Anda di halaman 1dari 50

Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 3



PEMODELAN TRANSMITANSI ELEKTRON
DALAM DIODA TEROWONGAN SAMBUNGAN P
+
-N
+
BERBASIS GAAS
MENGGUNAKAN METODE FUNGSI AIRY
Eka Suarso
1,*
, Mikrajuddin Abdullah
2
dan Khairurrijal
2

1
Prodi. Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel
* Email: eka_suarso@yahoo.com/HP. +6281320793902
2
KK Fisika Material Elektronik Prodi. Fisika FMIPA Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Penemuan dioda terowongan (tunnel diode) oleh Leo Esaki membawa perubahan yang
signifikan dalam teknologi semikonduktor. Hal ini disebabkan karena dioda terowongan
merupakan suatu komponen yang berukuran sangat kecil, berkualitas tinggi dan bekerja
sangat cepat. Oleh karena itu komponen ini banyak dimanfaatkan pada rangkaian
berkecepatan tinggi di dalam komputer atau jaringan komunikasi. Ekspresi analitik
transmittansi elektron yang terjadi pada dioda terowongan sambungan p
+
-n
+
berbasis GaAs
dapat dipahami dengan menggunakan model penghalang potensial segitiga. Transmitansi
elektron tersebut diturunkan dengan memecahkan persamaan Schrdinger dengan melibatkan
efek dispersi energi parabolik melalui metode fungsi Airy. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa transmitansi elektron akan meningkat seiring dengan peningkatan energi yang datang
dan pemberian tegangan panjar maju serta akan menurun dengan semakin bertambahnya
energi gap dan lebar daerah deplesi.
Kata kunci: dioda terowongan Esaki, dispersi energi parabolik, fungsi Airy, penghalang
potensial segitiga, transmittansi elektron

ABSTRACT
The invention of a tunnel diode by Leo Esaki brought significant change on semiconductor
technology because the diode has small size, high quality and works very fast. Therefore, this
device is used in circuits with high speed such as computers or other communication
networks. An analytical expression of electron transmittance in a p
+
-n
+
-GaAs

tunnel junction
diode can be understood by using a triangular potential barrier model. The electron
transmittance is derived by solving the Schrdinger equation with including a parabolic
energy dispersion using Airy function method. The results show that the electron
transmittance will increase as the increase of incident energy and the application of forward
bias voltage. Moreover, it will decrease as the increase of energy gap and the width of
depletion region.
Key words: tunnel diode, parabolic energy dispersion, Airy function, triangular potential
barrier, electron transmittance
PENDAHULUAN
Penemuan dioda terowongan (tunnel diode) oleh Leo Esaki pada tahun 1958,
membawa perubahan yang signifikan dalam teknologi semikonduktor, sebab divais ini
merupakan suatu komponen yang berukuran sangat kecil, bekerja sangat cepat dan berkualitas
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


4 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

tinggi, sehingga komponen ini sangat potensial untuk berbagai macam aplikasi, terutama pada
rangkaian berkecepatan tinggi di dalam komputer atau jaringan komunikasi lainnya
1, 2)
, juga
banyak digunakan sebagai fotodetektor multijunction, kontak ohmik non-campuran,
rangkaian terpadu GaAs
3)
, dan tandem sel surya
4)
. Untuk beberapa aplikasi diperlukan
tingkatan doping yang tinggi dan stabil pada kedua sisi sambungannya, yaitu dengan
menggunakan atom C dan Si sebagai dopan
5)
.
Fenomena efek terobosan elektron melalui penghalang potensial merupakan salah satu
aplikasi penting dari mekanika kuantum
6, 7)
. Bahasan tentang efek kuantum menarik untuk
dipelajari sejak diperkenalkan oleh Wigner lebih dari 40 tahun yang lalu. Efek terobosan
didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan oleh sebuah elektron untuk melewati penghalang
potensial. Konsep waktu terobosan sangat berguna untuk mempelajari beberapa hal yang
berhubungan dengan devais elektronik seperti dioda terobosan resonan dan dioda untuk
membangkitkan frekuensi gelombang submilimeter
8)
.
Konsep penting dalam fenomena efek terobosan adalah transmitansi elektron, karena
dengan konsep ini kita dapat mempelajari dinamika pergerakan elektron. Fenomena terobosan
melalui penghalang potensial sudah sejak lama dipelajari dan sampai sekarang masih
merupakan topik yang menarik untuk dikaji
9)
. Perhitungan transmitansi elektron sudah banyak
dilakukan sebelumnya, misalnya Paranjape yang membahas tentang waktu terobosan dan
koefisien transmisi elektron yang melalui heterostruktur isotropik dengan massa efektif yang
berbeda-beda
10)
. Kim dan Lee telah menurunkan waktu terobosan, posisi setelah penerobosan
dan koefisien transmisi elektron dalam penghalang heterostruktur yang ditumbuhkan pada
material anisotropik dengan melibatkan elemen tensor massa efektif
11, 12)
. Begitu pula dengan
Tobing dan Nanang yang telah menghitung koefisien transmisi serta waktu terobosan elektron
yang melewati penghalang potensial
9, 13)
.
Hanya saja, hingga saat ini konsep efek terobosan belum sepenuhnya terpecahkan,
sebab dari sekian banyak metode yang mereka gunakan belum ada yang berani memastikan
metode mana yang dapat menentukan waktu terobosan dengan tepat. Beberapa metode yang
telah diajukan untuk menentukan waktu terobosan, seringkali mendapatkan hasil yang
bertentangan
8)
. Salah satu metode yang cukup baik untuk menjelaskan konsep efek terobosan
elektron serta mengestimasi waktu terobosan adalah dengan menggunakan metode fungsi
Airy dan konsep pendekatan waktu fase Wigner. Dengan demikian, penggunaan metode
fungsi Airy sebagai solusi persamaan Schrdinger menjadi sangat penting untuk mendapatkan
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 5

hasil yang lebih baik dalam hubungannya dengan dispersi energi parabolik. Disamping itu,
pelibatan hubungan dispersi non-parabolik pada divais elektronik berbasis GaAs masih sangat
kurang
14, 15, 16)
.
Pada paper ini, efek terobosan yang diamati adalah terobosan langsung antar pita
(direct tunnel) dalam dioda tunnel sambungan p
+
-n
+
GaAs yang didoping dengan konsentrasi
tinggi pada kedua sisinya. Dalam hal ini digunakan atom Karbon (C) sebagai dopan tipe-p
(N
A
= n
p
= 1.3 x 10
20
cm
-3
) dan Silikon (Si) sebagai dopan tipe-n (N
D
= n
n
= 1.2 x 10
19
cm
-3
)
3)
.
Transmitansi elektron yang menerobos melalui penghalang potensial tersebut diturunkan dan
dianalisis dengan melibatkan dispersi energi parabolik dengan menggunakan metode fungsi
Airy. Sebagai perbandingannya, transmitansi dengan menggunakan metode transfer matriks
(TMM) telah dihitung, seperti yang sudah dilakukan oleh Hasanah, dalam papernya
17)
.
MODEL TEORETIS
Secara teoritis, pemodelan ini dilakukan dengan penggambaran skema diagram celah
energi dari dioda terowongan sambungan p
+
-n
+
GaAs, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
1 berikut.

Gambar 1. Skema diagram celah energi dari dioda terowongan sambungan p
+
-n
+
berbasis
GaAs; (a) dalam keadaan bias nol (b) jika diberi tegangan bias maju dan (c) jika
diberi tegangan bias mundur
3)
.

Jika pada dioda diterapkan tegangan bias, maka elektron-elektron dalam pita konduksi
daerah tipe-n bergerak menerobos menuju keadaan kosong pada pita valensi tipe-p dan
menghasilkan arus tunneling. Mekanisme tunneling yang terjadi di dalam dioda terowongan
sambungan p
+
-n
+
ini dapat dipahami dengan menggunakan model penghalang potensial
segitiga yang profil umumnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


6 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012


Gambar 2. Profil umum penghalang potensial segitiga dioda terowongan berbasis material
GaAs dan mekanisme pergerakan elektron di dalamnya.
Secara analitis, nilai potensial energi untuk masing-masing daerah adalah sebagai
berikut:
( )

>
<
<

=
,
2
2
0
0 0
) (
0
d x Untuk E V V e
d x
d
Untuk x F e
d
x Untuk x F e
x Untuk
x V
g F
(1)
dengan e adalah muatan dasar elektron,
( )( )
( )
( )
d
V V
N N
V V N N e
F
F
A D r
F A D

=
+

=
0
0
2
.

adalah medan
listrik internal, V
0
adalah tegangan kontak (the built-in voltage), dan V
F
adalah tegangan
panjar yang diberikan pada dioda tunnel sambungan p
+
-n
+
berbasis material GaAs. Elektron
datang dari daerah 1 menuju penghalang potensial segitiga (daerah 2 dan 3), selanjutnya
ditransmisikan ke daerah 4 sehingga persamaan gerak elektron di tiap-tiap daerah dapat dicari
dengan memecahkan persamaan Schrdinger dengan menggunakan metode fungsi Airy
sebagai berikut:
( )
2
0
2 2
2 *
0,
m d
E V
dx

+ =
h
(2)

sehingga dari Persamaan (1) dan (2), akan diperoleh solusi persamaan gerak elektron pada
tiap-tiap daerah, yaitu:
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 7

( )
( ) ( ) { }
( ) ( )
( ) ( )
( )

>
< +
< +
+
=
, exp
2 / ) ( ) (
2 / 0 ) ( ) (
0 Re exp
4
1 1
d x x ik P
d x d x Bi D x Ai C
d x x Bi B x Ai A
x x ik xp x ik T
x

(3)
dengan k
1
dan k
4
adalah bilangan gelombang yang memenuhi hubungan:

,
2
2
*
01
1
E
m
k
h
= (4)
( ) [ ] ( ).
2
0
2
*
04
4 g F
E V V e E
m
k + =
h
(5)

Sedangkan ) (x Ai dan ) (x Bi merupakan fungsi Airy jenis pertama dan fungsi Airy jenis
kedua, yang merupakan ungkapan ekspresi dispersi energi parabolik. Dari setiap persamaan
gerak elektron A, B, C, D, P, R dan T adalah suatu konstanta yang bergantung pada syarat
batas dari keadaan tertentu. Sementara
|

\
|

|
|

\
|
=
eF
E
x eF
m
x
3
1
2
*
02
2
) (
h
dan
|

\
|

|
|

\
|
=
eF
E
x eF
m
x
3
1
2
*
03
2
) (
h
adalah suatu parameter tanpa dimensi dari persamaan fungsi Airy.
Massa elektron yang bergerak pada masing-masing daerah adalah massa efektifnya, yaitu
01
*
m ,
02
*
m ,
03
*
m dan
04
*
m
Untuk menghitung nilai transmitansi, terlebih dahulu digunakan penerapan syarat
batas terhadap masing-masing fungsi gelombang elektron pada setiap daerah kontinuitas agar
mendapatkan rasio amplitudo antara fungsi gelombang yang ditransmisikan dengan fungsi
gelombang yang masuk. Syarat batas tersebut adalah:
Pada x = 0
I. , ) 0 ( ) 0 (
2 1
+
= = = x x
II.
( )
1
2
* *
0 01 02
0
( ) 1 1
,
x
x
d x
d q
m dx m dx


=
=
=

Penggunaan syarat batas pada x = d/2
III. ( ) ( ), 2 2
3 2
d x d x = = =
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


8 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

IV. ,
) ( 1 ) ( 1
2 /
3
*
03 2 /
2
*
02 d x d x
dx
x d
m dx
x d
m
= =
(

=
(



Penerapan syarat batas pada x = d
V. ( ) ( ) d x d x = = =
4 3
,
VI. ,
1 1
4
*
04
3
*
03 d x d x
dx
d
m dx
d
m
= =
(

=
(



Selanjutnya untuk menyederhanakan penulisan persamaan-persamaan di atas didefinisikan
notasi seperti yang tercantum dalam Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Notasi yang digunakan untuk menyederhanakan penulisan persamaan-
persamaan hasil penerapan syarat batas
Notasi Fungsi yang disederhanakan Notasi Fungsi yang disederhanakan
1
f ( ) (0) Ai
9
f ( ) ( )
' 1
*
02
/ 2
w
Ai d
m

2
f ( ) (0) Bi
10
f ( ) ( )
' 1
*
02
/ 2
w
Bi d
m

3
f ( ) ( )
' 1
*
02
0
w
Ai
m

11
f ( ) ( )
' 2
*
03
/ 2
w
Ai d
m

4
f ( ) ( )
' 1
*
02
0
w
Bi
m

12
f ( ) ( )
' 2
*
03
/ 2
w
Bi d
m

5
f ( ) ( / 2) Ai d
13
f ( ) ( ) Ai d
6
f ( ) ( / 2) Bi d
14
f ( ) ( ) Bi d
7
f ( ) ( / 2) Ai d
15
f ( ) ( )
' 2
*
03
w
Ai d
m

8
f ( ) ( / 2) Bi d
16
f ( ) ( )
' 2
*
03
w
Bi d
m

1
u
1
*
01
k
i
m

4
u

4
*
04
k
i
m


Dengan
1
*
3
02
1 2
2m
w eF
| |
=
|
\
h
dan
1
*
3
03
2 2
2m
w eF
| |
=
|
\
h
adalah sebuah parameter yang diturunkan dari
fungsi Airy. Selanjutnya dilakukan proses substitusi dan eliminasi terhadap persamaan I
hingga VI, maka dapat diperoleh hubungan antara rasio amplitudo gelombang yang
ditransmisikan pada daerah 4 dibandingkan dengan amplitudo gelombang yang masuk pada
daerah 1 sebagai berikut:
.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 9

( ) ( )
] exp[
) (
) (
) (
) ( 2
4
8 3 7 6 9
8 5 7 2 1
11
7 6 8 3 9
6 5 3 2 1
10 1
d ik P
c c c c c
c c c c c
c
c c c c c
c c c c c
c T u
(

= (6)
( )
( ) ( )
4
1 9 3 8 6 7
1 10 2 3 5 6 1 11 2 7 5 8
2
,
ik d
u c c c c z e
p
T c c c c c c c c c c c c

=

(7)

dengan asumsi:
( )
12 7 11 8 1
f f f f c = , ( )
9 8 12 5 7
f f f f c = ,
( )
13 4 15 2
f u f c = , ( )
9 7 11 5 8
f f f f c = ,
( )
10 8 12 6 3
f f f f c = , ( )
16 13 15 14 9
f f f f c = ,
( )
14 4 16 5
f u f c = ,
3 1 1 10
f f u c + = ,
( )
10 7 11 6 6
f f f f c = ,
4 2 1 11
f f u c + = ,
Setelah itu, dengan mengambil analogi definisi dan penurunan probabilitas kerapatan arus
pada setiap wilayah, maka akan diperoleh persamaan transmitansi elektron sebagai fungsi dari
energi T(E) seperti berikut:
. ) (
*
*
04
*
01
1
4
4 1
T
P
T
P
m
m
k
k
E T
|
|

\
|
=

(7)
HASIL PERHITUNGAN DAN DISKUSI
Perhitungan transmitansi elektron yang melalui penghalang potensial segitiga dioda
tunnel sambungan p-n, dilakukan dengan menggunakan data-data parameter berikut
5)
:
potensial built-in v
0
adalah 1,58 eV, energi gap E
g
= 1,42 eV, massa efektif elektron untuk
daerah 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut m
01
= m
02
= m
03
= m
04
= 0,0372 m
0
, dengan m
0
= 9,11 x 10
-
31
kg

adalah massa diam elektron, dan lebar daerah deplesi d = 14 nm.
Pembahasan diawali dengan perhitungan transmitansi pada keadaan panjar nol,
kemudian dilanjutkan dengan pemberian variasi tegangan panjar, variasi energi gap, variasi
potensial kontak, dan terakhir dengan melihat pengaruh lebar deplesi.

Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


10 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012


Gambar 3. Karakteristik transmitansi elektron sebagai fungsi energi elektron pada keadaan
panjar nol dengan W = 14 nm dan V
0
= 1.58 eV.
Pada Gambar 3 terlihat bahwa pola transmitansi yang ditunjukan oleh masing-masing
metode berperilaku baik dan transmitansi elektron akan meningkat dengan bertambahnya
nilai energi. Untuk energi rendah (E
z
16 , 0 eV) hasil perhitungan metode TMM
memperlihatkan karakteristik yang unik, yaitu keberadaan nilai transmitansi yang tidak kecil
(non-small) karena adanya pengaruh dispersi non-parabolik yang muncul akibat adanya
kontak langsung antara elektron dalam pita konduksi pada daerah tipe-n dengan hole pita
valensi pada daerah tipe-p.

Gambar 4. Transmitansi elektron terhadap energi yang datang pada keadaan panjar nol
sebagai variasi energi gap.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 11



(a) (b)
Gambar 5. Transmitansi elektron terhadap energi yang datang akibat pengaruh variasi (a)
tegangan panjar-maju dan (b) tegangan panjar-mundur.

Gambar 5(a) memperlihatkan bahwa nilai transmitansi elektron akan meningkat
seiring dengan membesarnya tegangan panjar maju yang diberikan. Hal ini terjadi karena
pemberian tegangan panjar maju menyebabkan lebar deplesi dioda terowongan sambungan p-
n akan menyempit dan tinggi penghalang menjadi lebih rendah, akibatnya probabilitas
elektron untuk menembus penghalang semakin besar. Ketika tegangan panjar maju terus
dinaikkan hingga sampai nilai tertentu (yaitu, V
F
= 1,2 volt), maka hasil perhitungan kedua
metode tersebut akan menunjukkan nilai transmitansi yang hampir berhimpit satu sama
lainnya. Disamping itu, keberadaan nilai transmitansi tidak kecil (non-small) yang selalu
diperlihatkan oleh metode TMM pada energi rendah menjadi tidak terlihat lagi. Hal ini terjadi
karena tegangan panjar-maju yang besar akan mereduksi daerah kontak langsung antara pita
konduksi daerah tipe-n dengan pita valensi tipe-p.
Sedangkan berdasarkan Gambar 5(b), untuk energi rendah (E
z
2 , 0 eV) transmitansi
elektron akan meningkat dengan semakin besarnya tegangan panjar-mundur yang diberikan.
Pemberian tegangan panjar-mundur yang besar dapat menyebabkan level quasi-Fermi daerah
tipe-n
+
bergerak ke bawah dari level quasi-Fermi di wilayah tipe-p
+
, akibatnya

pita valensi
akan terisi penuh elektron dan pita konduksi dalam keadaan kosong, sehingga elektron-
elektron akan menerobos secara langsung dari daerah tipe-p
+
menuju sisi-n
+
. Sedangkan
untuk energi tinggi (E
z
2 , 0 > eV) terjadi hal sebaliknya, dimana transmitansi akan menurun
jika tegangan panjar-mundur yang diterapkan besar. Hal ini terjadi karena ketika diberikan
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


12 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

tegangan panjar-mundur, maka akan menyebabkan daerah deplesi dioda terowongan semakin
lebar dan potensial penghalang menjadi tinggi, akibatnya probabilitas elektron untuk
menembus penghalang semakin kecil.

Gambar 6 Transmitansi elektron terhadap energi yang datang dengan variasi potensial
kontak (the built-in potential).
Apabila potensial kontak (the built-in potential) divariasikan dengan nilai-nilai
tertentu, maka grafik transmitansi elektron terhadap energi yang datang memperlihatkan
fenomena yang unik, seperti yang terlihat dalam Gambar 6. Untuk energi rendah (E
z
2 , 0
eV) transmitansi elektron akan meningkat dengan semakin besarnya potensial kontak, sebab
potensial kontak yang besar akan menyebabkan daerah tempat kedudukan elektron semakin
besar pula, sehingga elektron-elektron yang menerobos melalui penghalang akan semakin
mudah. Sedangkan untuk energi tinggi (E
z
2 , 0 > eV) terjadi hal sebaliknya, dimana
transmitansi akan menurun jika potensial kontaknya semakin besar. Hal ini terjadi karena
potensial kontak pada dasarnya merepresentasikan tinggi penghalang potensial, sehingga
apabila potensial kontaknya semakin besar maka probabilitas elektron untuk menembus
penghalang akan semakin kecil dan membutuhkan energi yang cukup besar.
Gambar 7 menunjukkan bahwa transmitansi elektron akan menurun dengan semakin
lebarnya daerah deplesi. Sebab jika daerah deplesinya lebar maka elektron-elektron yang akan
menerobos potensial penghalang membutuhkan energi yang cukup besar dan waktu yang
relatif lama sehingga probabilitas transmitansi elektronnya menjadi lebih kecil.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 13


Gambar 7 Transmitansi elektron terhadap energi yang datang dengan variasi lebar daerah
deplesi.
KESIMPULAN
Secara umum, transmitansi elektron hasil perhitungan berperilaku baik, hal ini
ditandai dengan nilai yang berada pada kisaran 0 dan 1. Hasil yang diperoleh menunjukan
bahwa energi elektron, pemberian variasi tegangan panjar, energi gap, potensial kontak dan
lebar daerah deplesi sangat berpengaruh terhadap transmitansi elektron. Transmitansi elektron
akan meningkat seiring dengan peningkatan energi dan pemberian tegangan panjar maju, dan
akan menurun dengan semakin lebarnya daerah deplesi. Sedangkan pemberian variasi
tegangan panjar mundur dan potensial kontak yang semakin besar akan menyebabkan
transmitansi elektron meningkat untuk energi rendah (E
z
5 , 0 < eV) dan menurun untuk energi
tinggi (E
z
5 , 0 > eV).
DAFTAR PUSTAKA
1. L. Esaki, Long Journey into Tunneling, IBM Thomas J. Watson Research Center,
Yorktown Heights, New York, (1973) 6-10.
2. L. Esaki, Discovery of The Tunnel Diode, IEEE Trans. Electron Dev., ED-23 1976.
3. L. Beji, B. el Jani, dan P. Gibart, High Quality p
+
n
+
- GaAs Tunnel Junction Diode
Grown by Atmospheric Pressure Metalorganic Vapour Phase Epitaxy. Physical State
Solid, 183 (2): (2001) 273-279.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


14 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

4. M. Hermle, G. Letay, S. P. Philips, dan A. W. Bett, Numerical Simulation of Tunnel
Diodes for Multi-Junction Solar Cells. Progress in Photovoltaics: Research and
Applications, John Wiley and Sons, Ltd., New York (16): (2008) 409-418.
5. S. M. Sze, dan K. K. Ng, Physics of Semiconductor Devices 3
rd
Edition, John Wiley &
Sons, New Jersey 2007.
6. A. Beiser, Konsep Fisika Modern, Penerbit Erlangga, Jakarta 1990.
7. S. Gasiorowicz, Quantum Physics. John Wiley & Sons, New York 1974.
8. Khairurrijal, F. A. Noor, dan Sukirno, Electron Direct Tunneling Time in Heterostructure
with Nanometer-thick Trapezoidal Barriers, Solid-state Electronics, 49, (2005) 923.
9. H. L. Tobing, F.A. Noor, Nanang, M. Abdullah,dan Khairurrijal, Koefisien Transmisi
Elektron yang Melewati Penghalang Potensial Trapezoid, Prosiding Seminar Nasional
MIPA 2005 Universitas Indonesia Depok, 2005.
10. V. V. Paranjape, Transmission Coefficient and Stationary-phase Tunneling Time of an
Electron Through a Heterostructure. Physical Review B, 52 (15): (1995) 10 740-10 743.
11. K. Y. Kim and B. Lee, Transmission coefficient of an Electron Through a Heterostructure
Barrier Grown on Anisotropic Materials, Physical Review B, 58, (1998) 6728-6731.
12. K. Y. Kim and B. Lee, Tunneling Time and the Post-tunneling Position of an Electron
Through a Potential Barrier in an Anisotropic Semiconductor. Superlattice
Microstructure, Superlattice Microstruct., 24, (1998) 389-397.
13. Nanang, F.A. Noor, H. L. Tobing, M. Abdullah,dan Khairurrijal, Waktu Terobosan
Elektron Melalui Penghalang Potensial Miring Berbentuk Segi Tiga, Prosiding Seminar
Nasional MIPA 2005 Universitas Indonesia Depok, 2005.
14. N. Schildermans, M. Hayne, V. V. Moshchalkov, A. Rastelli, dan O. G. Schmidt,
Nonparabolic band effects in GaAs/AlxGa1xAs quantum dots and ultrathin quantum
wells, Physical Review B, 72, (2005) 115312-1 115312-5.
15. I. Filikhin, E. Deyneka, dan B. Vlahovic, Solid-State Communication, 140, (2006) 483-
486.
16. I. Rodriguez-Vargas, O. Y. Sanchez, D. A. Contreras-Solorio, dan S. J. Vlaev, Electronic
Spectrum Study of Parabolic GaAs/AlxGa1xAs Superlattices, Microelectronic Journal,
39, (2008) 423-426.
17. L. Hasanah, Khairurrijal, M. Abdullah, T. Winata, dan Sukirno, An Improved Analytic
Method Based on Airy Function Approach to Calculate Electron Direct Transmittance in
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 15

Anisotropic Heterrostructure with Bias Voltage, Indonesian Journal of Physics, 17, (2006)
18-21.
TANYA JAWAB:
Pertanyaan:
Pada profil potensial penghalang segitiga, anda membagi kedalam 3 daerah. Pertanyaannya
apakah fungsi gelombang yang melalui masing-masing daerah merupakan fungsi gelombang
yang sama?
Jawab:
Pada dasarnya fungsi gelombang-fungsi gelombang yang melalui masing-masing daerah
merupakan fungsi gelombang yang sama, yaitu fungsi gelombang datang yang berasal dari
solusi persamaan Schrodinger yang diturunkan melalui metode Fungsi Airy. Namun
selanjutnya dapat dilihat melalui anlisis syarat batas. Untuk daerah I fungsi gelombang yang
datang sebagian dipantulkan dan sebagian lagi diteruskan (ditransmisikan), begitu pula untuk
daerah II dan III. Sedangkan untuk daerah IV fungsi gelombang yang datang semuanya
ditransmisikan.

Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


16 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

RANCANG BANGUN ALAT UKUR DIMENSI BENDA BERGERAK
DENGAN LASER HE-NE DAN ZELSCOPE
Hery Suyanto
Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Udayana
Jl. Kampus Bukit Jimbaran, Kuta, Badung, Bali, 80361
Telp : (0361)701954 ext. 246
E-mail : hery6@yahoo.com

ABSTRAK
Telah dilakukan perancangan dan pembuatan alat pendeteksi lebar benda yang sedang
bergerak dengan laser He-Ne dan Zelscope. Gerakan benda mencacah sinar laser dan
menghasilkan frekuensi sinyal optik. Sinyal optik ditangkap oleh sensor dan diubah ke
tegangan 5V saat hidup (on) dan 0 V saat mati (off). Tegangan keluaran dihubungkan ke
soundcard pada PC yang telah dihilangkan fungsi tapis lolos atas dan periode sinyal optik
gerakan benda dianalisis dengan software Zelscope. Kalibrasi alat dilakukan dengan frekuensi
standar dari lampu stroboscope dan osiloskop dengan kesalahan = 0,5 % [1]. Sedangkan
modul soundcard dan software Zelscope dikalibrasi dengan osiloskop dengan kesalahan =
0.15%. Aplikasi pendeteksian lebar baling-baling kipas angin dengan kesalahan = 0.3%.
Kata Kunci : Laser He-Ne, soundcard PC, lebar baling-baling kipas angin, frekuensi sinyal
optik, Zelscope
ABSTRACT
Prototype equipment for detecting the dimension of a moving object had been carried
out. The moving object chopped the He-Ne Laser to produce optical signal. The optical signal
was converted to voltage of 5 volt by sensor when the laser passed through the moving object
and 0 volt vice versa. The optical signal frequency of the laser on or off caused by moving
object was analyzed by Zelscope software. A calibration of this equipment used standard
frequency of stroboscope and a digital oscilloscope with accuracy was more than 99.5 %
[1]as well as the calibration of soundcard module and Zelscope software with oscilloscope
had precision higher than 99,8 %. An application of this system had been done to detect the
propeller width of moving vane with accuracy was more than 99.7 %
Keywords: He-Ne Laser, soundcard PC, propeller width of vane, optical frequency, Zelscope
software
PENDAHULUAN
Peralatan elektronika merupakan bagian dari kehidupan dunia pendidikan. Untuk
mempermudah pemahaman suatu proses belajar mengajar dalam pendidikan serta untuk
meningkatkan daya nalar penelitian, maka diperlukan suatu alat bantu untuk
memvisualisasikannya baik melalui rangkaian elektronika maupun dengan aplikasi software
tertentu. Namun kebanyakan peralatan visualisasi yang sudah tersedia dipasaran
membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga tidak dapat dijangkau oleh semua kalangan
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 17

pendidik. Berdasarkan kenyataan ini, maka dalam penelitian ini telah merancang dan
membangun suatu rangkaian elektronika dengan komponen yang murah dan tersedia
dipasaran serta banyak aplikasinya terutama yang berhubungan dengan gerak benda dan
berbasis optik.
Dalam penelitian ini dibagi dua kelompok yaitu rancang bangun elektronika untuk
mengubah intensitas cahaya ke signal listrik dan rangkaian antar muka untuk menvisualisasi
data dengan software Zelscope. Pada bagian pertama telah dibuat dan telah dipersentasikan
pada suatu pertemuan ilmiah[1]. Pada penelitian pertama ini datanya dianalisis dan
divisualisasikan dengan osiloskop. Karena harga osiloskop cukup mahal, maka pada
penelitian ini telah memodifikasi rangkaian antar muka soundcard[2] pada PC sebagai
jembatan untuk memvisualisasi dan menganalisis data melalui software Zelscope[3].
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gerak Melingkar.
Berdasarkan gambar 1, kipas angin dengan baling-baling selebar AB (tali busur) berputar
kekiri pada porosnya dengan kecepatan sudut tetap . Pada saat bersamaan Laser He-Ne di
tembakan ke titik A yang mana seolah-olah bergerak ke kanan menuju titik B melalui busur
lingkaran selama selang waktu t dan membentuk sudut sebesar [4]:
= = 2 (1)
sehingga lebar baling-baling AB dapat didekati dengan persamaan :
= 2 = 2

(2)
Dimana R jarak laser ke poros putaran ( jari-jari), t waktu tempuh laser dari A ke B, dan f
frekuensi putaran kipas angin dan dalam prateknya nilai f yang ditunjukan pada zelscope
dibagi dengan jumlah baling-baling.

Gambar 1. Lintasan laser He-Ne pada baling-baling kipas angin


R
Lintasan
laser Lebar baling-
baling
poros
B
A
X
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


18 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

2. Rangkaian Elektronika
Rangkaian elektronika yang merupakan antar muka penghubung antara data dengan
software Zelscope adalah modul sound-card yang sudah ada dalam PC. Secara garis besar
diagram kanal masukan sound-card ditunjukan pada gambar 2, yang mana terdiri dari tapis
lolos atas (high-pass filter) dan rangkaian ADC[2]. Rangkaian dasar tapis lolos atas RC dalam
sound-card digunakan untuk memblok masukan signal DC[5]. Sedangkan dalam penelitian ini
signal inputnya merupakan signal DC 0 volt atau 5 volt, untuk itu rangkaian RC di putus (atau
dihubungkan singkat), sehingga signal input langsung ke rangkaian ADC. Sound-card yang
digunakan pada penelitian ini dengan tipe YMF724F[6]


EKSPERIMEN
Skema penelitian untuk menentukan dimensi benda yang bergerak seperti ditunjukan pada
gambar 3. Untuk menghasilkan sinyal optik, sinar Laser He-Ne dicacah (chopper) oleh kipas
angin. Sinar yang tidak mengenai baling-baling kipas angin akan ditangkap oleh sensor dan
menghasilkan tegangan 5 volt (sensor on) dan sebaliknya 0 volt (sensor off) [1]. Tegangan
DC ini selanjutnya masuk ke jalur masukan (input) pada soundcard gambar 2 dan
frekuensinya dianalisis dengan software Zelscope.






Gambar 3. Rangkaian penelitian
C
R


ADC
Filter
input
Soundcard
dihubungkan singkat

PC

Laser He-Ne
Kipas angin
Rangkaian pengubah signal
optik ke tegangan DC [1]
Zelscope
soundcard

Gambar 2. Diagram sederhana sound-card, dengan menghubungkan singkat tapis lolos atas [2]
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 19

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kalibrasi Zelscope
Kalibrasi rangkaian pengubah signal optik ke signal tegangan DC telah dilakukan pada
penelitian sebelumnya [1] dengan kesalahan 0.5 % terdahap standarnya. Selanjutnya untuk
melihat keakurasian software zelscope dalam mengolah data frekuensi atau periode suatu
signal yang diumpankan, maka perlu dilakukan kalibrasi dengan alat standar yaitu dengan
digital storage oscilloscope merk Gwinstek tipe GDS-1062. Keluaran signal tegangan DC
diparalel untuk diumpankan ke oscilloscope dan ke sound-card pada PC untuk diolah dengan
software Zelscope. Rangkaian RC pada sound card dihubungkan singkat agar tidak terjadi
coupling atau untuk menghilangkan filter sehingga dapat membaca inputan signal DC.
Dengan memvariasi tegangan kipas angin dengan Power Supply AC/DC : 2-12 V, I: 5 A
Merk IEC Australia diperoleh frekuensi yang berbeda-beda. Frekuensi ini ditangkap dan
diolah oleh zelscope dan oscilloscope seperti ditampilkan pada gambar 4.









Gambar 4. Grafik hubungan antara frekuensi yang diukur oleh
Zelscope dan Osciloscope fungsi tegangan kipas

Gambar 4 menunjukkan besarnya frekuensi baik yang dideteksi oleh Zelscope maupun
Oscilloscope dengan memvariasi tegangan kipas angin. Grafik menunjukkan hampir tidak
terlihat adanya perbedaan frekuensi antara yang dibaca oleh Zelscope maupun oscilloscope,
namun berdasarkan data ternyata ada perbedaan atau kesalahan yang sangat kecil yaitu rata-
rata sebesar 0.15 % yang mana frekuensi zelscope lebih besar dari oscilloscope. Berdasarkan
data ini, maka software zelscope dan modul soundcard dapat digunakan untuk aplikasi
mengukur lebar benda yang berputar.
0
50
100
150
200
250
300
0 2 4 6 8 10 12 14
frekuensi osciloscope
frekuensi zelscope
F
r
e
k
u
e
n
s
i
,

H
z
tegangan kipas, volt
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


20 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

Penentuan lebar baling-baling kipas
Untuk mengaplikasikan alat ini, maka digunakan untuk menghitung lebar baling-baling
kipas angin merk Maspion dengan spesifikasi : terdiri dari 3 baling-baling, 2 skala tegangan.
Sedangkan sumber cahaya yang digunakan adalah Laser He-Ne merk Leybold (made W.
Germany) daya 1 mW dengan panjang gelombang 632.8 nm. Laser diarahkan ke baling-
baling kipas angin pada jarak atau jari-jari 49.5 mm dari pusat putaran dan pada saat laser
berada diantara baling-baling, maka sinar laser diteruskan dan mengenai sensor yang
selanjutnya menghasilkan sinyal dengan 5 volt. Demikian sebaliknya bila laser mengenai
baling-baling, maka sensor tidak menerima cahaya dan tegangannya 0 volt.











Gambar 5. Tampilan di Zelscope untuk kipas angin skala 2

Tegangan 5 volt dan 0 volt membentuk gelombang kotak seperti di tampilkan di software
zelscope pada gambar 5. Gambar 5, menunjukkan gelombang kotak yang ditampilkan oleh
Zelscope yang terdiri dari bukit dan lembah. Bukit(on) gelombang dengan amplitudo
(tegangan) 5 volt selama 1,619 ms yang dihasilkan karena laser berada diantara baling-baling
dan mengenai sensor. Sedangkan mati(off) gelombang dengan amplitude 0 volt selama 6,381
ms dihasilkan karena laser terhalang oleh baling-baling. Selanjutnya periode gelombang
dengan menambahkan waktu on dan off yaitu 8 ms. Periode ini korelasi dengan frekuensi
sebesar 125 Hz. Sedangkan frekuensi yang ditampilkan oleh zelscope sebesar 124,799 Hz,
sehingga terjadi selisih sebesar ((125-124,799)/125) x 100% = 0,16%. Selisih frekuensi antara
hitungan melalui periode gelombang dengan frekuensi yang ditampilkan oleh zelscope ini
Waktu sensor on (1,619ms)
Waktu sensor off (6,381 ms)

Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 21

disebabkan karena frekuensi yang ditampilkan di zelscope merupakan rata-rata jumlah
gelombang selama satu detik sedangkan periode gelombang dihitung pada saat satu
gelombang saja. Selanjutnya nilai lebar baling-baling kipas angin ditentukan berdasarkan
persamaan 2 dengan data-data seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Perhitungan lebar baling-baling kipas angin
Saklar/skala tegangan
(kecepatan)
Frekuensi rata-rata
(Hz) (3 baling-baling)
R(jari-jari)
(cm)
Waktu rata-
rata (ms)
Lebar
(cm)
1 119.876/3 = 39,959 4,95 6,575 7,28
2 124,783/3= 41,594 4,95 6,341 7,29
Rata-rata lebar baling-baling 7,285

Tabel 1, menunjukkan perhitungan lebar baling-baling kipas angin dengan rata-rata
lebar baling-baling adalah 7,285 cm. Bila dibandingkan dengan kenyataan yang diukur
dengan jangka sorong yaitu 7,26 cm, maka terdapat kesalahan sebesar
,,
,
100% =
0,3% . Kesalahan ini bisa disebabkan karena lintasan laser lebih panjang dibandingkan
dengan jarak pengukuran jangka sorong dari titik A ke titik B seperti pada gambar 1.
Berdasarkan keakuratan data tersebut, maka alat ini dapat digunakan untuk mengukur benda-
benda kecil yang bergerak beraturan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa pengukuran lebar benda yang
bergerak dengan metode optik mempunyai kesalahan = 0.3 % terhadap sesungguhya.
Software Zelscope sangat akurat untuk menghitung frekuensi sehingga dapat menggantikan
oscilloscope yang harganya cukup mahal. Disarankan sebaiknya menggunakan transitor jenis
Mosfet switching agar kesalahan frekuensi berkurang dan sangat sensitive serta mampu
mendeteksi frekuensi diatas 10000 Hz.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suyanto H, Rancang Bangun (Prototipe) Alat Ukur RPM dengan LASER He-Ne,
Proseding seminar Nasional SNGFM, Univ. Widaya Mandala Surabaya, hal 49-56, 2011.
2. Smilen Dimitrov, Proceeding of the 2010 Conference on New Interfaces for Musical
Expression (NIME 2010), ydney, Australia 303-308 (2010)
3. Konstantin Zeldovich, Zelscope, http://www.zelscope.com, diunduh 10 mei 2011
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


22 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

4. William T. Thomson, terjemah oleh Lea Prasetyo.Teori Getaran dengan Penerapan.
Ed.2, penerbit Erlangga,1981
5. B.L. Theraja and A.K. Theraja. Electronic devices and Circuits ( A Text-Book of
Electrical Technology) vol.4. Published, Nirja Construction & Development Co.(P) LTD,
RAM NAGAR, New-Delhi,1995
6. Yamaha corporation YMF724F CATALOG No.:LSI-4MF724F20 , January 14, 1999

Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 23

POWER LOSSES PADA TEKUKAN SENSOR FIBER OPTIK
Melania Suweni Muntini
1
, Agus Rubiyanto
2
, Endarko
3
1
Laboratorium Instrumentasi, Jurusan Fisika, FMIPA, ITS
Kampus ITS, Keputih, Sukolilo, Surabaya, Indonesia, 60111
* Email: melania@physics.its.ac.id
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mengembangkan sensor serat optik. Berbagai bentuk
sensor telah dicoba dan diantaranya adalah sensor serat optik yang dilekukkan atau dibuat
busur. Objek yang dideteksi dari sensor serat optik adalah perubahan kadar air secara relative
di udara.Atenuasi sebagai hilangnya daya optik pada saat menjalarnya cahaya di sepanjang
serat optik, ini disebabkan oleh adanya penyerapan, hamburan, tekukan (bending )atau
mekanisme kerugian yang lain. Losses yang diakibatkan tekukan pada serat optic, relatif besar
tehadap diameter serat. Pengaruh tekukan fiber terhadap atenuasi diperlihatkan dari tegangan
keluaran rangkaian, yaitu tegangan keluaran semakin besar apabila jari jari yang
dipasangkan semakin kecil. Tegangan keluaran ini merupakan representasi dari power yang
juga merupakan perubahan energi yang dideteksi sensor. Dari percobaan menunjukkan
bahawa power loses ini berkisar antara 9,5 % sampai 28,2 % untuk berbagai variasi lekukan.
Kata kunci : kelembaban, power losses, sensor, serat optic, tekukan.

ABSTRACT
An experiment of fiber optic sensor development has been conducted. There are many
various shapes of sensor being tested including bending or arc shaped fiber optic. The object
being detected by fiber optic sensor is the difference of water content relatively on the
air.Atenuation as the loss of optical power when the light propagates through fiber optic is a
result of absorbtion, scattering, bending and many other losses mechanism. The losses caused
by the fiber optic bending which is much bigger than the diameter of fiber. The influence of
fiber optic bending on attenuation is indicated by output voltage of circuit, which the smaller
heated radius the higher output voltage is. Output voltage represent the energy which is
detected by sensor. From the experiment, the result has been obtained that the power losses is
ranged between 9,5% and 28,2% for many bending various.
Keywords: humidity, power losses, sensor, fiber optic, bending.
PENDAHULUAN
Sensor Serat Optik
Sensor serat optic adalah sensor yang menggunakan serat optic sebagai bahan utama
sensor. Jenis serat optic yang digunakan dalam penelitian ini adalah POF (Polymer optical
fiber). Prinsip kerja serat optic sebagai sensor adalah, jika seberkas sinar yang melewati serat
optik itu akan terganggu oleh modulator, sehingga cahaya yang keluar dari serat optik dapat
tereduksi atau bahkan bertambah. Modulator cahaya sangat respon terhadap perubahan
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


24 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

kondisi lingkungan, sehingga tingkat intensitas cahaya yang keluar dari sensor serat optik
sebanding dengan tingkat perubahan kondisi lingkungan yang dapat ditangkap oleh modulator
cahaya [14].


Gambar 1. Sistem sensor fiber ekstrinsik [11]

Sensor serat optik didefenisikan sebagai suatu sistem sensor yang mengandalkan pola
perubahan perambatan berkas sinar dengan adanya perubahan lingkungan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pola perubahan perambatan berkas sinar yang diakibatkan
oleh perubahan panjang lintasan fiber optik itu. Hal ini terjadi karena adanya perlakuan
konfigurasi bending pada serat optik, atau adanya pengubahan dari sebagian struktur kulit
(cladding) dari serat optik. Perubahan pola rambat cahaya pada serat optik dengan berkas
cahaya melewati modulator cahaya sebagai respon terhadap lingkungan. Informasi yang
didapatkan dari perubahan lingkungan pada sistem sensor serat optik ini adalah intensitas,
fase, frekuensi, serta polarisasi. Kemudian berkas cahaya yang keluar membawa informasi
lingkungan yang mengalami perubahan, dan inilah yang kemudian dikuantisasi sehingga serat
optic berfungsi sebagai sensor.
Pengembangan penggunaan serat optic sebagai sensor dimulai dengan merancang dan
kemudian merealisasikan hasil rancangan tersebut. Selanjutnya dilakukan karakterisasi
analisis sistem sensor yang telah dibuat. Pemanfaatan polymer optical fiber (POF) sebagai
sensor untuk berbagai keperluan telah banyak dikembangkan yang awalnya dilakukan oleh
Shinzo [8] dengan konfigurasi probe sensor berbentuk lurus. Berbagai jenis sensor yang
banyak digunakan misalnya sensor kelembaban. sensor temperatur, sensor tegangan regangan,
dan lain-lain.
Untuk kelembaban, hubungan antara indeks bias dari polimer yang terjadi
pembengkokan dengan kelembaban diperoleh dari persamaan berikut:
modulator cahaya
Perubahan kondisi
Lingkungan (sinyal)
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 25

( )
|
|

\
|

+
=
c
m
f
f
S k
n
n
dH
dn
1
6
2
2
2
(1)

Dengan k
m
adalah tingkat bias molar yang dibagi dengan berat molekul air, S adalah
kelembaban terlarut dari polimer, f

adalah fraksi dari kelembaban yang diserap yang dapat
memberikan kontribusi pada peningkatan volume polimer.
1
2
2
2

+
=
P
P
m m c
n
n
k f
,
dengan
P
n adalah indek bias polimer tanpa kelembaban, dan
m
adalah massa jenis air.
Dalam perkembangannya sensor tersebut dibuat dalam bentuk U untuk beberapa
variasi ukuran. Sensor POF untuk kelembaban yang dihasilkan dari penelitian ini dapat
mendeteksi kelembaban antara 20-90%. Penelitian lain dengan menggunakan gel agarosa
sebagai pengganti kulit (clading) dari probe, diperoleh hasil yang lebih baik. Rentang
kelembaban yang mampu dideteksi berkisar antara 10-100% dengan waktu respon 90 detik.
Penelitian lanjutan juga telah dilakukan oleh Wardana [3] dengan membuat sensor
kelembaban menggunakan POF (polymer optical fiber) dengan modifikasi kulit (clading)
menggunakan gel gelatain dan bahan chitosan yang dikupas sepanjang 2 cm kemudian probe
dari sensor dilekukkan membentuk huruf U. Tujuan membuat konfigurasi bentuk ini agar
power losses yang muncul rendah dengan akurasi pengukuran yang tinggi.
METODOLOGI
Pembuatan probe sensor kelembaban dilakukan melalui prosedur. Serat optic
sepanjang 30 cm dihilangkan bagian cladding. Inti serat optik yang telah terkelupas kulitnya
dengan menggunakan alkohol lalu mengeringkannya. Kemudian dilakukan pelapisan dengan
gelatin, pertama-tama membuat gel gelatin 1,5% . Selanjutnya pelapisan i serat optik dengan
larutan agarosa dengan teknik dip-coating.






Gambar 2.Desain Konfigurasi Probe Sensor Fiber Optik

Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


26 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

Pengujian Sensor
Sensor kelembaban yang telah dibuat kemudian dirangkai dengan komponen-komponen
lain untuk pengambilan data dan uji kinerja sensor. Sebelum melakukan pengambilan data,
pertama merangkai (set-up) terlebih dahulu komponen-komponen yang akan digunakan.
Adapun langkah-langkah dalam men-set-up yaitu sebagai berikut.
1. Memasukkan bagian probe sensor serat optik dalam wadah uji kelembaban, dan
mengarahkan ujung lain dari probe ini pada tranduser fotodetektor yang terhubungkan
dengan interface
2. Melewatkan cahaya LED infra merah pada sistem probe sensor serat optik.
3. Mengukur intensitas cahaya LED infra merah yang keluar dari salah satu ujung probe
sensor serat optik menggunakan fototransistor.

Gambar 3. Rancangan sistem sensor Fiber Optik
Kalibrasi
1. Memasang alat ukur kelembaban standar dalam wadah uji kelembaban, tepat sama
dengan posisi sensor POF yang telah dibuat.
2. Memberikan partikel air kedalam humidity chamber dari RH 40% hingga 95%.
3. Melihat besar keluaran tegangan dari sistem sensor terhadap penambahan kelembaban
dalam wadah uji kelembaban.
HASIL DAN ANALISIS
Hasil uji kelembaban udara yang didapatkan dengan variasi diameter bending serat
optik 1-9 cm pada pengukuran 52,7% RH hingga 89,7% RH menunjukan adanya kenaikan
tegangan. Pada saat RH naik dan RH turun keluaran yang diperoleh dalam penelitian tersebut
untuk bahan gelatin sebesar 0,205 volt pada pengukuran RH 67,7 % dengan waktu respon
2,67 detik. Untuk uji life time menunjukan selama satu bulan penelitian tersebut mendapatkan
nilai tegangan rata-rata sebesar 1,173 volt pada kondisi rata-rata kelembaban 54,44% RH.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 27

Pada perancangan sensor POF (Polymer Optical Fiber) dengan menggunakan bahan chitosan,
nilai histerisis yang didapatkan dalam penelitian tersebut sebesar 0,208 volt pada pengukuran
RH 68,2%, dengan waktu respon 0,97 detik dan uji life time menunjukkan tegangan rata-rata
sebesar 1,068 volt pada kondisi rata-rata kelembaban 54,44% RH.
Hal yang kemudian menjadi menarik untuk bahan penelitian pengembangan
selanjutnya karena serat optik POF juga terpengaruh oleh perubahan suhu dibuktikan dari
beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan misalnya penelitian yang telah dilakukan
Wen Chen[10] yang menyelidiki rugi daya dari POF pada kondisi temperatur tinggi.
Penelitian tersebut memperlihatkan pengaruh suhu antara 25
0
C sampai 80
0
C dan Pelekukan
POF pada hilangnya daya dan kepadatan energi rata-rata plastik (APED). Secara umum
penelitian tersebut menggambarkan hubungan antara rugi daya pada POF dan nilai APED
sebagai fungsi dari radius pelekukan dan suhu deformasi. Selanjutnya, penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa respon perbandingan daya masukan dan keluaran POF terhadap
perubahan suhu terlihat dengan menurunnya 12,6 sampai 15,3% nilai perbandingan daya
masukan dan keluaran (P
out
/ P
in
) yang merupakan akibat dari meningkatnya rugi daya seiring
dengan pertambahan suhu[10]. Hasil dari penelitan menunjukkan bahwa respon dari
perbandingan daya keluaran dan masukan (P
out
/P
in
) terhadap fungsi dari jari-jari pelekukan
pada temperatur 25
0
C, 40
0
C, 60
0
C, dan 80
0
C, jelas memperlihatkan bahwa daya yang hilang
dalam cacat POF secara signifikan dipengaruhi oleh jari-jari pelekukan dan suhu dimana
hilangnya daya awal berkurang untuk radius pelekukan yang lebih besar dan suhu yang lebih
tinggi. Pengaruh temperatur tinggi pada Polymer Optical Fiber yang dilakukan pada suhu
70

C, menujukkan rugi daya pada GI POF (Graded-Index Polymer Optical Fiber) meningkat
seiring dengan lama waktu pengukuran. Berdasarkan hasil penelitian di atas menujukkan
bahwa suhu juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap daya keluaran POF.
Suhu ruangan selama pengambilan data dilakukan berkisar 25-28
0
C agar dapat
diperoleh hasil pengukuran tegangan yang hanya dipengaruhi oleh diameter lekukan.






Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


28 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012


Gambar 3. Hasil Pengukuran Tegangan dengan berbagai variasi diameter


Gambar4. Hasil Pengukuran Tegangan dengan pada diameter sampai 5 cm
Kalibrasi pada sensor yang telah dibuat dilakukan dengan membandingkan hasil
pengukuran sensor kelembaban yang telah dikalibrasi dengan sensor serat optik yang dibuat.
Dari Gambar 3 tampak bahwa power losses dari sensor yang lekukannya besar
mempunyai power losses yang besar pula. Hasil yang diperoleh bahwa poser losses sampai 40
%. Untuk mengatasi hal ini kemudian rangkaian pengkondisi sinyal yang lebih sesuai dan
dilakukan pengulangan fabrikasi sensor dan hasilnya seperti pada Gambar 4.
Hasil terbaik pengukuran sensor pada keadaan stabil tegangannya adalah pada
diameter 2, 5 cm dengan power losses sekitar 9.5 %.

0
0,5
1
1,5
2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
V

o
u
t

F
o
t
o
t
r
a
n
s
i
s
t
o
r

(
V
o
l
t
)
Jari-jari tekukkan Fiber (cm)
0,94
0,96
0,98
1
1,02
1,04
1,06
0 1 2 3 4 5 6
pertama
kdua
ketiga
keempat
kelima
jari-jari (cm)
T
e
g
a
n
g
a
n
(
m

v
o
l
t
)
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 29

KESIMPULAN
Sensor berbahan serat optic untuk mendeteksi kelembaban memiliki cirri bahwa
semakin besar lekukannya, semakin besar pula power lossesnya yaitu antara 9,5 % sampai
28,2 %.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada LPPM ITS atas hibah Penelitian laboratorium, sehingga riset ini dapat
berlangsung . Juga kepada seluruh anggota Laboratorium Instrumentasi Fisika ITS atas
kerjasamanya sehingga penelitian dapat dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. T.L. Yeo.,Fibre-optic sensor technologies for humidity and moisture measureme,
Sensors and Actuators A. Vol 144, (2008), Hal. 280295.
2. Khijwania, Sunil K., An evanescent-wave optical fiber relative humiditysensor with
enhanced sensitivity, Sensors and Actuators B. Vol. 104, (2004), Hal. 217222.
3. Wardana., Perancangan dan Pembuatan Sistem Pengukuran Kelembaban Udara
Menggunakan POF (polymer optical fiber). Thesis. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya, (2011).
4. Tan, Khay Ming. Tay, Chia Meng. Tjin, Swee Chuan. Chana, Chi Chiu. Rahardjo,
Harianto., High relative humidity measurements using gelatin coated long-period grating
sensors. Sensors and Actuators B. Vol. 110, (2005), Hal. 335341.
5. Khijwania, Sunil K., An evanescent-wave optical fiber relative humidity sensor with
enhanced sensitivity, Sensors and Actuators B. Vol. 104, (2004), Hal. 217222.
6. Vijayan, Anu, Optical fibre based humidity sensor using Co-polyaniline clad, Sensors
and Actuators B,Vol. 129, (2008), Hal. 106112.
7. Bariain, Candido.Matias, Ignacio R, Arregui, Francisco J. Amo, Manuel Lopez., Optical
fiber humidity sensor based on a tapered fiber coated with agarose gel, Sensors and
Actuators B, Vol. 69, (2000), Hal. 127131.
8. Shinzo Muto, Osamu Suzuki, Takashi Amano, Masayuki Morisawa,. A Plastic Optical
Fibre Sensor For real-time humidity monitoring,Measurement Science And Technology.
(2003), Hal. 746750.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


30 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

9. Arregui, Francisco J., An experimental study about hydrogels for the fabricationof
optical fiber humidity sensors, Sensors and Actuators B. Vol. 96, (2003), Hal. 165172.
10. Wen Chen, Hua Lu dan Chuan Chen., An investigation into Power attenuations in
deformed polymer optical fibers under high temperature conditions, Optics
Communications. Vol 282, (2009), Hal. 1135-1140.









Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 31

PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR TERHADAP RUGI DAYA
SERAT OPTIK SINGLEMODE SMF-28
Sujito
1)
, Arif Hidayat
2)
, dan Gerry Setyawan
3)

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang
Email: soejito@yahoo.com

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian yang mengkaji tentang pengaruh perubahan temperatur terhadap
rugi daya (loss) serat optik singlemode tipe SMF-28. Pada penelitian ini, suhu yang diberikan
divariasi berkisar antara -14
O
C hingga 30
O
C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variasi
suhu yang diberikan mempengaruhi kemampuan serat optik SMF-28 dalam mentransmisikan
daya. Pada variasi suhu yang diberikan, untuk berbagai panjang gelombang yang berbeda
terjadi redaman yang bervariasi. Untuk panjang gelombang 1.310 nm, terjadi redaman sebesar
0,002747 db. Panjang gelombang 1.490 nm, terjadi redaman sebesar 0,002958 db. Panjang
gelombang 1.550 nm, terjadi redaman sebesar 0,002996 db. Panjang gelombang 1.625 terjadi
redaman sebesar 0,003004 db. Hal ini menunjukkan bahwa pada panjang gelombang 1310 nm
fiber optik SMF-28 mengalami atenuasi yang paling kecil. Artinya, fiber optik mampu
bekerja secara optimal.
Kata Kunci : serat optik, suhu, loss

ABSTRACT
This research study the effect of changing temperature on power loss to singlemode optical
fiber SMF-28 type. Temperatures were given to fiber optic ranged from 14
o
C to-30
o
C. The
results of this study indicate that the temperature variation affects the ability of SMF-28
optical fiber in transmitting power. For a variety of different wavelengths varying damping
occurs. For a wavelength of 1,310 nm, the attenuation occurs at 0.002747 db. The wavelength
of 1,490 nm, the attenuation occurs at 0.002958 db. The wavelength of 1,550 nm, the
attenuation occurs at 0.002996 db. 1,625 wavelength attenuation occurs at 0.003004 db. This
suggests that at a wavelength of 1,310 nm SMF-28 optical fiber having the smallest
attenuation. That is, the fiber optics work optimally.
Keywords : optical fiber, temperature, loss
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi komunikasi memberikan tantangan bagi peningkatan kapasitas
dan kecepatan sistem komunikasi serta proses pengelolaannya. Kendala keterbatasan lebar
pita untuk sistem transmisi data dewasa ini tidak lagi menjadi masalah, karena telah
diproduksi komponen pandu gelombang optis berupa serat optis yang mampu
mentransmisikan data dengan laju 10 gigabit/sekon [1,2]. Salah satu jenis serat optik yang
mampu mentransmisikan data tersebut adalah serat optik tipe SMF-28. Serat optik ini
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


32 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

merupakan serat optik yang terbuat dari kaca dengan tipe singlemode memiliki diameter core
8,2 mikrometer dan diameter cladding 12,5 mikrometer [3].
Kajian teoritis dan eksperimen tentang perancangan dan pengembangan dengan
memanfaatkan fungsi fiber optik terus dilakukan hingga dewasa ini. Dengan memanfaatkan
karakteristik fiber optik, maka serat optik dapat diaplikasikan untuk berbagai sensor, seperti
sensor tekanan, regangan, suhu, kelembaban, viskositas, asam basa. Sensor berbasis serat
optik mempunyai kelebihan dibanding dengan sensor jenis lain, antara lain memiliki tingkat
ketelitian yang tinggi, tidak terpengaruh medan elektris maupun medan magnetis, dan tidak
membutuhkan sumber daya yang tinggi sehingga tidak akan terjadi ledakan atau percikan api
[2,4].
Namun, kelebihan yang dimiliki oleh fiber optik mengalami terkendala manakala
mengalami gangguan dari kondisi lingkungan yang tidak normal, misalnya kondisi suhu
lingkungan. Padahal syarat utama bagi sumber cahaya yang akan digunakan pada sistem
sensor serat optik berbasis perubahan intensitas cahaya adalah kestabilan intensitas cahaya
yang ditransimisikan [3]. Perubahan intensitas cahaya yang diterima oleh detektor adalah
akibat besaran fisis yang dideteksi oleh sensor. Efek dari pemanasan terhadap fiber akan
menyebabkan terjadinya perbedaan (loss) informasi yang ditransmisikan oleh fiber [4,5]. Hal
ini menjadi kendala serius bagi pemanfaatan fiber optik. Pada makalah ini, dipaparkan
mengenai loss pada fiber optik SMF-28 dalam menghantarkan daya akibat perubahan suhu
lingkungan.
TEORI
Serat optik terdiri dari bagian core yang dikelilingi oleh bagian yang disebut cladding. Bagian
terluar disebut buffer yang berfungsi sebagai pelindung. Core merupakan bagian yang
dilewati oleh cahaya dengan indeks bias n
1,
sedangkan bagian cladding memiliki indeks bias
n
2
, dimana nilai dari indeks bias n
1
lebih besar dari n
2
[2,3]. Tingkat perlindungan yang
diberikan oleh coating bergantung pada kegunaan serat optik tersebut, karena semakin keras
kondisi lapangan yang akan digunakan serat optik, maka semakin tebal atau berlapis-lapis
coating tersebut [2].



Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 33






Gambar 1. Struktur Serat Optik

Pemanduan cahaya dalam serat optik menggunakan pantulan internal total pada bidang
batas antara dua media dengan indeks bias yang berbeda (n
1
dan n
2
). Agar terjadi pemanduan
gelombang pada serat optik, maka indeks bias core harus lebih besar dari indeks bias
cladding. Sinar yang datang dari core ke cladding dengan sudut datang yang lebih besar dari
sudut kritisnya, akan menghasilkan pemantulan sempurna pada bidang batas core cladding
[3,6].
Sinar yang merambat pada serat optik tidak hanya mengalami pemantulan internal total,
akan tetapi juga mengalami peristiwa lain, seperti efek elastooptik, efek thermooptik, Goss
Hanchen. Peristiwa tersebut menyebabkan adanya ketidaksempurnaan fiber optic dalam
menyampaikan data yang dipandu [2]. Ada beberapa nilai yang hilang. Besarnya nilai yang
hilang disebut loss atau atenuasi. Atenuasi adalah besaran pelemahan energi sinyal informasi
yang diterima pada bagian out put.
Serat optik SMF-28 merupakan serat optik yang bertipe singlemode step index. Serat
optik ini memiliki perubahan indeks bias antara core dan cladding yang cukup drastis. Serat
optik jenis ini memiliki satu jenis perambatan gelombang yang mengakibatkan tidak akan
terjadi pelebaran pulsa pada outputnya [7]. Karena hal tersebut, maka serat optik singlemode
step index tidak terjadi disperse, maka akan mampu mentransmisikan informasi dengan
bandwith yang besar. Serat optik ini memiliki diameter core sebesar 9 m [3].
Namun, pada kenyataannya kondisi lingkungan tidak sesuai dengan karakteristik dari
serat optik sehingga suatu materi akan mengalami perubahan sifat atau karakter jika
mengalami perlakuan yang tidak normal dari lingkungan. Suhu misalnya, temperature
lingkungan tidak selalu mendukung karakter serat optik untuk selalu berada pada kondisi
standart. Karena perubahan suhu lingkungan, maka serat optik akan mengalami efek Thermo-
optik yang berkenaan dengan panas indeks refraksi suatu material. Indeks-Refraksi suatu
material dapat diatur sebagai fungsi koefisien thermo-optiknya [2]. Efek thermo-optik
bergantung pada indeks bias secara penuh digunakan untuk mengontrol berkas cahaya dan
Coating
atau
Buffer
Cladding Core
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


34 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

gelombang optik disamping efek elektro-optik. Untuk menghitung besarnya daya yang hilang
dapat dihitung menggunakan rumusan loss [1,7].
(

=
Pinput
Poutput
A log 10
(1)

Keterangan:
A = atenuasi (dB)
P
out
= daya keluaran setelah melewati titik koneksi (Watt)
P
in
= daya masukan sebelum melewati titik koneksi (Watt)
METODE
Penelitian yang dilakukan menekankan pada pemahaman terhadap loss atau pelemahan daya
yang terjadi pada serat optik SMF-28 yang dimungkinkan berasal dari pemberian gangguan
berupa perubahan suhu. Percobaan yang dilakukan menggunakan serat optik single mode
jenis SMF-28. Untuk mengukur suhu yang diberikan pada fiber optik yang digunakan
thermometer digital dengan merek Anritsu. Pengukur daya pada fiber optik digunakan optikal
power meter dengan merek Anritsu, dan untuk sumber digunakan optikal light source merek
Anritsu.





Gambar 2. Set percobaan

Gambar 2 menunjukkan set up eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini.
Sebelum fiber dipanasi, terlebih dahulu mengelupas buffer agar suhu yang diberikan langsung
mengenai bagian cladding. Serat optik SMF-28 pada bagian tertentu dikelupas buffernya
dengan panjang pengelupasan 20 cm. Bagian yang dikelupas, kemudian diberi perlakuan
berupa pendinginan menggunakan freezer dan pemanasan menggunakan heater. Perlakuan
suhu yang diberikan berkisar antara -14
o
C hingga 100
0
C. Panjang gelombang divariasi mulai
1.310 nm, 1.490 nm, 1.550 nm, dan 1.625 nm. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan pada
panjang gelombang berapa fiber optik SMF-28 mampu bekerja optimal. Perlakuan
memvariasi suhu memungkinkan terjadinya rugi daya (loss) pada fiber optik. Data diambil
termom
eter
Pendingin
OPM

OLS
Thermometer
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 35

berdasarkan perubahan daya yang terukur sebelum dan sesudah melewati fiber yang diberi
perlakuan dengan menggunakan power meter (optikal power meter).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variasi suhu yang diberikan mempengaruhi
kemampuan serat optik SMF-28 dalam mentransmisikan daya. Hasil penelitian selengkapnya
dapat dilihat pada Gambar 3.


Gambar 3. Grafik hubungan loss terhadap suhu

Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin kecil suhu pada serat optik, maka semakin
besar pula nilai daya keluaran yang hilang. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pelemahan
(loss). Pada variasi suhu antara -14
0
C hingga 100
0
C, untuk berbagai panjang gelombang yang
berbeda terjadi redaman yang bervariasi. Untuk panjang gelombang 1.310 nm, terjadi
redaman sebesar 0,002747 db. Panjang gelombang 1490 nm, terjadi redaman sebesar
0,002958 db. Panjang gelombang 1.550 nm, terjadi redaman sebesar 0,002996 db. Panjang
gelombang 1.625 terjadi redaman sebesar 0,003004 db.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa suhu dingin mempengaruhi struktur
partikel dari fiber optik. Karena suhu dingin, susunan partikel pada serat optik semakin rapat,
semakin rapatnya partikel maka akan mengurangi terjadinya difraksi sinar pada fiber optik.
Difraksi terjadi karena adanya rongga pada fiber optik, apabila susunan partikel semakin
rapat, maka rongga semakin kecil dan menghilang. Mulai suhu 12
0
C nilai loss yang dialami
fiber optik menurun secara bertahap seiring dengan menurunnya suhu. Disamping itu,
2,7
2,75
2,8
2,85
2,9
2,95
3
3,05
-20 -10 0 10 20 30 40
L
o
s
s

S
a
m
b
u
n
g
a
n
(
d
B
)
Suhu ( Celcius)
1310 nm
1490 nm
1550 nm
1625 nm
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


36 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

semakin besar panjang gelombang semakin besar nilai loss yang terjadi, begitu juga semakin
rendah suhu semakin kecil pula nilai loss yang terjadi.
Pada kasus untuk suhu panas yang semakin besar, pada kisaran suhu kamar hampir
tidak mengalami pelemahan (tetap), tetapi pada suhu diatas 60
0
C mengalami pelemahan
dengan rata-rata pelemahan masih dibawah 0,005 db. Pelemahan daya pada SMF-28 semakin
berkurang dengan menurunnya suhu serat optik SMF-28. Hal ini dikarenakan fiber optik
terbuat dari silica pada suhu normal, memiliki suatu susunan yang tidak teratur atau disebut
juga ketidakteraturan sub mikroskopik (misalnya rongga-rongga) yang secara permanen
terbentuk di dalam serat optik. Ketidakteraturan ini terjadi pada proses fabrikasi serat optik
yang mana pada bentuk plastis (antara cair dan padat) dilakukan tegangan atau tarikan agar
didapatkan bentuk seperti kabel [8].
Ketika berkas-berkas cahaya melewati serat optik dan mengenai ketidakteraturan
tersebut, maka cahaya yang melewati akan terdifraksi. Proses difraksi mengakibatkan cahaya
menyebar ke segala arah, cahaya terdifraksi terus merambat dan sebagian lagi lolos ke
cladding. Berkas-berkas cahaya yang lolos ke cladding menyebabkan atenuasi pada transmisi
fiber optik. Jika suatu fiber optik mengalami penurunan atau kenaikan suhu, maka
ketidakteraturan pada fiber optik akan berkurang. Disamping itu, perubahan suhu akan
mengakibatkan kekurangan energi pada partikel fiber optik, sehingga gaya tarik antar molekul
semakin kuat. Hal ini mengakibatkan jarak partikel zat yang didinginkan akan lebih rapat dari
sebelumnya.
Serat optik singlemode jenis silica tipe SMF-28 bahan penyusunnya adalah 95% Silika
dan 5% Germanium [8]. Serat optik ini merupakan material yang apabila dikenai panas / kalor
suhu tinggi akan mengalami perubahan susunan partikel-partikel sehingga jarak antar partikel
dalam zat akan semakin renggang. Hal ini terjadi karena pada saat dipanaskan partikel-
partikel zat menyerap energi panas sehingga energi panas tersebut digunakan partikel-partikel
untuk bergetar (vibration) dan bergerak saling menjauh.
Kerenggangan partikel serat optik silika tersebut menyebabkan jalannya cahaya tidak
teratur karena sebagian ada yang memasuki daerah renggang (terdifraksi), sehingga lewatnya
sebagian cahaya ini mempengaruhi perubahan kecepatan gelombang cahaya. Perubahan arah
rambat juga dikarenakan tumbukan antara gelombang cahaya dengan antarmuka dua medium
core dan cladding akibat vibrasi partikel dari silika.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 37

Perubahan kecepatan cahaya yang semakin berkurang akibat fenomena difraksi partikel
silika tersebut didefinisikan sebagai indeks bias refraksi yang menyatakan ukuran seberapa
banyak berkurangnya kecepatan cahaya itu sendiri [4]. Panas indeks refraksi inilah yang
memiliki kaitan erat dengan efek thermo-optic pada pemanasan serat optik jenis silika SMF-
28 .
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil adalah perubahan suhu yang diberikan pada fiber
optik SMF-28 menyebabkan terjadinya loss daya yang ditransmisikan. Dengan nilai loss yang
masih dibawah 0,005 membuktikan bahwa fiber optik SMF-28 masih layak dan dapat
digunakan untuk aplikasi yang lain. Disamping itu, fiber optik SMF-28 akan mampu bekerja
secara optimal apabila cahaya yang dijadikan sebagai pembawa informasi mempunyai
panjang gelombang 1.310 nm. Untuk itu, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, peneliti berikutnya seyogyanya dapat mengembangkan untuk mengaplikasikan
menjadi sebuah sensor baik untuk sensor regangan, sensor suhu, sensor tekanan maupun
sensor yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rubiyanto, Agus & Ali Yunus. Optika Terpadu. Surabaya: Fisika, FMIPA Institut
Teknologi Sepuluh November. 2003.
2. Crisp, John and Barry Elliott. Serat Optik : Sebuah Pengantar (Lameda Simarmata dan
Taufan Prasetyo, Ed.). Terjemahan Soni Astrono. 2008. Jakarta: Penerbit Erlangga.
3. Palais, C. Josep. Tanpa tahun. Pengenalan Sistem Komunikasi Serat Optik.
http://www.howstuffworks.com. Diakses tanggal 26 November 2010.
4. Mitschke, Fedor. Fiber Optics: Physics and Technology. German: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg, 2009.
5. Ferreira, Mario F. S. Nonlinear effects in optical fibers. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
2011.
6. Smolen, J James & Alex Van. Distributed Temperature Sensing. Netherland: shell
International Exploration and Production. 2003.
7. Singh, Jasprit. Optoelectronics: Introduction to Materials and Devices. Singapore:
McGraw-Hill Book Co. 1996
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


38 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

8. Heung-Ryoul Noh and Wonho Jhe. Applications of Hollow Optical Fibers in Atom
Optics. Optical fibers research advances 119, New York: Nova Science Publishers, Inc.
2007.
TANYA JAWAB:
Pertanyaan:
Bu Retno, Unair
Pertanyaan
Kenapa suhunya tidak di naikkan hingga 100
0
C?
Jawaban:
Pada penelitian yang dilakukan hanya ingin mengetahui perilaku atau karakteristik fiber optic
SMF-28 jika diperlakukan pada kondisi dingin. Pada perlakukan ini, suhu yang bias
dikondisikan hanya hingga -14
0
C.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 39

SISTIM MONITORING PROSESING MATERIAL DENGAN LASER
MENGGUNAKAN METODE OPTIK DAN ELEKTROMAGNETIK
Syahrun Nur Madjid
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
* Email: syahrun_madjid@yahoo.com
ABSTRAK
Pemrosesan mikro material padat dapat dilakukan secara presisi dan efisien
menggunakan laser yang memberikan keunggulan lebih dibandingkan menggunakan alat
pemrosesan lainnya. Kualitas hasil prosesing sangat dipengaruhi oleh parameter laser, seperti
energi, panjang gelombang, durasi, laju repetisi serta rapat daya dan parameter gas yang
digunakan. Untuk memperoleh hasil prosesing yang optimum, parameter-parameter tersebut
harus dimonitor dan dikontrol selama prosesing berlangsung. Monitoring secara trial and
error hanya dapat dilakukan dengan menghentikan proses prosesing untuk pengecekan dan
setelah itu prosesing dilanjutkan kembali. Metode ini memberikan efisiensi waktu yang
rendah dan kualitas prosesing yang tidak optimum. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa kualitas prosesing dan fenomena ablasi laser mempunyai keterkaitan yang erat. Sinyal
dari ablasi laser dapat digunakan untuk mengontrol sistim laser sehingga kondisi optimum
prosesing dapat dicapai. Ablasi laser menghasilkan fenomena optik dan elektromagnetik.
Pada penelitian ini, dideteksi arus induksi akibat fenomena elektromagnetik dan emisi spektra
akibat fenomena optik, dimana keduanya digunakan untuk memonitor kualitas prosesing
secara langsung selama laser bekerja. Hasil menunjukkan bahwa teknik arus induksi
memiliki keunggulan dibandingkan dengan teknik spektra dalam menentukan kondisi fokus
yang presisi untuk prosesing dan menentukan secara instan saat selesainya penetrasi berkas
laser ke dalam material. Sementara, situasi dinamika permukaan material selama prosesing
berlangsung dapat diamati dengan metode optik menggunakan laser dioda dan filter cahaya.
Kedua metode tersebut dapat diintegrasikan menjadi satu sistim monitoring langsung (real
time) untuk prosesing material menggunakan laser.
Kata kunci: Prosesing material, ablasi laser, metode optik dan elektromagnetik, arus induksi,
pengamatan dinamika permukaan

ABSTRACT
Processing of micro material can be precisely and efficiently conducted using laser
that gives more advantages than other processing tools. The quality of processing tightly
influenced by laser parameters, such as energy, wavelength, duration, repetition rate, power
density and gas parameter. In order to obtain the optimum processing, those parameters must
be monitored and controlled during processing. Monitoring by a trial and error method
carried out by stopping the processing to check the processed sample and after that the
processing continued again. This method gives low efficiency of time and not optimum of the
processing quality. The previous research shows that the quality of processing and the
phenomena of laser ablation have a close relation. The signal from laser ablation can be used
to control laser system to achieve the optimum condition for the processing. The laser
ablation produces optical and electromagnetic phenomena. In this research, an induced
current as electromagnetic phenomena and a spectra emission as optical phenomena
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


40 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

detected, and both of them used to monitor the quality of processing in a real time. The
results show that the induced current technique is superior than the spectra technique in
determining the precision of focusing for processing and the instant of the complete
penetration of a laser beam into the material. Meanwhile, the dynamic situation on the
material surface observed during the processing by employing optical method using laser
diode and filter. Both of those methods can be integrated into a real time monitoring system
for material processing using laser.
Key words: material processing, laser ablation, optical and electromagnetic methods,
induced current, dynamical surface observation
PENDAHULUAN
Prosesing material dengan laser dipengaruhi oleh beberapa parameter, seperti sistim
optik, sifat sampel, pergerakan mekanik sampel dan gas lingkungan. Kemampuan mengontrol
parameter-parameter tersebut sangat esensial dalam menjaga dan mencapai pemrosesan
material dengan kualitas tinggi, efisien dan presisi. Pada metode konvensional, pencarian
kondisi optimal prosesing dilakukan secara trial and error. Dengan metode ini, kondisi
optimal ditentukan dengan menguji objek yang diproses pada kondisi prosesing tertentu
setelah iradiasi laser dihentikan. Pengujian dilakukan pada tempat yang berbeda dengan
tempat prosesing, dimana bentuk dan volume crater yang dihasilkan oleh ablasi laser diamati
menggunakan mikroskop dan alat pengujian lainnya. Kondisi optimal kemudian diatur secara
tepat dengan mengvariasikan parameter-parameter yang disebutkan di atas. Tahapan-tahapan
tersebut diulang-ulang untuk kondisi prosesing lainnya. Metode monitoring seperti ini
memakan waktu lama, energi dan sampel sehingga prosesing material menjadi tidak efisien.
Untuk itu, monitoring secara real time akan menghasilkan prosesing laser dengan efisiensi
yang tinggi.
Proses monitoring prosesing dapat dilakukan lebih efisien dengan memahami hubungan
inheren antara fenomena ablasi laser dan kualitas prosesing laser. Menggunakan sinyal dari
ablasi laser, kita dapat merealisasikan karakteristik prosesing laser selama iradiasi laser.
Informasi real time dari profil ablasi laser tersebut dapat diumpanbalikkan untuk mengontrol
sistim laser dan sistim optik guna mendapatkan kondisi optimal untuk prosesing laser.
Kondisi-kondisi tersebut meliputi panjang gelombang laser, energi pulsa laser, durasi pulsa,
rapat daya , laju repetisi dan jarak lensa ke permukaan objek.
Metode monitoring prosesing material secara real time menggunakan laser telah
dilakukan oleh para peneliti berdasarkan fenomena akustik [1,2], optikal [3-5] dan
elektromagnetik [6] yang terjadi selama interaksi laser-material. Beberapa peneliti telah
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 41

melakukan metode akustik untuk menentukan kondisi fokus optimum untuk laser prosesing.
Sementara metode optik dilakukan dengan mengamati emisi spektrum garis atom. Dalam
beberapa keadaan, metode monitoring berdasarkan fenomena optik memiliki kelemahan,
misalnya ketika mengebor material transparan, emisi plasma yang ditransmisikan oleh
material selama prosesing dapat mengganggu pengamatan sehingga tidak dapat digunakan
untuk menentukan saat berkas cahaya laser mulai dan berhenti penetrasi pada sampel. Selain
itu, metode optik dapat terganggu oleh cahaya ruangan atau oleh cahaya langsung dari sumber
cahaya laser (cahaya tampak dan UV), dan juga oleh asap yang muncul selama prosesing.
Metode monitoring berdasarkan fenomena elektromagnetik yang timbul oleh
pembangkitan plasma laser, kami lakukan dengan mendeteksi arus induksi yang dibangkitkan
oleh elektron-elektron yang bergerak cepat dari dalam sampel. Sebagai hasil, kami
menemukan bahwa sinyal arus induksi dapat digunakan untuk menentukan kondisi fokus
yang presisi pada permukaan sampel dan juga untuk menandai momen penetrasi cahaya laser
ke dalam sample di bawah iradiasi laser yang berulang-ulang. Selain itu arus induksi dapat
digunakan untuk memonitor secara real time pemindahan lapisan film. Disamping arus
induksi, pengamatan dinamika permukaan sampel akibat perubahan parameter selama
prosesing berlangsung dapat dilakukan ketika iradiasi laser berlangsung, yaitu dengan
menggunakan filter interferensi dan iluminasi laser dioda. Metode monitoring berdasarkan
fenomena elektromagnetik dan optik dikombinasikan untuk menciptakan suatu sistim
monitoring laser prosesing yang terintegrasi.
METODOLOGI
Pada eksperimen arus induksi digunakan set-up seperti diperlihatkan pada Gambar 1.
Laser pulsa Nd-YAG 355 nm (Surelite Lasers Continuum, model 811U-06) dioperasikan pada
mode Q-swicthed dengan durasi pulsa 7 ns dan laju repetisi 10 Hz. Energi pulsa maksimum
sebesar 50 mJ, dan divariasikan (2-50 mJ) menggunakan attenuator kaca, tergantung kepada
jenis eksperimen. Berkas cahaya laser difokuskan melalui jendela quartz dalam ruang gas oleh
lensa (f= 70 mm) untuk membangkitkan plasma gas breakdown. Ruang gas dibuat dari plat
arkelik (100 mm x 50 mm x 70 mm) dan dilengkapi dengan saluran gas masuk dan keluar
serta dua jendela pengamatan. Udara murni (N
2
:79%, O
2
:21%, impuriti kurang dari 0.1%)
dan gas He digunakan dan dialirkan ke dalam ruang bertekananan 1 atmospir.

Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


42 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012













Gambar 1. Set-Up eksperimen

Untuk mendapatkan sinyal arus induksi, digunakan metode elektromagnetik. Dua
elektroda dibuat dari plat datar (25 mm x 25 mm), setiap elektroda mempunyai lubang
( = 3 mm untuk elektroda depan, = 4 mm untuk elektroda belakang) di pusat, ditempatkan
di dalam ruang gas dengan jarak pisah elektroda 1.5 cm untuk eksperimen konvensional.
Elektroda-elektroda tersebut dihubungkan ke rangkaian dan diberikan tegangan DC dalam
rentang 50-700 V. Berkas cahaya laser difokuskan melalui lubang pada elektroda depan
sehingga dihasilkan plasma gas breakdown ditengah ruang antara dua elektroda. Sinyal arus
induksi diperoleh melalui hambatan R = 50 Ohm dan ditampilkan pada osilloskop.
Osilloskop di triger oleh sebagian berkas cahaya laser dengan peralatan biplanar phototube
(Hamamatsu, R1193U-51).
Untuk mendukung sistim monitoring, selain metode elektromagnetik, digunakan juga
metode deteksi optik. Spektrum plasma diamati dengan mendeteksi radiasi plasma
menggunakan optical multichannel analyzer (OMA) system (Atago Macs-320). Cahaya yang
diemisikan dari plasma laser dikumpulkan dengan serat optik dan diteruskan ke sistim OMA.
Untuk memperoleh profil waktu emisi, digunakan serat optik lain, dimana salah satu ujungya
dipasang didepan celah monokromator (Nikon P-250). Sinyal optik dideteksi menggunakan
photomultiplier tube (PMT) (Hamamatsu, R7400U-04; rise time of 0.78 ns) dan diteruskan ke
sebuah osilloskop digital (HP 5461B).
Ext. trigger
Induced current circuit
Ch.1
to ext. trigger
PMT
Electrodes
Microgas breakdown plasma
f = 70 mm
OMA
Optical fiber
Nd-YAG laser
(355 nm, 7 ns, 10 Hz)
Ch.2
Glass attenuator
Monochromator
Oscilloscope
Gas in
Gas out
Acrylic
chamber
Quartz window
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
-50 0 50 100 150 200 250
time (ns)
relative intensity (arb.unit)
Biplanar
phototube
Display monitor
Circuit
TOP VIEW
E
C
R
to
Oscilloscope
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 43

HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk memahami dengan baik teknik arus induksi sebagai metode monitoring prosesing
laser, dilakukan studi dasar arus induksi. Pertama, karakteristik arus induksi yang terkait
dengan pembakitan plasma laser, dipelajari menggunakan plasma gas breakdown. Untuk
keperluan studi tersebut, sepasang elektroda disusun dalam konfigurasi sandwich
sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1. Kedua, mempelajari karakteristik arus induksi
terkait dengan plasma target. Beberapa parameter seperti rapat daya, energi laser, gas
lingkungan dan sistim optik diuji untuk mengetahui sejauh mana arus induksi berkelakuan di
bawah pengaruh parameter-parameter tersebut.
Profil waktu sinyal arus induksi diamati pada 1 atmosfir untuk dua lingkungan gas
berbeda, yaitu udara dan gas He. Pada Gambar 2.a, sinyal arus induksi diperlihatkan bersama
dengan pulsa laser dan emisi optik spektrum kontinu pada panjang gelombang 556 nm di
lingkungan udara 1 atmosfir. Sinyal arus induksi mencapai puncak pada 5 ns dan meluruh
cepat diikuti dengan sinyal bergelombang kecil dan berakhir pada 60 ns. Perlu diperhatikan
bahwa profil waktu arus induksi dan emisi optik spektrum kontinu hampir sama dalam hal
waktu naik dan waktu luruh. Kemiripan ini dapat dipahami dengan mengetahui penyebab
sinyal tersebut. Ketika cahaya laser difokuskan pada gas, ionisasi terjadi oleh interaksi
cahaya laser dengan elektron awal yang dihasilkan melalui prose ionisasi multiphoton yang
membentuk plasma laser mikro. Elektron-elektron di dalam plasma berkontribusi kepada arus
induksi di bawah pengaruh medan listrik. Di sisi lain, plasma mikro mengemisi spektrum
kontinu melalui rekombinasi elektron-ion atau proses Bremsstrahlung. Jika tidak ada elektron
dalam daerah eksitasi gas, emisi optik kontinu tidak dihasilkan dan arus induksi juga tidak
muncul walaupun emisi spektra garis masih tetap ada yang disebabkan oleh atom-atom
tereksitasi yang berada di daerah fokus cahaya laser. Akibatnya peluruhan arus induksi dan
emisi optik spektrum kontinu terjadi bersamaan.
Gambar 2.b memperlihatkan profil waktu arus induksi dan emisi optik ketika pulsa laser
50 mJ difokuskan pada ruang antara elektroda dengan beda potensial 700 V pada lingkungan
gas He pada 1 atm. Pada lingkungan gas He , profil waktu arus induksi berbeda dengan profil
yang diamati pada lingkungan gas udara, yaitu sinyal arus induksi turun dengan sangat
perlahan setelah mencapai titik puncak, sinyal arus induksi meluruh dalam waktu sekitar 6
s. Selain itu profil garis emisi He (587.6 nm) cukup berbeda dari profil emisi optik yang
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


44 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

diperoleh pada lingkungan udara, yaitu kemiringan garis sinyal naik sangat lamban dengan
waktu naik sekitar 6 ns dan meluruh perlahan dengan cara yang sama dengan arus induksi.


Gambar 2. (a)Profil waktu pulsa laser dan sinyal arus induksi pada lingkungan udara 1 atm, (b)
profil waktu emisi optik spektrum kontinu dan sinyal arus induksi pada lingkungan
He 1 atm

Intensitas sinyal arus induksi bergantung kepada tegangan elektroda dan energi pulsa
laser. Sinyal arus induksi, yang dihasilkan pada lingkungan udara 1 atm, meningkat secara
linear dengan tegangan yang diberikan. Hal ini dikarenakan elektron-elektron menerima
cukup gaya dari medan listrik untuk bergerak dalam plasma. Berdasarkan hubungan linear ini,
perlu diperhatikan bahwa walaupun plasma sangat kecil, sinyal arus induksi dapat diperoleh
dengan menyuplai tegangan tinggi antara elektroda.
Sinyal arus induksi juga bergantung pada energi laser ketika plasma dihasilkan di
lingkungan gas udara. Sinyal arus induksi meningkat dengan energi pulsa laser menunjukkan
kecenderungan kurva nonlinear setelah energi ambang 2 mJ. Diharapkan untuk rentang
energi pulsa yang lebih lebar, karakteristik nonlinear akan lebih prominan karena ionisasi
terjadi melalui proses multiphoton. Eksperimen yang sama dilakukan menggunakan gas He
dan karakteristik yang sama diamati. Tetapi untuk gas He, energi ambang untuk
pembangkitan plasma laser adalah lebih tinggi, sekitar 9 mJ.
Untuk menyelidiki elektron mana yang berkontribusi kepada sinyal arus induksi,
dilakukan experimen menggunakan beberapa jenis gas, seperti N
2 ,
CO
2
dan gas udara biasa.
Ketika gas CO
2
digunakan, sinyal arus induksi menjadi sangat kecil, sementara sinyal arus
induksi meningkat secara besar pada lingkungan gas N
2
seperti diperlihatkan pada Gambar
3.a. Sementara pada Gambar 3.b, intensitas emisi spektral hampir sama untuk gas lingkungan
yang berbeda. Hasil perbandingan ini menunjukkan bahwa sinyal arus induksi bersumber dari
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 45

elektron-elektron di daerah terluar plasma dimana kerapatan plasma rendah, dan bukan
berasal dari daerah plasma kerapatan tinggi. Diasumsikan bahwa elektron-elektron terluar
secara alami mudah ditangkap oleh gas aktif. Hal ini menjelaskan mengapa sinyal arus
induksi menjadi sangat lemah ketika gas CO
2
digunakan dan meningkat secara signifikan
ketika gas N
2
digunakan.



Dari tinjauan elektromagnetik, plasma kerapatan tinggi mencegah terjadinya
penetrasi medan listrik. Hal ini mengimplikasikan bahwa elektron-elektron pada daerah
plasma kerapatan tinggi tidak memberikan kontribusi pada sinyal arus induksi. Efek gas
lingkungan CO
2
, N
2
dan udara mengimplikasikan secara kualitatif bahwa reduksi sinyal arus
induksi adalah sebanding dengan laju tangkap elektron oleh gas aktif. Dengan demikian
jumlah gas aktif menjadi penting.
Gambar 4 memperlihatkan urutan waktu dari sinyal arus induksi (sebelah kiri) dan
spektrum emisi (sebelah kanan) ketika pulsa laser 10 mJ difokuskan pada posisi tetap pada
target brass dalam lingkungan gas He 1 atm.
Data pada Gambar 4, adalah data rata-rata 10 tembakan laser. Data di bagian atas,
tengah dan bawah diambil dari 50 - 60 tembakan, 250 -260 tembakan dan 980-990
tembakan, berturut-turut. Perlu ditekankan bahwa intensitas arus induksi dan bentuk
gelombang berubah sesuai dengan jumlah tembakan iradiasi laser. Pada awal iradiasi, dapat
dilihat dengan jelas fast decay component pada sinyal arus induksi, tetapi setelah beberapa
puluh tembakan, komponen tersebut menghilang. Sementara itu, slow component menurun
dengan jumlah tembakan. Pada sisi lain, spektrum emisi optik, terdiri dari garis emisi atomik
Gambar 3. (a) sinyal arus induksi pada lingkungan gas yang berbeda, (b) Spektrum
emisi memperlihatkan profil yang hampir sama untuk gas yang berbeda
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


46 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

Zn, Cu dan spektrum kontinu lemah, mempunyai ciri spektra yang hampir sama untuk setiap
jumlah tembakan iradiasi laser dan intensitas spektra menurun lebih lambat dibandingkan
dengan sinyal arus induksi. Untuk mengetahui penyebab perubahan arus induksi terhadap
jumlah tembakan laser, perlu dipahami bahwa dengan meningkatnya jumlah tembakan,
crater menjadi lebih dalam dan profilnya menjadi mirip kerucut. Sebagai akibatnya, rapat
daya pada permukaan crater menurun dan profil arus induksi berubah. Alasan mengapa
sinyal arus induksi menurun dengan meningkatnya kedalaman crater mungkin disebabkan
oleh shielding effect yang terjadi dalam lubang crater.















Gambar 4. Profil waktu sinyal arus induksi (kiri) dan spektrum emisi (kanan) ketika
pulsa laser 10 mJ difokuskan pada posisi tetap pada lingkungan gas He
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 47

Sinyal arus induksi sangat sensitif terhadap pemfokusan iradiasi berkas cahaya laser.
Dengan memvariasikan jarak dari lensa ke permukaan, intensitas puncak arus induksi
bervariasi dan mencapai titik tertinggi pada posisi titik fokus. Namun demikian, sinyal
intensitas arus induksi turun dengan cepat ketika lensa digeser sedikit dari kedudukan titik
fokusnya.
Ditinjau dari profil waktu, arus induksi pada kondisi fokus sangat berbeda dengan
kondisi tidak fokus. Gambar 5.a memperlihatkan profil waktu arus induksi dan emisi ketika
target aluminium diiradiasi dalam lingkungan gas He dengan kondisi pemfokusan yang
berbeda yang menghasilkan kuat rapat daya 13.8 GW/cm
2
untuk cahaya fokus (Gambar 5.a),
dan 2.2 GW/cm
2
untuk defokus 2 mm (Gambar 5.b). Dapat dilihat bahwa profil arus induksi
untuk kondisi fokus sangat berbeda dengan profil untuk defokus. Untuk kondisi fokus, sinyal
arus induksi meluruh dengan cepat setelah mencapai puncak memberikan fast decay
component dan slow decay component. Namun untuk kasus defokus, tidak terdapat fast
decay component pada sinyal arus induski. Profil arus induksi pada kondisi defokus hampir
mirip dengan slow decay component yang diamati pada kondisi fokus. Perlu dicatat bahwa
puncak arus induksi lebih tinggi untuk kondisi fokus daripada defokus.





Bertolak belakang dengan sinyal arus induksi, intensitas emisi optik yang diamati pada
garis ion Al (394.6 nm) hampir sama pada dua kondisi pemfokusan yang berbeda. Emisi
Gambar 5. Sinyal arus induksi dan emisi optik pada lingkungan gas He 1 atm (a) pada
keadaan fokus dan (b) keadaan defokus.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


48 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

optik terdiri dari dua komponen, yaitu komponen pertama mempunyai puncak pada 10 ns dan
peluruhan dalam waktu 50 ns. Komponen kedua naik secara lambat terhadap waktu.
Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa sinyal arus induksi dapat digunakan sebagai
parameter optimal untuk menentukan kondisi fokus yang presisi untuk plasma target, karena
arus induksi untuk kondisi fokus lebih tinggi daripada kasus defokus. Metode arus induksi
dapat diaplikasikan untuk prosesing laser karena sinyalnya lebih sensitif daripada metode
optik.
Salah satu aplikasi metode arus induksi adalah untuk memonitor saat berkas cahaya
laser penetrasi ke dalam sampel yang diproses. Deteksi penetrasi dapat dilakukan
menggunakan teknik arus induksi dengan menempatkan elektroda di bawah sampel secara
paralel, seperti diperlihatkan pada Gambar 6. Dengan konfigurasi tersebut, sebelum penetrasi,
tidak ada sinyal arus induksi yang dapat dideteksi. Seketika berkas cahaya laser mulai
penetrasi ke dalam sampel, plasma diproduksi pada bagian depan sampel dan sinyal arus
induksi dapat dideteksi. Sinyal arus induksi akan meningkat dengan membesarnya ukuran
lubang seiring jumlah tembakan laser. Arus induksi kemudian akan meluruh dan akhirnya
menghilang ketika penetrasi selesai. Sinyal arus induksi meluruh seiring meningkatnya
jumlah tembakan laser yang menyebabkan crater menjadi lebih dalam dan memiliki profil
seperti kerucut. Sebagai akibatnya, kuat rapat daya pada permukaan crater menurun dan
sinyal arus induksi menjadi lemah. Pada tahap ini, profil arus induksi menyerupai profil
yang diperoleh untuk kasus defokus.




Gambar 6. (a)skema penetrasi berkas cahaya laser dalam material di bawah pengaruh
medan listrik; (b) Grafik jumlah tembakan laser terhadap sinyal arus induksi
saat penetrasi cahaya laser terjadi hingga penetrasi selesai.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 49

Terdapat hubungan yang erat antara intensitas emisi spektra dengan jumlah material
terablasi, yaitu total intensitas emisi spektral sebanding dengan jumlah terablasi. Dari
eksperimen ditemukan bahwa total intensitas emisi spektral mempunyai hubungan linear
dengan total intensitas sinyal arus induksi. Oleh karena itu, sinyal arus induksi dapat
digunakan untuk menentukan jumlah material terablasi.
Sinyal arus induksi dapat juga diaplikasikan untuk memonitor secara real time
pemindahan lapisan tipis. Iradiasi laser pada posisi tetap dan jumlah tembakan laser
diputuskan setelah iradiasi dimulai dari tembakan pertama hingga tembakan ke N ketika
lapisan tipis telah dipindahkan seluruhnya. Dengan meningkatkan jumlah tembakan, intensitas
sinyal arus induksi lapisan tipis menurun dan akhirnya hilang ketika lapisan tipis telah
dipindahkan seluruhnya. Hasil ini mengindikasikan bahwa arus induksi dapat digunakan
untuk memonitor secara real time pemindahan lapisan tipis.
Rancangan sistim monitoring prosesing laser terintegrasi
Sistim monitoring prosesing laser terintegrasi diperlihatkan pada Gambar 7, terdiri dari
5 komponen, yaitu:
(1) pengamatan dinamika permukaan sampel selama prosesing berlangsung (secara real time).
Selama periode iradiasi laser, permukaan sampel berubah secara dinamik ketika beberapa
parameter seperti parameter laser dan kondisi fokus diubah secara kontinu. Dengan
menggunakan peralatan konvensional untuk prosesing laser, perubahan dinamik pada
permukaan sampel tidak dapat diamati selama iradiasi cahaya laser berlangsung karena
gangguan dari emisi plasma yang sangat kuat, seperti diperlihatkan pada Gambar 7.a. Sebagai
akibatnya, kondisi optimum tidak dapat secara cepat ditentukan untuk menghasilkan
prosesing yang berkualitas.
Iradiasi dioda laser (650 nm) dan penggunaan filter interferensi (632.8 nm)
memungkinkan pengamatan real time dinamika permukaan sampel termasuk fenomena fisis
seperti pertumbuhan debris bersamaan dengan fenomena meleleh dan pemanasan. Seperti
diperlihatkan pada Gambar 7.b, berbeda sekali dengan Gambar 7.a dimana permukaan tidak
dapat dilihat, permukaan sampel dapat dengan jelas diamati selama iradiasi laser dan
pengamatan interaktif pada permukaan sampel dapat dilakukan selama prosesing dengan
mengubah beberapa parameter seperti parameter laser dan parameter fokus. Lebih dari itu,
film interaktif dapat direkam untuk analisis atau treatmen.
(2) pengamatan permukaan sampel secara statik
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


50 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

Untuk pengamatan permukaan dalam keadaan statik digunakan mikroskop stereo yang
dilengkapi dengan CCD digital dan monitor, sehingga pengamatan dapat dilakukan pada
permukaan sample setelah prosesing.
(3) pengukuran spektrum emisi menggunakan OMA kecil
Pengukuran spektrum emisi digunakan untuk mengestimasi jumlah ablasi dan untuk
mengontrol proses pemindahan film.
(4) pengukuran profil waktu emisi plasma menggunakan osilloskop dan PMT.
Komponen profil waktu emisi digunakan untuk mengetahui shileding effect pada plasma.
(5) pengukuran arus induksi
Sinyal arus induksi digunakan untuk mengetahu kondisi titik fokus dan momen penetrasi.
Semua metode tersebut diintegrasikan pada sebuah sistim monitoring prosesing laser,
seperti diperlihatkan pada Gambar 7.c. Menggunakan sistim monitoring terintegrasi, kondisi
optimal untuk prosesing laser dapat dicapai untuk menghasilkan prosesing laser yang presisi
dan lebih efisien.

















(a)
(b)
(c)
Gambar 7. Kiri : Image permukaan sampel ketika diiradiasi oleh laser secara terus
menerus pada posisi tetap (a) tanpa filter ; (b) dengan filter. Kanan: (c) sistim
monitoring prosesing laser terintegrasi.
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN No. 1411-4771


Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 51

KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang erat antara ablasi laser dan kualitas prosesing. Hubungan
tersebut dapat diwujudkan melalui pendeteksian sinyal arus induksi sebagai fenomena
elektromagnetik dan spektrum emisi sebagai fenomena optik yang terjadi pada pembangkitan
plasma laser. Sinyal arus induksi dapat diaplikasikan untuk memonitor prosesing laser secara
real time, dalam hal penentuan titik fokus dan momen ketika cahaya laser penetrasi ke dalam
sampel hingga selesai.Selain itu dapat juga diaplikasikan untuk memonitor pemindahan
lapisan film/lapisan tipis. Metode elektromagnetik dan metode optik diintegrasikan ke dalam
satu sistim monitoring untuk prosesing laser.
DAFTAR PUSTAKA
1. T. Kurita, T. Ono and T. Nakai (2001) J. Matter Processing Techn. 112:37.
2. L. Grad and J. Mozina (1993) Appl. Surf.Sci.J. 69:370.
3. C.E.Yeack, R.L. Melcher and H.e.Klauser (1982), Appl. Phys.Lett. 41:1043
4. P. Sheng and G. Chryssolouris (1994). J. Mater. Proces.Tech. 43:125.
5. C. Cali, R. Macaluso and M. Mosca (2001) Spectrochim. Acta B 56:743
6. S.N. Madjid, I.Kitazima and K. Kagawa; Jpn.J. Appl.Phys. 41 (2002) 6411
TANYA JAWAB:
1. (T) : Bagaimana arus induksi dihasilkan akibat hasil ablasi laser?
(J) : Ketika terjadi ablasi laser, elektron-elektron keluar dari material dengan kecepatan
tinggi. Elektron-elektron tersebut diakselarasi oleh medan magnet eksternal yang
dihasilkan dari sepasang elektroda bertegangan tinggi. Dibawah pengaruh medan
listrik eksternal ini arus induksi dapat diperoleh.
2. (T) : Mengapa puncak arus induksi menjadi tinggi ketika kondisi berkas laser fokus ?
(J) : Pada kondisi berkas laser fokus, banyak elektron yang dapat dikeluarkan oleh
berkas laser yang tajam, sehingga kerapatan elektron tinggi dan dapat berkontribusi
kepada kuat arus induksi.
3. (T) : Apakah memungkinkan untuk sharing alat penelitian ?
(J) : memungkinkan saja sejauh ada komitmen dan pengaturan.


Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771


52 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

Anda mungkin juga menyukai