dengan objek haknya dan sekaligus hapusnya hak atas tanah tersebutnya dan statusnya menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara Selanjutnya Negara-lah yang berperan sebagai pihak yang menguasai langsung atas tanah dimaksud dan Negara juga yang akan melakukan pengaturan kembali terhadap hak atas tanah tersebut

salah satu contoh permasalahan yang timbul adalah nilai ganti rugi yang dianggap tidak mencapai kata layak dan adil bagi rakyat Seperti yang diatur dalam UUD RI Tahun 1945 dalam pasal 28-H ayat 4 yang berisi : Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun. 1.2. Perumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pencabutan hak atas tanah dan unsurunsurnya ? 2. Bagaimana prosedur pencabutan hak atas tanah yang diatur dalam Undang-undang No. 20 Tahun 1961? 3. Bagaimana tindakan penanggulangan (represif) dalam mempertahankan hak atas tanah melalui lembaga pencabutan hak?

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pencabutan Hak atas Tanah dan Unsur-unsurnya Pengaturan mengenai pencabutan hak atas tanah dapat dilihat dalam pasal 18 UUPA yang berisi : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberikan ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur dengan undang-undang.. Pasal 1 UU No. 20 Tahun 1961 yang berisi : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan, dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya

Pencabutan hak-hak atas tanah (Onteigening) Pengambilan tanah kepunyaan sesuatu pihak oleh Negara secara paksa, yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi kewajiban hukum. Pendapat dari AP. Parlindungan mengenai penggantian yang layak adalah : 1. orang yang dicabut haknya itu tidak berada dalam keadaan lebih miskin setelah pencabutan tersebut, 2. ataupun akan menjadi miskin seelah pencabutan hak tersebut, 3. ataupun akan menjadi miskin kelak karena uang pembayaran ganti rugi itu telah habis karena dikonsumsi. NB :Minimal dia harus dapat dalam situasi ekonomi yang sekurangkurangnya sama seperti dicabut haknya, syukur kalau bertambah baik

Negara Indonesia sebagai Negara hukum (Rechtstaat) seperti yang diatur dalam pasal 1 ayat 3 UUD RI Tahun 1945 mempunyai konsep yang berciri-cirikan sebagai berikut : 1. Adanya perlindungan terhadap HAM 2. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga Negara untuk menjamin perlindungan HAM 3. Pemerintahan berdasarkan peraturan 4. Adanya peradilan administrasi Hak Asasi Manusia dalam Negara Indonesia harus diberikan perlindungan dengan adanya penegakan hukum. Adanya tujuan dilakukannya penegakan hukum agar tercapainya kepastian hukum yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi rakyat Indonesia.

2.2. Prosedur Pencabutan Hak Atas Tanah Diatur Dalam UU No. 20 Tahun 1961 Pencabutan hak atas tanah jika dilihat dari pelaksanaanya ada 2 jenis, yaitu : 1. pencabutan hak secara biasa 2. pencabutan hak secara mendesak 1. Pencabutan Hak Secara Biasa Hal ini diatur dalam pasal 2, 3 dan 8 UU No. 20 Tahun 1961, yakni dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut : a) Instansi yang memerlukan tanah tersebut mengajukan permohoan melalui Kepala Inspeksi Agraria (sekarang Kakanwil BPN Provinsi), disertai : alasan-alasannya, keterangan tanah termasuk didalamnya nama yang berhak, luas dan jenis haknya, serta adanya rencana penampungan warga yang ada di atasnya.

b) Diminta pertimbangan kepada Kepala Daerah yang bersangkutan tentang permohonan tersebut dan rencana penampungannya, kecuali dalam keadaan yang benar-benar mendesak, pertimbangan tersebut dapat diabaikan. c) Dibentuk Panitia Penaksir untuk menghitung dan menerapkan ganti kerugian. d) Diminta rekomendasi dari Menteri Agraria(sekarang Kepala BPN RI), Menteri Kehakiman(sekarang Menteri Hukum dan HAM), dan Menteri yang bersangkutan e) Berkas permohonan diteruskan ke Presiden untuk diterbitkan keputusan pencabutan haknya. f) Keputusan tentang pencabutan hak ini dimuat dalam Berita Acara Negara dan isinya juga dimuat dalam surat kabar serta diberitahukan kepada yang bersangkuran g) Apabila pihak yang dicabut haknya tidak menerima penetapan besarnya nilai ganti rugi yang ditetapkan Panitia Penaksir, dapat mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi satu bulan sejak keputusan Presiden diterbitkan.

2. Pencabutan Hak Secara Mendesak Dalam pasal 6 UU No. 20 Tahun 1961 dimungkinkan untuk melakukan penyimpangan dari ketentuan pasal 2 dan 3 diatas. NB :UU No. 20 Tahun 1961 juga masih dianggap kurang memadai yang dapat menjadikan banyaknya penafsiran yang di buat oleh penguasa. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 dalam pasal 4 telah dijelaskan tafsiran dari penguasaan atas tanah dalam keadaan yang sangat mendesak sehingga dapat dilakukan pencabutan hak dengan prosedur khusus, yakni apabila kepentingan umum menghendaki ditandai dengan adanya : a) Penyediaan tanah diperlukan dalam keadaan mendesak yang penundaan pelaksanaannya dapat menimbulkan bencana alam yang mengancam keselamatan umum; dan b) Penyediaan tanah sangat diperlukan dalam suatu kegiatan pembangunan yang oleh pemerintah ataupun masyarakat luas pelaksanaannya dianggap tidak dapat ditunda-tunda lagi

2.3. Tindakan Penanggulangan (Represif) Dalam Mempertahankan Hak Atas Tanah Melalui Lembaga Pencabutan Hak Pencabutan hak atas tanah yang disebut di atas yang bersifat memaksa, Dalam arti si pemilik tidak diberi upaya hukum apapun yang tujuannnya untuk dapat mengahalang-halangi ataupun membatalkan pelaksanaan pencabutan hak dimaksud. Upaya hukum atas penentuan ganti rugi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 UU No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda yang Ada di Atasnya dinyatakan : a) Bahwa jika yang berhak atas tanah dan/atau benda-benda yang haknya dicabut itu tidak bersedia menerima ganti kerugian sebagaimana yang ditetapkan dalam surat keputusan Presiden tersebut dalam pasal 5 dan 6, karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka ia dapat meminta banding pada Pengadilan Tinggi itulah yang menetapkan jumlah ganti kerugiannnya. Pengadilan Tinggi memutus soal tersebut dalam tingkat pertama dan terakhir.

b) Acara tentang penetapan ganti kerugian oleh Pengadilan Tinggi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. c) Sengketa tersebut pada ayat (1) dan (2) pasal ini dan sengketasengketa lainnya mengenai tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan tidak menunda jalannya pencabutan hak dan penguasaannya Sebagaimana yang telah diperintah dalam pasal 8 ayat (2), maka diterbitkanlah Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian Oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak Hak Atas Tanah Dan Benda Benda Yang Ada Diatasnya.

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan Adanya berbagai Peraturan yang mengatur tentang Pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum. Di satu pihak ia adalah merupakan suatu landasan hukum bagi pihak pemerintahan untuk memperoleh tanah penduduk yang diperlukan untuk penyelenggaraan kepentingan umum dan kepentingan pembangunan atau untuk kepentingan yang dapat menunjang Pembangunan Nasional, Dilain pihak ia adalah merupakan suatu jaminan bagi warga masyarakat tentang hak atas tanah daripada tindakan sewenangwenang pihak Penguasa.

Dalam pasal 6 UUPA telah memberikan batasan yang tegas, dengan menyebutkan semua hak atas tanah yang mempunyai fungsi sosial, artinya warga Negara diberikan kemungkinan untuk mendapatkan hak tanah, namun apabila kepentingan umum menghendaki, hak warga Negara tersebut harus mengalah, atau warga Negara dimungkinkan untuk menguasai tanah, namun penggunaannya harus memperhatikan kepentingan umum. Dalam pemberian ganti kerugian yang layak, apabila hak-hak seseorang terpaksa dicabut untuk kepentingan umum, maka dipersyaratkan harus diberi ganti kerugian kepada pemegang haknya, sebab saat penetapan hak tersebut oleh Negara/pemerintah.

3.1. Saran Motivasi pencabutan hak atas tanah, haruslah dikaitkan dengan kepentingan umum. Kewenangan dalam pencabutan hak atas tanah haruslah berlandaskan ketentuan-ketentuan yang ada. Adanya ganti rugi yang layak dalam hal pencabutan hak atas tanah.

DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman. 1991. Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti Anshari Siregar, Tampil. 2005. Mempertahankan Hak Atas Tanah. Medan: Multi Grafik Medan. Harsono, Boedi. 2003. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Penerbit Djembatan. M. Roosodijo, Marmin. 1979. Tinjaun Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia. Parlindungan, AP. 1993. Pencabutan dan Pembebasan Hak atas Tanah Suatu Studi Perbandingan. Bandung: Mandar Maju. ---------------------, 1993. Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung: Mandar Maju. Yamin, Muhammad. 2011. Pencabutan Hak, Pembebasan, dan Pengadaan Tanah. Bandung: Mandar Maju. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda yang Ada di Atasnya. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian Oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak Hak Atas Tanah Dan Benda Benda Yang Ada Diatasnya.

Anda mungkin juga menyukai