Anda di halaman 1dari 3

Si Bodoh Tongtonge BODOH, DONGENG, DONGENG ANAK, NUSA TENGGARA BARAT, TIDAK SEKOLAH 26 anak bodohTongtonge adalah seorang

anak remaja yang lugu. Ia tidak pernah sekola h. Sejak kecil ia hidup bersama ayahnya berpindah-pindah dari satu ladang ke lad ang yang lain. Ia tak pandai bekerja di sawah, apalagi di sawah yang selalu berl umpur. Lumpur bisa merusak kaki. Itu alasannya. Oleh karena itu, ia tidak suka t inggal di kampungnya. Ia memilih tinggal di ladang yang semakin lama semakin jau h dari kampungnya. Sesekali ia pulang menjenguk ibunya yang sudah tua dan kurang pendengarannya. Pada suatu hari, Tongtonge berhasil membuat bubu (alat menangkap ikan). Bubu itu d isimpannya di dekat pagar ladangnya. Karena sibuknya membenahi ladangnya, ia tid ak sempat ke sungai menangkap ikan dengan bubunya. Suatu hari, Tongtonge ingin menangkap ikan di sungai. Kemudian, ia menuju tempat penyimpanan di mana bubunya. Ternyata bubu itu telah habis dimakan anai-anai. D engan nada marah, ia berkata, Simpan bubu dekat Pagar, bubu dimakan anai-anai, ma ka anai-anailah yang saya ambil . Dengan berkata demikian, maka dikumpulkanlah sem ua anai-anai yang ada di situ. Anai-anai itu dibungkus dan dibawa menjenguk ibun ya di kampung. Sampai di suatu tempat ia beristirahat sejenak.

Karena kelelahan ia tertidur. Pada saat terbangun, ia segera mengambil bungkusan nya yang berisi anai-anai itu. Tetapi anai-anai itu telah habis dimakan ayam. la pun berkatalah, Bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, maka ayamlah yan g saya ambil. Sambil berkata demikian, ia menangkap ayam yang memakan anai-anai t ersebut. Ayam itu lalu dibawanya melanjutkan perjalanan. Sesampai di suatu pemuk iman penduduk, ia berhenti. Ayam itu dikepitnya kemana pun ia pergi. Melihat tin gkah laku yang aneh itu, salah seorang penduduk menegurnya, Tongtonge, titipkan a yammu kepadaku, sementara engkau makan dan beristirahat. Terima kasih, tetapi hati-hati jangan sampai ayamku mati . Jangan khawatir, nanti kalau ayammu mati saya ganti . Tak lama kemudian apa yang dikhawatirkan Tongtonge pun terjadi. Ayamnya mati ter limpa alu penumbuk padi. Lalu, berkatalah si penumbuk padi, Maaf Tongtonge ayammu mati tertimpa alu. Nanti akan saya ganti dengan ayamku. Tongtonge menjawab, Oh tidak, itu tidak adil. Jika ayamku mati tertimpa alu, maka alu itulah sebagai gantinya . Lalu ia bergumam, Bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam mati terlimpa alu, maka alulah yang saya ambil . Setelah bergumam demikian, maka Tongtonge melanjutkan perjalanan dengan memikul alu. Kampungnya masih jauh. Di tengah jalan, ia ditegur seorang penggembala sapi, Hai anak muda bolehkah Saya meminjam alumu untuk saya jadikan palang pintu kandang s api-sapi saya.

Boleh, tetapi harus hati-hati jangan sampai patah . Kalau hanya itu saja syaratnya, kau boleh ambil salah satu dari seratus sapiku in i . Mereka telah bersepakat. Tongtonge ikut membantu memasang alu itu sebagai palang pintu. Tidak lama kemudian, seekor sapi yang cukup besar lari dengan kencang me

nabrak palang pintu tersebut. Apa yang dikhawatirkan pun terjadi. Alu itu patah. Tongtonge pun berkata, Bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam tertimpa alu, alu patah kare na sapi, maka sapilah yang saya ambil . Selesai berkata demikian, Tongtonge langsung menangkap sapi yang mematahkan alun ya, kemudian dituntunnya melanjutkan perjalanan menuju kampungnya. Siang itu, ha ri cukup terik. Kampung yang dituju masih jauh. Maka Tongtonge pun beristirahat lagi. Sapinya ditambatkan di bawah pohon nangka yang rindang. Bau nangka masak t ercium olehnya. Lalu, ia memanjat pohon nangka dan memetik yang telah masak. Poh on itu ridak ada yang punya, karena tidak terletak di dalam pagar. Ia makan deng an lahapnya buah nangka yang ternyata sangat manis. Karena kekenyangan, ia terti dur. Sementara tertidur, angin bertiup agak kencang. Banyak buah nangka masak ya ng jatuh. Sebuah nangka yang cukup besar jatuh, menimpa sapi yang tertambat di b awahnya. Sapi itu mati seketika. Tongtonge bergumam pula, Simpan bubu dekat pagar, bubu dimakan anai-anai, anai-an ai dimakan ayam, ayam mati tertimpa alu, alu patah oleh sapi, sapi mati tertimpa nangka, maka nangkalah yang saya ambil . Setelah itu, Tongtonge memungut nangka Yang menimpa sapinya, lalu melanjutkan pe rjalanan. Karena nangka itu cukup berat, ia perlu beristirahat. Sampailah ia di sebuah gubug. Di gubug itu tinggal seorang gadis yang cantik. Gadis itu mengajak Tongtonge beristirahat, dengan maksud ditawari makan nangka oleh Tongtonge. Aka n tetapi, Tongtonge tidak bermaksud memakan buah nangka itu. Buah nangka itu unt uk ibunya. Tongtonge menitipkan nangkanya kepada gadis itu, sementara ia mandi. Gadis itu tidak dapat menahan seleranya. Nangka itu pun dikupas dan dimakannya. Sekembalinya dari kali, Tongtonge sangat kecewa karena nangka itu telah dimakan oleh sang gadis. Ia pun berkata dalam hati, Diriku memang sial, bubu disimpan dek at pagar, bubu dimakan anai-anai, anai-anai dimakan ayam, ayam mati tertimpa alu , alu patah oleh sapi, sapi mati tertimpa nangka, nangka dimakan gadis, maka gad is inilah yang saya ambil. Tongtonge kemudian menyiapkan dua buah keranjang. Keranjang yang satu untuk sang gadis, yang satu diisi batu agar seimbang. Tongtonge melanjutkan perjalanan menuju kampung halamannya dengan memikul seoran g gadis cantik. Di tengah jalan ia berhenti mau buang air besar. Gadis di keranj ang berkata, Tongtonge, kalau mau buang air besar jauh-jauhlah dari sini. Cari su ngai, kalau di dekat sini, nanti saya bisa pingsan mencium kotoranmu. Tongtonge p un pergi mencari kali untuk buang air besar. Sementara itu, si gadis turun dari keranjang, lalu mencari batang kayu dan batu ditaruh di keranjang mengganti diri nya. Lalu, ia lari kembali ke kampungnya. Sementara itu, Tongtonge telah kembali . Tanpa periksa, segeralah ia mengangkat keranjang itu. Dengan semangat yang menya la, ia ingin segera menyampaikan berita gembira kepada ibunya, bahwa ia telah me mbawa gadis cantik calon istrinya. Tidak terasa kampungnya semakin dekat. Rumahnya mulai tampak. Ia bergegas, semak in dekat, walaupun penuh keringat. Dengan tidak sabar ia memanggil ibunya, Ibu! I bu! Calon menantu ibu telah datang! Mendengar suara Tongtonge, ia menyahut dari dalam, Kalau batu dan batang taruh sa ja di bawah kolong rumah. Sambil berkata demikian, ibunya membuka pintu. Apa yang kau bawa ini Tongtonge? tanya ibunya. Ini calon menantu Ibu, jawab Tongtonge sambil menunjuk salah satu keranjang.

Ooo . batu batang, Menantu Ibu datang! linga ibunya.

jawab ibunya. teriak Tongtonge agak keras, sambil mendekatkan mulutnya ke te

Kalau begitu mengapa engkau tidak membukanya! lanjut ibunya. Ternyata , benarlah kat a ibunya, setelah keranjang itu dibuka, isinya hanya batu dan batang pohon. Lema slah Tongtonge merenungi nasibnya. Tongtonge adalah lambang kebodohan, akibat tidak sekolah. Oleh karena itu, sekol ah sangat penting. Dengan bersekolah, kita memperoleh berbagai pengetahuan dan k eterampilan yang menyebabkan kita tidak mudah dibodohi orang.

Anda mungkin juga menyukai