Studi Kasus E Business
Studi Kasus E Business
Karena bisnis kemasannya terus berkembang, manajemen PT Avesta Continental Pack memutuskan memodernisasi sistem TI utamanya yang sudah dipakai selama hampir tiga dekade. Apa perubahan dan manfaat yang dirasakan? Industri manufaktur, secara umum, tergolong industri yang agak ketinggalan dalam pemanfaatan teknologi informasi (TI) mutakhir dibandingkan jenis industri lainnya. Padahal, proses bisnisnya terbilang rumit. Apalagi, kalau bermain di industri kemasan fleksibel. Di industri manufaktur jenis ini, banyak variabel yang harus dipertimbangkan sebelum order dapat dieksekusi seperti jenis bahan, jumlah warna, lapisan, lebar, panjang dan peralatan. Belum lagi, jika volume transaksi dalam proses produksinya tinggi, sehingga perlu proses entri yang cepat. Nah, jika tidak teliti, bisa fatal akibatnya. Dan, jika proses entri data dalam jumlah besar itu dilakukan secara manual, akan makan waktu lama dan tidak efisien. Persoalan inefisiensi dan keteteran dalam proses entri data tersebut pernah dialami PT Avesta Continental Pack, produsen kemasan fleksibel yang melayani industri farmasi, kosmetik, makanan, dan produk hewan. Masalah yang dirasakan terkait dengan besarnya data yang harus diproses untuk menghasilkan laporan yang up- to-date, sehingga bisa membantu manajemen dalam mengambil keputusan secara cepat. Avesta mengelola jumlah varian produk yang banyak, lebih dari 15 ribu varian, volume transaksi dalam produksi yang tinggi, dan order pekerjaan lebih dari 700 job dalam satu bulan, ungkap Berry Karlis, GM TI dan Keuangan Avesta. Karena itu, harus ditangani oleh sebuah sistem TI yang memiliki fitur yang fleksibel dan terintegrasi, sehingga menghasilkan standardisasi informasi yang lebih baik, ia menambahkan. Keakuratan informasi data tentang stok persediaan dan biaya produksi secara detail memang salah satu tujuan pengembangan sistem baru tersebut. Dengan begitu, manajemen puncak dapat menganalisis dan membuat keputusan secara tepat waktu. Nah, untuk mencapai tujuan itu, semua prosesdari perencanaan, pembelian, persediaan, manufaktur, pengendalian mutu, penjualan, keuangan hingga akuntansi harus terintegrasi untuk mengurangi entri ganda dan proses dokumentasi manual. Menurut Berry, kebutuhan akan sistem TI yang terintegrasi itu sebenarnya juga muncul seiring dengan pertumbuhan bisnis Avesta yang terus meningkat. Dampaknya, data yang harus diproses untuk menghasilkan laporan bagi manajemen pun terus bertambah. Ketika itu, sistem lama yang dipakai sejak awal 1980-an masih berbasis program FoxBASE/FoxPro. Sistem itu mempunyai keterbatasan dalam hal memproses data dalam jumlah yang banyak. Terutama, dalam hal kecepatan memproses data untuk menjadi laporan manajemen. Karena makin banyak waktu yang dibutuhkan dalam memproses data, pengambilan keputusan menjadi lambat. Dan, itu akan menghambat pertumbuhan Avesta di masa depan, Berry menjelaskan. Untung Suharyo, Manajer TI Avesta, juga menyebutkan, untuk mendukung percepatan proses entri data di jalur produksi, pihaknya membutuhkan sebuah interface yang bersifat user friendly. Dengan modernisasi sistem TI, Avesta dapat menghasilkan informasi yang cepat sehingga dapat selangkah lebih depan dari perusahaan sejenis lainnya, kata Untung. Modernisasi sistem TI di Avesta mulai dilakukan pada 2006, dengan mengimplementasi solusi back office berupa ERP (enterprise resource planning) dari vendor lokal bernama Orlansoft. Menariknya, Avesta merupakan perusahaan pertama di industri manufaktur yang menggunakan solusi tersebut. Bidang/departemen yang mendapat sentuhan TI (berupa modul-modul) ini adalah Akunting dan Keuangan, Manufaktur, Pemasaran, Pembelian, Gaji, Penjualan dan SDM. Adapun implementornya adalah PT Pro Sistimatika Automasi (Prosia). Pengembangan sistem TI di Avesta rampung dan go live pada Januari 2008. Hasilnya, semua proses bisnis di Avesta bisa dilakukan secara terintegrasi, Berry mengklaim. Saat ini, lanjut Berry, semua kegiatan bisnis di Avesta sudah terintegrasi, mulai dari penerimaan pesanan dari pelanggan, prakalkulasi untuk menghitung estimasi harga pokok terhadap suatu order, hingga perhitungan biaya produksi per unit. Begitu pula, perencanaan penjadwalan produksi, pemesanan bahan baku dan pendukung, serta pengiriman produk jadi ke pelanggan, sudah bersifat driven by system. Hal serupa juga terjadi pada proses penagihan piutang, pembayaran utang, penerimaan serta pengeluaran kas dan bank, hingga laporan keuangan dan pendukung lainnya yang terstruktur dalam bentuk modul-modul terintegrasi satu dengan lainnya. Selain itu, berkat sistem yang terintegrasi ini, informasi penjualan harian dan akumulasinya dapat dikirimkan kepada pihak manajemen melalui sistem SMS gateway. Juga, dimungkinkan pemanfaatan data yang lebih luas untuk keperluan analisis, sesuai dengan permintaan user. Melalui implementasi sistem itu, Avesta memperoleh banyak manfaat. Terutama, proses pengolahan data jadi lebih cepat untuk menghasilkan suatu laporan, sehingga membantu manajemen dalam mengambil keputusan, ujar Berry. Ditambahkan Untung, Avesta sekarang juga telah memiliki framework yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia, sehingga memudahkan proses kustomisasi yang diinginkan user. Kendati begitu, kustomisasi mesti sesuai dengan rancangan awal sistem itu. Jadi, jika kustomisasi yang diminta user di luar framework, kustomisasi tidak dapat dilakukan. Untuk mengatasi masalah ini, oleh penyediasoftware dibuatkan aplikasi pendukung sederhana sebagai jembatan penghubung ke softwareutamanya. Manfaat modernisasi sistem TI oleh manajemen Avesta tersebut dirasakan pula oleh karyawannya. Menurut Vera Sutidjan, Manajer Keuangan dan Akunting Avesta, sebelumnya ia harus melakukan proses kerja yang berulang untuk setiap laporan yang berbeda dengan data yang sama, sehingga memerlukan waktu lebih lama. Sekarang, lanjut Vera, proses peng-input-an data hanya perlu dilakukan satu kali, tetapi bisa menghasilkan berbagai macam laporan sesuai dengan kebutuhan. Proses kerja pun jadi lebih efisien. Saya berharap, untuk pengembangan sistem TI selanjutnya agar bisa disesuaikan dengan dinamika perusahaan di masa depan, Vera menyarankan. Ke depan, kami memang punya beberapa rencana untuk pengembangan sistem TI ini, dengan tujuan utama mendukung proses bisnis perusahaan, ungkap Berry. Lebih jauhnya, supaya bisa berdampak pada (peningkatan) kepuasan pelanggan, tambahnya. (*)
Manfaat yang Dirasakan UKM : Memudahkan melihat laporan penjualan dan stok Memudahkan penambahan item barang yang dijual Data transaksi lebih tersusun dan rapi Meminimalkan manual report, sehingga laporan lebih aktual dan valid Pemilik usaha bisa melihat laporan secara online, bahkan memantau cukup lewat ponsel Tersedianya fasilitas pasar interaktif via Internet (marketplace) Harga terjangkau Implementasinya tidak butuh waktu lama
UKM yang berani memakai ERP seperti itu bukan hanya Kanemochi. Contoh lainnya, CV Massilia, perusahaan di bidang penjualan buku, majalah, tabloid dan koran yang didirikan R. Sunarko pada 1999. Tokonya yang bernama Massilia Bookstore berlokasi di Bandara Soekarno-Hatta Terminal 1a Dalam. Menurut Sunarko, layanan ERP mulai digunakan di Massilia Bookstore pada 26 Agustus 2010. Diklaimnya, proses implementasinya tidak memerlukan waktu lama. Sebab, tokonya telah menggunakan sistem berbasis TI, sehingga hanya membutuhkan waktu untuk adaptasi. Penerapan ERP di perusahaannya memberikan beberapa keuntungan. Di antaranya, memudahkan melihat laporan transaksi penjualan dan stok, dapat langsung menambahkan nama barang baru secarareal-time, transaksi lebih tersusun rapi, dan bisa melihat laporan secara online. Hingga saat ini belum ada kendala yang dihadapi karena belum ada keluhan dari para user di lapangan dan dari paracustomer, ungkap Sunarko. Saran saya kepada karyawan, agar selalu memantau sistem sehingga dapat berjalan secara real-time.
Selain kedua UKM tersebut, contoh lainnya adalah PT Sanxovier, perusahaan penjualan garmen dan non-garmen. Sejak beberapa bulan lalu, Sanxovier sudah bisa menikmati layanan ERP yang ditawarkan Telkom. Menurut Dewi Yuliana, Manajer Keuangan Sanxovier, modul yang digunakan untuk mendukung proses bisnis di perusahaannya adalah modul trading di back office-nya, dan modul POS sebagai front office-nya. Proses implementasinya hanya butuh waktu lima hari. Secara umum modul yang digunakan adalah POS, transaksi penerimaan barang dan stock tracking, dan selebihnya memerlukan pendalaman lebih lanjut, Dewi menjelaskan. Alasan utama perusahaannya mengadopsi solusi ERP, selama ini transaksi penjualannya masih dilakukan secara manual. Akibatnya, laporan penjualan yang diberikan per hari membutuhkan waktu lebih lama. Kendala yang dihadapi sebelum menggunakan sistem adalah terhambatnya proses pelaporan ke kantor, ucap Dewi. Singkatnya, melalui pemanfaatan ERP ini pihaknya bisa melakukan transaksi penjualan secara lebih cepat dan bisa menghasilkan laporan real-time. Pasalnya, di Sanxovier tidak ada proses produksi, hanya melakukan penjualan garmen dan non-garmen. Tapi, saat ini kami masih butuh waktu untuk mempelajari lebih dalam. Jadi, butuh training lagi, ungkapnya. PT Satu Persada Bhineka pun tak mau ketinggalan memanfaatkan layanan ERP. UKM di bidang distributor komputer ini sejak Juni 2010 telah mengimplementasi layanan ERP full modul dari Telkom. Menurut Ayu Putriani, Manajer Akunting Persada Bhineka, proses implementasinya hanya satu minggu. Untuk bisa menikmati layanan tersebut, pihaknya hanya menyediakan perangkat komputer minimum Pentium 4, harddisk sekitar 20 Gb serta memori 1 Gb. Dikemukakan Ayu, perusahaannya mau mengadopsi solusi ERP tersebut karena fasilitasnya lengkap. terutama untuk mendukung proses bisnis di perusahaan. Antara lain, tersedianya laporan keuangan yang lengkap, dan mudah untuk mengoperasikannya. Namun, ia punya masukan. Saran kami, sebaiknya kemampuan software Bonastoco lebih ditingkatkan lagi agar tidak sering mengalami problem. Selain keempat UKM tersebut, saat ini seperti diklaim pihak Telkom sudah lebih dari 100 UKM yang menggunakan layanan ERP yang diluncurkan pada Juli 2010 itu. Angka ini belum termasuk sekitar 3 ribu UKM yang sedang melakukan trial Bonastoco. Sebenarnya, layanan yang ditawarkan Telkom ini merupakan paket bundling antara produk Speedy (koneksi Internet) dan aplikasi Bonastoco. Kami menawarkannya dalam bentuk bundling. Pelanggan cukup membayar biaya bulanan sesuai paket aplikasi yang dipilih. Jadi, one bill dengan tagihan Speedy, kata Joddy Hernady, Executive General Manager Divisi Multimedia PT Telkom. Dijelaskan Joddy, Bonastoco ditawarkan dalam dua paket, yakni paket standar dan premium. Untuk paket standar, pihak UKM cukup membayar Rp 265 ribu/bulan untuk bisa menikmati layanan ERP full modules bagi tiga user dan akses Internet Speedy. Adapun untuk paket premium, biaya langganannya Rp 365 ribu/bulan, dengan layanan: ERP full modules untuk 6 user, Speedy, plus fitur monitoring sales(penjualan terakhir, per jam tertentu, kemarin, minggu lalu, bulan lalu dan tahun lalu) dan stok (stok terakhir, per produk, cabang, supplier) melalui ponsel. Adapun kapasitas bandwidth yang ditawarkan adalah 384 kbps unlimited. Rupanya, meski sebagai penyedia layanan ERP berlangganan, Telkom tak mengembangkan sendiri aplikasi untuk UKM itu. Nah, Bonastoco ini dikembangkan oleh software house lokal yang berbasis di Batam: PT Inforsys Indonesia. Menurut Yudho Hermoyo, Direktur Pemasaran Inforsys, aplikasi Bonastoco dirancang untuk mengolah data transaksi keuangan perusahaan serta menghasilkan laporan analisis transaksi dan keuangan perusahaan yang dibutuhkan. Program ini dilengkapi dengan berbagai macam modul transaksi. Bonastoco juga menyediakan fasilitas pasar interaktif Internet ataumarketplace, sehingga sesama pengguna dapat saling berkenalan sebelum bertukar data bisnis atau mengeluarkan PO (purchasing order) secara online, kata Yudho.
Modul dalam Aplikasi ERP Bonastoco Pembelian (Purchasing) Penjualan (Sales) Sistem Persediaan Barang (Inventory) Utang (Account Payable) Piutang (Account Receivable) Kas dan Bank (Cash & Bank) Buku Besar (General Ledger) Marketplace
Aplikasi Bonastoco dibangun dengan menggunakan bahasa programming ASP.net, database memakai Postgressql, dan reporting tools memakai Crystal Report 9.0. Salah satu keunggulan Bonastoco adalah memudahkan komunikasi bisnis sesama pengguna, seperti adanya fitur perkenalan, mengirim PO dan invoice, dan sebagainya, Yudho mengklaim. Yudho juga mengklaim solusi ini mampu mengomunikasikan data antarcabang/gerai milik UKM dengan kapasitas bandwidth yang sangat kecil. Dalam kondisi offline pun pengguna tetap bisa bekerja karenadatabase yang ada di komputer lokal (sisi UKM). Lalu, begitu Speedy terkoneksi, sekecil apa punbandwidth-nya, tetap bisa langsung transfer data. Bonastoco tidak memerlukan kapasitas bandwidthyang besar. Sebab, dengan bandwidth kecil pun sudah bisa mengirim data. Daya tarik buat pengguna lainnya, database untuk aplikasi Bonastoco tetap berada di komputer pelanggan (lokal), bukan di server Telkom. Jadi, database bisa di-maintain langsung oleh pelanggan. Sementara itu, yang ada di server cloud (server milik Telkom) adalah database untuk omset dan inventori harian, yang berguna untuk monitoring lewat ponsel atau Internet. Karena itu, Joddy mengklaim, aplikasi ini cukup aman buat pengguna yang mungkin khawatir datanya digunakan pihak lain. Database Bonastoco full ada di komputer pelanggan, sehingga keamanan dan kenyamanan menggunakan aplikasi ini tetap terjaga. namun pelanggan tetap bisa melakukan komunikasi bisnis serta berinteraksi dengan sesama pengguna aplikasi, kata Joddy memberikan jaminan. (*)
Salah satu pemasok yang sudah memanfaatkan sistem rantai pasokan yang dikembangkan Carrefour adalah CV Mulyatama pemasok private label untuk tempat CD, tempat tisu di mobil, dan sebagainya. Menurut Syritama Anas, pemilik Mulyatama, pihaknya bergabung menjadi pemasok Carrefour sejak Februari 2008. Rantai pasokan baru yang dijalankan Carrefour sangat bagus. Keunggulannya, sistem ini sangat efisien dari segi waktu dan tenaga kerja, katanya mengakui. Menurut Syritama, dibanding sistem terdahulu, pada sistem SCM sekarang ini penggunaan tenaga kerja lebih efisien. Dulu, pengiriman dilakukan langsung ke gerai sehingga memerlukan lebih banyak tenaga kerja. Dalam satu hari satu mobil maksimum hanya bisa menuju tiga gerai. Sekarang pengiriman cukup dilakukan satu kali dan sudah mencakup seluruh gerai Carrefour. Unilever Indonesia, salah satu supplier besar yang menjadi pemasok Carrefour sejak 1998 (ketika peritel asal Prancis ini baru membuka gerainya di Cempaka Putih), juga merupakan pemasok pertama yang ikut serta dalam pengiriman terpusat (centralized delivery) Carrefour sejak pertama kali Carrefour menerapkan sistem rantai pasokan baru. Menurut Manghirim T. Tobing, Manajer Customer Service Perdagangan Modern PT Unilever Indonesia Tbk., dengan sistem pengiriman terpusat ini, Unilever sebagai pemasok tidak perlu lagi mengirim barang langsung ke gerai-gerai Carrefour, tapi cukup ke gudang Carrefour. Carrefour kemudian akan mengirim barang Unilever ke gerai bersama-sama dengan barang dari pemasok lain. Sistem pengiriman terpusat ini, lanjut Manghirim, merupakan kolaborasi yang baik antara Unilever dengan Carrefour. Apabila dilihat dari rantai pasokan secara keseluruhan, kolaborasi ini menghasilkan efisiensi yang bisa dinikmati bersama oleh Unilever dan Carrefour, ujar Manghirim. Dengan kapabilitas yang dimiliki Carrefour, sistem rantai pasokan yang baru ini bisa dikembangkan untuk menjangkau daerah yang lebih luas seperti Jawa Barat, ia menambahkan. Selain para pemasok, keunggulan sistem rantai pasokan Carrefour juga diakui konsultan TI Hadi Barko. Menurutnya, seluruh gerai Carrefour sudah tersambung ke DC Pondok Ungu dan menggunakan satu sistem ERP (single platform). Menurut Hadi, kalau softwarenya berbeda-beda, akan butuh waktu untuk transfer dan kolaborasi datanya tidak real time. Mekanisme kerjanya, sistem ERP yang digunakan Carrefour akan memicu ke pemasok melalui fasilitas e-business ataupun e-mail. Sebaiknya top ten suppliers atau para pemasok yang mewakili 80% nilai transaksi, memiliki koneksi langsung ke Carrefour, kata Hadi menyarankan. Pakar supply management yang sekarang bermukim di Singapura ini menyarankan, penerapan SCM ini bisa lebih dioptimalkan. Syaratnya, pihak Carrefour harus mengintegrasikan sistem SCM-nya itu lewat jaringan komunikasi online dengan gerai-gerai yang mempunyai nilai 80% dari seluruh nilai transaksi Carrefour. Selain itu, ia juga mengingatkan perlunya diperhatikan performance management tool di masing-masing gerai yang bisa dianalisis oleh manajer gerai untuk kepentingan forecast atau estimasi. Tim SCM dan manajer gerai harus bisa membaca dan menginterpretasi hasil performance management tool untuk keputusan berikutnya, katanya. Lalu, sistem penerimaan barang (good receipt) di gudang masing-masing gerai disarankan bisa menggunakan sistem barcoding untuk Top 20 gerai sebaiknya malah dengan teknologi radio frequency identification (RFID) sehingga pergerakan barang/stok langsung termonitor (terdeteksi). Tingkat akurasi di masing-masing gerai minimum juga harus 95%, ujarnya menganjurkan.
Nama Indomobil pun muncul sebagai pengirim, bukan nomor. Dalam sebulan rata-rata terkirim sekitar 10 ribu SMS. Malah, ketika masa promosi, pengiriman SMS bisa mencapai 20-25 ribu per bulan; sedangkan telepon yang masuk rata-rata 300 per bulan. Diakui Renardhy, secara langsung atau tidak, penerapan CRM ini memberi pengaruh positif terhadap penjualan produk Nissan. Sebagai contoh, ketika Grand Livina hendak diluncurkan, seminggu sebelumnya, dikirimkan SMS ke seluruh pelanggan bahwa ada acara peluncuran mobil Nissan baru Grand Livina. Lalu tiga hari sebelum launching dikirim lagi informasi acaranya akan diadakan di Senayan City. Hasilnya luar biasa. Yang datang banyak sekali. Bahkan penjualan melampaui target, ujarnya. Oleh karena itu, lanjut Renardhy, ke depan rencananya fasilitas CRM ini siap ditingkatkan supaya bisa digunakan untuk melakukan crossselling dan upselling, serta memperluas cakupan penerapan CRM ke luar Jabodetabek. Misalnya, pelanggan menelepon mau ke bengkel, maka di situ kami bisa tawarkan barang-barang, seperti aksesori kepada mereka, katanya. Atau, bisa juga upselling. Biasanya, setelah 3-5 tahun mereka akan membeli mobil lagi. Maka, kami akan menelepon mereka. Dengan begitu mereka akan menjadi pelanggan loyal, kata Renardhy yakin. Tantangan dan Masalah: - Keinginan memberikan layanan lebih kepada pelanggan. Sistem lama yang dipakai untuk menangani pelanggan tak bisa lagi menopang. Padahal, jumlah pelanggan terus meningkat, yang saat ini mencapai hampir 44 ribu pelanggan di 42 cabang. Data belum terintegrasi. Masing-masing bagian seperti berdiri sendiri dengan software yang bersifat tailor-made. Informasi data kurang akurat, pemrosesannya lamban, dan penggunaan sumber daya kurang efisien. Solusi: Mengimplementasikan aplikasi CRM, yakni Helpdesk Expert Automation Tools (HEAT) dari FrontRange (vendor asal Amerika Serikat). Investasi untuk mengembangkan sistem CRM, yang disebut program Indomobil for You, mencapai hampir Rp 1 miliar. Hasil dan Manfaat yang Dicapai: Bisa melakukan single view terhadap profil pelanggan, serta memiliki informasi yang tepat waktu dan akurat. Pengembangan contact centre dan SMS gateway, sehingga bisa memberikan berbagai layanan informasi, menampung komplain, dan menindaklanjuti keinginan pelanggan. Rencana: Akan mengembangkan fitur tambahan ke dalam sistem CRM, sehingga bisa melakukan cross-selling dan upselling.
Megaproyek Grup Kalbe Wujudkan Sistem Terintegrasi (Studi Kasus ERP, SCM dan CRM)
Saya membayangkan, nantinya manajemen bisa memperoleh informasi yang terintegrasi dari semua sister company Kalbe secara real time, on demand, anytime dan anywhere, ujar Vidjongtius dengan mata menerawang. Begitu juga, para pelanggan bisa berinteraksi via Web, dan prinsipal bisa mengakses laporan dengan mudah, tambahnya. Tentu saja, yang dibayangkan Direktur Teknologi Informasi Grup Kalbe tersebut bukan angan-angan buta. Pasalnya, upaya ke arah sana sudah dipersiapkan dan dijalankan. Bahkan, cetak biru (blueprint) TI hingga 2012 sudah disusun manajemen perusahaan farmasi terbesar di Tanah Air ini. Visi dan misi perusahaan adalah tumbuh bersama teknologi. Keberadaan TI bukan sekadar enabler, tapi harus menjadi akselerator pengembangan bisnis perusahaan, Vidjongtius menegaskan. Cetak biru TI yang disusun Grup Kalbe tersebut cukup komprehensif, mulai dari sistem Supply Chain Management (SCM) terintegrasi hingga Customer Relationship Management (CRM). Toh, diakui Vidjongtius, sebagai sebuah proyek besar berjangka menengah, maka pengerjaannya tidak bisa sekaligus. Selain dilakukan secara bertahap, pengerjaan proyek juga diprioritaskan untuk anak usaha yang memiliki skala bisnis besar, kata Vidjongtius mengenai strateginya. Salah satu proyek yang sudah berjalan adalah integrasi kantor-kantor cabang dengan kantor pusat. Diklaim Vidjongtius, sekarang sudah hampir 100 kantor cabang terintegrasi ke kantor pusat. Cepatnya pengerjaan integrasi jaringan antarkantor itu, karena Kalbe sudah menggunakan solusi akses infrastruktur dari Citrix System. Solusi ini mulai diterapkan pada 2000 untuk mendukung penerapan aplikasi keuangan di kantor pemasaran dan pabrik-pabriknya. Singkatnya, melalui penerapan solusi tersebut, kantor pusat bisa memberikan remote access untuk aplikasi korporasi kepada para pegawainya di kantor pemasaran dan berbagai pabriknya di seluruh Indonesia. Tak hanya itu, strategi akses perusahaan ini dirancang untuk menyederhanakan manajemen aplikasi, menyediakan akses kapan saja dan di mana saja. Citrix merupakan salah satu tambahan teknologi untuk mendukung sistem ERP supaya aksesnya bisa lebih cepat, ia menjelaskan. Proyek lainnya yang tengah berjalan adalah proses integrasi core system (ERP), yang difokuskan pada lima perusahaan farmasi. Maklum, farmasi boleh dibilang merupakan bisnis inti Grup Kalbe, karena menyumbang lebih dari 70% ke pendapatan perseroan. Selain Kalbe Farma, anak usaha lainnya di bidang farmasi adalah PT Finusol Prima, PT Bifarma Adiluhung, Innogene Kalbiotech Pte. Ltd., dan PT Dankos Laboratories yang terakhir ini memiliki tiga anak usaha, yakni PT Hexpharm Jaya Laboratories, PT Bintang Toedjoe, dan PT Saka Farma Laboratories. Ditargetkan pada 2009, kelima perusahaan farmasi tersebut sudah memakai Protean (ERP khusus untuk farmasi). Sebenarnya, kalau integrasi dalam arti networking semua anak usaha farmasi, sudah terkoneksi. Sedangkan untuk sistem ERP memang masih berbeda, dan untuk menyeragamkannya masih dalam proses sampai tahun depan. Tapi, masing-masing sistem sudah ada interface-nya, Vidjongtius menjabarkan. Pengakuan Vidjongtius dibenarkan oleh Husein. Menurut Manajer TI PT Dankos Laboratories ini, integrasi sistem dengan Kalbe sedang berjalan. Diproyeksikan tahun depan proyek itu sudah bisa kelar. Selama ini, untuk sistem intinya Dankos menggunakan teknologi yang dibuat sendiri (in-house development). Untuk aplikasi networking, seperti e-mail, sudah terintegrasi, tandas Husein. Jika sistem Dankos sudah terintegrasi, bisa memudahkan konsolidasi data sehingga lebih cepat dan informatif. Juga, tidak perlu lagi ada pemetaan dan jeda waktu koneksi antarperusahaan, tambahnya. Implementasi Protean sendiri telah dilakukan sejak 2001 di Kalbe Farma. Modul yang digunakan mencakup modul finance (GL, AR/AP, laporan, dan sebagainya) serta manufakturing (proses produksi, procurement, costing, R&D, QA, maintenance, dan sebagainya). Pemilihan paket software itu, menurut Vidjongtius, karena dinilai mampu memenuhi persyaratan untuk proses bisnis farmasi. Antara lain, mesti memiliki batch number. Sebab, proses kerja farmasi mesti mengikuti mekanisme Cara Pembuatan Obat yang Benar. Kegunaan batch number ini untuk menelusuri hingga ke bahan baku, jika terjadi masalah dengan produknya. Selain itu, berguna untuk mengakomodasi dan mendeteksi produk yang mendekati kedaluwarsa (first expired first out). Setelah satu-dua perusahaan farmasinya bisa terintegrasi, lanjut Vidjongtius, rencana selanjutnya adalah mengintegrasikan sistem inti dengan perusahaan di bidang distribusi. Khusus untuk distribusi melalui anak usaha PT Enseval Putera Megatrading sistem intinya ternyata menggunakan aplikasi dari vendor lain (Oracle). Alasannya, aplikasi itu lebih cocok buat bisnis di bidang distribusi. Integrasi dengan distribusi juga harus dikerjakan, tidak bisa menunggu. Jadi memang ada yang paralel. Nanti tinggal memilih fungsi mana yang diintegrasikan lebih dulu. Pokoknya, semuanya dilakukan secara bertahap, ia memaparkan. Ditargetkan pada 2010, semua perusahaan sudah memiliki sistem TI terintegrasi dengan distribusi. Berkaitan dengan distribusi, aplikasi SCM pun sudah diimplementasi. Proyek SCM ini merupakan kerja sama tiga bagian yang terkait, yakni pemasaran, distribusi, dan pabrik. Tujuannya supaya bagian pemasaran bisa memprediksi; sedangkan orang distribusi bertugas mengalkulasi kebutuhan di cabang-cabang; dan orang pabrik menyediakan barang jadi. Namun, diakui Vidjongtius, proses itu belum benar-benar bisa saling interfacing. Saat ini yang bisa dilakukan sebatas download dan upload. Program yang tak kalah penting, untuk mendukung dan meningkatkan kinerja tim penjualannya, Kalbe membekali pula mereka dengan personal digital assistance (PDA). Diklaim Vidjongtius, dari sekitar 2 ribu tenaga salesman perusahaannya, 50%-nya sudah dibekali PDA. Walaupun investasi yang dikeluarkan untuk pengadaan PDA ini cukup mahal, yakni mencapai Rp 10 miliar, Vidjongtius menilai upaya itu tetap harus dilakukan. Tujuan utama memberikan PDA kepada salesman adalah untuk meningkatkan kinerja mereka dan efisiensi, kata Vidjongtius, yang saat ini juga menjabat Presdir Enseval, sambil tersenyum. Secara keseluruhan investasi TI yang dikeluarkan Kalbe sebesar Rp 30 miliar per tahun. Ratmo, salah seorang salesman Kalbe, mengakui setelah dibekali PDA kinerjanya meningkat. Menurut pria yang telah bekerja di Kalbe sejak 1993 ini, dengan perangkat PDA yang dibawanya ia bisa melakukan order di tempat dan informasi stok barang bisa dipenuhi. Jika sebelumnya ia hanya mampu menyambangi 15 gerai, kini bisa menjangkau 20 gerai lebih. Manfaatnya banyak. Terutama kecepatan input data. Dulu, order ditumpuk dulu di kantor. Sekarang bisa input sendiri. Jadi lebih efisien waktu dan tenaga, ujar salesman yang beroperasi di kawasan Menteng, Kramat Jaya, Salemba dan Kemayoran ini. Ditambahkan Vidjongtius, walaupun proses integrasi masih berjalan dan belum selesai, manfaatnya sudah bisa dirasakan. Contohnya, mereka ternyata mampu menambah jam kerja, paling tidak satu jam sehari. Artinya, dalam setahun ada tambahan 240 ribu jam kerja. Manfaat lainnya, Kalbe berhasil memangkas lama barang di gudang (inventori) dari 180 hari menjadi 110 hari. Jika dulu uang mati di inventori mencapai Rp 1,7 triliun, kini menyusut tinggal Rp 1 triliun. Belum lagi, laporan konsolidasi bulanan yang tadinya selalu telat 10 hari, kini dipangkas tinggal empat hari. Sebelumnya, laporan baru bisa selesai pada tanggal 10 atau 12 bulan berikutnya. Sekarang sudah bisa selesai tanggal 4. Ini adalah suatu percepatan. Manajemen mendapatkan informasi lebih cepat. Dulu, tidak ada yang bisa mengetahui turun-naiknya suatu produk secara detail. Sekarang bisa dianalisis, ujarnya bangga.
Singkatnya, menurut Vidjongtius, integrasi sistem yang dilakukan tersebut idealnya bisa memberikan informasi yang komprehensif mengenai semua aktivitas, baik kepada manajemen, konsumen, maupun prinsipal. Untuk manajemen, diharapkan akan tersaji informasi yang real time, on demand, dan sesuai dengan kebutuhan kapan pun dan di mana pun. Sebenarnya, lanjut Vidjongtius, untuk Kalbe Farma sendiri kebutuhan itu sudah terpenuhi. Namun, belum berlaku untuk semua anak perusahaan Grup Kalbe lainnya. Adapun untuk kebutuhan pelanggan institusi seperti rumah sakit, apotek atau toko menurut Vidjongtius, juga perlu dikembangkan portal yang bisa menyediakan informasi mengenai kesehatan sampai fasilitas interaktif (forum atau chat room). Dan, untuk prinsipal, perlu disediakan akses laporan (penjualan, inventori, order procurement, status level), baik lewat Web maupun SMS. Rencana lainnya? Yang sudah diagendakan adalah mengembangkan layanan procurement menjadi centralized procurement. Jadi pembelian akan diseragamkan, disentralisasi pada satu tempat. Tujuannya untuk penghematan. Jika aktivitas pembelian ataupun sistemnya bisa disatukan, volume akan meningkat. Ujung-ujungnya, bargaining power Kalbe sebagai grup usaha juga bisa meningkat. Rencana lainnya adalah penerapan CRM korporat sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat secara komprehensif, mulai dari produk hingga solusi. Selama ini, penerapan CRM di Kalbe masih dalam skala untuk kebutuhan konsumen dan produk tertentu, belum bersifat korporasi. Berikutnya, sebelum bisa mengarah ke penerapan Radio Frequency Identification (RFID) di masa depan, untuk mengidentifikasi produk Kalbe akan menggunakan sistem bar code yang dikombinasi dengan wireless scanner. Proyek integrasi sistem yang kami lakukan didasari oleh strategi besar untuk mengembangkan dan memajukan perusahaan, sehingga bisa memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Nah, misi itu dijabarkan, di antaranya melalui TI, papar Vidjongtius dengan raut muka serius. Tahun 2012 semua anak usaha, seperti makanan kesehatan dan kemasan, pasti akan tersentuh TI. Termasuk yang di Singapura dan Nigeria, serta kantor pemasaran di seluruh negara ASEAN, semuanya harus menjadi satu sistem, baik untuk finansial, jaringan, maupun yang lainnya, tambahnya. Data dan Profil Grup Kalbe Grup Kalbe berdiri tahun 1966. Saat ini mempunyai tiga divisi, yakni farmasi, makanan kesehatan, serta kemasan dan distribusi. Divisi Farmasi mencakup PT Finusol Prima; PT Bifarma Adiluhung; Innogene Kalbiotech Pte. Ltd.; dan PT Dankos Laboratories. Dankos, yang juga berstatus perusahaan publik, memiliki tiga anak usaha, yakni: PT Hexpharm Jaya Laboratories; PT Bintang Toedjoe; dan PT Saka Farma Laboratories. Divisi Makanan Kesehatan terdiri dari PT Helios Arya Putra dan PT Sanghiang Parkasa; sedangkan Divisi Kemasan dan Distribusi terdiri dari PT Igar Jaya Tbk. (yang juga memiliki dua anak usaha: PT Avesta Pack dan PT Indogravure), dan PT Enseval Putera Megatrading. Grup usaha ini didukung oleh sekitar 12 ribu karyawan, termasuk 2 ribu salesman dan 105 orang staf TI. Investasi TI grup usaha ini sekitar Rp 30 miliar per tahun. Cetak Biru TI Kalbe Hingga 2012 (1) Sistem integrasi penuh SCM. (2) Penerapan aplikasi Business Intelligence on demand bagi semua pihak baik internal maupun eksternal. (3) Penerapan seamless Enterprise Resource Planning (ERP) di semua anak perusahaan. (4) Penerapan sistem CRM yang efektif. Rencana Pengembangan dan Proyek TI yang Sedang Dilakukan (1) Integrasi sistem untuk lima perusahaan farmasi, yakni: PT Kalbe Farma Tbk.; PT Finusol Prima; PT Bifarma Adiluhung; Innogene Kalbiotech Pte. Ltd.; dan PT Dankos Laboratories. Diproyeksikan selesai pada 2009 (2) Masuk ke proyek integrasi sistem TI inti dengan sistem distribusi. Ditargetkan pada 2010, semua perusahaan sudah memiliki sistem TI yang terintegrasi dengan unit distribusi. (3) Mengembangkan layanan procurement menjadi centralized procurement. Jadi pembelian akan diseragamkan, disentralisasi dalam satu tempat. (4) Penerapan CRM korporat sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat secara komprehensif, mengenai produk hingga solusi.