Anda di halaman 1dari 15

TERAPI NUTRISI PADA PENDERITA KANKER

Wiwiek Indriyani Maskoep PUSAT PENGEMBANGAN PALIATIF DAN BEBAS NYERI RSU Dr. SOETOMO FK UNAIR SURABAYA

PENDAHULUAN Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh (Rock CL, 2004). Status nutrisi normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi (Denke, 1998; Klein S, 2004). Kekurangan nutrisi memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh (Suastika, 1992). Malnutrisi dan Cachexia sering terjadi pada penderita kanker (24% pada stadium dini dan > 80% pada stadium lanjut), AIDS dan penyakit kronis lainnya. Malnutrisi dan Cachexia meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta menurunkan kualitas hidup, survival penderita. Penderita dengan malnutrisi sering tidak dapat mentoleransi terapi termasuk radiasi khemoterapi dan lebih mempunyai kecenderungan mengalami adverase effect terhadap terapi kanker (Lutz, 1994; Denke, 1998, Bruera, 2003; Jakowiak, 2003; Trujillo, 2005; Watson, 2005). Cachexia adalah keadaan malnutrisi yang ditandai dengan anorexia, penurunan berat badan, muscle wasting, asthenia, depresi, nausea kronik dan anemia yang menyebabkan distress psikologis, perubahan dalam komposisi tubuh, gangguan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, cairan jaringan, keseimbangan asam basa, kadar vitamin dan elektrolit (Trujillo, 2005). Anorexia adalah tidak adanya keinginan untuk makan dan menunjukkan bahwa seseorang tidak mempunyai ketertarikan (interest) terhadap semua makanan. Pengendalian terhadap asupan makanan adalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai 1 untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya

organ, environment dan mekanisme perifer (dinding usus berperan terhadap regulasi apetite dan beraksi terhadap stimuli mekanis dan kemis seperti peptide yang diproduksi diusus antara lain cholecycstokinin, somatostatin, glucagons) dan sentral (jalur hipotalamaus: dipengaruhi oleh perciuman, rasa kecap, stimuli visual, temperature, stimuli gastrointestinal melalui N.vagus, kadar glukosa dan asam amino dalam darah dan pusat kortikal: dipengaruhi oleh environment, kultural, faktor ekonomi dan emosional) (Walsh, 1989; Woodruff, 1997, Strasser, 2002). Malnutrisi adalah hilangnya/ penurunan berat badan diatas 10% atau berat badan kurang dari 80% BB ideal, dalam kurun waktu 3 bulan (Suastika, 1992; Waller, 1996; Strasser, 2002, Trujillo, 2005). Ketika seseorang didiagnosis menderita kanker, maka nutrisi merupakan bagian dari terapi. Tujuan utama terapi nutrisi pada penderita kanker adalah mempertahankan atau meningkatkan status nutrisi sehingga dapat memperkecil terjadinya komplikasi meningkatkan efektivitas terapi kanker (bedah, kemoterapi, radiasi) kualitas hidup dan survival penderita (Lutz, 1994; Bruera, 2003; Trujillo, 2005). PREVALENSI MALNUTRISI Prevalensi malnutrisi pada penderita kanker tergantung pada jenis tumor, stadium, organ yang terlibat, terapi antikanker, kondisi non malignan yang menyertainya seperti diabetes melitus, penyakit saluran cerna dan lain-lain. Pada penelitian multisenter terhadap 12 jenis kanker, prevalensi penurunan berat badan (BB) sebesar 31%-40% pada penderita kanker payudara, kanker hematologik dan sarcoma; 54%-64% pada penderita kanker colon, prostate dan paru > 80% pada penderita dengan kanker pancreas dan lambung dan didapatkan penurunan BB paling berat (Shike, 1996; Strasser, 2002; Trujillo, 2005; Mroos, 2006). Terapi kanker juga berpengaruh terhadap status nutrisi penderita. Pada suatu penelitian didapatkan > 40% penderita yang mendapat terapi kanker (bedah, kemoterapi dan radiasi) mengalami malnutrisi (Shike, 1996; Trujillo, 2005).

PENYEBAB MALNUTRISI Penyebab malnutrisi pada penderita kanker adalah multifaktorial. Secara umum penyebabnya dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu: 1. berkurangnya asupan makanan dan malabsorbsi dan 2. gangguan proses metabolisme (Shike, 1996). Bruera mengelompokkan penyebab cachexia pada penderita kanker sebagai berikut: 1. faktor psikologis dan susunan saraf pusat (keengganan makan, gangguan persepsi rasa kecap, stress psikologis); 2. efek tumor (obstruksi mekanis, pemakaian substrate/ nutrisi oleh tumor, produksi sitokin oleh sel tumor, lipid mobilizing factors); 3. efek yang berhubungan dengan terapi (kemoterapi, radiasi, bedah, nausea, stomatitis, xerostomia, nyeri, ileus); 4. efek yang berhubungan dengan penderita (peningkatan resting energy expenditure, gangguan proses metabolisme, produksi sitokin oleh makrofag, disfungsi autonomic, penurunan pengosongan lambung (Lutz, 1994; Woodfruff, 1997; Strasser, Bruera, 2002; Watson, 2005).
1. BERKURANGNYA ASUPAN MAKANAN DAN MALABSOBSI

Efek Tumor a. Efek langsung : Tumor dari traktus gastrointestinal seperti tumor lidah, faring, esophagus dan lambung yang menyebabkan obstruksi atau tumor dari luar traktus gastrointestinal yang menyebabkan obstruksi antaralain tumor kepala leher, pancreas, hepar atau tumor lain yang metastasis ke abdominal (Sheke, 1996; Waller, 1996; Woodruff,1997). Gangguan pencernaan dan absorbsi misalnya pada kanker pankres, limfoma usus halus, tumor vilous colon (Waller, 1996). b. Efek tidak langsung (remote effect): Tumor dapat menimbulkan anorexia tanpa melibatkan traktus gastrointestinal secara langsung. Terjadi akibat adanya penurunan rasa kecap, kualitas penciuman, gangguan neuroendokrin, gangguan pada hypothalamic appetite control center sehingga terjadi gangguan kontrol asupan makanan dan rasa cepat kenyang (Walsh, 1989; Waller, 1996; Shike, 1996, Woodruff, 1997).

Efek Samping Pengobatan Antitumor Gangguan nutrisi akibat tindakan bedah tergantung pada letak tumor, luasnya reseksi saluran cerna dan ada tidaknya tindakan vagotomi. Operasi pada bagian saluran cerna seperti lidah, mandibula, faring, esophagus, lambung dapat menurunkan kemampuan menelan dan pencernaan makanan. Reseksi usus halus yang luas menyebabkan gangguan penyerapan nutrient, cairan dan elektrolit, reseksi pancreas dapat menyebabkan malabsorbsi dari lemak dan protein (Shike, 1996; Triyllo, 2005). Kemoterapi dapat menyebabkan nausea, vomiting, nyeri abdomen, mukositis, ileus diare dan malabsorbsi. Beberapa preparat antineopalstik yang sering menyebabkan simtom gastrointestinal (40%) antaralain cisplatin, doxorubicin, fluorouracil. Penggunaan obat analgesik opioid dapat menyebabkan nausea, konstipasi dan gas distension pada usus halus dan usus besar sehingga menyebabkan malabsorbsi (narcotic bowel syndrome), penggunaan diuretik sering menyebabkan penurunan kadar zinc yang mengakibatkan penurunan rasa kecap (Walsh, 1989; Twycross, 1990; Shike, 1996; Bruera, 2003; Trujillo, 2005). Radioterapi dapat memberikan reaksi akut dan delayed reaction (komplikasi kronis). Reaksi akut dapat terjadi dalam 3 hari sampai 1 minggu terapi, dapat berupa kesulitan menelan akibat edema dan mukositis orofaring menyebabkan disfagia dan odinofagia, penurunan produksi saliva dengan konsekuensi penurunan enzim (radiasi kepala leher), nausea vomiting, enteritis atau diare (radiasi daerah abdominal). Komplikasi akhir berupa keradangan mucosal persisten, fibrosis intestinal dan striktur (Shike, 1996; Bruera, 2003; Trujillo, 2005). Keadaan lain yang menyertai penderita kanker seperti infeksi, Diabetes mellitus, penyakit rematik dan lain-lain. Autonomic Failure Sindroma klinik meliputi manifestasi kardiovaskuler (postural hypotension, syncope dan fixed heart rate) dan simtom gastrointestinal (nausea, anorexia, konstipasi dan kadang-kadang diare). Terjadi pada sekitar 52% penderita kanker terutama stadium lanjut (Bruera, 2003; Watson, 2005).

2. GANGGUAN METABOLISME

Penyebab perubahan metabolisme pada penderita kanker masih belum jelas. Namun beberapa mekanisme yang berperan adalah adanya respon sistemik yang diperantarai oleh tumor induced distant hormonal factor (axis neuroendokrin), adanya respon non spesifik terhadap faktor-faktor yang dilepaskan oleh tumor, adanya respon inflamasi sistemik yang diperantarai oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag. Sitokin adalah kelompok berbagai soluble glycoprotein dan low molecular weigh peptides yang mengatur interaksi antar sel serta fungsi sel dan jaringan. Dalam kaitannya dengan cachexia pada kanker, sitokin mengatur motilitas dan pengosongan lambung melalui saluran gastrointestinal atau susunan saraf pusat dengan cara mengganggu sinyal eferen yang mengatur satiety (Strasser, 2002; Trujillo, 2005; Watson, 2005). Beberapa hormon dan sitokin yang berperan dalam gangguan metabolisme adalah : TNF mensupresi aktivitas lipoprotein lipase di adiposit, sehingga mengganggu kliren triglicerida dari plasma dan menyebabkan hypertriglyceridemia; IL-1 menyebabkan anorexia melalui blocking neuropeptide Y (NPY) induced feeding, NPY adalah suatu potent feeding stimulatory peptide yang diaktivasi oleh penurunan kadar leptin; TNF dan IL-1 meningkatkan kadar corticotrophin releasing hormone yang merupakan neurotransmitter di saraf sentral dan pelepasan glucose sensitive neurons menyebabkan penurunan intake makanan, IL-6 dan, leukemia inhibitor factor (LIF) yang diproduksi oleh sel kanker terutama otot skeletal menyebabkan efek cachectic yang poten; IFN- juga menyebabkan cachexia; lipid mobilizing factor menyebabkan lipolisis dan penurunan BB; Proteolysis Inducing Factor (PIF) menyebabkan degradasi protein dalam otot skeletal melalui peningkatan pengaturan jalur ubiquitin proteasome proteolytic, menurunkan sintesis protein dan meningkatkan sitokin dan acute phase protein; Leptin mengontrol intake makanan dan energy expenditure melalui neuropeptic effector moleculs dalam hipotalamus, leptin merangsang jalur katabolik dan menghambat jalur anabolik, TNF, IL1 dan LIF meningkatkan kadar leptin menyebabkan anorexia dengan cara mencegah mekanisme kopensasi normal terhadap penurunan intake makanan; uncoupling protein (UPC) 1, 2 dan 3 yang berperan dalam pembentukan energi dan ATP yang berpengaruh terhadap energy expenditure, ekspresinya dipengaruhi oleh produk dari tumor (sitokin) (Shike, 1996; Strasser, 2002; Trujillo, 2005). Sebagai contoh pada penderita kanker paru

small cell didapatkan peningkatan rata-rata 37% dari basal energy expenditur, sehingga intake makanan yang diberikan tidak mencukupi kebutuhan tubuh, menyebabkan keseimbangan energi negatif dan penurunan berat badan. Hemostasis glukosa : glukosa adalah sumber energi utama bagi sel tumor dan host, peningkatan penggunaannya akan disertai peningkatan pelepasan laktat yang kemudian diregenerasi menjadi glukosa oleh Liver melalui coricycle. Peningkatan coricycle ini akan meningkatkan kehilangan energi sekitar 300 kcal perhari. Glukoneogenesis meningkat untuk mempertahankan hemostasis glukosa. Asam amino, gliserol dan fat breakdown digunakan untuk proses glukoneogenesis di Liver untuk membentuk glukosa (kadar plasma alanine, glycine dan glutamine menurun). Produksi glukosa, intoleransi glukosa dan resistensi insulin meningkat. Dilepaskannya counter regulatory hormone seperti glucocorticoid dan glucagons meningkatkan resistensi insulin sehingga penggunaan glukosa oleh otot skeletal menurun (Shike, 1996; Trujillo, 2005; Watson, 2005; Boediwarsono, 2006). Metabolisme protein: katabolisme otot meningkat (muscle wasting) menyebabkan asthenia atau menurunnya kekuatan yang disebabkan oleh peningkatan pemecahan protein dan penurunan sintesis protein otot, peningkatan sintesis protein Liver (acute phase protein) dan tumor. Terjadi negative nitrogen balance dimana terjadi peningkatan whole body protein turnover dan gangguan aminoacid turnover (Strasser, 2002; Trujillo, 2005). Metabolisme lemak : penderita akan mengalami kehilangan jaringan lemak karena terjadi peningkatan lipolisis dan penurunan lipogenesis. Turnover glycerol dan free fathy acid (FFA) meningkat, penurunan kadar lipoprotein lipase menyebabkan klirens triglyceride dari plasma menurun, kadar triglyceride meningkat, high dan low density lipoprotein menurun (Trujillo, 2005).
3. DEFINISI MIKRONUTRIEN

Defisiensi mikronutrien: berbagai komponent / zat dalam makanan dapat berpengaruh dalam perkembangan kanker melalui beberapa mekanisme termasuk gangguan metabolisme carcinogen, antioksidan, peningkatan diferensiasi, hambatan pertumbuhan dan pengaturan imunologik. Vitamin C dan E berfungsi sebagai

antioksidan, merangsang sistem imun, mengurangi nitrit yang mencegah pembentukan nitrosamine yang berperan dalam pembentukan sel tumor. Vitamin A mengontrol diferensiasi sel dan berperan dalam pertahanan imunologis host. Penurunanan kadar vitamin tertentu dapat berhubungan dengan keganasan tertentu (vitamin A pada kanker colorectal, esophagus, leukemia, limfoma; beta carotene pada kanker gaster, pancreas, oral dan tiroid; Vit.E pada kanker paru, gaster, prostate, gall bladder, leukemia, limfoma, malignant bone tumor, tumor-tumor susunan saraf pusat; Vit. C pada kanker paru, gaster, pancreas, esophagus, colon, prostate; Vit.D (dan Calcium) pada kanker colon (Lutz, 1994; Rock, 2004 Trujillo, 2005). Trace elements seperti selenium, zinc, manganase dan copper adalah cofactor untuk beberapa enzim antioksidan seperti glutahione peroksidase, RNA polymerase, superoxide dismutase, dan diamine oksidase. Metabolismenya dipengaruhi pada penderita kanker, sebagai contoh terdapat peningkatan kadar zinc diurine penderita melanoma, keganasan ginekologis dan paru, juga kadar yang rendah dalam plasma penderita Ca prostat dan mamma. Defisiensi selenium terdapat pada Ca cervix, paru dan gall bladder (Trujillo, 2005).
4. GANGGUAN ELEKTROLIT

Hipercalcemia, hiperfosfatemia, hipocalcemia dan hiperkalemia berhubungan dengan tumor lysis syndrome (TLS) yang sering terjadi pada limfoma sebagai akibat rapid tumor breakdown baik secara langsung akibat pertumbuhan tumor yang cepat diikuti dengan kematian sel tumor secara langsung atau akibat terapi ditandai dengan hiperurusemia akibat pemecahan DNA, hiperkalemia akibat pemecahan cytosol, hiperfosfatemia akibat pemecahan protein dan hipercalcemia akibat hiperfosfatemia. Hipocalcemia, hipomagnesemia dan hipofosfatemia sering terjadi pada penggunaan preparat platinum, hiponatremia pada penggunaan preparat cyclophosphamid dan vincristine (Trujillo, 2005). PENGARUH MALNUTRISI PADA PENDERITA KANKER Malnutrisi dan cachexia dapat memberikan dampak yang buruk terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh. Pada sistem kardiovaskular: penurunan berat badan sebesar 24% berhubungan dengan penurunan isi jantung sebesar 17%, dapat

terjadi hipotensi arterial, bradikardi, penurunan tekanan vena, konsumsi oksigen menurun, stroke volume dan cardiac output menurun; pada paru: perubahan anatomi akibat atrofi dan melemahnya otot pernafasan, gangguan kemampuan membersihkan sekret, menurunnya elastisitas jaringan paru dan mengakibatkan pembesaran rongga udara; pada gastrointestinal: atrofi gastrointestinal dan pankreas sehingga enzim pencernaan menurun, motilitas dan sekresi asam lambung menurun, terjadi pertumbuhan bakteri yang berlebihan pada usus halus, malabsorbsi dan intoleransi laktosa akibat edema usus halus pada hipoalbunemia; pada liver peningkatan glikogen, infiltrasi lemak; pada ginjal : glumerular filtration rate dan aliran darah turun; pada sistem hematologi: dapat terjadi pansitopenia yaitu anemia normochrom normositer, leukopenia, trombositopenia, hipoplasia elemen selular sumsum tulang; pada sistem imun menyebabkan penurunan imunitas selular sedangkan imunitas humoral tidak jelas pengaruhnya; penyembuhan luka terhambat akibat terhambatnya nervaskularisasi, proliferasi fibroblas, sintesis kolagen, remodelling luka dan adanya edema pada penderita dengan hipoalbuminemia; pada sistem muskoloskeletal berupa berkurangnya massa otot skeletal, meningkatnya kelelahan, berubahnya pola kontraksi dan relaksasi otot, berkurangnya massa tulang dan osteoporotik. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan kepekaan terhadap infeksi, gangguan penyembuhan luka, toleransi yang jelak terhadap terapi, menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan mortalitas dan morbiditas penderita kanker (Suastika, 1992; Jaskowiak, 2003; Klein, 2004; Boediwarsono, 2006). PENENTUAN STATUS NUTRISI PADA KANKER Penentuan status nutrisi pada penderita kanker berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan antropometri dan meriksaan laboratorium (Denke, 1998; Bristian, 2004). Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik merupakan cara efektif dalam penentuan status nutrisi penderita. Pada anamnesis perlu ditanyakan adalah berat badan rata-rata pada 3 bulan terakhir, informasi tentang asupan makanan baik jenis makanan, kemampuan mengkonsumsi makanan dan ha-hal yang berpengaruh terhadapnya misalnya adanya nyeri, mual-muntah, sulit menelan, luka berbau dan terapi yang sedang dijalani. Pemeriksaan fisik meliputi adanya kulit kering, bersisik, atrofi otot

(muscle wasting) adanya edema pitting, penurunan kekuatan otot dan cadangan lemak, pemeriksaan antropometri berupa BB, body mass index (BMI= rasio BB/TB), ketebalan otot triceps (triceps skinfold thickness) dan midarm mucle sirumference. BMI dapat digunakan untuk menilai status nutrisi penderita. Nilai BMI 18,5 24,9 kg/m2 adalah normal, protein energy-malnutrition : ringan BMI 17,0 18,4 kg/m2, sedang BMI 16,0 16,9 kg/m2 dan berat BMI < 16,0 kg/m2 (Lutz, 1994; Denke, 1998; Bristian, 2004). Nilai tricep skin fold (TST) dan mid-upperarm mucle circumference (MUAMC) dapat menilai status otot, kulit dan fat untuk menentukan status nutrisi (tabel lampiran 1) (Denke, 1998; Bristian, 2004). Pemeriksaan laboratoris dengan menentukan kadar protein serum terdiri dari albumin serum, trasferin dan prealbumin. Pengukuran kadar protein serum dapat menolong memprediksi prognosis penderita. Kadar albumin yang rendah secara kronis diikuti dengan perpanjangan hospital stay, penyembuhan luka yang buruk, infeksi dan meningkatkan mortalitas. Kadar prealbumin < 5 mg/dl menunjukkan prognosis buruk, 5,0 10,9 mg/dl menunjukkan resiko yang bermakna dan memerlukan support nutrisi yang agresif, 11.0 15 mg/dl meningkatkan resiko dan perlu nutrisi dan monitor yang ketat (Denke, 1998; Bristian, 2004; Shike, 2005). INDIKASI TERAPI NUTRISI Terapi nutrisi diberikan kepada penderita malnutrisi atau pada penderita yang dalam perjalanan penyakitnya diperkirakan akan menjadi malnutrisi (Waller, 1996; Boediwarsono, 2006). Secara praktis bila didapatkan 2 dari 3 berikut ini, yaitu adanya penurunan berat badan > 10% dalam kurun waktu 3 bulan, kadar trasferin serum < 150 mg/dl, kadar albumin serum < 3,4 g/dl merupakan indikasi pemberian terapi nutrisi (Waller, 1996; Boediwarsono, 206). PEMBERIAN NUTRISI Terdapat 3 pilihan dalam pemberian nutrisi yaitu diet oral, nutrisi enteral dan nutrisi parenteral. Diet oral diberikan kepada penderita yang masih bisa menelan cukup makanan dan keberhasilannya memerlukan kerjasama yang baik antara dokter, ahli gizi, penderita dan keluarga. Nutrisi enteral bila penderita tidak bisa menelan dalam jumlah

cukup, sedangkan fungsi pencernaan dan absorbsi usus masih cukup baik. Selama sistem pencernaan masih berfungsi atau berfungsi sebagian dan tidak ada kontraindikasi maka diet enteral (EN) harus dipertimbangkan, karena diet enteral lebih fisiologis karena meningkatkan aliran darah mukosa intestinal, mempertahankan aktivitas metabolik serta keseimbangan hormonal dan enzimatik antara traktus gastrointestinal dan liver. Diet enteral mempunyai efek enterotropik indirek dengan menstimulasi hormon usus seperti gastrin, neurotensin, bombesin, enteroglucagon. Gastrin mempunyai efek tropik pada lambung, duodenum dan colon sehingga dapat mempertahankan integritas usus, mencegah atrofi mukosa usus dan translokasi bakteri, memelihara gut-associated lymphoid tissue (GALT) yang berperan dalam imunitas mukosa usus (Shike, 1996; Bruera, 2003; Rombeau, 2004; Trujillo, 2005; Boediwarsono, 2006). Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada penderita dengan gangguan proses menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi (Bozzetti, 1989; Baron, 2005; Shike 1996; Mahon, 2004; Trujillo, 2005). Daftar makanan yang sering diberikan pada penderita kanker sesuai jenis gangguan sistem pencernaan: penderita dengan ulserasi pada mukosa mulut (makanan yang lembut atau lunak atau mengandung cairan, makanan dingin lebih baik daripada panas, gunakan anaesthetic mouthwash sebelum makan, food lubrixant seperti butter, margarine dan milk untuk xerostomia, untuk mengatasi kesulitan menelan penderita melakukan proses inhalasi, menelan dan ekshalasi), paska laringektomi supraglotik (makanan padat dan lembut, hindari makanan cair), striktura esofagus (makanan lemak, usahakan dalam bentuk cair atau hyghly caloric nutritional supplements), reseksi lambung (5 atau 6 kali makanan kecil perhari, batasi monosakarida dan laktosa, berikan tambahan zat besi dan Vit B12 parenteral) insufisiensi pankreas (batasi lemak, medium chain triglyceride, suplemen enzim pankreas), reseksi usus = short bowel (makanan porsi kecil dan sering, batasi lemak, serat, monokarbohidrat dan laktosa, tambahkan calcium, magnesium, zine dan Vit B12 secara parenteral, untuk pederita paska reseksi ileum terminale, chronic radiation enteritis (batasi lemak, serat dan laktose) (Lutz, 1994; Shike, 1996). Nutrisi enteral adalah cara pemberian makanan melalui selang/ tube kesaluran pencernaan. Pemasangan selang yang umum adalah melalui hidung sampai kelambung

10

(Nasogastric tube). Bila pemberian nutrisi diperlukan untuk jangka lama atau ada kesulitan pemasangan selang dapat dilakukan secara bedah atau endoskopi yaitu esofagostomi, gastrostomi atau jejonostomi (Lutz, 1994; Shike, 1996; Waller, 1996). Kecepatan pemberian nutrisi enteral tergantung pada kondisi penderita. Penderita dengan kanker kepala leher dimana saluran cerna masih baik dapat diberikan bolus 300 500 cc beberapa kali perhari, penderita pasca gastrektomi memerlukan pemberian secara drip pelan-pelan 200 cc/jam, penderita short bowel, malabsorbsi, radiation induced enteritis 100 cc/jam (Waller, 1996). Bahan makanan untuk nutrisi enteral dapat disediakan dengan melalui konsultasi gizi, dapat juga menggunakan formula nutrisi enteral yang beredar dipasaran yang secara umum terdapat 2 kategori berdasarkan kandungan karohidrat lemak dan protein yaitu full digestion formula dan partial digestion formula. Terdapat juga sediaan tinggi protein atau mengandung zat yang dibutuhkan untuk meningkakan status imunologis penderita (Shike, 1996; Boediwarsono, 2006). Nutrisi parenteral (NPE) diberikan untuk mencukupi sumber nutrien essensial tanpa menggunakan traktus gastrointestinal yaitu secara intravena (Askandar, 2001). NPE dapat dibedakan menjadi NPE parsial (NPE-P) dan NPE total (NPE-T) dapat melalui vena perifer atau sentral. Tumor yang mengenai sistem pencernaan atau tindakan yang melibatkan sistem pencernaan sehingga terjadi gangguan proses menelan dan pencernaan merupakan indikasi pemberian NPE. Dalam pemberian NPE pertimbangkan jenis larutan yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan makro dan mikronutrien, perhatikan osmolaritas larutan (sebaiknya kurang dari 800-1000 mOsm/l dan bila tidak mungkin lakukan infus cabang) (Askandar, 2005; Trujillo, 2005). KEBUTUHAN MAKRONUTRIEN PADA PENDERITA KANKER Kebutuhan makronutrien (karbohidrat lemak dan protein) penderita kanker sangat individual beberapa penelitian mendapatkan data bahwa 50 60% penderita kanker rawat inap mengalami abnormalitas resting energy expenditur (REE) yang sangat bervariasi sehingga sulit untuk menentukan kebutuhan kalori secara umum (Baron, 2005). Untuk menentukan kebutuhan kalori, harus ditetapkan lebih dahulu tujuan dari terapi nutrisi dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti status nutrisi, jenis tumor, terapi tumor yang diberikan, adanya infeksi dan lamanya penyakit. Kebutuhan kalori untuk

11

tujuan maintenance adalah 115 130% dari REE, sedangkan uintuk meningkatkan BB diperlukan sampai 150% REE (Boediwarsono, 2006). Pengukuran REE berdasarkan rumus Harnis Benedict: untuk pria REE (kcal/hari) = 666 + (13,7 x BB) + (5 x TB)-(6,8 x umur); wanita REE (kcal/hari) = 655 + (9,5 x BB) + (1,8 x TB) (4,7 x umur). BB adalah berat badan dalam kilogram, T B adalah tinggi bdan dalam cm, umur dalam tahun. Pada penderita dapat ditambahkan sekitar 20-50% dari REE yang diberikan dalam bentuk kalori non protein untuk memenuhi energy expenditur selama aktivitas atau sehubungan dengan penyakitnya. Kebutuhan energi juga dapat diperkirakan dengan cara perkalian sebagai berikut : BB x 30 35 kcal/hari. Kebutuhan protein adalah 0,8 1,2 gram per kg BB perhari. Pada penderita dengan malnutrisi dapat diberikan 1,5 g/kg BB/ hari. Diperlukan polyunsaturated fatty acid (linoleic acid) sekitar 2-4% dari total kalori dan kolesterol < 200 mg/hari (Baron, 2005; Boediwarsono, 2006). KEBUTUHAN MIKRONUTRIEN Mikronitrien terdiri dari vitamin, mineral dan frace elemen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi vitamin tertentu, mineral dan frace elemen berhubungan dengan penyakit kanker tertentu. Anjuran konsumsi vitamin adalah : Vitamin C 300 400 mg/hari namun beberapa peneliti menganjurkan intake Vitamin C 300 1000 mg menurunkan resiko dari penyakit kanker, Vitamin A ( carotene) sebagai anti oksidan 25.000 50.000 IU, Vitamin E 100 400 unit/hari sebagai antioksidan. Anjuran konsumsi kalium, natrium dan chlorida masing-masing 45 145 meq/hari, calcium 60 meq/hari, magnesium 35 meq/hari, dan fosfat 23 mmol (Trujillo, 2004; Baron, 2005). DAFTAR PUSTAKA 1. Askandar Tjokroprawiro (2001): Parenteral Nutrition in Patient with Diabetes Mellitus (experiences In Clinicqal Practice). In: Syposium New In Sights into the Rationale Parenteral Nutrition in Clinical Practice. Editor. Askandar Tjokroprawiro, Hendromartono, Ari Sutjahjo, Hans Tandra, Agung Pranoto, Sri Murtiwi, Soebagiyo Adi. Mei 2001, hlm. 1-18.

12

2. Baron RB (2005): Nutrition. In: Current Medical Diagnosis and Treatment 44 th ed editors : Tierney LM, Phee SJ, Papadiks MA, McGraw-Hill New York, pp 12141242. 3. Bristian B (2004): Nutritional Assessment. In: Cecil Textbook of Medicine 22nd ed editors : Goldman L, Ausiello D, Saunders Philadelphia, pp 1312 1315. 4. Boediwarsono (2006): Terapi Nutrisi Pada Penderita Kanker. Dalam: Naskah Lengkap Surabaya Hematology Oncology Update IV. Medical Care of the Cancer Patient, editor: Boediwarsono, Soegianto, Ami Ashariati, Made Putra Sedana, Ugroseno. Hlm 134-141. 5. Bozzetti (1989): Effect of Artificeal Nutrition of the Nutritional Status of Cancer Patients. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition. JPEN Vol. 13 Issue 4, pp 406-420. 6. Bruera ED, Fainsinger RL (2003): Clinical management of Cachexia and anorexia. In: Oxford textbook of Palliative Medicine 2bd ed. Editors: Dolyle D, Hanks G, Donald NM, Oxford University Press, pp 548 557. 7. Denke M, Wilson D (1998): Nutrition and Nutritional Requirements. In: Harrisons Principles of Internal Medicine 14th ed Editors: Fauci, Braunwald, Isselbacher, Wilson, Martin, McGraw-Hill, New York, pp 445 447. 8. Denke M, Wilson D (1998): Assessment of Nutritional Status. In: Harrisons Principles of Internal Medicine 14th ed Editors: Fauci, Braunwald, Isselbacher, Wilson, Martin, McGraw-Hill, New York, pp 448 452. 9. Denke M, Wilson D (1998): Protein and Energy Malnutrition. In: Harrisons Principles of Internal Medicine 14th ed Editors: Fauci, Braunwald, Isselbacher, Wilson, Martin, McGraw-Hill, New York, pp 452 454. 10. Doyle C, Kushi LH, Byers T, Courneya KS, Wahnefried WD (2006): Nutrition and physical activity during and after cancer treatment. An American Cancer Society Guide for Informed Choices. C.A.J. Clin Vol. 56 Nu.6, November December pp 323-353. 11. Jakowiak NI, Alexander HR (2003): The Pathophysiology of Cancer Cachexia. In: Oxford Textbook of Palliative Medicine 2nd ed editors: Doyle D, Hanks G, Donald NM, Oxford University Press. Pp 534 548.

13

12. Klein S (2004): Protein Energy Malnutrition. In: Cecil Textbook of Medicine 22nd ed editors: Goldman L, Ausiello D. Saunders Philadelphia pp 1315 1318. 13. Lutz CA, Przytulski KR. (1994): Food services, Nutritional Care, and Nutrient Delivery in the Healthcare Facility. In: Nutrition and Dietary Therapy. Editors: Lutz CA, Przytulski KR, FA. Davis. Co,. Philadelphia, pp 365 399. 14. Lutz CA, Przytulski KR. (1994): Diet in Cancer. In: Nutrition and Diet Therapy. Editors: Lutz CA, Przytulski KR, FA. Davis. Co,. Philadelphia, pp 616 - 633. 15. Mahon M (2004): Parenteral Nutrisi In: Cecil Textbook of Medicine 22nd ed editors: Goldman L, Ausiello D. Saunders Philadelphia, pp 1322 132. 16. Mason JB (12004): Consequences of Tetered Micronutrient Status. In: Cecil Textbook of Medicine 22nd ed editors: Goldman L, Ausiello D. Saunders Philadelphia, pp 1326 1336. 17. Mross S (2006): Enteral and Parenteral Nutrition. In Terminally ill Cancer Patients: A review of the Literature. Am J of Hospice and Palliative Medicine Vol. 23 Nu 5, pp 369 377. 18. Rock CL (2004): Nutrition in the Prevalention and treatment of disease. In: Cecil Textbook of Medicine 22nd ed editors: Goldman L, Ausiello D. Saunders Philadelphia, pp 1308 1315. 19. Rombeau (2004): Enteral Nutrition. In: Cecil Textbook of Medicine 22nd ed editiors: Goldman L, Ausiello D. Saunders Philadelphia, pp 1319 1322. 20. Shike M (1996): Nutrition therapy for the Cancer Patient. In: Hamatology / Oncology Clinic of North America 10 Number 1, pp 221 334. 21. Strasser F, Bruera ED (2002): Update on Anorhexia and Cachexia. In: Hematol Pncol Clin N Am editors: Waller PW, Bruera ED, WB. Company Philadelphia, London, June Vol 16 Number 3, pp 589-617. 22. Suastika K (1992): Pengaruh Malnutrisi Terhadap Berbagai System dan Organ Tubuh. Dalam: Majalah Ilmu Penyakit Dalam. Vol 18, No 3, Juli-September, Hlm 163 170. 23. Trujillo EB, Bergerson ASL, Graf JC, Mechael M (2005): Cancer. In: The American Society for Parenteral and Enteral Nutrition Support Practice Manual.

14

2nd ed editors: Merritt R, Delyge MH, Holcombe B, Muller C, Ochoa J, ASPEN.www. Nutrition Care.org, pp 150-170. 24. Twycross RG, Lack SA (1990): Alimentary Symptoms. In: Therapeutics in Terminal Cancer. 2nd ed editors: Twycross RG, Lack SA, Churchil Livingstone Edinberg London, pp 41 80. 25. Waller A, Caroline NL (1996): Nutrition and Hydration. In: Handbook of Palliative Care in Cancer 2nd ed. Editors: Waller A, Caroline NL, ButterworthHeinemann Boston, pp 45 57. 26. Waller A, Caroline NL (1996):Anorexia. In: Handbook of Palliative Care In Cancer 2nd ed. Editors: Waller A, Caroline NL, Butterworth-Heinemann Boston, pp 123 127. 27. Walsh TD, Anena OM (1989): Anorexia and Weigh Loss. In: Symptom Control editor: Walsh TD. Blackwell Scientific Publications, Oxford London, pp 13-26. 28. Watson MS, Lucas CF, Hoy A, Bach I (2005): Cachexia, Anorexia and Fatique. In Oxford Handbook of Palliative Care 1st ed editors: Watson MS, Lucas CF, Hoy A, Bach I, Oxford University Press, pp 283 290. 29. Woodruff R (1997): Constitutional. In: Symptom Control in Advance Cancer. Editor: Woodroff R. Asperula Pty Ltd, Asutralia, pp 316 323.

15

Anda mungkin juga menyukai