Anda di halaman 1dari 4

Implementasi HACCP dalam Industri Catering dan Restaurant

Nyoman Semadi Antara Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana E-mail: nsantara@ftp.unud.ac.id

Abstrak Perkembangan industri jasa boga, termasuk di dalamnya catering dan restaurant/rumah makan, tidak terlepas dari perkembangan pariwisata. Kenyamanan wisatawan untuk menikmati liburan harus diikuti dengan penyediaan makanan yang aman dikonsumsi. Jumlah industri jasa boga yang terdaftar di Dinas Kesehatan Propinsi Bali adalah 326 usaha jasa catering, 1498 usaha restaurant, dan 145 hotel berbintang yang menyediakan jasa boga. Industri jasa boga menyediakan makanan siap saji/santap yang mempunyai resiko terjadinya penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) apabila tidak dilakukan penanganan yang baik. Implementasi hazard analysis critical control point (HACCP), yang merupakan bagian dari sistem manajemen kemanan pangan, perlu dilakukan dalam industri catering dan restaurant. Sistem HACCP merupakan alat control pencegahan yang dapat menjamin makanan aman pada setiap tingkat penanganan dari petani ke meja makan (from farm to table). Implementasi HACCP harus dimulai pemahaman dan penerapan program mendasar (prerequisite programs) seperti: praktek penanganan yang baik (Good Handling Practices), standard sanitation operating procedures (SSOP), dan standard operating procedures (SOP). HACCP merupakan alat terbaik yang dapat digunakan untuk menstandarisasi prosedur penanganan, penyiapan, dan penyajian makanan untuk menjamin makanan aman untuk dikonsumsi. Untuk pemahaman dan implementasi HACCP, seluruh staff dan karyawan industri catering dan restaurant perlu diberikan pelatihan-pelatihan rutin berkaitan dengan: keamanan pangan, HACCP, dan sertifikasi manajer pengelola catering dan restaurant. Pendahuluan Pariwisata merupakan salah satu andalan Indonesia untuk memperoleh devisa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan pariwisata yang sudah mulai membaik belakangan ini tidak terlepas dari usaha semua pihak yang mendukung pariwisata. Dari statistik yang ada terlihat bahwa jumlah kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun domestik, meningkat setelah terpuruk karena peristiwa Bom Bali. Dengan membaiknya kunjungan wisatawan tersebut maka semua pihak wajib mempertahankan kondisi tersebut. Dengan dicanangkannya tahun kunjungan wisata tahun 2008 diharapkan terjadi peningkatan kunjungan wisatawan di tahun 2008 ini. Salah satu pendukung pariwisata yang perlu mendapat perhatian adalah industri jasa boga. Industri jasa boga, termasuk di dalamnya catering dan restaurant/rumah makan, tidak terlepas dari perkembangan pariwisata. Kenyamanan

wisatawan untuk menikmati liburan harus diikuti dengan penyediaan makanan yang aman dikonsumsi. Data sampai tahun 2004, di Bali tercatat ada 326 usaha jasa catering, 1498 usaha restaurant/rumah makan, dan 145 hotel berbintang yang menyediakan jasa boga (Diskes Propinsi Bali, 2004). Usaha Industri jasa boga menyediakan makanan siap saji/santap yang mempunyai resiko terjadinya penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) apabila tidak dilakukan penanganan yang baik. Seringnya terjadi keracunan sebagai akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bahan berbahaya merupakan peringatan bagi pengelola jasa boga untuk meningkatkan sanitasi dan higiene pengelolaan usaha jasa boga. Usaha catering mempunyai kontribusi sebesar 24% terhadap peristiwa penyakit yang ditularkan melalui makanan di Indonesia (..., 2005). Kejadian keracunan dapat menurunkan reputasi dan citra pariwisata, sehingga kejadian tersebut harus dapat ditekan atau dihindarkan. Penerapan standar sanitasi dan prinsip hazard analysis critical and control point (HACCP) pada industri jasa boga merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk menekan kejadian luar biasa (outbreak) penyakit yang ditularkan melalui makanan. Bahaya Biologis Di dalam sistem HACP bahaya yang dapat mengkontaminasi makanan dan dapat menyebabkan penyakit dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu bahaya kimia, fisik dan biologis. Bahaya biologis dapat berupa makroparasit atau mikroorganisme, seperti bakteri, fungi, protozoa atau virus. Protozoa dan virus tidak dapat berkembang biak di dalam makanan. Kedua kelompok bahaya ini dapat berada dalam makanan karena terbawa dari daging atau terjadi kontaminasi ke dalam makanan. Sebaliknya, bakteri dan jamur dapat berkembang biak di dalam makanan apabila kondisi makanan menunjang untuk pertumbuhannya. Infeksi Sarcocytis sp dan Toxoplasma gondii sering terjadi karena mengkonsumsi daging mentah atau pemasakan daging yang tidak memadai. Kista dari kedua jenis protozoa tersebut akan mati apabila dipanaskan sampai suhu di atas 70oC. Pada suhu -20oC selama 3 hari protozoa tersebut juga akan mati (Unterman, 1998). Jenis protozoa lain yang sering mengkontaminasi makanan adalah Entamoeba

histolytica, Giardia lambia dan Cryptosporidium parvum. Air minum dan beberapa jenis hewan merupakan pembawa dan sumebr infeksi pada manusia (Eckert, 1993). Infeksi Cyclospora biasanya berhubungan dengan kasus-kasus trevel diarrhoea (Gascon et al., 1995). Untuk menghindari terjadinya infeksi protozoa patogen maka perlu dilakukan tindakan pencegahan kontaminasi ke dalam makanan. Perlu diperhatikan bahwa proses klorinasi pada air minum tidak menginaktifkan kista dari E. Histolytica dan G. Lambia, juga tidak menginaktifkan ookista dari Cryptosporidia. Jenis virus yang sering mengkontaminasi makanan adalah hepatovirus (hepatitis A) dan beberapa jenis virus gastroenteritis seperti rotavirus: astrovirus dan calicivirus termasuk virus Norwalk dan Norwalk-like. Manusia merupakan reservoar virus ini dan dapat ditularkan dari manusia ke manusia maupun melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi. Konsumsi kerang-kerangan yang mentah atau setengah matang sering mengakibatkan KLB (outbreak) hepayitis A. Virus hepatitis A merupakan virus yang paling tahan panas. Memasak kerang sampai 85 90oC (internal temperature) dapat dihindari terinfeksi virus tersebut. Cara yang efektif menghindari terjadinya infeksi adalah dengan tindakan hygiene yang baik. Prilaku Walker, E., C. Pritchard, and S. Forsythe. 2003. Food handlers hygiene knowledge in small food businesses. Food Control. 14: 339-343. Kekurangan mendasar dari pengetahuan dan pemahaman mengenai higiene merupakan kendala utama terhadap penerapan HACCP pada usaha kecil pangan. Dari survey yang dilakukan diperoleh bahwa 57% penangan makanan menjelaskan bahawa makanan yang terkontaminasi bakteri penyebab keracunan dapat dilakukan dengan cara melihat, mencium dan merasakan makanan. Juga diperoleh bahwa 60% food handler tidak mengetahui cara menyimpan makanan yang baik. Jeng, H.J. and T.J. Fang. 2003. Food safety control system in Taiwan the example of food service sector. Food Control. 14: 317-322. Untermann, F. 1998. Microbial hazard in food. Food Control. 9(2-3): 119-126. Martinez-Tome, M., A.M. Vera, and M.A. Murcia. 2000. Improving the control of food production in catering establishment with particular reference to the safety of salads. Food Control. 11: 437-445. R.M. Kirby, J. Bartram, and R. Carr. 2003. Water in food production and processing:

quantity and quality concern. Food Control. 14: 283-299.

Anda mungkin juga menyukai