Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Metode elektromagnetik adalah salah satu metode geofisika yang menanfaatkan gelombang elektromagnetik uang diinjeksikan ke dalam bumi untuk mengetahui karakteristik bawah permukaannya. Dalam gelombang elektromagnetik dimulai dari induksi gelombang primer yang kemudian di dalam medium akan timbul arus induksi (arus Eddy). Arus induksi inilah yang menimbulkan medan sekunder yang dapat ditangkap di permukaan. Besarnya kuat medan EM sekunder ini ), sehingga sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan ( dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, secara tidak langsung kita dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya. Metode CMD yang digunakan pada praktikum ini merupakan salah satu metode elektromagnetik (EM) yang bertujuan untuk mengukur daya hantar listrik batuan dengan cara mengetahui sifat-sifat gelombang EM sekunder yang berasaal dari induksi gelombang primer dengan frekuensi sangat rendah atau VLF (very low frequency) dari 10 sampai 30 KHz. I.2. Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian kali ini adalah agar praktikan dapat mengerti dan memahami setiap tahap-tahap dari pengambilan data hingga pengolahan data CMD. Sedangkan tujuan dari penelitian kali ini adalah mendapatkan hasil dari pengolahan data CMD antara lain grafik MA conductivity vs MA inphase, MA conductivity dan peta MA inphase untuk kemudian diinterpretasikan secara kualitatif dan kuantitatif. I.3. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian kali ini adalah agar praktikan dapat memahamai konsep dasar dan akuisisi instrumentasi CMD.

I.4. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada acara penelitian ini adalah : 1. Dimanakah letak anomali pada daerah peneltian ? 2. Mengapa nilai inphase dan conductivity didaerah penelitian tergolong kecil ? I.5. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah hasil interpretasi grafik MA Conductivity vs MA Inphase serta peta Ma conductivity dan peta Ma Inphase secara kualititif dan kuantitatif.

BAB II METODOLOGI II.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dengan menggunakan metode CMD yang dilakukan di UPN Veteran Yogyakarta, Jl. SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur, Yogyakarta. Data tersebut diambil pada hari Sabtu Tanggal 20 Oktober 2012, pukul 06.00 sampai dengan 07.00 dengan cuaca yang cerah. II.2 Diagram Alir Penelitian
Mulai

Data Lapangan

Pengolahan Data Excel (MA Conductivity Dan MA In Phase)

Grafik MA Conductivity vs MA Inphase Peta MA conductivity Surfer Peta MA In Phase

Analisa

Kesimpulan

Selesai
Gambar II.2 : Diagram alir penelitian

II.3 Pengambilan Data II.3.1 Alat-Alat Yang Digunakan

Gambar II.3 Alat-alat yang digunakan

1. Transmiter (pemancar) 2. Reciver (penerima) 3. Display 4. Kabel data 5. Bolt holder 6. Pengait 7. Meteran 8. GPS II.3.2 Desain Survey

Gambar II.4 Desain Suvey

II.3.3 Langkah Kerja Pengambilan Data


Studi Literatur

Informasi Geologi

Mulai

Menentukan Lintasan Mempersiapkan Alat yang akan digunakan Akusisi Data

Conductivity, InPhase dan Means Error Selesai

Gambar II.5. Diagram Alir Pengambilan Data

Pertama-tama tahap awal sebelum melakukan akuisisi data adalah studi literatur dan informasi geologi. Setelah itu tentukan lintasan dalam penelitian tersebut, selanjutnya adalah mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan. Jika alat-alat yang akan digunakan telah siap dan diperiksa sesuai prosedur, maka selanjutnya dapat melakukan akuisisi data di lapangan sesuai prosedur pengukuran yang telah ditetapkan. Jangan lupa mencatat data yang diperoleh yaitu koordinat setiap titik pengukuran, Conductivity, In-Phase dan Means Error.

II.4 Tabel Data


Tabel II.4.1 Tabel Pengolahan Data

II.5 Kondisi Geologi Daerah Penelitian II.5.1 Geologi Regional Daerah Penelitian Yogyakarta terbentuk akibat pengangkatan Pegunungan Selatan dan PegununganKulon Progo pada Kala Plistosen awal (0,01-0,7 juta tahun). Proses tektonisme diyakinisebagai batas umur Kwarter di wilayah. Setelah pengangkatan Pegunungan Selatan,terjadi genangan air (danau) di sepanjang kaki pegunungan hingga Gantiwarno dan Baturetno. Hal ini berkaitan dengan tertutupnya aliran air permukaan di sepanjang kakipegunungan sehingga terkumpul dalam cekungan yang lebih rendah. Gunung ApiMerapi muncul pada 42.000 tahun yang lalu, namun data umur K/Ar lava andesit diGunung Bibi, Berthomier (1990) menentukan aktivitas Gunung Merapi telahberlangsung sejak 0,67 juta tahun lalu. Hipotesisnya adalah tinggian di sebelah selatan,barat daya, barat dan utara Yogyakarta, telah membentuk genangan sepanjang kakigunung api yang berbatasan dengan Pegunungan Selatan Kulon Progo. PengangkatanPegunungan Selatan pada Kala Plistosen Awal, telah membentuk Cekungan Yogyakarta.

Di dalam cekungan tersebut selanjutnya berkembang aktivitas gunung api (Gunung)Merapi. Didasarkan pada data umur penarikhan 14C pada endapan sinder yangtersingkap di Cepogo,aktivitas Gunung Merapi telah berlangsung sejak 42.000 tahunyang lalu; sedangkan data penarikhan K/Ar pada lava di Gunung Bibi, aktivitas gunungapi tersebut telah berlangsung sejak 0,67 jtl. Tinggian di sebelah selatan dan kemunculankubah Gunung Merapi di sebelah utara, telah membentuk sebuah lembah datar. Bagianselatan lembah tersebut berbatasan dengan Pegunungan Selatan, dan bagian baratnyaberbatasan dengan Pegunungan Kulon Progo. Kini, di lokasi-lokasi yang diduga pernahterbentuk lembah datar tersebut, tersingkap endapan lempung hitam. Lempung hitamtersebut adalah batas kontak antara batuan dasar dan endapan gunung api GunungMerapi. Didasarkan atas data penarikhan 14C pada endapan lempung hitam di SungaiProgo (Kasihan), umur lembah adalah 16.590 hingga 470 tahun, dan di Sungai Opak (Watuadeg) berumur 6.210 tahun. Endapan lempung hitam di Sungai Opak berselingandengan endapan Gunung Merapi. Jadi data tersebut dapat juga diinterpretasikan sebagaiawal pengaruh pengendapan material Gunung Merapi terhadap wilayah ini. Di SungaiWinongo (Kalibayem) tersingkap juga endapan lempung hitam yang berselingan denganlahar berumur 310 tahun. Jadi, aktivitas Gunung Merapi telah mempengaruhi kondisigeologi daerah ini pada 6210 hingga 310 tl. II.5.2 Geologi Lokal Daerah Penelitian Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 1071503 sampai dengan 1002930 Bujur Timur dan 73451 sampai dengan Kabupaten Sleman 74703 Lintang Selatan. Di sebelah utara, Tengah, di sebelah timur berbatasan wilayah

berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa dengan KabupatenKlaten, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah,dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Daerah Kabupaten Sleman merupakan daerah dataran, perbukitan dan kaki gunung api. Daerah dataran dengan kemiringan lereng < 5%, terletak pada ketinggian < 5,00 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh endapan alluvial dan satuan batuan gunung api Merapi (Qvm) yang berupa lempung, lanau dan pasir. Daerah perbukitan membentuk deretan perbukitan memanjang dari barat ke timur dengan kemiringan lereng agak terjal hingga terjal (15 - >50%), terletak pada ketinggian 200 - 400 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh satuan batuan dari Formasi Sentolo (Tmps), Formasi Nanggulan (Teon), Formasi Wonosari (Tmw), Formasi Oyo (Tmo), Formasi Sambipitu (Tms), Formasi Nglanggran (Tmn), dan Formasi Semilir (Tmse). Daerah kaki gunung api dengan kemiringan lereng 15 30%, terletak pada ketinggian 500 - 1000 m dpl dan dibentuk oleh endapan volkanik gunung Merapi (Qvm). Sungai - sungai yang mengalir umumnya bersifat permanen (mengalir sepanjang tahun), antara lain S. Opak, S. Oyo, S. Bedog, S. Dengkeng, S. Gondang bersama-sama anak sungainya membentuk pola aliran subdendritik trellis dan subparalel. Air tanah di daerah penyelidikan berupa air permukaan dan air tanah bebas. Air permukaan berupa air sungai dan air genangan (air rawa), sedang air tanah bebas merupakan air yang tersimpan dalam suatu lapisan pembawa air tanpa lapisan kedap air di bagian atasnya.

BAB III DASAR TEORI III.1 Perambatan Medan Elektromagnetik (EM) Medan elektromagnetik dinyatakan dalam 4 vektor-vektor medan. Yaitu; E = intensitas medan listrik (V/m), H = intensitas medan magnetisasi (A/m), B = induksi magnetik, atau rapat fluks (Wb/m 2 atau tesla) dan D = pergeseran listrik (C/m2). Keempat persamaan tersebut dikaitkan dalam 4 persamaan maxwell (pers. 1).
B t D H = i + t B = 0 E = D = c

(1)

Keterangan: E = intensitas medan listrik (V/m), H = intensitas medan magnetisasi B = induksi magnetik, atau rapat fluks (Wb/m2 atau tesla) D = pergeseran listrik (C/m2) Persamaan (1) dapat direduksi dengan menggunakan hubungan-hubungan tensor tambahan sehingga diperoleh persamaan yang hanya berkait dengan medan E dan H saja (Grant and West, 1965. p496). Apabila diasumsikan medan E dan H tersebut hanya sebagai fungsi waktu eksponensial, akan diperoleh persamaan vektorial sebagai;
2 E = i E 2E 2 H = i H 2E

(2)

dengan permitivitas dielektrik (F/m), permeabilitas magnetik (H,m), dan kondukivitas listrik (S/m). Bagian kiri pada sisi kanan pers (2) menunjukkan arus konduksi, sedangkan bagian kanannya menunjukkan sumbangan arus pergeserannya.
9

Di dalam VLF (pada frekuensi < 100 KHz), arus pergeseran akan lebih kecil daripada arus konduksi karena permitivitas dielektrik batuan rata-rata cukup kecil (sekitar 100 dengan

0 sebesar 910-12 F/m) dan konduktivitas target VLF

biasanya 10-2 S/m. Hal ini menunjukkan bahwa efek medan akibat arus konduksi memegang peranan penting ketika terjadi perubahan konduktivitas medium (Sharma, 1997). III.2 Pelemahan (Atenuasi) Medan Sesuai dengan pers (2), gelombang bidang yang merambat ke bawah pada sebuah medium dengan konduktivitas , dimana medan E berosilasi pada sumbu x dan medan H pada sumbu y akan memberikan solusi;
E x = E 0 e ikz = E 0 e i ( + i ) z

..............................................................

(3)

dengan k adalah parameter/angka gelombang (k2 = - i(+i)). Parameter real

menunjukkan faktor fase (rad/m) dan parameter imaginer menunjukkan faktor


atenuasi/pelemahan (db/m) gelombang. Mengingat harga konduktivitas dibagi dengan permitivitas listrik dan frekuensi angulernya sangat lebih besar daripada satu untuk medium batuan, maka faktor fase dan faktor atenuasi bernilai sama (Kaikkonen, 1979). Kedalaman pada saat amplitudo menjadi 1/e (sekitar 37%) dari amplitudo permukaan dikenal sebagai kedalaman kulit (skin depth / ). Kedalaman ini di dalam metode EM sering ditengarai sebagai kedalaman penetrasi gelombang, yaitu:
=1 / =
504 ( / f ) 0 2

...................................................... (4)

Implementasi praktis pers 4 dapat dilihat pada tabel 2.


Tabel 1. Variasi skin depth dengan frekuensi gelombang bidang pada medium homogen dengan resistivitas .

Skin Depth (m) F (Hz) 0.01 Resistivitas (Ohmm) 0.01 1 500 5000 102 5104 104 5105

10

10 103 104 105

16 1.6 0.5 0.16

160 16 5 1.6

1600 160 50 16

16000 1600 500 160

III.3 Fase dan polarisasi elips Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik (ggl) induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal 90o. Gambar 3 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl induksinya.
e
s

R
R sin 0 R cos P

S S sin

S cos

Gambar III.1. Hubungan amplitudo dan fase gelombang sekunder (S) dan primer (P).

Andaikan Z(=R + iL) adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan tahanan R dan induktans L, maka arus induksi (eddy), Is (=es/Z) akan menjalar dalam medium dan menghasilkan medan sekunder S. Medan S tersebut memiliki fase tertinggal sebesar yang besarnya tergantung dari sifat kelistrikan medium. Besarnya ditentukan dari persamaan tan = L/R. Total beda fase antara medan P dan S akan menjadi 90o + tan-1 (L/R). Berdasar hal ini dapat dikatakan bahwa, jika terdapat medium yang sangat konduktif (R0), maka beda fasenya mendekati 180o, dan jika medium sangat resistif (R) maka beda fasenya mendekati 90o. Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R yang sefase dengan P (Rcos) disebut sebagai komponen real (in-phase) dan komponen yang tegak lurus P (Rsin) disebut komponen imajiner (out-of-phase,

11

komponen kuadratur). Perbandingan antara komponen real dan imajiner dinyatakan dalam persamaan;
Re = tan = L / R Im

Pers (5) menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan Re/Im (semakin besar pula sudut fasenya), maka konduktor semakin baik, dan semakin kecil maka konduktor semakin buruk. Dalam pengukurannya, alat T-VLF akan menghitung parameter sudut tilt dan eliptisitas dari pengukuran komponen in-phase dan out-of phase medan magnet vertikal terhadap komponen horisontalnya. Besarnya sudut tilt (%) akan sama dengan perbandingan Hz/Hx dari komponen in-phase-nya, sedangkan besarnya eliptisitas (%) sama dengan perbandingan komponen kuadraturnya. Jika medan magnet horisontal adalah Hx dan medan vertikalnya sebesar Hx ei (gambar 2), maka besar sudut tilt diberikan sebagai;
Hz 2 H cos x tan( 2 ) = 2 Hz 1 Hx

dan eliptisitasnya diberikan sebagai;


=
H z H x sin b = i a H z e sin + H x cos

a b H

H
x Gambar III.2. Parameter polarisasi elips

12

Gambar III.3. Polarisasi elips pada bidang elektromagnetik

III.4 Konduktivitas Konduktivitas merupakan parameter utama yang terukur dari instrument CMD, hal ini dikarenakan adanya proses induksi gelombang elektromagnetik di bawah permukaan bumi yang menginduksi material yang bersifat konduktif. Konduktivitas itu sendiri merupakan kemampuan material atau bahan yang terdapat di bawah permukaan untuk menghantarkan arus ataupun panas. Konduktivitas didefinisikan sebagai kuantitas dalam ms/m. III.5 Electromagnetic Conductivity Meter Metode EM (Elektromagnet) merupakan salah satu metode geofisika yang bersifat pasif, dimana energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu atau alami. Salah satu instrumen elektromagnetik adalah CMD (Electromagnetic Conductivity Meter). Proses kerja dari instrumen CDM (Electromagnetic Conductivity Meter)ini yaitu dengan mengirim sinyal berupa gelombang elektromagnetik baik yang dibuat sendiri maupun yang berasal dari alam melalui suatu transmitter (Tx), material bawah permukaan bumi merespon gelombang elektromagnetik tadi dan menginduksi arus eddy. Gelombang S (sekunder) yaitu induksi medan magnet terhadap arus eddy. Kemudian, di permukaan, gelombang S yang datang ini di terima oleh reciever (Rx) secara langsung dari pemancar. Arus Eddy berbanding lurus dengan konduktivitas batuan. Sehingga dalam pengukuran arus eddy, secara tidak langsung mendapatkan nilai konduktivitas batuan.

13

Instrumen CDM (Electromagnetic Conductivity Meter) mengukur sifat kondiktivitas material bawah permukaan bumi yang meliputi soil, air tanah, batuan, dan material lainnya yang terkubur bawah permukaan bumi. GeoModel Inc. sudah memprakarsai sejumlah survei konduktivitas secara luas menggunakan instrumen elektromagnetik (CDM) untuk bermacam-macam keuntungan, antara lain: Cepat dan akurat. Bersifat portable (alatnya sangat mudah dibawa di sekitar lokasi dan digunakan untuk berbagai macam tujuan penelitian) Cost effective (Biayasurveiterjangkau). Instrument CMD ini sering digunakan untuk mencari material metal (drum dan tanki penyimpan fluida) yang terkubur, bidang arkeologi (pencarian situ-situs purbakala). Mengamati perkembangan lingkungan (mendeteksi limbah cair/pencemaran). Digunakan dalam bidang pertambangan (eksplorasi mineralmineral logam) Penjalaran gelombang elektromagnetik bisa terjadi melalui dua cara yakni horizontal dipole dan vertical dipole. Pada penelitian metode EM-Conductivity menggunakan CMD (Elektromagnetic Conductivity Meter) ini menjalarkan gelombang secara vertical dipole, berikut ilustrasi penjalaran gelombangnya.

Gambar III.4 Penjalaran Gelombang Elektromagnetik (Vertikal dipole)

Sedangkan persamaan untuk harga konduktivitas dapat diperoleh dari:

14

Jadi persamaan untuk mendapatkan harga konduktivitas (a) suatu medium yakni:

III.6 Moving Average Moving average adalah nilai rata rata pengolahan data yang di jumlahkan kemudian dibagi 4. Biasanya data yang diolah yaitu data conductivity dan Inphase. Dengan perhitungan sebagai berikut :

Dimana : MA conductivity MAInphase Inphase conductivity (n-1) (n+1) III.7 Inphase Inphase merupakan parameter kedua yang diukur secara simultan dengan konduktivitas jelas. Hal ini didefinisikan sebagai kuantitas relative dalam ppt dari medan magnet primer dan berkaitan dengan kerentanan magnetic bahan diukur. Jadi peta inphase dapat membantu membedakan struktur batuan dari geologi alam dip eta konduktivitas terlihat jelas. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Interpretasi Kualitatif IV.1.1 Grafik Pengolahan Data : moving average conductivity : moving average Inphase : data Inphase : data conductivity : data sebelumnya : data selanjutnya

15

Gambar IV.1 Grafik Pengolahan Data

Grafik diatas adalah grafik perbandingan antara nilai MA In-Phase dengan nilai MA konduktivitas dimana Pada grafik diatas nilai yang dikatakan anomaly adalah apabila nilai MA konduktivitas dan nilai MA inphase sama sama bernilai besar/tinggi pada titik ke 52.

IV.1.2 Peta Ma Conductivity

16

Gambar IV.2 Peta Ma Conductivity

Peta diatas adalah peta MA konduktivitas dari line 1-10 dimana yang dibuat menggunakan software surfer. Nilai MA konduktivitas setiap daerah didefinisikan dalam gradiasi warna dari biru terendah sampai merah tertinggi. Dari peta diatas bisa diintrepertasikan adanya soil basah kerena nilai pada daerah tersebut besar dan didukung oleh peta MA Inphase yang pada daerah tersebut bernilai kecil pada koordinat X= 434885 434900 dan Y = 91401800 9141890.

IV.1.2 Peta Ma Inphase

17

Gambar IV.3 Peta Ma Inphase

Peta diatas adalah MA Inphase dari line 1 - 10 yang dibuat menggunakan software surfer. Nilai MA konduktivitas setiap daerah didefinisikan dalam gradiasi warna dari biru terendah sampai merah tertinggi. Dan pada peta diatas bisa diintrepertasikan adanya soil basah kerena nilai pada daerah tersebut besar dan didukung oleh peta MA conductivity yang pada daerah tersebut bernilai besar pada koordinat X= 434870 434900 dan Y = 9141840 9141900.

IV.2. Interpretasi Kuantitatif

18

IV.2.1 Grafik Pengolahan Data

Gambar IV.4 Grafik Pengolahan Data

Pada grafik diatas dihasilkan nilai yang fluktuatif menandakan nilai kualitatif yang berbeda beda di setiap titik, nilai tertinggi pada grafik MA inphase adalah 31 ppt pada titik 52 dan terendah pada titik 15 dengan nilai 18 ppt. nilai MA conductivity tertinggi adalah 14 mS/M pada titik 52 dan nilai terendah adalah 1 mS/M.

IV.2.2 Peta Ma Conductivity

19

Gambar IV.5 Peta Ma Conductivity

Pada peta MA conductivity diatas Warna biru menggambarkan nilai MA konduktivitas kecil dengan nilai sekitar 1,5-3,5 ms/m, sedangkan warna hijau menggambarkan nilai MA konduktivitas sedang dengan nilai kisaran 4 5 ms/m, warna orange meggambarkan nilai MA konduktivitas kuat dengan nilai 5,5 7 ms/m, dan warna merah menggambarkan nilai MA konduktivitas sangat kuat dengan nilai 7,5 9 ms/m.

IV.2.2 Peta Ma Inphase

20

Gambar IV.6 Peta Ma Inphase

Pada peta MA conductivity Warna biru menggambarkan nilai MA Inphase kecil dengan nilai 5 45 ppt, warna hijau menggambarkan nilai MA Inphase sedang dengan nilai 55 85 ppt, warna orange meggambarkan nilai MA Inphase kuat dengan nilai 95 115 ppt, dan warna merah menggambarkan nilai MA Inphase sangat kua 125 145 ppt. IV.3. Interpretasi Akhir Berdasarkan hasil perbandingan grafik MA conductivity vs MA inphase, peta MA conductivity dan peta MA inphase didapatkan adanya nilai MA conductivity besar dan nilai MA inphase yang kecil yaitu berupa soil basah yang juga didukung dengan kondisi lapangan yang terlihat basah karena hujan beberapa saat sebelum pengukuran berlangsung.

21

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengambilan sampai pengolahan data CMD maka dapat diambil kesimpulan antara lain : Grafik MA Conductivity Vs MA In-Phase Line 8, dihasilkan nilai yang fluktuatif menandakan nilai kualitatif yang berbeda beda di setiap titik, nilai tertinggi pada grafik MA inphase adalah 31 ppt pada titik 52 dan terendah pada titik 15 dengan nilai 18 ppt. nilai MA conductivity tertinggi adalah 14 mS/M pada titik 52 dan nilai terendah adalah 1 mS/M. Pada peta MA konduktivitas Warna biru menggambarkan nilai MA konduktivitas kecil dengan nilai sekitar 1,5-3,5 ms/m, sedangkan warna hijau menggambarkan nilai MA konduktivitas sedang dengan nilai kisaran 4 5 ms/m, warna orange meggambarkan nilai MA konduktivitas kuat dengan nilai 5,5 7 ms/m, dan warna merah menggambarkan nilai MA konduktivitas sangat kuat dengan nilai 7,5 9 ms/m. Pada Peta MA In - phase Warna biru menggambarkan nilai MA Inphase kecil dengan nilai 5 45 ppt, warna hijau menggambarkan nilai MA Inphase sedang dengan nilai 55 85 ppt, warna orange meggambarkan nilai MA Inphase kuat dengan nilai 95 115 ppt, dan warna merah menggambarkan nilai MA Inphase sangat kua 125 145 ppt. Pada daerah dengan nilai MA conductivity yang besar dan MA inphase yang kecil diinterpretasikan sebagai soil basah. V.2 Saran Dalam melakukan pengambilan hingga pengolahan data menggunakan metode CMD diperlukan sifat teliti, tekun, ulet dan sabar sehingga didapat data yang valid dan dapat diiterpretasikan sesuai dengan kondisi geologi yang sebenarnya..

22

Anda mungkin juga menyukai