Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN Secara definitif, anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium

pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Tindakan ini akan menyebabkan impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara dan reversible. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan penderita tetap sadar.(1) Menurut teknik pemberiannya, analgesia regional dibagi menjadi : 1. Infiltrasi lokal : penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi, luka atau insisi. 2. Blok lapangan (field block) : infiltrasi sekitar lapangan operasi untuk ekstirpasi tumor kecil dan sebagainya. 3. Blok saraf (nerve block) : penyuntikan obat analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. 4. Analgesia permukaan (topikal) : obat analgetik lokal dioleskan atau disemprot diatas selaput mukosa seperti hidung, mata, faring, dan sebagainya. 5. Analgesia regional intravena : penyuntikan larutan analgetik lokal intra vena. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya dengan turniket pneumatik dari sirkulasi sistemik.(1) Sedangkan, ada pembagian anestesia atau analgesia menurut literatur lain yang berupa : 1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural dan kaudal. 2. Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional intravena, dan lain-lainnya. (1)
1

ANATOMI Kolumna vertebralis Kolumna vertebralis terdiri dari 7 vertebra cervikal (C), 12 vertebra torakal (T), 5 vertebra lumbal (L), 5 vertebra sakral (S) yang menyatu pada dewasa dan 5 vertebra koksigeal. Keseluruhannya memiliki struktur yang sama namun berbeda dari ukuran dan bentuknya. Selain itu, tiap bagian juga memiliki perbedaan dalam menahan beban tubuh. Seperti di bagian servikal memiliki kemampuan menahan beban yang lebih kecil dibandingkan di bagian lumbal. Prosessus spinosis C2 teraba langsung di bawah oksipital. Prosesus spinosis C7 menonjol dan disebut sebagai vertebra prominens. Garis lurus yang menghubungkan kedua krista iliaka tertinggi memotong prosesus spinosus vertebra L4 atau antara L4-L5. (1) Peredaran darah Pendarahan untuk medula spinalis dan cabang saraf berasal dari arteri spinalis anterior tunggal dan arteri spinalis posterior bercabang. Arteri spinalis anterior merupakan percabangan dari arteri vertebralis yang berada pada basis tengkorak dan berjalan sepanjang permukaan anterior dan medula spinalis. Arteri spinalis anterior ini mempendarahi dua dari tiga bagian besar medula spinalis bagian anterior sedangkan bagian posterior dipendarahi oleh arteri spinalis posterior. Arteri spinalis posterior berasal dari arteri serebral posterior inferior yang terus berjalan melalui bagian belakang medula spinalis dan cabang saraf. Sebagai tambahan, pendarahan didapatkan dari arteri interkostalis dan arteri lumbal di bagian abdomen. (1,2) Lapisan punggung Dari luar tubuh, lapisan yang melindungi tulang belakang meliputi kulit, subkutis dan ligamentum. Untuk melakukan anestesi spinal atau epidural, jarum harus mencapai ruang subarakhnoid (spinal) atau ruang epidural (epidural). Maka,

jarum akan menembus dari kulit subkutis ligamentum supraspinosum ligamentum interspinosum ligamentum flavum ruang epidural duramater ruang subarakhnoid. (1) Medula spinalis Medula spinalis (the spinal cord) berada dalam kanalis spinalis dan dikelilingi oleh cairan serebrospinalis. Medula spinalis ini dibungkus oleh duramater, lemak dan pleksus venosus yang keseluruhannya dikatakan sebagai meningen. Medula spinalis berjalan dari foramen magnum ke vertebra L1 L2. Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Ruang subdural dan subarakhnoid berakhir pada vertebra S2. (1,2) Cairan serebrospinal Cairan serebropinal merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari pleksus arteri koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Cairan ini jernih, tidak berwarna dan mengisi ruang subarakhnoid dengan jumlah total 100 150 ml. Sedangkan yang di bagian punggung sekitar 25 -45 ml.(1) ANESTESI SPINAL(3,4) Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Indikasi Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi.
3

Kontraindikasi Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, dan a resistant surgeon. Persiapan Pasien Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed consent) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan fisis dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya skoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah. Kunjungan praoperasi dapat menenangkan pasien. Dapat dipertimbangkan pemberian obat premedikasi agar tindakan anestesi dan operasi lebih lancar. Namun, premedikasi tidak berguna bila diberikan pada waktu yang tidak tepat. Perlengkapan Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi. Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16-G sampai dengan 30-G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran
4

obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal (hiperbarik), akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37C cairan serebrospinal memiliki beratjenis 1,003-1,008. Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alkohol, dan duk. Jarum Spinal Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bambu runcing (jenis Quinke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal. Teknik anestesi spinal 1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi

termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi. Panggul dan lutut difleksikan maksimal. Dada dan leher didekatkan ke arah lutut. 2. Posisi penusukan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara

vertebra lumbalis (interlumbal). 3. 4. akan Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,

dengan sudut 10-30 terhadap bidang horizontal ke arah kranial. Jarum lumbal ligamentum flavum, lapisan duramater dan lapisan subaraknoid.
5

5. 6.

Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar. Suntikkan obat anestetik lokal yang telah dipersiapkan ke dalam ruang

subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin. Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri saat penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urin, meningitis, cedera pumbuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total. Distribusi segmental persarafan spinal Persarafan akan keluar dari kanalis spinalis melalui tiap foramen intervfertebral akan terbagi menjadi cabang-cabang saraf anterior dan posterior. Selanjutnya persarafan ini akan mepersarafi kulit, otot hingga seluruh bagian tubuh. Tiap segmen saraf spinal mensuplai regio spesifik dari kulit dan otot. Di bagian servikal, brakhial dan lumbosakral, cabang anterior akan bergabung dengan pleksus saraf. Ketika dilakukan blok pada suatu bagian, maka akan terjadi paralisis motorik yang berhubungan dengan pergerakan dari beberapa sendi dan otot. Inervasi motorik : (5) Shoulder C6 8 Hand, digiti C7 8, Abdominal T1 Elbow C5 8 Intercostal T1 11 Hip Flexion L1 3 T7 12 Knee Flexion Knee Extension Wrist C6 7 Diaphragm C3 5 Hip Extension L5 S1 L5 S1 L3 4

Ankle Flexion

L4 5

Ankle
6

L4 5

Flexion

Gambar 1 : Innervasi sensoris (kutaneus) (5) ANESTESI EPIDURAL (3,4) Epidural anestesia merupakan salah satu bentuk teknik blok neuroaksial, dimana penggunaannya lebih luas daripada anestesia spinal. Epidural blok dapat dilakukan melalui pendekatan lumbal, torakal, servikal atau sacral (yang umumnya disebut blok kaudal). Teknik epidural sangat luas penggunaannya pada anestesia operatif, analgesia untuk kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif dan untuk penanggulangan nyeri kronis. Ruang epidural berada diluar selaput duramater interna. Radiks saraf berjalan di dalam ruang epidural ini setelah keluar dari bagian lateral medula spinalis, dan selanjutnya menuju kearah luar. Onset dari epidural anestesia (10-20 menit), lebih lambat dibandingkan dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat anestesi lokal yang relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obat-obat golongan opioid, serat simpatis dan serat motorik lebih sedikit diblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok motorik. Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan dan analgesia post operasi.
7

Lumbal epidural merupakan daerah anatomis yang paling sering menjadi tempat insersi atau tempat memasukan epidural anestesia dan analgesia. Pendekatan median atau paramedian dapat dikerjakan pada tempat ini. Anestesia lumbal epidural dapat dikerjakan untuk tindakan-tindakan pada regio dibawah diafragma. Oleh karena medula spinalis berakhir pada level L1, keamanan blok epidural pada daerah lumbal dapat dikatan aman, terutama apabila secara tidak sengaja sampai menembus dura. Torakal epidural secara teknik lebih sulit dibandingkan teknik lumbal epidural, demikian juga resiko cedera pada medula spinalis lebih besar. Pendekatan median dan paramedian dapat dipergunakan. Teknik torakal epidural lebih banyak digunakan untuk intra atau post operatif analgesia. Cervikal epidural biasanya dikerjakan dengan posisi pasien duduk, leher ditekuk dan menggunakan pendekatan median. Secara klinis diginakan terutama untuk penanganan nyeri. Teknik anestesi epidural Dengan menggunakan pendekatan median atau paramedian, jarum epidural dimasukan melalui kulit sampai menembus ligamentum flavum. Dua teknik yang ada untuk mengetahui apakah ujung jarum telah mencapai ruang epidural adalah teknik loss of resistance dan hanging drop. Teknik loss of resistance lebih banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan stilet masih terpasang sampai mencapai ligamentum interspinosum yang ditandai dengan meningkatnya resistensi jaringan. Kemudian stilet atau introduser dilepaskan dan spuit gelas yang terisi 2 cc cairan disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum masih berada pada ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami hambatan dan sutikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara perlahan milimeter demi milimeter sambil terus atau secara kontinyu melakukan suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang epidural, secara tiba-tiba akan terasa adanya loss of resistance dan injeksi akan mudah dilakukan.

gambar 2 : lokasi tusukan pada anestesi lokal

Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang dibutuhkan untuk anestesi epidural relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan anestesi spinal. Keracunan akan terjadi bila jumlah obat sebesar itu masuk intratekal atau intravaskuler. Untuk mencegah timbulnya hal tersebut, dilakukan tes dose epidural. Hal ini dibenarkan dengan menggunakan jarum ataupun melalui kateter epidural yang telah terpasang. Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke ruang subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik dengan menggunakan kombinasi obat anestesi lokal dan epinefrin : 3 ml lidokain 1,5 % dengan 0,005 mg/mL epinefrin 1:200.000. Apabila 45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang subaraknoid akan timbul anestesi spinal secara cepat. 15 g epineprin bila disuntikan intravaskuler akan menimbulakan kenaikan nadi 20% atau lebih. Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang lebih sedikit suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan kesulitan penanganan pada
9

tempat tertentu, misalnya di ruang persalinan. Demikian juga, epinefrin sebagai marker injeksi intravena tidaklah ideal. False positif dapat terjadi (kontraksi uterus sehingga menimbulkan nyeri yang berakibat meningkatnya nadi) demikian juga false negatif (pada pasien yang mendapat bloker). Fentanil telah dianjurkan untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang mempunyai efek analgesia yang besar tanpa epineprin. Yang lain menyarankan untuk melakukan tes aspirasi sebelum injeksi dapat dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi lokal secara intravena. Obat-obat anestesi epidural Obat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diharapkan, apakah akan digunakan sebagai obat anestesi primer, untuk suplementasi pada anestesi umum, atau untuk lokal analgesia. Antisipasi terhadap lamanya prosedur akan memerlukan suntikan tunggal short- atau long acting anestesi atau membutuhkan pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi kerja pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%, 3% kloroprokain, dan 2% mepivakain. Obat dengan durasi kerja lama termasuk bupivakain 0,50,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain. Hanya obat-obat anestesi lokal yang bebas preservatif atau yang telah diberi label khusus untuk epidural atau kaudal saja yang dianjurkan. Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan melalui kateter epidural dikerjakan dalam waktu yang tetap, berdasarkan pengalaman praktisi terhadap penggunaan obat tersebut, atau apabila telah menunjukan regresi blok. Waktu regresi dua segmen sesuai dengan karakteristik masing-masing obat anestesi lokal dan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatom. Bila telah terjadi regresi dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak sepertiga sampai setengah dari dosis inisial. Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset yang cepat, durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan mungkin bertumpang tindih dengan efek efek epidural dari opiat. Kesulitan dalam
10

melakukan resusitasi dan tingginya angka kematian sebagai akibat ikatan dengan protein yang sangat tinggi dan kelarutan bupivakain dalam lemak, mengakibatkan akumulasi dalam sistim hantaran jantung sehingga timbul refractory re-entrant arrhythmias. Konsentrasi yang sangat encer dari bupivakain (misal 0,0625%) sering dikombinasi dengan fentanil dan digunakan untuk analgesia untuk persalinan dan nyeri pasca operasi. S-enantiomer dari bupivakain kurang : levobupivakain, tampaknya berefek anestesi lokal pada konduksi saraf tetapi tidak menimbulkan bupivakain. Kegagalan blok epidural Tidak seperti anestesi spinal, yang mana hasil akhirnya sangat jelas, dan secara teknis tingkat keberhasilannya tinggi, anestesi epidural sangat tergantung pada subyektifitas deteksi dari loss of resistance (atau hanging drop). Juga lebih bervariasinya anatomi dari ruang epidural dan kurang terprediksinya penyebaran obat anestesi lokal, karenanya membuat anestesia epidural kurang dapat diprediksi. Kesalahan tempat penyuntikan obat anestesi lokal dapat terjadi dalam sejumlah situasi. Pada beberapa dewasa muda, ligamentum spinalis lembut dan perubahan resistensi yang baik tidak bisa dirasakan, dengan kata lain kekeliruan dari loss of resistance tidak bisa dipungkiri. Demikian juga bila masuk ke muskulus paraspinosus dapat menimbulkan kekeliruan loss of resistance. Penyebab lain kegagalan anestesi epidural seperti injeksi intratekal, subdural, dan injeksi intravena. Walaupun dengan konsentrasi dan volume yang adekuat dari obat anestesi lokal telah dimasukkan kedalam ruang epidural, dan waktu yang dibutuhkan telah mencukupi, beberapa blok epidural tidak berhasil. Blok unilateral dapat terjadi bila obat diberikan lewat kateter yang keluar dari ruang epidural. Bila blok unilateral terjadi, masalah tersebut dapat diatasi dengan menarik kateter 1-2 cm dan disuntikan ulang dimana pasien diposisikan dengan bagian yang belum terblok berada disisi bawah. Bisa juga pasien mengeluh akibat nyeri viseral pada blok epidural yang bagus. Pada beberapa kasus (tarikan pada
11

efek

toksik

secara

sistemik.

Ropivakain,

toksik

dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan kualitas blok sama dengan

ligamentum inguinale dan tarikan spermatic cord), yang lainnya seperti tarikan peritoneum. Pada keadaan ini diperlukan pemberian suplementasi opioid intravena. Serat aferen visceral yang berjalan bersama nervus vagus mengakibatkan semua hal ini. Ketinggian segmental anatomik (1,5) C3 4 T2 T4 5 T7 9 T10 L1 S1 - 4 klavikula Ruang interkostal kedua Garis puting susu Arkus subkostalis Umbilikus Daerah inguinal Perineum

Ketinggian segmental refleks spinal(1,5) T7 8 T9 -12 L1 2 L2 4 S1 2 S4 - 5 Epigastrik Abdominal Kremaster Lutut (knee jerk) Plantar, pergelangan kaki (ankle jerk) Sfingter anus, refleks kejut (wink reflexes)

Pembedahan(1,5) Regio Tungkai bawah Panggul Uterus - vagina Buli-buli prostat Tungkai bawah Ketinggian kulit T12 T10 T10 T10 T8
12

Testis ovarium Intraabdomen bawah Intraabdomen lain Sistem saraf otonom

T8 T6 T4

Anestesia epidural memberikan efek blok pada saraf simpatis dan parasimpatis. Pertimbangan anestesi jenis ini tentu pada kontrol sirkulasi dan fungsi normal dari traktus gastrointestinal. Saraf otonom aferen juga mendapatkan efek dari anestesi epidural. Sehingga stimuli nyeri pada abdomen seharusnya terblok ketika tercapai analgesia total pada tindakan ini.(2,5) Prinsip lokasi dari blok neuroaxial adalah cabang-cabang saraf. Injeksi langsung dari anestesi lokal ke ruang subarakhnoid dan epidural memberikan efek bermacam-macam. Diketahui bahwa injeksi pada anestesi epidural akan memblok saraf yang berada dekat dengan lokasi penyuntikan. Blok transmisi saraf pada cabang posterior akan menganggu sensasi motorik dan visceral, sedangkan blok transmisi saraf pada cabang anterior menganggu sensasi motorik efferent dan otonom.(5) Blok somatik Dengan menganggu transmisi dari stimuli nyeri dan tonus otot skeletal, blok neuroaksial akan membantu kondisi operasi yang jauh lebih baik. Blok sensori terjadi pada stimuli nyeri baik somatik maupun visceral, sedangkan blok motorik akan menyebabkan relaksasi dari otot skeletal. Efek dari anestesi lokal bervariasi, tergantung dari dosis obat yang diinjeksikan, maupun anatomi dari saraf yang berdekatan dengan titik injeksi. Ukuran dari cabang saraf, apakah saraf tersebut terbungkus myelin atau tidak, dan berapa lama obat bersinggungan dengan saraf tersebut menjadi patokan keberhasilan anestesi lokal. (2,5) Blok otonom

13

Interupsi transmisi eferen otonom menyebabkan blok dari beberapa persarafan simpatik dan parasimpatik. Penjalaran saraf simpatik dimulai dari torakolumbar sedangkan penjalaran saraf parasimpatik yaitu kraniosakral. Serat saraf preganglion simpatik (kecil, berselubung mielin) keluar dari medula spinalis T1 sampai ke L2 dan dapat menjalar keatas atau kebawah sebelum bersinapsis dengan sel postganglionpada ganglia simpatik. Secara kontras, serat saraf preganglion parasimpatik keluar dari medula spinalis bersamaan dengan saraf kranial dan sakral. Blok neuroaksial tidak mempengaruhi saraf vagus. Secara fisiologis, blok neuroaksial merupakan hasil dari pengurangan tonus simpatik dengan atau tanpa kerja berlawanan dari tonus parasimpatik.(2,5) Manifestasi klinis(2) 1. Kardiovaskular Blok neuroaksial bermanifestasi yaitu penurunan tekanan darah yang diikuti dengan penurunan nadi (bradikardia) dan kontraktilitas jantung. Keadaan ini proporsional dengan derajat simpatektomi. Tonus vasomotor berasal dari T5 sampai L1. Persarafan ini juga menginervasi otot polos yang berada disekitar pembuluh arteri dan vena. Blok atau hambatan pada persarafan akan menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh vena, pooling darah dan penurunan vena balik ke jantung. Yang terlihat pada pasien yaitu hipotensi. Hipotensi yang terjadi pada keadaan ini harus diantipasi dari awal dengan memberikan cairan sebesar 10 20 ml/lg per IV (orang sehat) sehingga pooling vena dapat terkompensasi. Hipotensi juga dapat diatasi atau dikurangi dengan mengubah posisi kepala menjadi lebih tegak dan memberikan vasopressor. Agonis -adrenergik seperti fenilepinefrin meningkatkan tonus vena dan konstriksi arteriolar, sehingga terjadi peningkatan vena balik dan resistensi vaskular sistemik. Efedrin yang merupakan agonis -adrenergik memiliki efek menambah kontraktilitas jantung dan sebagai vasokonstriktor sehingga terjadi peningkatan nadi.

14

Bradikardia eksesif dapat dikelola dengan pemberian sulfas atropin. Namun, apabila terjadi hipotensi dan atau bradikardia berlanjut, atau tidak berhasil dikelola, maka dapat diberikan epinefrin (5 10 g IV). 2. Respirasi Secara klinis, blok neuroaksial tidak menganggu sistem respirasi. Hal dini dikarenakan diafragma mendapatkan inervasi dari saraf frenikus yang berasal dari cabang C3 C5, bahkan anestesi yang dilakukan pada level tinggi dari thorakal tidak mengubah volum tidal, mungkin hanya sedikit kapasitas vital yang berkurang akibat tekanan intraabdominal. Apnea yang terjadi ketika dilakukan anestesi epidural, lebih mungkin disebabkan hipoperfusi pada batang otak, yang dapat dikelola dengan resusitasi hemodinamik. Pada pasien dengan penyakit paru kronik yang berat, penggunaan otot respirasi tambahan membuat inspirasi dan ekspirasi menjadi lebih sulit. Blok neuroaksial akan memperbaiki keadaan ini. Efek yang diberikan hampir sama dengan proses batuk atau pengeluaran sekret. Walaupun pada operasi abdomen, pasien dengan keadaan ini tidak disarankan hanya menggunakan teknik regional (kombinasi dengan ventilasi) namun pasca operasi, resiko pneumonia dan masalah oksigenasi dapat dikurangi. 3. Gastrointestinal Persarafan simpatik untuk gastrointestinal berasal dari T5 L1. Blok neuroaksial akan menginduksi simpatektomi yang mendominasi tonus vagal. Secara klinis akan terjadi kontraksi ringan dari usus dengan peningkatan sedikit dari peristaltik. Aliran darah ke hati berkurang dan juga terjadi penurunan MAP (Mean Arterial Pressure). Keuntungan epidural anestesi adalah saat operasi terutama operasi abdomen, manipulasi lebih mudah dilakukan dan pasca operasi dimana fungsi gastrointestinal sempat diturunkan akan lebih cepat untuk pulih.

15

4. Traktus urinarius Blok neuroaksial hanya memberikan sedikit pengaruh untuk traktus urinarius. Pada anestesi lumbal atau sacral, simpatis dan parasimpatis akan teranestesi, sehingga terjadi penurunan kontrol otonom dari vesica urinaria. Hal ini akan menyebabkan retensi urin, sehingga pada pasien harus dipastikan telah terpasang kateter untuk antisipasi dan monitor distensi vesica pasca operasi. 5. Endokrin metabolik Setiap pembedahan akan mengaktivasi respon neuroendokrin, sperti respon inflamasi lokal dan aktivasi saraf aferent somatik dan visceral. Respon ini akan meningkatkan hormon adrenokortikotropik, kortisol, epinerfrin, norepinefrin dan vasopressin juga sistem renin-angiotensinaldosteron. Manifestasi klinis berupa hipertensi, takikardia, hiperglikemia, katabolisme protein dan menurunnya sistem imun. Blok neuroaksial dan menekan respon ini atau menghambat secara total sehingga insidensi terjadinya klinis seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bisa rendah. ANESTESI KAUDAL Anestesi kaudal paling sering dilakukan pada anak-anak. Bisa juga dilakukan pada mereka yang akan menjalani pembedahan anorektal. Ruang kaudal terletak di bagian sakral, tepatnya pada ruang epidural. Jarum akan menembus ligamentum sakrokoksigeal yang meliputi hiatus yang berada menutupi S4 5. Hiatus teraba seperti cekungan diatas coccyx dan diantara tulang duduk. Pada anak-anak, anestesi kaudal ini biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum (dilakukan sebelum anestesi kaudal). Anestesi ini juga digunakan untuk operasi regio dibawah diafragma, termasuk urogenital, rektal, inguinal, dan ekstremitas bawah. (5) Pasien diposisikan pronasi ke satu sisi lateral dengan paha ditekuk dan hiatus diraba. Persiapannya sama dengan anestesi spinal atau epidural, dari sterilisasi
16

kulit, jarum yang digunakan (gauge 18 23), dan penusukan bersudut 45 derajat. Aspirasi darah dan cairan serebrospinal dilakukan, bila negatif maka anestesi dapat dilakukan. Komplikasi jarang terjadi, mungkin terjadi aritmia, kejang sampai henti jantung apabila obat anestesi masuk intravaskular. Dosis obat 0.5 1 mL/kgBB 0.125 0.25% bupivacain dengan atau tanpa dicampur epinefrin. Obat akan bekerja cukup lama, dan pasien kadang dipulangkan dengan masih terjadi hambatan gerak atau belum buang air kecil.(5) Pada orang dewasa yang akan menjalani operasi anorektal, anestesi kaudal ini dapat memberikan efek anestesi pada saraf sesnsoris. Dosis 12-20 mL dari 1.52.0% lidokain dengan atau tanpa epinefrin biasanya efektif. Fentanil 50-100 g dapat diberikan sebagai tambahan.(5) Anestesi epidural tidak dibolehkan pada mereka dengan kista pilonidal karena jarum akan mengenai kista dan berpotensi menyebabkan penyebaran bakteri melalui jarum tersebut ke ruang epidural. Walaupun saat ini operasi obstetrik sudah jarang menggunakan tekhnik ini, namun blok kaudal kadang bermanfaat pada situasi persalinan kala II dimana anestesi epidural tidak dapat mencapai saraf sakral atau pemberian anestesi epidural berulang tidak berhasil. (5) KESIMPULAN Saat ini, anestesi lokal lebih menjadi pilihan dibanding anestesi umum. Ada berbagai macam teknik anestesi regional. Lokasi penusukan bisa pada ruang epidural, subarachnoid atau lokalis. Yang terpenting adalah keuntungan dari anestesi lokal yaitu hanya memblok regio yang memang penting untuk dihambat selama operasi berlangsung dan anestesi ini pun tidak memberikan efek sistemik luas sehingga pemulihan bisa lebih cepat. Untuk itu, penting diketahui batasanbatasan blok neuroaksial sehingga bisa tercapai efisiensi dalam anestesi lokal yang kita pilih.

DAFTAR PUSTAKA
17

1. Latief S A, Suryadi K A, Dachlan M R. Petunjuk Praktis Anestesiologi : Edisi Kedua. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI ; 2002 ; 105 - 18 2. Kleinman W, Mikhail M. Regional Anesthesia & Pain Management Spinal, Epidural, Caudal Blocks. Lange 4th Ed. Mcgraw-Hill Companies ; 2006 ; 289 - 98
3. Local and Regional Anesthesia. (cited 2010 June 25). Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/1831870-print 4. Central neuroaksial. (cited 2010 June 25). Available from :

http://www.bhj.org/journal/2004_4505_jan/html/central_41.htm 5. Covino BG, Scott DB. Handbook of Epidural Anaesthesia and Analgesia. Florida : GRUNE & STRATTON, INC ; 1985 ; 10 - 33

18

Anda mungkin juga menyukai