Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
Untuk mendukung tindakan terapi yang lebih baik terhadap batu saluran
empedu, maka pengetahuan tentang saluran empedu, gejala batu empedu sangat
penting. Sejak perkembangan anestesi umum dan antibiotika pada tahun 1848 dan
1868, maka perkembangan tindakan bedah abdomen juga berkembang dengan pesat
sehingga tindakan pembedahan pada batu di saluan biliaris bukan lagi merupakan
hal yang sulit.1)
Di negara berkembang 10% populasi orang dewasa kemungkinan terbentuk
batu empedu sepanjang kehidupannya dan bersifat asimtomatik. Prevalensi batu
empedu meningkat seiring bertambahnya usia. Batu empedu lebih sering terjadi
pada wanita berumur lebih dari 40 tahun daripada laki-laki dan meningkat pada
wanita hamil, obesitas dan diabetes. Tipical batu empedu fair fat fertile female of
forty walaupun hal ini bukan suatu deskripsi yang harus ada. 2)
Dirumah sakit Immanuel pada tahun 2006 dari 131 kasus batu empedu insidensi
batu empedu pada laki-laki berjumlah 56 kasus dan pada perempuan 75 kasus
dengan umur termuda antar 15-24 tahun dan tertua >75 tahun. Grafik tahun 2006
menunjukkan insidensi tertinggi pada umur antara 45 64 tahun.
Pada tahun 2007 terdapat 116 kasus batu empedu dengan insidensi pada
perempuan 61 kasus dan laki-laki 55 kasus dengan umur termuda 15-24 tahun
berjumlah 5 kasus dan tertua >75 tahun berjumlah 4 kasus. Grafik tahun 2007
menunjukkan insidensi tertinggi pada umur antara 45 64 tahun.
Pada tahun 2008 sampai bulan April terdapat 44 kasus batu empedu dengan
insidensi pada perempuan 27 kasus dan laki-laki 17 kasus dengan kasus termuda
15-24 tahun bejumlah 3 kasus dan tertua 65-74 tahun terdapat 2 kasus. Grafik
menunkukkan insidensi tertinggi pada umur antara 45-64 tahun.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Traktus biliaris ekstrahepatik terdiri atas percabangan Ductus hepaticus sinistra
dan dextra, Ductus hepaticus communis, Ductus choledochus, Ductus cysticus dan
Vesica fellea. Ductus hepaticus sinistra berhubungan dengan segmen II, III, dan IV
Hepar dan memiliki panjang saluran ekstrahepatic yaitu 2 cm atau lebih. Ductus
hepaticus dextra berhubungan dengan segmen VI dan VII (kanan belakang) serta
segmen V dan VIII (kanan depan) Hepar dan memiliki panjang yang lebih pendek.
Ductus choledochus berasal dari persatuan Ductus cysticus dan Ductus hepaticus
communis yang berlanjut ke Papilla duodeni dan akan berlanjut ke Duodenum
dengan panjang 5-9 cm dan dibagi atas 3 segmen yaitu supraduodenal,
retroduodenal, dan intrahepatik.1,2)
Vesica fellea berbentuk buah pear dan berhubungan dengan Ductus hepaticus
communis dan Ductus choledochus melalui Ductus cysticus. Vesica fellea dibagi
atas Fundus, Corpus, Infundibulum , dan Collum. Collum Vesica fellea dan Ductus
cysticus memiliki lipatan mukosa yang dikenal dengan nama Valvula Heister.
Ductus cysticus memiliki variasi panjang antara 1-4 cm. 1,2)
Traktus biliaris, Vesica fellea, Sphincter Oddi berfungsi untuk menyusun,
menyimpan, dan mengatur aliran empedu. 1,2)

Gambaran Anatomi Sitem biliaris

BAB III
DEFINISI, PEMBAGIAN, DAN EPIDEMIOLOGI
Cholelithiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat batu dalam kandung
empedu. Batu empedu ini terbentuk dari presipitasi cairan empedu. 1,2,3,4)
Teori Pembentukan Batu
Terdapat tiga pinsip pada pembentukan batu, yaitu:
1. Supersaturasi kolesterol
Kolesterol dibentuk di retikulum endoplasma dari asetil koenzymA (asilcoA) melalui tahapan enzymatik dengan enzym HMG coA Reduktase sebagai
enzym yang penting dalam reaksi tersebut. Sebagai tambahan pada sintesa
kolesterol endogen, hepar mengambil beberapa gram kolesterol yang
berhubungan dengan lipoprotein melalui jalur endositosis primer. Kilomikron,
LDL, VLDL, ditangkap oleh reseptor LDL dan proteinnya. Penyimpanan
kolesterol terjadi oleh proses enzym ACAT (Acyl coA Cholesterol
Transferase) dalam bentuk kolesterol ester. Kolesterol ester menyediakan
kolesterol bebas untuk pembentukan asam empedu.
Metabolisme kolesterol mempengaruhi secara langsung jumlah asam empedu
dan sekresi kolesterol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien
dengan batu di Vesica fellea memiliki aktivitas HMG coA Reduktase dan
sintesa kolesterol yang lebih tinggi dari pasien kontrol.
Esterifikasi kolesterol memiliki pengaruh terhadap produksi kolesterol
bilier karena obat-obat yang menghambat esterifikasi (progesteron dan
klofibrat) cenderung untuk meningkatkan kolesterol. Peningkatan sintesis
kolesterol atau uptake atau penurunan esterifikasi kolesterol potensial untuk
meningkatkan kolesterol bebas.
Pada empedu yang tidak tersaturasi, kolesterol terdapat pada micelles
sederhana dan campuran. Micelles merupakan agregat lemak yang memiliki
kelompok hidroksil atau fosfat polar. Seiring peningkatan saturasi kolesterol
dalam empedu, kolesterol dibawa dalam bentuk vesikel. Vesikel 10 kali lebih

besar daripada micelles dan memiliki dua lapisan fosfolipid tetapi tidak
memiliki garam empedu.
Kelompok polar memiliki dua rantai hidrokarbon hidrofobic berhubungan
dengan dua lapisan fosfolipid tersebut. Hal ini memungkinkan kolesterol
untuk memasuki inti. Vesikel unilamelar kemudian berubah menjadi vesikel
multilameral yang kurang stabil dan memungkinkan pertumbuhan kristal
kolesterol pada permukaan. Pada pasien dengan dengan batu empedu
kolesterol mensekresi vesikel dalam lumen canaliculer yang memiliki 33%
kolesterol yang lebih kaya.
Garam empedu secara aktif disekresikan dalam kanalikuli melewati
gradien konsentrasi yang tampaknya tidak tergantung terhadap kolesterol dan
molekul fosfolipid. Lebih hidrofobik asam empedu dan lebih besar
kemampuan untuk menginduksi sekresi lemak dan menghambat ativitas 7hydroxylase maka sintesis asam empedu berkurang. Kedua hal tersebut
menghasilkan peningkatan empedu litogenik.
Pasien dengan batu Vesica fellea memiliki area asam cholic dan metabolit
bakteri

asam

deoxycholic.Asam

deoxycholic

sangat

hidrofobik

dan

meningkatkan sekresi kolesterol dan waktu pembentukan inti. Lebih lanjut


lagi, ukuran area asam deoxycholic berhubungan dengan produksi asam
arachidonat. Asam arachidonat merupakan prekursor prostaglandin, yang
menstimulasi sekresi mucin, yang merupakan pronekleasi (faktor untuk
pembentukan inti). Sementara itu asam ursodeoxycholic , asam empedu
terlarut dan mencegah pembentukan batu Vesica fellea. Asam ursodeoxycholic
menurunkan saturasi kolesterol dan memperpanjang waktu pembentukan inti,
kemungkinan sebagai hasil penurunan protein pronukleasi pada empedu.
2. Faktor Pembentukan Inti.
Pada

empedu

yang

mengalami

supersaturasi,

langkah

pertama

pembentukan batu Vesica fellea yaitu pembentukan inti (nukleasi).


Pembentukan inti merupakan bentuk proses kondensasi atau agregasi oleh
kristal submiroskopis atau partikel amorf yang terbentuk dari supersaturasi

empedu, yang berasal dari micelle dan vesikel. Setelah pembentukan inti,
maka proses kristalisasi terjadi, yang menghasilkan kristal kolesterol
monohidrat. Kristal tersebut akan bersatu dan membentuk batu Veica fellea
yang makroskopis. Pada pasien dengan batu pada Vesica fellea waktu
pembentukan inti yang lebih cepat, protein bilier yang meningkat dalam
empedu. Beberapa faktor spesifik yang diperkirakan berperan yaitu
glikoprotein mucin. Inti protein ini bersifat hidrofobik yang dapat berikatan
dengan kolesterol dan fosfolipid dan bilirubin. Ikatan dengan vesikel yang
kaya dengan kolesterol dengan area hirofobik tersebut tampaknya memediasi
proses pembentukan inti yang cepat. Selain itu agregasi vesikel khas pada
peningkatan konsentrasi mucin. Glikoprotein mucin disekresi rutin dari
kandung empedu, tetapi pada empeu yang litogenik sekresinya berlebihan.
Hipersekresi tersebut mengakibatkan pembentukan kristal kolesterol. Sekresi
tersebut dimediasi oleh prostaglandin dan dapat dihambat oleh aspirin. Faktor
penting lain yaitu konsentrasi kalsium bilier karena kalsium karbonat, kalsium
bilirubin dan kalsium fosfat berperan dalam kristalisasi kolesterol.
3. Hipomotilitas Vesica Fellea
Konsentrasi empedu yang tinggi mempengaruhi pembentukan vesikel.
Selain itu asidifikasi empedu meningkatkan kelarutan garam kalsium. Kedua
hal tersebut dapat terjadi karena sifat mukosa Vesika fellea yang menyerap air
dalam jumlah tinggi dan menyerap bikarbonat dan mensekresi ion hidrogen.
Pasien dengan batu empedu mengalami kelainan dalam motilitas. Yang
sebabnya belum diketahui. Hal tersebut dapat menyebabkan stasis pada
kandung empedu sehingga terbentuk lumpur dalam Vesica fellea.

Diagram tentang 3 prinsip pembentukan batu kolesterol.


Pada umumnya dikenal 2 macam jenis batu empedu, yaitu :
1. Batu kolesterol :
80% kasus Cholelithiasis

Umumnya ditemukan pada pasien-pasien wanita dan pasien-pasien


yang menderita obesitas

Berhubungan dengan obstruksi dan inflamasi

2. Batu pigmen:

Batu hitam
o Komposisi : kalsium bilirubinat atau gabungan kalsium,
cupprum dan 20% nya terdiri dari glikoprotein mucin
o Faktor predisposisi :
Bilirubin konjugasi (terutama monoglukoronat)
Tidak terdapat kelainan motilitas
Terutama didapatkan pada keadaan stasis (contohnya
pada pemberian nutrisi parentral) ataupun karena
terdapat kelebihan bilirubin unconjugated (contohnya
pada kasus-kasus hemolisis dan cirrhosis)
o Umumnya tetap berada di dalam Vesica fellea

Batu cokelat
o Komposisi : garam-garam kalsium dari bilirubin unconjugated
dan sedikit kolesterol dan protein

o Biasanya didapatkan dalam Ductus biliaris dan seringkali


menyebabkan obstruksi dan biasanya didapatkan pada kondisi
dimana terdapat infeksi biliaris
o Merupakan hasil infeksi anaerobic pada empedu yang
menghasilkan beta glukoronidase, fosfolipase, dan asam
hidrolase yang mengakibatkan proses enzim dan menghasilkan
garam kalsium
o Banyak didapatkan di negara-negara Asia

Skema batu pigmen coklat.

Gambar 1. Ilustrasi batu kolesterol dan batu pigmen5)


Berdasarkan lokasi, maka batu empedu dapat dibedakan atas: 1,2,3,4)
1. Cholecystolithiasis

:batu empedu dalam Vesica fellea

2. Cysticolithiasis

:batu empedu dalam Ductus cysticus

3. Hepatolithiasis

:batu empedu dalam Ductus hepaticus

4. Choledocholithiasis

:batu empedu dalam Ductus choledochus

Gambar 2. Cholecystolithiasis6)

Gambar 3. Cysticolithisais, Hepatolithiasis, Choledocholithiasis6)


Epidemiologi
Angka kejadian Cholelithiasis dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk
etnik, gender, komorbid, dan genetik. Sekitar 20 juta orang (10-20% dari jumlah

orang dewasa) mengalami batu empedu. Setiap tahun sekitar 1-3% dari orang-orang
menderita batu empedu dan 1-3% diantaranya asimtomatik.
Penelitian di Italia menunjukkan 20% wanita menderita batu empedu,
sedangkan pada pria ditemukan sekitar 14%. Penelitian di Belanda menunjukkan
angka kejadian batu empedu pada usia 30 tahun sekitar 1,8% untuk laki-laki dan
4,8% pada wanita. Pada usia 60 tahun adalah 12,9% pada laki-laki dan 22,4% pada
wanita. Batu kandung empedu lebih banyak terdapat pada wanita dibanding lakilaki. Hal ini disebabkan karena estrogen mengakibatkan meningkatnya sekresi
kolesterol dan progesteron akan menyebabkan stasis sistem bilier. Selain itu, resiko
untuk timbulnya batu kandung empedu juga meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Insidensi batu empedu meningkat 1-3% tiap tahun. Adalah hal
yang sangat tidak biasa jika terjadi pembentukkan batu pada anak-anak. Anak
dengan batu empedu biasanya memiliki anomali kongenital, malformasi bilier dan
penyakit pada sistem biliernya atau batu pigmen akibat proses hemolitik.
Setiap tahunnya, 1-3% orang mengalami batu empedu dan sekitar jumlah
yang sama mengalami gejala-gejala batu empedu. Batu empedu asimtomatik tidak
berhubungan dengan kematian. Angka kesakitan dan kematian berhubungan dengan
simtomatik Cholelithiasis, Cholecystitis, atau Cholangitis.
Angka kejadian batu empedu tertinggi pada orang Eropa utara dan
populasi orang Hispanik dan Amerika. Sedangkan untuk Asia dan Afrika, angka
kejadian batu empedu relatif lebih rendah.

Tabel faktor resiko batu kolesterol

BAB IV
RIWAYAT PENYAKIT
Faktor resiko untuk terjadinya batu empedu yaitu: 1,2,3,4)

10

Etnik : paling tinggi pada orang Caucasian barat, Hispanic, dan Native
American. Tidak terlalu tinggi pada Eropa timur, African American,
dan Asia
Umur : semakin banyak terjadi seiring dengan bertambahnya usia.
Jarang pada anak
Gender : angka kejadian Cholelithiasis lebih tinggi pada wanita pada
seluruh umur. Hal ini disebabkan oleh estrogen yang meningkatkan
pembentukkan cholesterol, yang akan menyebabkan hipersatuasi
cairan empedu yang menyebabkan presipitasi dari batu kolesterol.
Progesteron menghambat motilitas kandung empedu yang akan
menyebabkan stasis sistem bilier dan pembentukkan batu
Diet tinggi lemak : menurut sejarahnya diet tinggi lemak berhubungan
dengan pembentukkan batu dan resiko tinggi untuk terjadinya
Cholelithiasis
Genetik : berdasarkan riwayat penyakit keluarga, genetik memiliki
peranan penting untuk terjadinya pembentukkan batu empedu
Pemilihan makanan : obesitas, makanan tinggi lemak dan hyperhighfat diet, serta hypertriglyceridemia berhubungan erat dengan
pembentukkan batu empedu dan komplikasi yang akan terjadi. Faktor
resiko tambahan yaitu menurunkan asupan oral, penurunan berat badan
terlalu cepat,dan menggunakan nutrisi parentral
Komorbiditas :

Diabetes melitus dihubungkan dengan meningkatnya resiko untuk


terkena batu empedu, meskipun mekanismenya tidak jelas. Pasien
dengan simtomatik batu kandung empedu dan memiliki diabetes
biasanya cenderung mengalami komplikasi yang lebih berat

Penyakit

hemolitik,

misalnya

penyakit

Sickle

cell

dan

Spherocytosis, akan merangsang pembentukkan batu pigmen

Cirrhosis

karier

adalah

multifaktor

resiko

utama

untuk

pembentukkan batu kandung empedu dan penyakit kandung


empedu. Penurunan sintesis hepar dan transport asam empedu,

11

hyperestrogenemia, gangguan kontraksi kandung empedu dan


peningkatan stasis sistem bilier adalah faktor lain pada cirrhosis
yang memberikan kontribusi dalam pembentukkan batu kandung
empedu (batu pigmen)

Penyakit lainnya atau suatu keadaan yang menjadi predisposisi


terhadap pembentukkan batu kandung empedu, antara lain :
Luka bakar
Penggunaan nutrisi parenteral secara total
Paralisis
Perawatan ICU
Trauma berat

Semua hal diatas, secara umum menyebabkan menurunnya


stimulasi enteral kandung empedu yang menyebabkan stasis sistem
bilier dan pembentukkan batu.

Perjalanan penyakit : 1,2,3,4,7)


Tahapan klinis dari Cholelithiasis adalah asimtomatik (adanya batu
empedu tanpa keberadaan gejala), simtomatik (kolik bilier), dan komplikasi (contoh
Cholecystitis, Cholangitis). Kebanyakan dari batu empedu (60-80%) tidak
memberikan gejala. Secara klasik kolik bilier digambarkan sebagai episode nyeri di
RUQ yang menyebar ke bahu kanan atau punggung belakang. Biasanya diawali
sesaat setelah makan (dalam hitungan jam) dan bertahan 1-5 jam. Hal ini
disebabkan kontraksi kandung empedu (akibat respon dari makanan yang berlemak)
melawan obstruksi di Ductus cysticus yang diakibatkan batu atau endapan empedu.
Hal ini akan menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kandung empedu dan rasa
nyeri. Nyeri biasanya digambarkan sebagai nyeri yang sering, tumpul, dan
berkurang setelah beberapa jam, ketika kandung empedu berhenti kontraksi dan
batu jatuh kembali ke dalam kandung empedu. Biasanya diikuti dengan diaphoresis,
mual dan muntah.

12

Gejala-gejala ini dapat tidak spesifik dan tidak sensitif. Nyeri bisa saja
lebih menetap disekitar midepigastrium, terbangun dari tidur dan biasanya tidak
berhubungan dengan makan. Nyeri kolik bilier tidak memiliki karakteristik posisi,
pleuritik atau mereda dengan pergerakan usus atau flatus.
Gejala-gejala lain yang biasanya berhubungan dengan Cholelithiasis, yaitu
gangguan pencernaan, dyspepsia, pengeluaran gas dari saluran pencernaan melalui
mulut kembung, dan intoleransi terhadap lemak. Bagaimanapun, hal ini tidak
spesifik dan bisa didapat pada orang dengan atau tanpa batu empedu
Nyeri RUQ terjadi bila kandung empedu yang mengalami peregangan
menyentuh peritoneum. Gejala yang menyertainya seperti mual, muntah atau
referred pain yang terjadi saat distensi Ductus choledochus tapi bukan pada
kandung empedu. Pada kasus klasik nyeri didapat di RUQ, akan tetapi nyeri
visceral dan distensi dinding kandung empedu mungkin hanya terlokalisir di area
epigastrium.
Saat peritoneum mengalami iritasi, nyeri akan terlokalisir di RUQ. Disini
batu yang lebih kecil biasanya lebih memberikan gejala dibanding batu dengan
ukuran yang lebih besar.
Gejala lain dari batu empedu adalah jantung berdegup cepat dan
seperti terbakar, kembung, gas pada perut dan sakit perut, mual-muntah, jaundice,
perasaan tidak enak setelah makan makanan pedas, nyeri perut RUQ atau
pertengahan perut bagian atas.
Gejala Klinis. 1,2,3,4,7)
Klinis :
Nyeri kolik khas :

Nyeri di daerah epigastrik dan perut kanan atas, menyebar


ke daerah punggung kanan atas.

Onset mendadak dengan durasi singkat.

40% dipresipitasi oleh makanan berlemak.

Tidak ada faktor yang meringankan.

13

Nausea dan vomit.

Periodisitas dan riwayat keluarga ( - )

Dapat ditemukan pada perut tengah bagian atas.

Dapat menyerupai angina atau AMI.

Terkadang dapat ditemukan pada daerah RLQ, sehingga


dapat dikacaukan dengan appendicitis.

Cholecystitis :
Gejala : 1. Nyeri di RUQ
2. Mual dan muntah
Tanda : 1. Murphy sign

3. Demam
4. Konstipasi
3. Jaundice (jarang)

2. Leukositosis
Obstruksi pada kasus-kasus Choledocholithiasis ikterus dan akumulasi
bilirubin.

Pancreatitis e.c. obstruksi cholelitiasis abdomen


tegang, terkadang dapat ditemukan perdarahan retroperitoneal Cullens
sign dan Grey Turner sign (+).

Gambar 4. Gambaran klinis Cholelithiasis8)

14

BAB V
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.

Laboratorium1,3,7,8) :
Fungsi hepar meliputi SGOT, SGPT, dan GGT
Bilirubin, alkali fosfatase, amilase dan lipase.
Darah rutin.

B.

Pencitraan 1,3,7,8):
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan utama pada kasus-kasus cholelithiasis, juga dapat
memberikan informasi mengenai ketebalan dinding Vesica fellea,
distensi pada Ductus biliaris, masa, polyp pada Vesica fellea dan
juga dapat menunjukkan terjadinya gangguan pada pancreas dan
metastasis kanker pada hepar.

Gambar 5. Gambaran USG pada Cholelitiasis.9)

15

C.

Pemeriksaan Endoscopy1,3,7,8)
Endoscopy Retrogade Cholangio Pancreatography diagnostik
ERCP memberikan gambaran x-ray dari ductus bilier. Pada prosedur
ini, endoskop dimasukkan ke Duodenum dan Papilla Vateri dikanulasi.
Cairan kontras radioopaque disuntikkan ke dalam ductus bilier, yang
kemudian akan memberikan gambaran x-ray yang baik. Batu akan
tampak sebagai adanya filling defect pada ductus yang opak. Saat ini,
ERCP biasanya dilakukan bersambungan dengan endoscopic retrorade
sphincterotomy dan ekstraksi batu empedu.

Gambar 6.Alat ERCP.9)

Gambar 7. Pemeriksaan ERCP. 9)

16

17

Gambar 8. Endoscopic ultrasonography10)

D.

CT scan1,3,7,8)
Biasanya kandung empedu ditemukan secara tidak sengaja pada

pemeriksaan CT. Hasil yang didapat untuk acute cholecystitis sama


dengan hasil yang didapat dari USG. Meskipun bukan pemeriksaan
pilihan untuk kolik bilier, tapi CT dapat digunakan untuk mencari
kemungkinan komplikasi dari penyakit kandung empedu. CT dengan
cara tertentu berguna untuk mendeteksi batu intrahepatik atau recurrent
pyogenic cholanitis.

18

Gambar 9. CT-Scan Vesica fellea10)


E.

MRI (Magnetic Resonance Imaging) dengan MRCP (Magnetic


Resonance Cholangiopancreatography)1,3,7,8)

F.

Oral cholecystography1,3,7,8)

G.

Nuclear cholescintigraphy, dengan menggunakan technetium 99m (99mTC) 1,3,7,8)

Gambar 10. Nuclear cholescintigraphy10)

19

BAB VI
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada Cholelithiasis yaitu1,3,7,8):
Cholecystitis
Cholangitis (ascending) yang dibiarkan trias Charchot dan
Pentad Raynaud.
Trias Charcot yaitu febris sampai menggigil, nyeri RUQ, dan
ikterus.
Pentad Raynaud yaiu trias Charcot, shock, dan gangguan
mental(lethargi, confuse)
Perforasi lokal, pembentukan abscess dan empyema.
Mirizzis syndrome obstruksi pada Ductus cysticus yang
kemudian dapat menyebabkan terjadinya kompresi pada Ductus
choledochus.
Pancreatitis e.c. obstruksi cholelithiasis
Cholescystocholedochal fistulta (Dapat disebabkan oleh karena
nekrosis akibat penekanan pada Mirizzis syndrome IIa).
Cholecystoduodenal fistula
Cholecystoenteric fistula mengarah pada terjadinya ileus e.c.
cholelithiasis
Carcinoma Vesica fellea
Porcelain gallbladder premalignant

20

Gambar 11. Mirizzis syndrome.10)

Gambar 12. Porcelain Vesica fellea10)

21

BAB VII
PENATALAKSANAAN
1.

Terapi Non operatif1,3,7,8)


.1

Medikamentosa :
Terapi medikamentosa terhadap kandung empedu tergantung dari tahapan

penyakitnya. Untuk asimptomatik batu empedu, terapi medikamentosa jarang


digunakan karena perlu jangka waktu yang lama, dapat memberikan efek samping
maupun komplikasi dan biasanya batu dapat timbul kembali (25% dalam 5 tahun).
Namun bila telah memberikan gejala merupakan indikasi terapi definitive dengan
pembedahan cholecystectomy, walaupun pada beberapa kasus tertentu dapat
diberikan terapi medikamentosa sebagai alternative.
Terapi medikamentosa tambahan dapar diberikan untuk pasien dengan
komplikasi misalnya pada pasien yang kondisinya tidak memungkinkan (keadaan
umum yang buruk) sehingga tidak mungkin untuk dilakukan cholecystectomy.
Untuk pasien dengan kolik bilier, nyeri dapat diatasi dengan oral atau parenteral
opioids. Untuk uncomplicated cholelithiasis dengan kolik bilier, pemberian
medikamentosa dapat berguna sebagai alternative cholecystectomy pada beberapa
pasien.

Ursodeoxycholic acid (ursodiol/ UDCA)


Pada manusia, penggunaan jangka panjang akan mengurangi
saturasi kolesterol pada kandung empedu, dengan cara mengurangi sekresi
kolesterol oleh liver dan mengurangi efek detergent pada cairan empedu.
o Ursodeoxycholic acid dapat digunakan dengan dua cara :
Mencegah pembentukkan batu empedu. Dosis 600 mg/hari untuk 16
minggu mengurangi insidensi terbentuknya batu sebanyak 80%.

22

Pasien dengan batu kolesterol, dosis 12-15 mg/kg perhari akan


mengakibatkan disolusi batu empedu selama 6-18 bulan tapi hanya
berlaku untuk batu kolesterol yang kecil. Namun bila terapi
dhentikan pada kebanyakan pasien akan muncul batu empedu lagi
dalam 5-10 tahun.
Kriteria pemberian Oral disolution therapy :
Batu kolesterol kecil, non-calcified dengan Vesica fellea yang
berfungsi dengan baik.
.2

Extracorpeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)


Prinsip : memecahkan batu dengan menggunakan gelombang
suara berfrekuensi tinggi.
ESWL dapat digunakan pada pasien-pasien yang :

Kontraindikasi untuk tindakan operatif.

Mempunyai Vesica fellea yang masih berfungsi baik.

Patent Ductus cysticus.

Non-calcified cholesterol stone dengan 4 30 mm

Jumlah batu 3.

Kontraindikasi ESWL :

Hamil.

Cholecystitis & cholangitis.

Obstruksi CBD.

Pancreatitis dan coagulopathy.

.3 Percutaneous Therapy
Terutama pada psaien-pasien high risk.
Terdapat 2 rute yang dapat digunakan :

transperitoneal

transhepatik

23

Percutaneous Cholecystolithotomy : pembukaan Vesica fellea


dilatasi

pengangkatan

batu

dengan

menggunakan

Cholecystoscope.
Percutaneous cholecystolithotripsy : batu dihancurkan dengan
menggunakan

alat

(ultrasonic

lithotriptor,

electrohydraulic

lithotriptor, atau YAG laser).


Penyuntikan Methyl tert-butyl ether (MTBE) dapat digunakan
untuk menghancurkan batu dalam hitungan jam hingga beberapa
hari, tetapi harus diperhatikan efek toksik dari MTBE.

Gambar 13. Ekstraksi batu perkutan dengan menggunakan


lithotriptor dan balloon catheter13)

24

Gambar 14. Ekstraksi batu perkutan dengan menggunakan


dilatasi balloon dan balloon catheter13)
.4 ERCP treatment
ERCP dilakukan bila terdapat batu pada bile ducts, untuk melokalisasi dan
mengeluarkan batu empedu. Pada ERCP pasien menelan endoscope (panjang,
fleksible, dan ada sumber cahayanya (lighted tube)) yang dihubungkan dengan
monitor TV atau komputer. Dokter menggerakkan endoscope melalui lambung
dan usus kecil, lalu menginjeksikan suatu bahan penanda tertentu untuk menandai
ductus dari sistem bilier. Sehingga dapat dilokalisasi dan menggunakan instrument
pada endoscope memotong ductus tersebut. Batu empedu diambil dengan basket
kecil dan dikeluarkan. Umumnya pasien yang pernah menjalani cholecystectomy
didiagnosis dengan batu empedu pada ductus traktus bilier setelah beberapa
minggu, bulan, tahun setelah operasi. Two steps ERCP biasanya sukses untuk
mengeluarkan batu empedu (5).
Endoscopic retrograde sphincterotomy adalah suatu prosedur untuk
mengangkat batu dari ductus choledochus. Operator endoscopi mengkanulisasi
ductus biliaris melalui papilla of Vater. Dengan menggunakan electrocautery
sphincterotome, dibuat incise 1 cm yang melalui sphincter of Oddi dan bagian
intraduodenal dari ductus choledochus, membuat lubang terbuka untuk batu dapat
keluar. Prosedur ini berguna dalam keadaan-keadaan dibawah ini :

25

Mendapatkan drainage bilier pada pasien dengan ascending


cholangitis yang disebabkan impaksi dari batu andung empedu di
ampulla vateri.

Pembersihan batu preoperative dari ductus choledochus untuk


menghilangkan kebutuhan akan eksplorasi intraoperative ductus
choledochus khususnya jika ahli bedaah memiliki kemampuan yang
terbatas dan pasien memiliki resiko tinggi terhadap pemberian anestesi.

Mencegah kekambuhan dari batu empedu pancreatitis atau


komplikasi lain dari choledocholithiasis pada pasien ydengan keadaan
sakit berat untuk dilakukannya elective cholecystectomy.

Gambar 15. Sphincterotomy 12)

26

Gambar 16. Ekstraksi batu dengan ERCP dan balloon catheter12)

27

Gambar 17. Ekstraksi batu dengan ERCP dan basket12)

28

Gambar 18. Ekstraksi batu berukuran besar dengan ERCP,


lithotriptor dan balloon catheter12)
1.

Terapi operatif

Telah terbukti, pada pasien yang menjalani Cholecystectomy terdapat


pengurangan rekurensi cholelithiasis hampir 99%. Cholecystectomy
adalah terapi pilihan untuk symptomatik cholelithiasis kecuali pada pasien
tua dan pasien dengan keadaan umum yang buruk. Pada beberapa kasus
empyema kandung empedu, drainage sementara pus dari kandung empedu
(cholecystostomy) merupakan cara stabilisasi untuk memungkinkan
dilakukannya

cholecystectomy elektif pada keadaan tertentu. Saat

dilakukan cholecystectomy, ahli bedah dapat mengeksplorasi ductus


choledochus dan mengangkat batu di ductus choledochus. Alternative lain,
ahli bedah dapat membuat fistul antara ductus bilier distal dan duodenum
(choledochoduodenostomy), sehingga batu dapat melewati tanpa merusak
usus halus. Tidak adanya kandung empedu tampaknya tidak menyebabkan
konsekuensi negatif pada kebanyakan orang. Walaupun ada juga suatu
kondisi yang disebut sindrom postcholecystectomy pada 5-40% pasien.
Gejalanya seperti gastrointestinal distress Dan nyeri yang persisten pada
RUQ (3).

29

Terdapat 2 cara pada terapi pembedahan yaitu open prosedur dan


laparoscopic
Pada open prosedur cholecystectomy : incisi yang besar (lapatoromy)
pada subcostal kanan. Pada jenis ini pasien harus dirawat di RS selama 1 minggu,
diet normal setelah 1 minggu dan beraktifitas normal setelah 1 bulan setelah
operasi.
Laparoscopic cholecystectomy : 3-4 lubang kecil untuk kamera dan
instrumen (telah ada sejak tahun 1980). Kamera akan memperlihatkan gambaran
rongga abdomen yang diperbesar pada monitor. Dokter bedah melakukan operasi
dengan menggunakan instrumen melalui incisi kecil. Kandung empedu
diidentifikasi dan secara hati-hati dipisahkan dari liver dan struktur lain. Yang
terakhir ductus cysticus dipotong dan kandung empedu aikeluarkan melalui incisi
kecil tadi. Pada teknik ini tidak perlu menyayat otot otot abdomen, lebih tidak
nyeri, penyembuhan lebih cepat, hasil kosmetik lebih bagus, mengurangi
komplikasi, dan masa pemulihannya cepat. Umumnya dapat langsung pulang
atau dirawat 1 malam di RS diikuti istirahat dan medikasi untuk rasa sakitnya
selama 1 minggu. Normal diet dan aktivitas dapat dilakukan setelah 1 minggu.
Studi

telah

membuktikan

metode

ini

lebih

efektif

dibanding

open

cholecystectomy, lokasi batu dapat diprediksi dengan akurat dengan prior


cholangiogram sehingga dapat diangkat seluruhnya (4).
Indikasi cholecystectomy untuk asymptomatik gallstones, pada keadaan tertentu
dibawah ini :

Diameter batu > 2 cm

Pasien dengan nonfungsional atau kalsifikasi pada kandung empedu


yang memiliki resiko tinggi carcinoma kandung empedu.

Pasien dengan trauma medulla spinalis atau neuropati sensori yang


mempengaruhi abdomen.

Penerima organ transplant (yang lain selain liver).

30

Pasien dengan sickle cell anemia dimana batas antara krisis nyeri dan
cholecystitis sulit dibedakan.
Pada pasien dengan keadaan kritis dengan empyema kandung empedu dan

sepsis, ahli bedah dapat menunda cholecystostomy, suatu prosedur minimal yang
mengikutsertakan pemasangan tube drainage di kandung empedu. Biasanya
kliniknya membaik. Setelah pasien stabil, terapi definitive cholecystectomy dapat
dilakukan secara elektif.
Jika pengangkatan batu ductus choledochus secara bedah sulit dilakukan
maka endoscopy dapat digunakan unuk mengeluarkan batu tersebut melalui incisi
kecil papilla vateri (endoscopic sphincterotomy). Metode ini berguna pada pasien
dalam

keadaan

kritis

dengan

31

ascending

cholangitis.

Gambar 19. Laparoscopic cholecystectomy : ports dan post cholecysectomy 12)

Gambar 20. Open Cholecystectomy12)

32

BAB VIII
KESIMPULAN
Penyakit kandung empedu adalah salah satu penyakit pada sistem
pencernaan yang sering terjadi. Cakupan penyakit pada kandung empedu mulai dari
asimtomatik cholelithiasis hingga kolik empedu, cholecystitis choledocholithiasis,
dan cholangitis.
Cholelitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau beberapa batu
dalam kandung empedu atau saluran-salurannya. Kolik bilier adalah suatu nyeri
yang diakibatkan dari batu yang mengobstruksi ductus cysticus yang bersifat
sementara.

Cholecystitis adalah suatu inflamasi pada kandung empedu akibat

obstruksi dari ductus cysticus. Choledocholithiasis adalah terdapatnya batu pada


ductus choledochus. Cholangitis terjadi ketika batu kandung empedu mengobstruksi
ductus bilier dan hepaticus yang kemudian menyebabkan inflamasi dan infeksi. (1)
Angka kejadian batu empedu didominasi oleh perempuan. Hal ini sesuai
dengan insidensi batu empedu dilihat dari umur dan gender. Sedangkan Tindakan
untuk pengangkatan batu di RSI lebih sering dilakukan dengan cara Laparoscopic
Cholecystectomy dan ERCP. Tindakan ini dilakukan sesuai letak batu dan terbaik
saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ahrendt S.A., Ritt H.A. Chapt. 52 : Tractus Biliary, in : Sabiston Textbook
of surgery. 17th ed. Saunders. Philadelphia. p 1597-639.

33

2. Andersen D,K., Billiar T,R., Brunicardi F,C., Dunn D,L., Hunter J,G.,
Pollock R,E. Gallbladder and the Extrahepatic Billiary System, in :
Schwartzs Principles of Surgery. 18th ed. 2005. McGraw-Hill. New
York. p.1187-1217
3. Karan J., Roslyn J.J. editor : Ellis H., Schwartz S,I., Zinner M,J.
Cholelithiasis and Cholecystectomy, in : Maingots Abdominal
Operation vol II, 10th ed. 2001. McGraw-Hill. Boston. p 1717-36
4. Karan J., Roslyn J.J. editor : Ellis H., Schwartz S,I., Zinner M,J.
Choledocholithiasis and Cholangitis, in : Maingots Abdominal
Operation vol II. 10th ed. 2001. McGraw-Hill. Boston. p 1736-68
5. Lee F,M. Cholelithiasis. http : // www. medscape. com/ files/ emedicine/
topic97. htm. April 2008
6. Merck. Cholelithiasis. http: // www. merck. com/ mmpe/ sec03/ ch030/
ch030b.html. April 2008
7. Sherlock S., Droley J. Chapter 11 : Gallstone and Inflamatory Gall Bladder
Disease, in : Disease of the Liver and Biliary tract. 9 th ed. 1993.
Oxford. London. p 562-86
8.

Persley K,M., Jain R. Gallstones and Biliary Tract Disease: Cholecystitis


and Cholelithiasis. http: // www. medscape. com/ viewarticle/
535114? Rss. May 2008

9. Heumann D,M. Cholelithiasis. http: // www. emedicine. com/ med/ topic


836. htm. May 2008
10. Johnston D,E. Kaplan M,M. Pathogenesis and Treatment of Gallstone.
http://content.nejm.org/cgi/content/full/328/6/412. May 2008
11. Stanfield C.L. Chapt 105 : Cholecystolithiasis and Choledocholithiasis, in :
Bland the Practice of General surgery. 1 st ed. 2002. WB Saunders.
Philadelphia.
12. The Royal College of Surgeons of Edinburgh. Gall Bladder and Gall Stone
Surgery. http: // www. edu. rcsed. ac. uk/ lectures/ lt3. htm. April
2008

34

13. Choti M, Jagannath S,B., Kalloo A.N., Norwitz L, Singh V, Somnay K.


Gallstone Disease. http: // hopkins - gi. nts. jhu. edu/ pages/ latin/
templates/ index. cfm? pg= disease4 &organ =3 & disease=
33&lang_id=1. April 2008

35

Anda mungkin juga menyukai