Anda di halaman 1dari 35

AIDS

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari


Acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS)
Klasifikasi & sumber eksternal

Pita Merah terlipat adalah simbol


solidaritas orang-orang yang positif
terinfeksi virus HIV dan AIDS.
ICD-10 B24
ICD-9 042
DiseasesDB 5938
MedlinePlus 000594
eMedicine emerg/253
MeSH D000163
Daftar singkatan dalam artikel ini :

AIDS: Acquired immune deficiency


syndrome
HIV: Human immunodeficiency virus
CD4+: Sel T pembantu
CCR5: Chemokine (C-C motif)
receptor 5
CDC: Centers for Disease Control and
Prevention
WHO: World Health Organization
PCP: Pneumocystis pneumonia
TB: Tuberkulosa
MTCT: Mother-to-child transmission
HAART: Highly active antiretroviral
therapy
STI/STD: Sexually transmitted
infection/disease

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome


(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau infeksi
virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu
virus yang menurunkan kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini
akan menjadi rentan terhadap sembarang infeksi ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu
ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),
transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.[4] Kini
AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang
di seluruh dunia.[5] Pada Januari 2006, UNAIDS bekerjasama dengan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak
pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan
salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan
kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000
jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika
Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan
kekuatan sumber daya manusia mereka. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat
mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap
pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.[6]

Hukuman sosial bagi penderita yang terkena HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila
dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Terkadang hukuman sosial
tersebut juga turut mengenai petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam
merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Penularan oleh HIV


• 2 Diagnosis
o 2.1 Sistem tahapan WHO untuk infeksi dan penyakit HIV
o 2.2 Sistem klasifikasi CDC untuk infeksi HIV
o 2.3 Tes HIV
• 3 Gejala dan komplikasi
o 3.1 Penyakit paru-paru utama
 3.1.1 Pneumonia pneumocystis
 3.1.2 Tuberkulosis
o 3.2 Penyakit saluran pencernaan utama
 3.2.1 Esofagitis
 3.2.2 Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan
o 3.3 Penyakit saraf utama
 3.3.1 Toksoplasmosis
 3.3.2 Leukoensefalopati multifokal progresif
 3.3.3 Kompleks demensia AIDS
 3.3.4 Meningitis kriptokokal
o 3.4 Kanker yang berhubungan dengan HIV
 3.4.1 Sarkoma Kaposi
 3.4.2 Limfoma
 3.4.3 Kanker leher rahim
 3.4.4 Tumor lainnya
o 3.5 Infeksi oportunistik lainnya
o 3.6 Kemunculan gejala
 3.6.1 Sarkoma Kaposi pada pasien AIDS
• 4 Transmisi dan pencegahan
o 4.1 Penularan melalui hubungan seksual
o 4.2 Paparan dengan cairan tubuh yang terinfeksi
o 4.3 Transmisi ibu ke anak
• 5 Penanganan
• 6 Epidemiologi
• 7 Dampak ekonomi
• 8 Stigma
• 9 Asal mula HIV
• 10 Hipotesis alternatif
• 11 Kesalahpahaman HIV dan AIDS
• 12 Referensi

• 13 Pranala luar

[sunting] Penularan oleh HIV


HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil
(diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan
mikroskop elektron.

AIDS merupakan bentuk terparah akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+
(sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan
tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat
berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut
hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan
hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut
menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya
AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta
adanya infeksi tertentu.

Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS
ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS
hanya sekitar 9,2 bulan.[7] Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap
orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV
(seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.[8][9] Orang tua umumnya
memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih
beresiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap
perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat
mempercepat perkembangan penyakit ini.[7][10][11] Warisan genetik orang yang terinfeksi
juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa
varian HIV. [12] HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda,
yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda
pula.[13][14][15] Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata
waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan
hidup.

[sunting] Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi
AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS
tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk
pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi
yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem
World Health Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan
laboratorium; sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for
Disease Control (CDC) Amerika Serikat.

[sunting] Sistem tahapan WHO untuk infeksi dan penyakit HIV

Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi
dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi
dengan HIV-1.[16] Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan
kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

• Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS


• Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernafasan atas yang berulang
• Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
• Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus
atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

[sunting] Sistem klasifikasi CDC untuk infeksi HIV

Pada awalnya, CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini dan merujuk penyakit
ini dengan yang berhubungan dengannya, contohnya limfadenopati (virus HIV pada
mulanya dinamai berdasarkan nama penyakit ini).[17][18] Mereka juga menggunakan
Sarkoma Kaposi dan Infeksi Oportunistik, nama yang dibuat pada tahun 1981.[19] Pada
media massa, digunakan istilah GRID, yang merupakan singkatan dari Gay-Related
Immune Deficiency.[20] Setelah menentukan bahwa AIDS tidak terisolasi terhadap
komunitas homoseksual,[19] kata GRID menjadi menyesatkan dan AIDS diperkenalkan
pada sebuah pertemuan pada bulan Juli tahun 1982.[21] Pada bulan September tahun 1982,
CDC mulai menggunakan kata AIDS dan mendefinisikan penyakit ini.[22] Pada tahun
1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang
positif HIV dengan sel T CD4+ berjumlah di bawah 200 per µL darah atau 14% dari
seluruh limfositnya.[23] Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan baik definisi
ini atau definisi CDC sebelum tahun 1993. Diagnosis AIDS tetap berlaku walaupun jika
setelah perawatan, jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah atau penyakit
tanda-tanda AIDS lainnya sembuh.

[sunting] Tes HIV

Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[24] Kurang dari
1% populasi perkotaan yang aktif secara seksual di Afrika telah diuji HIV, dan angka ini
lebih sedikit lagi pada populasi pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita hamil yang
mendatangi fasilitas kesehatan umum di perkotaan diberi bimbingan, diuji atau menerima
hasil tes mereka. Dan sekali lagi, angka ini bahkan lebih kecil lagi pada fasilitas
kesehatan umum di pedesaan.[24] Oleh karena itu, darah donor dan produk darah yang
digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIV-nya. Tes HIV umum,
termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot mendeteksi antibodi HIV
pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian,
window period (periode antara infeksi dan perkembangan antibodi yang dapat dideteksi
melawan infeksi) dapat bervariasi. Hal ini menjelaskan mengapa dapat membutuhkan
waktu 3-6 bulan untuk serokonversi dan tes positif. Ada pula tes komersial untuk
mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA agar dapat mendeteksi
infeksi HIV sebelum perkembangan antibodi yang dapat dideteksi. Metode-metode
penetapan tersebut tidak secara spesifik disetujui untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah
digunakan secara rutin di negara-negara maju.

[sunting] Gejala dan komplikasi

Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4 pada rata-rata infeksi HIV yang
tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang. jumlah limfosit T CD4+
(sel/mm³) jumlah RNA HIV per mL plasma

Gejala AIDS merupakan hasil dari kondisi yang umumnya tidak akan terjadi pada
individu dengan sistem kekebalan yang sehat. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi
yang disebabkan oleh bakteri, virus, fungi dan parasit yang dalam keadaan normal bisa
dikendalikan oleh elemen sistem kekebalan yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum
didapati pada penderita AIDS.[25] HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh.
Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi,
kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam, keringat
(terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, kelemahan, dan
penurunan berat badan.[26][27] Setelah diagnosis AIDS dibuat, rata-rata lama waktu
bertahan dengen terapi antiretroviral (2005) diperkirakan lebih dari 5 tahun,[28] tetapi
karena perawatan baru terus berkembang dan karena HIV terus berevolusi melawan
perawatan, perkiraan waktu bertahan kemungkinan akan terus berubah. Tanpa terapi
antiretroviral, kematian umumnya terjadi dalam waktu setahun.[7] Kebanyakan pasien
meninggal karena infeksi oportunistik atau kanker yang berhubungan dengan hancurnya
sistem kekebalan tubuh.[29]

Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antarorang dan telah terbukti
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan seseorang terhadap penyakit dan
fungsi imun[8][9][12] perawatan kesehatan dan infeksi lain,[7][29] dan juga faktor yang
berhubungan dengan galur virus.[14][30][31] Infeksi oportunistik spesifik yang diderita pasien
AIDS juga bergantung pada prevalensi terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis
tempat hidup pasien.

[sunting] Penyakit paru-paru utama

Foto sinar-X paru-paru pada pneumonia yang disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii.

[sunting] Pneumonia pneumocystis

Pneumonia pneumocystis (awalnya diketahui dengan nama pneumonia Pneumocystis


carinii, dan masih disingkat sebagai PCP yang sekarang merupakan singkatan dari
Pneumocystis pneumonia) jarang dijumpai pada orang yang sehat dan imunokompeten,
tetapi umum dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV. Penyakit ini disebabkan oleh
fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan profilaksis rutin
efektif di negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara
berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang yang
belum dites, walaupun umumnya tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200
per µL.[32]

[sunting] Tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi terkait HIV lainnya karena
dapat ditularkan ke orang yang imunokompeten melalui rute respirasi, dapat dengan
mudah ditangani setelah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, dan dapat
dicegah dengan terapi obat. Namun demikian, kekebalan terhadap berbagai obat adalah
masalah serius pada penyakit ini. Walaupun insiden penyakit ini telah berkurang akibat
penggunaan terapi yang secara langsung diamati dan metode lainnya di negara-negara
Barat, tidak demikian yang terjadi di negara berkembang, tempat HIV paling banyak
dijumpai. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TB muncul
sebagai penyakit paru-paru. Pada infeksi HIV belakangan, TB sering muncul dengan
penyakit ekstrapulmoner (sistemik). Gejala biasanya bersifat konstitusional dan tidak
dibatasi pada satu tempat, sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan
saluran pencernaan, hati, nodus limfa regional, dan sistem saraf pusat.[33] Selain itu, gejala
yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat keterlibatan penyakit
ekstrapulmoner.

[sunting] Penyakit saluran pencernaan utama

[sunting] Esofagitis

Esofagitis adalah peradangan pada esofagus (tabung berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung). Pada individual yang
terinfeksi HIV, hal ini terjadi karena infeksi jamur (kandidiasis) atau virus (herpes
simpleks-1 atau sitomegalovirus). Pada kasus yang langka, hal ini dapat disebabkan oleh
mikobakteria.[34]

[sunting] Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan

Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV terjadi akibat berbagai
penyebab, termasuk infeksi bakteri (Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, atau
Escherichia coli) serta parasit yang umum dan infeksi oportunistik tidak umum seperti
kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, kolitis kompleks Mycobacterium avium dan
sitomegalovirus (CMV). Pada beberapa kasus, diare adalah efek samping beberapa obat
yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping infeksi HIV, terutama selama
infeksi HIV utama. Diare juga dapat menjadi efek samping antibiotik yang digunakan
untuk menangani diare akibat bakteri (umum untuk Clostridium difficile). Pada stadium
akhir, diare diduga menunjukkan perubahan cara saluran usus menyerap nutrisi dan
mungkin merupakan komponen penting pembuangan yang berhubungan dengan HIV.[35]

[sunting] Penyakit saraf utama

[sunting] Toksoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu disebut


Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan toksoplasma
ensefalitis, tetapi juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-
paru.[36]

[sunting] Leukoensefalopati multifokal progresif


Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yang merupakan
penghancuran sedikit demi sedikit selubung mielin yang menutupi akson sel saraf
sehingga merusak penghantaran impuls saraf. Hal ini disebabkan oleh virus yang disebut
virus JC yang 70% populasinya terdapat dalam bentuk laten, menyebabkan penyakit
hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien
AIDS. Penyakit ini berkembang cepat, biasanya menyebabkan kematian dalam waktu
sebulan setelah diagnosis.[37]

[sunting] Kompleks demensia AIDS

Kompleks demensia AIDS adalah ensefalopati metabolik yang disebabkan oleh infeksi
HIV dan didorong oleh aktivasi imun makrofag dan mikroglia otak yang terinfeksi HIV
yang mengeluarkan neurotoksin.[38] Kerusakan neurologis spesifik tampak sebagai
ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik yang muncul bertahun-tahun setelah
infeksi HIV dan berhubungan dengan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya
muatan virus pada plasma. Angka prevalensinya sekitar 10-20% di negara-negara
Barat,[39] tetapi hanya 1-2% dari infeksi HIV di India.[40][41] Perbedaan ini mungkin terjadi
karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.

[sunting] Meningitis kriptokokal

Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan
sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat
menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin
mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

[sunting] Kanker yang berhubungan dengan HIV

Sarkoma Kaposi

Pasien dengan infeksi HIV pada pokoknya meningkatkan insiden beberapa kanker. Hal
ini terjadi karena infeksi dengan virus DNA onkogenik, terutama virus Epstein-Barr
(EBV), virus herpes penyebab sarkoma Kaposi (KSHV) dan papilomavirus manusia
(HPV).[42][43]

[sunting] Sarkoma Kaposi

Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV.
Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu
pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili
gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes
sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik
keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan,
dan paru-paru.

[sunting] Limfoma

Limfoma sel B tingkat tinggi seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma), Burkitt's-like
lymphoma, diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem saraf pusat
primer muncul lebih sering pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali
mengakibatkan prognosis yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma ini merupakan
tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr
(EBV) atau KSHV.

[sunting] Kanker leher rahim

Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker
ini disebabkan oleh papilomavirus manusia (HPV).

[sunting] Tumor lainnya

Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin,
karsinoma anal, dan karsinoma usus besar. Namun demikian, insiden dari banyak tumor
yang umum, seperti kanker payudara atau kanker usus besar tidak meningkat pada pasien
terinfeksi HIV. Di daerah tempat HAART banyak digunakan untuk menangani AIDS,
insiden berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, tetapi seiring dengan
itu kanker secara keseluruhan menjadi penyebab kematian paling umum pada pasien
yang terinfeksi HIV.[44]

[sunting] Infeksi oportunistik lainnya

Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik,
terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk
infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan sitomegalovirus. Sitomegalovirus dapat
menyebabkan kolitis, seperti yang dijelaskan di atas, dan retinitis sitomegalovirus dapat
menyebabkan kebutaan. Penisiliosis yang disebabkan oleh Penicillium marneffei kini
adalah infeksi oportunistik ketiga paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis)
pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.[45]

[sunting] Kemunculan gejala

Media massa melaporkan munculnya gejala spesifik di antara pasien AIDS yang sedang
dalam perawatan.

[sunting] Sarkoma Kaposi pada pasien AIDS


Dokter San Francisco melaporkan Sarkoma Kaposi pada laki-laki homoseksual. Kelima
belas pasien tersebut adalah orang yang selamat dari HIV dalam jangka panjang yang
infeksi HIV-nya dikendalikan dengan obat antiviral. Tidak satupun pasien tersebut yang
tampak berisiko tinggi. Kasus baru tidak agresif, invasif atau mematikan seperti HIV
yang tidak dapat dikontrol pada tahun 1980-an. Lesi tidak terlihat, sulit untuk ditangani,
dan menimbulkan pertanyaan tentang respons kekebalan pasien HIV yang menua.[46]

[sunting] Transmisi dan pencegahan


Perkiraan risiko masuknya HIV per aksi,
menurut rute paparan[47]
Perkiraan infeksi
per 10.000 paparan
Rute paparan
dengan sumber yang
terinfeksi
Transfusi darah 9.000[48]
Persalinan 2.500[49]
Penggunaan jarum suntik bersama-sama 67[50]
Hubungan seks anal reseptif* 50[51][52]
Jarum pada kulit 30[53]
*
Hubungan seksual reseptif 10[51][52][54]
Hubungan seks anal insertif* 6,5[51][52]
*
Hubungan seksual insertif 5[51][52]
*
Seks oral reseptif 1[52]§
*
Seks oral insertif 0,5[52]§
*
tanpa penggunaan kondom
§
sumber merujuk kepada seks oral
yang dilakukan kepada laki-laki

Tiga rute utama masuknya HIV adalah hubungan seksual, paparan dengan cairan atau
jaringan tubuh yang terinfeksi, dan dari ibu ke fetus atau anak selama periode perinatal.
Pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, dapat ditemukan HIV, tetapi tidak
ada kasus infeksi oleh hal ini, dan risiko infeksi tidak berarti.[55]

[sunting] Penularan melalui hubungan seksual

Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang
salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di
dunia.[56] Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan
vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran
mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko
daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung. Risiko masuknya HIV dari orang
yang terinfeksi menuju orang yang belum terinfeksi melalui hubungan seks anal lebih
besar daripada risiko hubungan seksual dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko
karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.[57] Risiko transmisi
HIV dari air liur jauh lebih kecil daripada risiko dari air mani. Bertentangan dengan
kepercayaan umum, seseorang harus menelan segalon air liur dari individu HIV positif
untuk membuat risiko signifikan terinfeksi.[58]

Sekitar 30% wanita di sepuluh negara dari "berbagai kebudayaan, geografi, dan
pengaturan pemukiman" melaporkan bahwa pengalaman seksual pertama mereka akibat
dipaksa, sehingga kekerasan seksual ialah kunci pandemik HIV/AIDS.[59] Kekerasan
seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya
tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang
memudahkan transmisi HIV.[60]

Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan
gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga
karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen
dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan
Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko
terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis
dan/atau chancroid. Risiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil,
oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan
trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.[61]

Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan
kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi
pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang
tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau
sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah
sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.[61][62] Wanita lebih rentan terhadap
infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan
kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[63][64] Orang yang terinfeksi
dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta
kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang
lazim mengurangi risiko transmisi HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang,
walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap
kesempatan.[65] Penggunaan efektif kondom dan penapisan (screening) transfusi darah di
Amerika Utara, Eropa Barat, dan Eropa Tengah dianggap sebagai salah satu penyebab
kecilnya jumlah AIDS di daerah-daerah tersebut. Mempromosikan penggunaan kondom
terbukti kontroversial dan sulit. Banyak kelompok beragama, terutama Gereja Katolik
Roma, menentang penggunaan kondom karena alasan keagamaan dan terkadang melihat
promosi kondom sebagai perlawanan terhadap pernikahan, monogami, dan moralitas
seksual. Pihak yang mendukung peran Gereja Katolik dalam pencegahan AIDS dan
penyakit menular seksual secara umum menyatakan bahwa walaupun Gereja Katolik
mungkin melawan penggunaan kontrasepsi, Gereja Katolik juga adalah penentang kuat
hubungan di luar nikah.[66] Sikap ini juga ditemukan pada sejumlah penyedia fasilitas
kesehatan dan pembuat kebijakan di negara-negara Afrika Sub-Sahara, tempat tingkat
HIV dan AIDS yang sangat tinggi.[67] Mereka juga mempercayai bahwa distribusi dan
promosi kondom sama saja dengan mempromosikan seks di antara anak muda dan
memberikan pesan yang salah kepada orang yang tidak terinfeksi. Namun demikian,
tidak ada bukti bahwa promosi kondom meningkatkan tingkat seksualitas,[68] dan program
abstinence-only (hanya berpantang berhubungan badan dan tidak menggunakan kondom)
tidak berhasil di Amerika Serikat dalam mengubah perilaku seksual dan mengurangi
transmisi HIV.[69] Evaluasi sejumlah program abstinence-only di Amerika Serikat
menunjukkan dampak negatif terhadap kebersediaan kaum muda untuk menggunakan
konstrasepsi akibat penekanan mengenai kegagalan kontrasepsi.[70] Kondom laki-laki
berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak,
adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi
HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom
menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi
tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan
lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan
menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan
dengan kondom poliuretan.[71] Kondom lateks dapat rusak dan berlubang setelah jangka
waktu tertentu, sehingga kondom semacam ini memiliki tanggal kadaluwarsa. Di Eropa
dan Amerika Serikat, kondom harus memenuhi standar EC 600 (Eropa) atau D3492
(A.S.) agar diakui dapat melindungi dari transmisi HIV.

Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan,
yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak.
Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung
terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina.
Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam
vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah
bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk
sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom
wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif
terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi
pencegahan HIV yang penting.[72]

Dengan penggunaan kondom yang konsisten dan benar, risiko infeksi HIV sangatlah
kecil. Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa
dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang
belum terinfeksi di bawah 1% per tahun.[73]

Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan


Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual:

Abstinence or delay of sexual activity, especially for youth (berpantang atau


menunda kegiatan seksual, terutama bagi remaja),
Being faithful, especially for those in committed relationships (setia pada
pasangan, terutama bagi orang yang sudah memiliki pasangan),
Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom, bagi
orang yang melakukan perilaku berisiko).

Ada pula rumusan pendekatan ABC ini dalam bahasa Indonesia:[74]

Anda jauhi seks,


Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.

Pendekatan ini sangat berhasil di Uganda, yang prevalensi HIV-nya berkurang dari 15%
menjadi 5%. Namun demikian, sesungguhnya banyak hal lain yang telah dilakukan di
Uganda selain pendekatan tersebut. Edward Green, seorang ahli antropologi medis
Harvard, mengatakan, "Uganda telah melopori pendekatan untuk mengurangi stigma,
menggiatkan diskusi mengenai perilaku seksual, mengikutsertakan orang yang terinfeksi
HIV dalam penyuluhan, membujuk individu dan pasangan untuk diuji HIV dan diberi
bimbingan konseling, meningkatkan status perempuan, mengikutsertakan organisasi
keagamaan, melibatkan praktisi pengobatan tradisional, dan masih banyak lagi." Namun
demikian, banyak yang mengkritik pendekatan ABC karena individu yang setia namun
pasangannya tidak setia berisiko terkena HIV, sementara diskriminasi terhadap
perempuan sangatlah besar dan perempuan tidak dapat bersuara dalam hampir setiap
sektor kehidupan mereka.[75] Program lainnya lebih mempromosikan penggunaan
kondom. Misalnya, kondom merupakan bagian utama pada Pendekatan CNN:

Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom, bagi
orang yang melakukan perilaku berisiko),
Needles, use clean ones (jarum, gunakan jarum yang bersih),
Negotiating skills; negotiating safer sex with a partner and empowering women
to make smart choices (kemampuan negosiasi; menegosiasikan seks yang lebih
aman dengan pasangan dan memberdayakan perempuan agar dapat memilih
dengan bijak).

Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali
mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria
heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan bahwa pendekatan ini akan
digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapan
pendekatan itu akan harus berhadapan dengan sejumlah isu terkait kepraktisan,
kebudayaan, dan perilaku. Beberapa ahli khawatir bahwa kurangnya persepsi akan
kerentanan HIV pada laki-laki bersunat dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko
sehingga malah mengurangi dampak usaha pencegahan ini.[76] Selain itu, ahli kesehatan
Afrika Selatan khawatir bahwa penggunaan kembali pisau tidak steril pada ritual sunat
laki-laki dapat menyebarkan HIV.[77]

[sunting] Paparan dengan cairan tubuh yang terinfeksi


Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003.

Rute transmisi ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita
hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan
kembali syringe yang mengandung darah yang terkontaminasi dengan HIV tidak hanya
merupakan risiko utama infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi
penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV
dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur.
Risiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang
terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-
HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.[78] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat,
pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang.
Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan
tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara
maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO
memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan
melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.[79] Oleh sebab itu, Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah
ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk
mencegah transmisi HIV melalui fasilitas kesehatan.[80]

Risiko transmisi HIV pada resipien transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara
maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun
demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah
yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah
yang terinfeksi".[81]

Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung


tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah
infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi
jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba
(termasuk syringe, bola kapas, sendok, air untuk mengencerkan obat, sedotan, dan lain-
lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan.
Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas
kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat
gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak
negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan
penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.

[sunting] Transmisi ibu ke anak

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi in utero selama minggu-minggu terakhir
kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat transmisi antara ibu dan anak
selama kehamilan dan persalinan sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki
akses terhadap terapi antiretroviral dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat
transmisi hanya sebesar 1%.[49] Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi,
terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin
tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko transmisi sebesar 10-15%. Risiko ini
bergantung pada faktor klinis dan dapat bervariasi menurut pola dan lama menyusui.

Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretroviral, bedah caesar, dan pemberian makanan
formula mengurangi peluang transmisi HIV dari ibu ke anak.[82] Jika pemberian makanan
pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan
aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun
demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan
dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.[5]
Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama
melalui transmisi ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika.[83] Dari
semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di
Afrika Sub Sahara.[5]

Strategi pencegahan dikenal dengan baik di negara maju. Namun demikian, penelitian
perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara belakangan ini menunjukkan
bahwa minoritas banyak anak muda terus melakukan kegiatan berisiko tinggi dan
meskipun mengetahui tentang HIV/AIDS, anak muda meremehkan risiko terinfeksi
HIV.[84] Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan
transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.

[sunting] Penanganan
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya
yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus
atau, jika gagal, perawatan antiretroviral secara langsung setelah kontak dengan virus
secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP).[78] PEP memiliki jadwal
empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping
yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.[85]

Penanganan untuk infeksi HIV terdiri dari terapi antiretroviral yang sangat aktif (highly
active antiretroviral therapy), HAART.[86] Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-
orang yang terinfeksi HIV sejak diperkenalkan pada tahun 1996 setelah ditemukannya
HAART yang menggunakan inhibitor protease.[6] Pilihan terbaik HAART saat ini
mencakup kombinasi dari paling sedikit tiga obat yang berasal dari paling sedikit dua
jenis, atau "kelas" agen anti-retroviral. Kombinasi yang umum digunakan terdiri dari dua
nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) ditambah dengan
protease inhibitor atau non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena
penyakit HIV pada anak-anak lebih deras daripada pada orang dewasa, parameter
laboratorium sedikit prediktif tentang jalannya penyakit, terutama untuk anak muda,
rekomendasi perawatan lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa.[87] Di
negara-negara berkembang tempat HAART ada, dokter mengakses beban virus,
kecepatan pada berkurangnya CD4 dan kesiapan pasien sementara memilih ketika untuk
merekomendasikan perawatan segera.[88]

HAART membuat adanya stabilisasi gejala dan viremia pasien, tetapi tidak
menyembuhkan pasien dari HIV atau meredakan gejala, dan HIV-1 kelas tinggi dapat
melawan HAART, kembali setelah perawatan berhenti.[89][90] Lebih lagi, akan mengambil
lebih banyak waktu kehidupan individual untuk membersihkan infeksi HIV
menggunakan HAART.[91] Banyak individu terinfeksi HIV yang mendapatkan
pengalaman perbaikan hebatt pada kesehatan dan kualitas hidup mereka, yang
menyebabkan adanya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan HIV.[92][93][94]
Tanpa adanya HAART, infeksi HIV ke AIDS muncul dengan rata-rata sekitar sembilan
sampai sepuluh tahun dan waktu bertahan setelah memiliki AIDS hanya 9.2 bulan.[7]
HAART meningkatkan waktu bertahan antara 4 dan 12 tahun.[95][96] Hal ini berasal dari
fakta beberapa pasien dan di banyak kelompok klonikal, mungkin lebih dari lima puluh
persen pasien. HAART menerika jauh sedikit daripada hasil yang optimal. Hal ini
disebabkan oleh berbagai alasan seperti efek samping/pengobatan tidak ditolerir, teori
antiretroviral lebih dahulu tidak efektif dan infeksi dengan HIV yang melawan obat,
namun, tidak-taat dan tidak-sakit terus menerus dengan terapi antiretroviral adalah alasan
utama kebanyakan individual gagal untuk mendapat keuntungan dari perkembangan
perlawanan terhadap HAART.[97] Alasan tidak-taat dan tidak-sakit terus menerus dengan
HAART bervariasi dan saling melengkapi. Isu utama psikososial, seperti akses yang
kurang terhadap fasilitas kesehatan, dukungan sosial yang tidak mencukupi, penyakit
jiwa dan penyalahgunaan obat mengkontribusi pada tidak-taat. Kerumitan aturan
HAART, apakah karena jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan atau isu lainnya
bersama dengan efek sampil yang membuat tidak-taat sengaja juga memiliki dampak
berat.[98][99][100] Efek samping termasuk lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin,
meningkatkan risiko sistem kardiovaskular dan kelainan bawaan.[101][102]

Multivitamin harian dan suplemen mineral ditemukan dapat mengurangi alur penyakit
HIV pada laki-laki dan wanita. Hal ini dapat menjadi intervensi "berharga-rendah" yang
tersedia selama awal penyakit HIV untuk memperpanjang waktu sebelum terapi
antiretroviral didapat.[103] Beberapa bahab gizi individual juga telah dicoba.[104][105] Obat
anti-retroviral mahal, dan mayoritas individual yang terinfeksi tidak memiliki akses
terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS.[106] Hanya vaksin yang dapat
menahan pandemik karena vaksin akan berharga lebih sedikit, demikian negara-negara
berkembang mampu dan tidak membutuhkan perawatan harian,[106] namun, setelah lebih
dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap menjadi target vaksin yang sulit.[106]

Penelitian untuk membuktikan perawatan termasuk pengurangan efek samping obat, jauh
menyerderhanakan aturan obat untuk membuktikan kesetiaan, dan membuktikan rentetan
terbaik aturan untuk mengatur perlawanan obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
ukuran untuk mencegah infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani
pasien dengan infeksi HIV. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang
belum terinfeksi dengan virus ini dan dalam risiko terinfeksi.[107] Pasien dengan
penindasan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan menerima terapi propilaktik
untuk Pneumonia pneumosistis, dan banyak pasien mendapat manfaat dari terapi
propilaktik untuk toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis.[85]

Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah
aliran penyakit.[108] Pada dekade awal epidemik ketika tidak ada penanganan berguna
yang ada, jumlah besar orang dengan AIDS dicoba dengan terapi alternatif. Definisi
"terapi alternatif" pada AIDS telah berubah sejak waktu itu, lalu, frase itu sering merujuk
pada penanganan komunitas, belum dicoba oleh pemerintah atau penelitian perusahaan
farmasi, dan beberapa berharap akan secara langsung menekan virus atau menstimulir
sistem imun melawannya. Contoh obat alternatif yang diharapkan dapat mengurangi
gejala atau menambah kualitas hidup termasuk urut, manajemen stres, obat jamu dan
bunga seperti boxwood,[109][110] dan akupunktur.[108] Ketika menggunakan penanganan
biasa, banyak yang merujuk kepadanya sebagai penanganan "saling melengkapi".
Meskipun penyebaran penggunaan obat saling melengkapi dan alternatif oleh orang yang
hidup dengan HIV/AIDS, belum ada hasil efektif dari terapi-terapi ini.[111]

[sunting] Epidemiologi

Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.
██ 15–50% ██ 5–15% ██ 0.5–1.0% ██ 0.1–0.5% ██ <0.1% ██ tidak ada data
██ 1–5%

UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretroviral
bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan
2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta
(570.000) merupakan anak-anak.[5]

Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005,
antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS
meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.[5]

Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan
21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka
adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua
orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%)
dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta]
anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.[5] Asia Selatan dan Asia Tenggara
adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di
region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn
perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati
perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi)
infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[112] Di 35
negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5
tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.[113]

Evaluasi terbaru dari Departemen Evaluasi Operasi Bank Dunia menetapkan keefektifan
bantuan bank Dunia pada tingkat-negara HIV/AIDS, didefinisikan sebagai dialog
kebijakan, hasil analitik, dan peminjaman, dengan obyektif eksplisit mengurangi dampak
epidemik AIDS.[114] Ini adalah evaluasi luas pertama dukungan Bank Dunia kepada
negara-negara untuk melawan HIV/AIDS, dari awal epidemik melalui pertengahan-2004.
Dengan bantuan Bank Dunia untuk implementasi program pemerintah oleh pemerintah,
bantuan Bank Dunia menyediakan pengertian penting pada bagaimana program nasional
AIDS dapat dibuat lebih efektif.

Perkembangan HAART sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS pada
pokoknya mengurangi kematian dari penyakit ini di daerah yang secara luas ada. HAART
telah membuat kesalahan tanggapan bahwa penyakit AIDS telah pergi jauh, faktanya,
harapan hidup orang dengan AIDS meningkat di negara-negara tempat HAART secara
luas digunakan, jumlah orang yang hidup dengan AIDS telah meningkat. Di Amerika
Serikat, jumlah orang dengan AIDS meningkat dari sekitar 35.000 tahun 1988 menjadi
lebih dari 220.000 pada tahun 1996.

Di Afrika, jumlah transmisi ibu ke anak dan meratanya AIDS adalah awal untuk
membalikan dekade pergerakan kuat dalam keselamatan anak. Negara seperti Uganda
berusaha untuk menurunkan epidemik transmisi ibu ke anak dengan menawarkan VCT
(tes dan anjuran sukarela), PMTCT (pencegahan transmisi ibu ke anak) dan fasilitas ANC
(fasilitas ante-natal), yang termasuk distribusi terapi antiretroviral.
[sunting] Dampak ekonomi

Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di Afrika. Botswana


Zimbabwe Kenya Afrika Selatan Uganda

HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah


manusia dengan kemampuan produksi. UNAIDS memprediksi akibat untuk Afrika Sub
Sahara tahun 2025. Jarak tersebut dari masa stabil dan pada akhirnya berkurang dalam
kematian dimulai sekitar tahun 2012 merupakan bencana besar perkembangan pada
jumlah kematian dengan potensi 90 juta kasus infeksi.[5]

Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara
berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya
tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai.
Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah.
Di daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu
yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang tua.

Mortalitas yang meningkat di daerah ini akan menyebabkan populasi kecil yang tidak
memiliki keterampilan dan pekerja.[115] Pekerja yang lebih sedikit akan didominasi anak
muda, yang mengurangi pengetahuan dan pengalaman kerja yang menyebabkan
berkurangnya produktivitas . Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga
yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang
meningkat juga akan melemahkan mekanisme yang menggenerasikan kapital manusia
dan investasi, dengan kehilangan pendapatan dan meninggalnya orang tua.[115] Dengan
membunuh banyak dewasa muda, AIDS melemahkan populasi yang dapat membayar
pajak, mengurangi dana untuk publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan untuk
yang tidak berhubungan dengan AIDS menyebabkan tekanan untuk keuangan negara dan
memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hasil dari pertumbuhan yang lambat
menyebabkan menguatkan pengeluaran yang berkembang untuk menangani orang yang
sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang sakit), pembayaran sakit dan merawat
anak yatim piatu AIDS. Hal ini terutama benar jika peningkatan tajam mortalitas orang
dewasa, tanggung jawab dan penyalahan dari keluarga terhadap pemerintah untuk
menangani anak yatim piatu.
Pada rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan
pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Pengaruh pendapatan menyebabkan
pengurangan pengeluaran dan juga efek penggantian dari pendidikan dan menuju
kesehatan dan pengeluaran penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukan bahwa
rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan dua kali lebih banyak pada
perawatan medis daripada rumah tangga lainnya.

UNAIDS, WHO dan United Nations Development Programme mendokumentasikan


sebuah hubungan antara menurunnya harapan hidup dan menurunnya produk domestik
bruto di banyak negara-negara Afrika dengan rata-rata 10% atau lebih. Sunguh-sunguh,
sejak tahun 1992, prediksi bahwa AIDS akan memperlambat pertumbuhan ekonomi di
negara-negara ini telah dipublikasikan. Dampak tergantung dari asumsi tentang luasnya
untuk didanai oleh tabungan dan orang yang akan terinfeksi.[116] Kesimpulan dicapai dari
model pertumbuhan 30 ekonomi Sub Sahara selama periode 1990-2025, rata
pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan menurun antara 0.56 dan 1.47%. Dampak
pada produk domestik bruto per kapita sedikit meyakinkan, namun, pada tahun 2000,
rata-rata pertumbuhan produk domestik bruto per kapiat Afrika menurun 0.7% tiap tahun
dari tahun 1990-1997 dengan 0.3% lebih jauh menurun per tahun di negara yang juga
terkena malaria.[117] Ramalan kini adalah pertumbuhan produk domestik bruto untuk
negara tersebut akan mengalami penurunan lebih jauh diantara 0.5 dan 2.6% per
tahun,[115] namun, perkiraan ini dapat diremehkan karena tidak terlihat pada pengaruh
hasil produksi per kapita.[118]

Banyak pemerintah di Afrika Sub Sahara menolak bahwa terdapat masalah untuk
setahun, dan mulai bekerja menuju solusi. Pendanaan adalah masalah di daerah
pencegahan HIV ketika dibandingkan pada perkiraan konservatif masalah .

Perlengkapan HIV/AIDS resmi pertama di dunia diluncurkan di Zimbabwe pada tanggal


3 Oktober 2006 adalah produk hasil kolaboratif antara Gerakan Internasional Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah, World Health Organization dan Layanan Penebaran
Informasi HIV/AIDS Afrika Selatan. Hal ini untuk memperkuat orang hidup dengan
HIV/AIDS dan dukungan luar minimal suster. Paket yang berisi bentuk delapan modul
memfokuskan fakta tentang HIV dan AIDS, sebelumnya dites di Zimbabwe pada bulan
Maret tahun 2006 untuk menentukan penyesuaian. Peralatan ini mengatur beberapa hal
lain, panduan yang dikategorikan pada manajemen klinik, pendidikan dan anjuran untuk
korban AIDS.[119]

Konsensus Kopenhagen adalah proyek yang mencoba untuk mendirikan prioritas untuk
perkembangan kesejahteraan global menggunakan metodologi berdasarkan teori ekonomi
kesejahteraan. Seluruh pesertanya adalah ahli ekonomi, dengan fokus pada proyek
menjadi prioritisasi rasional berdasarkan analisis ekonomi. Proyek ini berdasarkan
anggapan bahwa dalam dendam milyaran dolar yang dihabiskan untuk tantangan global
oleh Perserikatan Bangsa Bangsa, pemerintah negara kaya, lembaga, amal, dan
organisasi-organisasi bukan milik pemerintah, uang dihabiskan pada masalah seperti
kekurangan gizi dan perubahan iklim tidak cukup untuk mencapai banyak target yang
disetujui secara internasional. Prioritas tertinggi menentukan untuk
mengimplementasikan ukuran baru untuk mencegah penyebaran HIV dan AIDS. The
Economist memperkirakan bahwa investasi $27 milyar dapat mencegah hampir 30 juta
infeksi baru pada tahun 2010.

[sunting] Stigma

Tanda peringatan AIDS di Kota Ho Chi Minh, Vietnam (Agustus 2005).

Stigma AIDS ada di dunia dalam berbagai cara, termasuk pengasingan, penolakan,
diskriminasi dan penghindaran orang yang terinfeksi HIV. Diwajibkan uji coba HIV
tanpa lebih dahulu persetujuan atau perlindungan kekerasan atas individual atau orang
yang terinfeksi HIV yang diketahui terinfeksi dengan HIV, dan mengkarantinakan orang
yang terinfeksi HIV.[120] Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan mencegah banyak orang
melakukan tes HIV, kembali untuk hasil mereka, atau menjaga perawatan, kemungkinan
berbalik apa dapat mengendalikan sakit kronik menjadi kalimat kematian dan
mengabadikan penyebaran HIV.[121]

Stigma AIDS lebih jauh terbagi menjadi tiga kategori:

1. Stigma instrumental AIDS - refleksi ketakutan dan keprihatinan yang


berhubungan dengan penyakit mematikan dan dapat ditransmisikan.[122]
2. Stigma simbolis AIDS - penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap
melalui grup sosial atau gaya hidup diketahui berhubungan dengan penyakit.[122]
3. Stigma kesopanan AIDS - stigmatisasi orang yang berhubungan dengan isu
HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.[123]
Sering, stigma AIDS diekspresikan dengan satu atau lebih stigma, terutama yang
berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, persetubuhan dengan siapa saja dan
penggunaan narkoba.

Di banyak negara berkembang, terdapat hubungan antara AIDS dan homoseksualitas atau
biseksualitas, dan hubungan ini berhubungan dengan tingkat prasangka seksual yang
lebih tinggi seperti sifat anti homoseksual.[124] Terdapat hubungan yang diketahui antara
AIDS dengan semua sifat seksual laki-laki, termasuk seks antara laki-laki yang belum
terinfeksi.[122]

Mereka kebanyakan memiliki pengertian yang salah tentang transmisi HIV dan untuk
mempunyai stigma HIV/AIDS adalah orang yang sedikit pendidikannya dan orang
dengan tingkat religius atau ideologi politik yang tinggi.[122][124][125]

Lihat Stigma dan HIV-AIDS, penilaian literatur untuk penjelasan lebih lengkap
tentang topik ini[126]

[sunting] Asal mula HIV


AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease
Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis
(sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh
Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.[127]

Tiga dari infeksi HIV awal yang diketahui adalah:

1. Sampel plasma diambil tahun 1959 dari laki-laki dewasa yang tinggal di
Kinshasa, kini merupakan bagian dari Republik Demokratik Kongo.[128]
2. HIV ditemukan pada sampel jaringan dari "Robert R.", remaja Afrika-Amerika
berusia 15 tahun yang meninggal di St. Louis tahun 1969.[129]
3. HIV ditemukan pada sampel jaringan dari Arvid Noe, pelaut Norwegia yang
meninggal sekitar tahun 1976.[130]

Dua spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan
lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di
dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat.[131] Baik
HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes
troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.[132] HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey
(Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.

Banyak ahli percaya bahwa HIV masuk kedalam tubuh manusia akibat kontak dengan
primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.[133] Teori yang lebih
kontroversial yang diketahui dengan nama hipotesis OPV AIDS mengusulkan bahwa
epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia oleh penelitian Hilary
Koprowski terhadap vaksin polio.[134][135] Menurut komunitas ilmu pengetahuan, skenario
ini tidak didukung oleh bukti yang ada.[136][137][138]
[sunting] Hipotesis alternatif
Beberapa ilmuwan dan aktivis mempertanyakan hubungan antara HIV dan AIDS,[139]
adanya HIV,[140] atau kebenaran percobaan dan metode perawatan. Klaim ini diperiksa
dan secara luas ditolak oleh komunitas ilmu pengetahuan,[141] walaupun memiliki
pengaruh politik, terutama di Afrika Selatan, dan penerimaan pemerintah tentang AIDS
disalahkan untuk respon yang tidak efektif bahwa negara itu epidemik terhadap
AIDS.[142][143][144]

[sunting] Kesalahpahaman HIV dan AIDS


Beberapa kesalahpahaman telah terjadi tentang HIV/AIDS. Terdapat tiga
kesalahpahaman yang paling umum terjadi, yaitu AIDS dapat menyebar melalui kontak
sehari-hari, hubungan seksual dengan perawan akan menyembuhkan AIDS, dan HIV
hanya dapat menginfeksi laki-laki homoseksual dan pemakai narkoba. Kesalahpahaman
lainnya adalah bahwa seks anal antara laki-laki homoseksual dapat menyebabkan infeksi
AIDS, dan membuka diskusi homoseksualitas dan HIV di sekolah menyebabkan
meningkatnya homoseksual dan AIDS.[145]

[sunting] Referensi
1. ^ Marx, J. L. (1982). "New disease baffles medical community". Science 217
(4560): 618–621. PubMed.
2. ^ Divisions of HIV/AIDS Prevention. (2003). HIV and Its Transmission. Centers
for Disease Control & Prevention. URL diakses pada 2006-05-23
3. ^ San Francisco AIDS Foundation. (2006-04-14). How HIV is spread. URL
diakses pada 2006-05-23
4. ^ Gao, F., Bailes, E., Robertson, D. L., Chen, Y., Rodenburg, C. M., Michael, S.
F., Cummins, L. B., Arthur, L. O., Peeters, M., Shaw, G. M., Sharp, P. M. and
Hahn, B. H. (1999). "Origin of HIV-1 in the Chimpanzee Pan troglodytes
troglodytes". Nature 397 (6718): 436–441. PubMed DOI:10.1038/17130.
5. ^ a b c d e f g h i UNAIDS (2006). "Overview of the global AIDS epidemic", 2006
Report on the global AIDS epidemic (PDF). Diakses pada 8 Juni 2006.
6. ^ a b Palella, F. J. Jr, Delaney, K. M., Moorman, A. C., Loveless, M. O., Fuhrer, J.,
Satten, G. A., Aschman and D. J., Holmberg, S. D. (1998). "Declining morbidity
and mortality among patients with advanced human immunodeficiency virus
infection. HIV Outpatient Study Investigators". N. Engl. J. Med 338 (13): 853–
860. PubMed.
7. ^ a b c d e Morgan, D., Mahe, C., Mayanja, B., Okongo, J. M., Lubega, R. and
Whitworth, J. A. (2002). "HIV-1 infection in rural Africa: is there a difference in
median time to AIDS and survival compared with that in industrialized
countries?". AIDS 16 (4): 597–632. PubMed.
8. ^ a b Clerici, M., Balotta, C., Meroni, L., Ferrario, E., Riva, C., Trabattoni, D.,
Ridolfo, A., Villa, M., Shearer, G.M., Moroni, M. and Galli, M. (1996). "Type 1
cytokine production and low prevalence of viral isolation correlate with long-term
non progression in HIV infection". AIDS Res. Hum. Retroviruses. 12 (11): 1053–
1061. PubMed.
9. ^ a b Morgan, D., Mahe, C., Mayanja, B. and Whitworth, J. A. (2002).
"Progression to symptomatic disease in people infected with HIV-1 in rural
Uganda: prospective cohort study". BMJ 324 (7331): 193–196. PubMed.
10. ^ Gendelman, H. E., Phelps, W., Feigenbaum, L., Ostrove, J. M., Adachi, A.,
Howley, P. M., Khoury, G., Ginsberg, H. S. and Martin, M. A. (1986).
"Transactivation of the human immunodeficiency virus long terminal repeat
sequences by DNA viruses". Proc. Natl. Acad. Sci. U. S. A. 83 (24): 9759–9763.
PubMed.
11. ^ Bentwich, Z., Kalinkovich., A. and Weisman, Z. (1995). "Immune activation is
a dominant factor in the pathogenesis of African AIDS.". Immunol. Today 16 (4):
187–191. PubMed.
12. ^ a b Contohnya adalah orang dengan mutasi CCR5-Δ32 (delesi 32 nukleotida
pada gen penyandi reseptor chemokine CCR5 yang mempengaruhi fungsi sel T)
yang kebal terhadap beberapa galur HIV.Tang, J. and Kaslow, R. A. (2003). "The
impact of host genetics on HIV infection and disease progression in the era of
highly active antiretroviral therapy". AIDS 17 (Suppl 4): S51–S60. PubMed.
13. ^ Quiñones-Mateu, M. E., Mas, A., Lain de Lera, T., Soriano, V., Alcami, J.,
Lederman, M. M. and Domingo, E. (1998). "LTR and tat variability of HIV-1
isolates from patients with divergent rates of disease progression". Virus Research
57 (1): 11–20. PubMed.
14. ^ a b Campbell, G. R., Pasquier, E., Watkins, J., Bourgarel-Rey, V., Peyrot, V.,
Esquieu, D., Barbier, P., de Mareuil, J., Braguer, D., Kaleebu, P., Yirrell, D. L. and
Loret E. P. (2004). "The glutamine-rich region of the HIV-1 Tat protein is
involved in T-cell apoptosis". J. Biol. Chem. 279 (46): 48197–48204. PubMed.
15. ^ Kaleebu P, French N, Mahe C, Yirrell D, Watera C, Lyagoba F, Nakiyingi J,
Rutebemberwa A, Morgan D, Weber J, Gilks C, Whitworth J. (2002). "Effect of
human immunodeficiency virus (HIV) type 1 envelope subtypes A and D on
disease progression in a large cohort of HIV-1-positive persons in Uganda". J.
Infect. Dis. 185 (9): 1244–1250. PubMed.
16. ^ World Health Organization (1990). "Interim proposal for a WHO staging
system for HIV infection and disease". WHO Wkly Epidem. Rec. 65 (29): 221–
228. PubMed.
17. ^ Centers for Disease Control (CDC) (1982). "Persistent, generalized
lymphadenopathy among homosexual males.". MMWR Morb Mortal Wkly Rep.
31 (19): 249–251. PubMed.
18. ^ Barré-Sinoussi, F., Chermann, J. C., Rey, F., Nugeyre, M. T., Chamaret, S.,
Gruest, J., Dauguet, C., Axler-Blin, C., Vezinet-Brun, F., Rouzioux, C.,
Rozenbaum, W. and Montagnier, L. (1983). "Isolation of a T-lymphotropic
retrovirus from a patient at risk for acquired immune deficiency syndrome
(AIDS)". Science 220 (4599): 868–871. PubMed.
19. ^ a b Centers for Disease Control (CDC) (1982). "Opportunistic infections and
Kaposi's sarcoma among Haitians in the United States". MMWR Morb Mortal
Wkly Rep. 31 (26): 353–354; 360–361. PubMed.
20. ^ Altman, L.K.. "'New homosexual disorder worries officials'", New York Times,
1982-05-11.
21. ^ Kher, U.. "A Name for the Plague", Time, 1982-07-27.
22. ^ Centers for Disease Control (CDC) (1982). "Update on acquired immune
deficiency syndrome (AIDS)—United States.". MMWR Morb Mortal Wkly Rep.
31 (37): 507–508; 513–514. PubMed.
23. ^ CDC. (1992). 1993 Revised Classification System for HIV Infection and
Expanded Surveillance Case Definition for AIDS Among Adolescents and Adults.
CDC. URL diakses pada 2006-02-09
24. ^ a b Kumaranayake, L. and Watts, C. (2001). "Resource allocation and priority
setting of HIV/AIDS interventions: addressing the generalized epidemic in sub-
Saharan Africa". J. Int. Dev. 13 (4): 451–466. doi:10.1002/jid.798.
25. ^ Holmes, C. B., Losina, E., Walensky, R. P., Yazdanpanah, Y., Freedberg, K. A.
(2003). "Review of human immunodeficiency virus type 1-related opportunistic
infections in sub-Saharan Africa". Clin. Infect. Dis. 36 (5): 656–662. PubMed.
26. ^ Guss, D. A. (1994). "The acquired immune deficiency syndrome: an overview
for the emergency physician, Part 1". J. Emerg. Med. 12 (3): 375–384. PubMed.
27. ^ Guss, D. A. (1994). "The acquired immune deficiency syndrome: an overview
for the emergency physician, Part 2". J. Emerg. Med. 12 (4): 491–497. PubMed.
28. ^ Schneider, M. F., Gange, S. J., Williams, C. M., Anastos, K., Greenblatt, R. M.,
Kingsley, L., Detels, R., and Munoz, A. (2005). "Patterns of the hazard of death
after AIDS through the evolution of antiretroviral therapy: 1984–2004". AIDS 19
(17): 2009–2018. PubMed.
29. ^ a b Lawn, S. D. (2004). "AIDS in Africa: the impact of coinfections on the
pathogenesis of HIV-1 infection". J. Infect. Dis. 48 (1): 1–12. PubMed.
30. ^ Campbell, G. R., Watkins, J. D., Esquieu, D., Pasquier, E., Loret, E. P. and
Spector, S. A. (2005). "The C terminus of HIV-1 Tat modulates the extent of
CD178-mediated apoptosis of T cells". J. Biol. Chem. 280 (46): 38376–39382.
PubMed.
31. ^ Senkaali, D., Muwonge, R., Morgan, D., Yirrell, D., Whitworth, J. and Kaleebu,
P. (2005). "The relationship between HIV type 1 disease progression and V3
serotype in a rural Ugandan cohort". AIDS Res. Hum. Retroviruses. 20 (9): 932–
937. PubMed.
32. ^ Feldman, C. (2005). "Pneumonia associated with HIV infection". Curr. Opin.
Infect. Dis. 18 (2): 165–170. PubMed.
33. ^ Decker, C. F. and Lazarus, A. (2000). "Tuberculosis and HIV infection. How to
safely treat both disorders concurrently". Postgrad Med. 108 (2): 57–60, 65–68.
PubMed.
34. ^ Zaidi, S. A. & Cervia, J. S. (2002). "Diagnosis and management of infectious
esophagitis associated with human immunodeficiency virus infection". J. Int.
Assoc. Physicians AIDS Care (Chic Ill) 1 (2): 53–62. PubMed.
35. ^ Guerrant, R. L., Hughes, J. M., Lima, N. L., Crane, J. (1990). "Diarrhea in
developed and developing countries: magnitude, special settings, and etiologies".
Rev. Infect. Dis. 12 (Suppl 1): S41–S50. PubMed.
36. ^ Luft, B. J. and Chua, A. (2000). "Central Nervous System Toxoplasmosis in
HIV Pathogenesis, Diagnosis, and Therapy". Curr. Infect. Dis. Rep. 2 (4): 358–
362. PubMed.
37. ^ Sadler, M. and Nelson, M. R. (1997). "Progressive multifocal
leukoencephalopathy in HIV". Int. J. STD AIDS 8 (6): 351–357. PubMed.
38. ^ Gray, F., Adle-Biassette, H., Chrétien, F., Lorin de la Grandmaison, G., Force,
G., Keohane, C. (2001). "Neuropathology and neurodegeneration in human
immunodeficiency virus infection. Pathogenesis of HIV-induced lesions of the
brain, correlations with HIV-associated disorders and modifications according to
treatments". Clin. Neuropathol. 20 (4): 146–155. PubMed.
39. ^ Grant, I., Sacktor, H., and McArthur, J. (2005). "HIV neurocognitive disorders",
in H. E. Gendelman, I. Grant, I. Everall, S. A. Lipton, and S. Swindells. (ed.): The
Neurology of AIDS (PDF), 2nd, London, UK: Oxford University Press, 357–373.
ISBN 0-19-852610-5.
40. ^ Satishchandra, P., Nalini, A., Gourie-Devi, M., Khanna, N., Santosh, V., Ravi,
V., Desai, A., Chandramuki, A., Jayakumar, P. N., and Shankar, S. K. (2000).
"Profile of neurologic disorders associated with HIV/AIDS from Bangalore,
South India (1989–1996)". Indian J. Med. Res. 11: 14–23. PubMed.
41. ^ Wadia, R. S., Pujari, S. N., Kothari, S., Udhar, M., Kulkarni, S., Bhagat, S., and
Nanivadekar, A. (2001). "Neurological manifestations of HIV disease". J. Assoc.
Physicians India 49: 343–348. PubMed.
42. ^ Boshoff, C. and Weiss, R. (2002). "AIDS-related malignancies". Nat. Rev.
Cancer 2 (5): 373–382. PubMed.
43. ^ Yarchoan, R., Tosatom G. and Littlem R. F. (2005). "Therapy insight: AIDS-
related malignancies — the influence of antiviral therapy on pathogenesis and
management". Nat. Clin. Pract. Oncol. 2 (8): 406–415. PubMed.
44. ^ Bonnet, F., Lewden, C., May, T., Heripret, L., Jougla, E., Bevilacqua, S.,
Costagliola, D., Salmon, D., Chene, G. and Morlat, P. (2004). "Malignancy-
related causes of death in human immunodeficiency virus-infected patients in the
era of highly active antiretroviral therapy". Cancer 101 (2): 317–324. PubMed.
45. ^ Skoulidis, F., Morgan, M. S., and MacLeod, K. M. (2004). "Penicillium
marneffei: a pathogen on our doorstep?". J. R. Soc. Med. 97 (2): 394–396.
PubMed.
46. ^ Russell, Sabin Unsettling re-emergence of 'gay cancer'. San Francisco
Chronicle. URL diakses pada 2007-10-11
47. ^ Smith, D. K., Grohskopf, L. A., Black, R. J., Auerbach, J. D., Veronese, F.,
Struble, K. A., Cheever, L., Johnson, M., Paxton, L. A., Onorato, I. A., Greenberg,
A. E. (2005). "Antiretroviral Postexposure Prophylaxis After Sexual, Injection-
Drug Use, or Other Nonoccupational Exposure to HIV in the United States".
MMWR 54 (RR02): 1–20.
48. ^ Donegan, E., Stuart, M., Niland, J. C., Sacks, H. S., Azen, S. P., Dietrich, S. L.,
Faucett, C., Fletcher, M. A., Kleinman, S. H., Operskalski, E. A., et al. (1990).
"Infection with human immunodeficiency virus type 1 (HIV-1) among recipients
of antibody-positive blood donations". Ann. Intern. Med. 113 (10): 733–739.
PubMed.
49. ^ a b Coovadia, H. (2004). "Antiretroviral agents—how best to protect infants
from HIV and save their mothers from AIDS". N. Engl. J. Med. 351 (3): 289–292.
PubMed.
50. ^ Kaplan, E. H. and Heimer, R. (1995). "HIV incidence among New Haven
needle exchange participants: updated estimates from syringe tracking and testing
data". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. Hum. Retrovirol. 10 (2): 175–176.
PubMed.
51. ^ a b c d European Study Group on Heterosexual Transmission of HIV (1992).
"Comparison of female to male and male to female transmission of HIV in 563
stable couples". BMJ. 304 (6830): 809–813. PubMed.
52. ^ a b c d e f Varghese, B., Maher, J. E., Peterman, T. A., Branson, B. M. and
Steketee, R. W. (2002). "Reducing the risk of sexual HIV transmission:
quantifying the per-act risk for HIV on the basis of choice of partner, sex act, and
condom use". Sex. Transm. Dis. 29 (1): 38–43. PubMed.
53. ^ Bell, D. M. (1997). "Occupational risk of human immunodeficiency virus
infection in healthcare workers: an overview.". Am. J. Med. 102 (5B): 9–15.
PubMed.
54. ^ Leynaert, B., Downs, A. M. and de Vincenzi, I. (1998). "Heterosexual
transmission of human immunodeficiency virus: variability of infectivity
throughout the course of infection. European Study Group on Heterosexual
Transmission of HIV". Am. J. Epidemiol. 148 (1): 88–96. PubMed.
55. ^ Facts about AIDS & HIV. URL diakses pada 2006-12-14
56. ^ Johnson AM & Laga M, Heterosexual transmission of HIV, AIDS, 1988,
2(suppl. 1):S49-S56; N'Galy B & Ryder RW, Epidemiology of HIV infection in
Africa, Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes, 1988, 1(6):551-558;
dan Deschamps M et al., Heterosexual transmission of HIV in Haiti, Annals of
Internal Medicine, 1996, 125(4):324-330.
57. ^ Rothenberg, R. B., Scarlett, M., del Rio, C., Reznik, D., O'Daniels, C. (1998).
"Oral transmission of HIV". AIDS 12 (16): 2095–2105. PubMed.
58. ^ Mastro TD, de Vincenzi I (1996). "Probabilities of sexual HIV-1 transmission".
AIDS 10 (Suppl A): S75–S82. PubMed.
59. ^ World Health Organization. (2006). WHO Multi-country Study on Women's
Health and Domestic Violence against Women. URL diakses pada 2006-12-14
60. ^ Koenig, Michael et al (2004). "Coerced first intercourse and reproductive health
among adolescent women in Rakai, Uganda". International Family Planning
Perspectives 30 (4:156): 156.
61. ^ a b Laga, M., Nzila, N., Goeman, J. (1991). "The interrelationship of sexually
transmitted diseases and HIV infection: implications for the control of both
epidemics in Africa". AIDS 5 (Suppl 1): S55–S63. PubMed.
62. ^ Tovanabutra, S., Robison, V., Wongtrakul, J., Sennum, S., Suriyanon, V.,
Kingkeow, D., Kawichai, S., Tanan, P., Duerr, A., Nelson, K. E. (2002). "Male
viral load and heterosexual transmission of HIV-1 subtype E in northern
Thailand". J. Acquir. Immune. Defic. Syndr. 29 (3): 275–283. PubMed.
63. ^ Sagar, M., Lavreys, L., Baeten, J. M., Richardson, B. A., Mandaliya, K.,
Ndinya-Achola, J. O., Kreiss, J. K., Overbaugh, J. (2004). "Identification of
modifiable factors that affect the genetic diversity of the transmitted HIV-1
population". AIDS 18 (4): 615–619. PubMed.
64. ^ Lavreys, L., Baeten, J. M., Martin, H. L. Jr., Overbaugh, J., Mandaliya, K.,
Ndinya-Achola, J., and Kreiss, J. K. (2004). "Hormonal contraception and risk of
HIV-1 acquisition: results of a 10-year prospective study". AIDS 18 (4): 695–697.
PubMed.
65. ^ Cayley, W. E. Jr. (2004). "Effectiveness of condoms in reducing heterosexual
transmission of HIV". Am. Fam. Physician 70 (7): 1268–1269. PubMed.
66. ^ Gereja Katolik (1997). "Offenses against chastity", Catechism of the Catholic
Church: Second Edition. Vatican: Amministrazione Del Patrimonio Della Sede
Apostolica, 2353. Diakses pada 14 Juni 2006.
67. ^ Human Rights Watch (2005). "Restrictions on Condoms", The Less They Know,
the Better. New York NY: Human Rights Watch.
68. ^ Anonim (1997). "Study shows condom use does not promote promiscuity.".
AIDS Policy Law. 12 (12): 6–7. PubMed.
69. ^ Human Rights Watch. (2002-09-02). Ignorance only: HIV/AIDS, Human rights
and federally funded abstinence-only programs in the United States. Texas: A case
study. Human Rights Watch. URL diakses pada 2006-03-28
70. ^ Debra Hauser. (2004). Five Years of Abstinence-Only-Until-Marriage
Education: Assessing the Impact. (PDF) Advocates for Youth. URL diakses pada
2006-06-07
71. ^ Durex. Module 5/Guidelines for Educators. (Microsoft Word) URL diakses
pada 2006-04-17
72. ^ PATH (2006). "The female condom: significant potential for STI and pregnancy
prevention". Outlook 22 (2).
73. ^ WHO. (August, 2003). Condom Facts and Figures. URL diakses pada 2006-01-
17
74. ^ 2 Desember 2003, "Yayasan Bhakti Gelar Orasi Panggung", Bali Post
75. ^ The Economist. (2005). Too much morality, too little sense. URL diakses pada
2006-03-28
76. ^ NIAID. Adult Male Circumcision Significantly Reduces Risk of Acquiring
HIV: Trials Kenya and Uganda Stopped Early. URL diakses pada 2006-12-15
77. ^ Various. (2005). Repeated Use of Unsterilized Blades in Ritual Circumcision
Might Contribute to HIV Spread in S. Africa, Doctors Say. Kaisernetwork.org.
URL diakses pada 2006-03-28
78. ^ a b Fan, H. (2005). in Fan, H., Conner, R. F. and Villarreal, L. P. eds: AIDS:
science and society, 4th, Boston, MA: Jones and Bartlett Publishers. ISBN 0-
7637-0086-X.
79. ^ WHO. (2003-03-17). WHO, UNAIDS Reaffirm HIV as a Sexually Transmitted
Disease. URL diakses pada 2006-01-17
80. ^ Physicians for Human Rights. (2003-03-13). HIV Transmission in the Medical
Setting: A White Paper by Physicians for Human Rights. Partners in Health. URL
diakses pada 2006-03-01
81. ^ WHO. (2001). Blood safety....for too few. URL diakses pada 2006-01-17
82. ^ Sperling, R. S., Shapirom D. E., Coombsm R. W., Todd, J. A., Herman, S. A.,
McSherry, G. D., O'Sullivan, M. J., Van Dyke, R. B., Jimenez, E., Rouzioux, C.,
Flynn, P. M., Sullivan, J. L. (1996). "Maternal viral load, zidovudine treatment,
and the risk of transmission of human immunodeficiency virus type 1 from
mother to infant". N. Engl. J. Med. 335 (22): 1621–1629. PubMed.
83. ^ Berry, S.. (2006-06-08). Children, HIV and AIDS. avert.org. URL diakses pada
2006-06-15
84. ^ Dias, S. F., Matos, M. G. and Goncalves, A. C. (2005). "Preventing HIV
transmission in adolescents: an analysis of the Portuguese data from the Health
Behaviour School-aged Children study and focus groups". Eur. J. Public Health
15 (3): 300–304. PubMed.
85. ^ a b Department of Health and Human Services. (February, 2006). A Pocket
Guide to Adult HIV/AIDS Treatment February 2006 edition. URL diakses pada
2006-09-01
86. ^ Department of Health and Human Services. (February, 2006). A Pocket Guide
to Adult HIV/AIDS Treatment February 2006 edition. URL diakses pada 2006-
09-01
87. ^ Department of Health and Human Services Working Group on Antiretroviral
Therapy and Medical Management of HIV-Infected Children. (November 3,
2005). Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in Pediatric HIV Infection.
(PDF) URL diakses pada 2006-01-17
88. ^ Department of Health and Human Services Panel on Clinical Practices for
Treatment of HIV Infection. (October 6, 2005). Guidelines for the Use of
Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and Adolescents. (PDF) URL
diakses pada 2006-01-17
89. ^ Martinez-Picado, J., DePasquale, M. P., Kartsonis, N., Hanna, G. J., Wong, J.,
Finzi, D., Rosenberg, E., Gunthard, H. F., Sutton, L., Savara, A., Petropoulos, C.
J., Hellmann, N., Walker, B. D., Richman, D. D., Siliciano, R. and D'Aquila, R. T.
(2000). "Antiretroviral resistance during successful therapy of human
immunodeficiency virus type 1 infection". Proc. Natl. Acad. Sci. U. S. A. 97 (20):
10948–10953. PubMed.
90. ^ Dybul, M., Fauci, A. S., Bartlett, J. G., Kaplan, J. E., Pau, A. K.; Panel on
Clinical Practices for Treatment of HIV. (2002). "Guidelines for using
antiretroviral agents among HIV-infected adults and adolescents". Ann. Intern.
Med. 137 (5 Pt 2): 381–433. PubMed.
91. ^ Blankson, J. N., Persaud, D., Siliciano, R. F. (2002). "The challenge of viral
reservoirs in HIV-1 infection". Annu. Rev. Med. 53: 557–593. PubMed.
92. ^ Palella, F. J., Delaney, K. M., Moorman, A. C., Loveless, M. O., Fuhrer, J.,
Satten, G. A., Aschman, D. J. and Holmberg, S. D. (1998). "Declining morbidity
and mortality among patients with advanced human immunodeficiency virus
infection". N. Engl. J. Med. 338 (13): 853–860. PubMed.
93. ^ Wood, E., Hogg, R. S., Yip, B., Harrigan, P. R., O'Shaughnessy, M. V. and
Montaner, J. S. (2003). "Is there a baseline CD4 cell count that precludes a
survival response to modern antiretroviral therapy?". AIDS 17 (5): 711–720.
PubMed.
94. ^ Chene, G., Sterne, J. A., May, M., Costagliola, D., Ledergerber, B., Phillips, A.
N., Dabis, F., Lundgren, J., D'Arminio Monforte, A., de Wolf, F., Hogg, R., Reiss,
P., Justice, A., Leport, C., Staszewski, S., Gill, J., Fatkenheuer, G., Egger, M. E.
and the Antiretroviral Therapy Cohort Collaboration. (2003). "Prognostic
importance of initial response in HIV-1 infected patients starting potent
antiretroviral therapy: analysis of prospective studies". Lancet 362 (9385): 679–
686. PubMed.
95. ^ King, J. T., Justice, A. C., Roberts, M. S., Chang, C. H., Fusco, J. S. and the
CHORUS Program Team. (2003). "Long-Term HIV/AIDS Survival Estimation in
the Highly Active Antiretroviral Therapy Era". Medical Decision Making 23 (1):
9–20. PubMed.
96. ^ Tassie, J.M., Grabar, S., Lancar, R., Deloumeaux, J., Bentata, M., Costagliola,
D. and the Clinical Epidemiology Group from the French Hospital Database on
HIV. (2002). "Time to AIDS from 1992 to 1999 in HIV-1-infected subjects with
known date of infection". Journal of acquired immune deficiency syndromes 30
(1): 81–7. PubMed.
97. ^ Becker SL, Dezii CM, Burtcel B, Kawabata H, Hodder S. (2002). "Young HIV-
infected adults are at greater risk for medication nonadherence". MedGenMed. 4
(3): 21. PubMed.
98. ^ Nieuwkerk, P., Sprangers, M., Burger, D., Hoetelmans, R. M., Hugen, P. W.,
Danner, S. A., van Der Ende, M. E., Schneider, M. M., Schrey, G., Meenhorst, P.
L., Sprenger, H. G., Kauffmann, R. H., Jambroes, M., Chesney, M. A., de Wolf,
F., Lange, J. M. and the ATHENA Project. (2001). "Limited Patient Adherence to
Highly Active Antiretroviral Therapy for HIV-1 Infection in an Observational
Cohort Study". Arch. Intern. Med. 161 (16): 1962–1968. PubMed.
99. ^ Kleeberger, C., Phair, J., Strathdee, S., Detels, R., Kingsley, L. and Jacobson, L.
P. (2001). "Determinants of Heterogeneous Adherence to HIV-Antiretroviral
Therapies in the Multicenter AIDS Cohort Study". J. Acquir. Immune Defic.
Syndr. 26 (1): 82–92. PubMed.
100.^ Heath, K. V., Singer, J., O'Shaughnessy, M. V., Montaner, J. S. and Hogg, R. S.
(2002). "Intentional Nonadherence Due to Adverse Symptoms Associated With
Antiretroviral Therapy". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. 31 (2): 211–217.
PubMed.
101.^ Montessori, V., Press, N., Harris, M., Akagi, L., Montaner, J. S. (2004).
"Adverse effects of antiretroviral therapy for HIV infection.". CMAJ 170 (2):
229–238. PubMed.
102.^ Saitoh, A., Hull, A. D., Franklin, P. and Spector, S. A. (2005).
"Myelomeningocele in an infant with intrauterine exposure to efavirenz". J.
Perinatol. 25 (8): 555–556. PubMed.
103.^ Fawzi W, Msamanga G, Spiegelman D, Hunter DJ (2005). "Studies of vitamins
and minerals and HIV transmission and disease progression". J. Nutrition 135 (4):
938–944. PubMed.
104.^ (Selenium:) Hurwitz BE, Klaus JR, Llabre MM, Gonzalez A, Lawrence PJ,
Maher KJ, Greeson JM, Baum MK, Shor-Posner G, Skyler JS, Schneiderman N.
(2007). "Suppression of human immunodeficiency virus type 1 viral load with
selenium supplementation: a randomized controlled trial". Arch Intern Med. 167
(2): 148–155. PubMed.
105.^ (Vitamin C:) Cathcart, Robert F. (1984). "Vitamin C in the Treatment of
Acquired Immune Deficiency Syndrome". Medical Hypotheses 14 (4): 423-433.
106.^ a b c Ferrantelli F, Cafaro A, Ensoli B. (2004). "Nonstructural HIV proteins as
targets for prophylactic or therapeutic vaccines". Curr Opin Biotechnol. 15 (6):
543–556. PubMed.
107.^ Laurence J. (2006). "Hepatitis A and B virus immunization in HIV-infected
persons". AIDS Reader 16 (1): 15–17. PubMed.
108.^ a b Saltmarsh, S. (2005). "Voodoo or valid? Alternative therapies benefit those
living with HIV". Positively Aware 3 (16): 46. PubMed.
109.^ Pharo, A. et al. (1996). "Evaluation of the safety and efficacy of SPV-30
(boxwood extract) in patients with HIV disease.". Int Conf AIDS (Jul 7–12):
11:19. abstract no. Mo. B.180.
110.^ Durant, J. et al. (1998). "Efficacy and safety of Buxussempervirens L.
preparations (SPV-30) in HIV infected asymptomatic patients: a multi-centre,
randomized, double-blind, placebo-controlled trial.". Phytomedicine (5): 1–10.
111.^ Mills, E., Wu, P. and Ernst, E. (2005). "Complementary therapies for the
treatment of HIV: in search of the evidence.". Int. J. STD AIDS. 16 (6): 395–403.
PubMed.
112.^ UNAIDS (2006). "Annex 2: HIV/AIDS estimates and data, 2005", 2006
Report on the global AIDS epidemic (PDF). Diakses pada 8 Juni 2006.
113.^ UNAIDS. (2001). Special Session of the General Assembly on HIV/AIDS
Round table 3 Socio-economic impact of the epidemic and the strengthening of
national capacities to combat HIV/AIDS. (PDF) URL diakses pada 2006-06-15
114.^ World Bank. (2005). Evaluating the World Bank's Assistance for Fighting the
HIV/AIDS Epidemic. URL diakses pada 2006-01-17
115.^ a b c Greener, R. (2002). "AIDS and macroeconomic impact", in S, Forsyth
(ed.): State of The Art: AIDS and Economics (PDF), IAEN, 49–55.
116.^ Over, M. (1992). "The macroeconomic impact of AIDS in Sub-Saharan Africa,
Population and Human Resources Department". The World Bank.
117.^ Bonnel, R. (2000). "HIV/AIDS and Economic Growth: A Global Perspective".
S. A. J. Economics 68 (5): 820–855.
118.^ Bell, C., Gersbach, H. and Devarajan, S.. (2003). The long-run economic costs
of AIDS: theory and an application to South Africa. eldis. URL diakses pada
2006-03-28
119.^ Mu Xuequan. (2006). Zimbabwe launches world's first AIDS training package.
xinhua. URL diakses pada 2006-10-03
120.^ UNAIDS (2006). "The impact of AIDS on people and societies", 2006 Report
on the global AIDS epidemic (PDF). Diakses pada 14 Juni 2006.
121.^ Ogden, J. and Nyblade, L.. (2005). Common at its core: HIV-related stigma
across contexts. (PDF) International Center for Research on Women. URL diakses
pada 2007-02-15
122.^ a b c d Herek, G. M. and Capitanio, J. P.. (1999). AIDS Stigma and sexual
prejudice. (PDF) Am. Behav, Scientist. URL diakses pada 2006-03-27
123.^ Snyder M, Omoto AM, Crain AL. (1999). "Punished for their good deeds:
stigmatization for AIDS volunteers". American Behavioral Scientist 42 (7): 1175–
1192.
124.^ a b Herek GM, Capitanio JP, Widaman KF. (2002). "HIV-related stigma and
knowledge in the United States: prevalence and trends, 1991–1999" (PDF). Am.
J. Public Health. 92 (3): 371–377.
125.^ Herek, GM, Widaman, KF, Capitanio, JP (2005). "When sex equals AIDS:
Symbolic stigma and heterosexual adults’ inaccurate beliefs about sexual
transmission of AIDS" (PDF). Social Problems. 52 (1): 15–37.
126.^ United States Health Resources and Services Administration. Stigma and HIV-
AIDS, A review of the literature. HRSA. URL diakses pada 2006-03-24
127.^ CDC. (1981). Pneumocystis Pneumonia — Los Angeles. CDC. URL diakses
pada 2006-01-17
128.^ Zhu, T., Korber, B. T., Nahmias, A. J., Hooper, E., Sharp, P. M. and Ho, D. D.
(1998). "An African HIV-1 Sequence from 1959 and Implications for the Origin
of the Epidemic". Nature 391 (6667): 594–597. PubMed DOI:10.1038/35400.
129.^ Kolata, G.. "Boy's 1969 death suggests AIDS invaded U.S. several times", The
New York Times, 1987-10-28. Diakses pada 2006-06-19.
130.^ Hooper, E. (1997). "Sailors and star-bursts, and the arrival of HIV". BMJ 315
(7123): 1689–1691. PubMed.
131.^ Reeves, J. D. and Doms, R. W (2002). "Human Immunodeficiency Virus Type
2". J. Gen. Virol. 83 (Pt 6): 1253–1265. PubMed.
132.^ Keele, B. F., van Heuverswyn, F., Li, Y. Y., Bailes, E., Takehisa, J., Santiago,
M. L., Bibollet-Ruche, F., Chen, Y., Wain, L. V., Liegois, F., Loul, S., Mpoudi
Ngole, E., Bienvenue, Y., Delaporte, E., Brookfield, J. F. Y., Sharp, P. M., Shaw,
G. M., Peeters, M., Hahn, B. H. (2006). "Chimpanzee Reservoirs of Pandemic
and Nonpandemic HIV-1". Science Online 2006-05-25.
PubMeddoi:10.1126/science.1126531.
133.^ Cohen, J. (2000). "Vaccine Theory of AIDS Origins Disputed at Royal
Society". Science 289 (5486): 1850–1851. PubMed.
134.^ Curtis, T. (1992). "The origin of AIDS". Rolling Stone (626): 54–59, 61, 106,
108.
135.^ Hooper, E. (1999). The River : A Journey to the Source of HIV and AIDS, 1st,
Boston, MA: Little Brown & Co, 1–1070. ISBN 0-316-37261-7.
136.^ Worobey M, Santiago ML, Keele BF, Ndjango JB, Joy JB, Labama BL,
Dhed'A BD, Rambaut A, Sharp PM, Shaw GM, Hahn BH (2004). "Origin of
AIDS: contaminated polio vaccine theory refuted". Nature 428 (6985): 820.
PubMed.
137.^ Berry N, Jenkins A, Martin J, Davis C, Wood D, Schild G, Bottiger M, Holmes
H, Minor P, Almond N (2005). "Mitochondrial DNA and retroviral RNA analyses
of archival oral polio vaccine (OPV CHAT) materials: evidence of macaque
nuclear sequences confirms substrate identity". Vaccine 23: 1639–1648. PubMed.
138.^ Centers for Disease Control and Prevention. (2004-03-23). Oral Polio Vaccine
and HIV / AIDS: Questions and Answers. URL diakses pada 2006-11-20
139.^ Duesberg, P. H. (1988). "HIV is not the cause of AIDS". Science 241 (4865):
514, 517. PubMed.
140.^ Papadopulos-Eleopulos, E., Turner, V. F., Papadimitriou, J., Page, B., Causer,
D., Alfonso, H., Mhlongo, S., Miller, T., Maniotis, A. and Fiala, C. (2004). "A
critique of the Montagnier evidence for the HIV/AIDS hypothesis". Med
Hypotheses 63 (4): 597–601. PubMed.
141.^ Untuk bukti konsensis ilmu pengetahuan bahwa HIV menyebabkan AIDS,
lihat:
o (2000). "The Durban Declaration". Nature 406 (6791): 15-6.
DOI:10.1038/35017662. - full text here.
o Cohen, J. (1994). "The Controversy over HIV and AIDS". Science 266
(5191): 1642–1649.
o Various. Focus on the HIV-AIDS Connection: Resource links. National
Institute of Allergy and Infectious Diseases. URL diakses pada 2006-09-07
o O'Brien SJ, Goedert JJ (1996). "HIV causes AIDS: Koch's postulates
fulfilled". Curr. Opin. Immunol. 8 (5): 613-8.
o Galéa P, Chermann JC (1998). "HIV as the cause of AIDS and associated
diseases". Genetica 104 (2): 133-42.
142.^ Watson J (2006). "Scientists, activists sue South Africa's AIDS 'denialists'".
Nat. Med. 12 (1): 6. DOI:10.1038/nm0106-6a.
143.^ Baleta A (2003). "S Africa's AIDS activists accuse government of murder".
Lancet 361 (9363): 1105.
144.^ Cohen J (2000). "South Africa's new enemy". Science 288 (5474): 2168-70.
145.^ Blechner, M. (1997) Hope and Mortality: Psychodynamic Approaches to AIDS
and HIV. Hillsdale, NJ: The Analytic Press.

[sunting] Pranala luar

Lihat informasi mengenai AIDS di KamusWiki.

Wikimedia Commons memiliki galeri mengenai:


AIDS

Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan:


AIDS

• (id)Situs web Komisi Penanggulangan AIDS Nasional


• (id)Yayasan AIDS Indonesia
• (id)Yayasan Spiritia — kelompok dukungan sebaya oleh dan untuk orang yang
hidup dengan HIV
• (id)Portal Komunitas AIDS Indonesia
• (en)The Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS)
• (en)International AIDS Society — asosiasi independen pakar HIV/AIDS
internasional

Anda mungkin juga menyukai