Manajemen Intubasi Sulit
Manajemen Intubasi Sulit
ke dalam trakhea melalui mulut. Intubasi sulit adalah intubasi trakhea yang dilakukan berkali-kali dengan atau tanpa kelainan patologi trakhea
ketidak mampuan memvisualisasi kan epiglotis. Pasien dengan kesulitan derajat III dan IV mungkin mustahil diintubasi
Malampati Score : Malampati I : Seluruh Palatum,dinding poterior oropharynx,Tonsila palatina & Pharingeal Malampati II : Seluruh Palatum,Sebagian Uvula,Dinding Posterior Uvula Malampati III : Seluruh Palatum dan Dasar Uvula Malampati IV : Palatum Durum
Scoring Cormack-Lehane adalah sebagai berikut: Derajat I : tampak seluruh glotis Derajat II : tampak sebagian glotis atau arytenoids Derajat III : tampak epiglotis Derajat IV : glottis maupun epiglottis tidak tampak
Kondisi-kondisi yang dapat menimbulkan intubasi sulit : 1. Riwayat pasien : Sindrom kongenital : sindrom down, goldenhar, treacher collins, pierre robin, mucopolysacharidoses, dll Penyakit tulang : rheumatoid artritis, ankylosing spondilitis, fiksasi atau fraktur mandibula, ankylosis sendi temporomandibular Kelainan jaringan lunak : obesitas, tumor, hemangioma, abses, infeksi jalan napas seperti epiglotitis, perdarahan Trauma pada wajah, leher, luka bakar, bekas luka Bentuk gigi : gigi insisivus depan yang menonjol
2. Pergerakan sendi temporomandibular : dengan mengukur jarak interincisor dan kemampuan prognasi 3. Derajad orofaringeal : disebut derajat malampati 4. Lebar palatum : palatum yang panjang dan dangkal sulit di intubasi 5. Jarak thyromental 6. Luas ruang mandibula
(ASA) pada tahun 1993 dan diperbaharui pada tahun 2003 Dimulai dengan menentukan apakah difficulty airway bisa dikenali/diketahui (reconigzed) atau tidak bisa dikenali/diketahui (unrecognized)
memiliki penyulit (difficult), sangat disarankan untuk mengamankan jalan napas ketika pasien sadar dengan menggunakan intubasi trakhea. Persiapkan pasien (selagi pasien sadar) dengan memberikan support dan obat-obatan yang diperlukan, seperti : sedative & local anesthetic Oksigen harus tetap diberikan sepanjang proses berlangsung.
laryngoscopy, blind orotracheal atau nasotracheal intubation, retrograde intubation, atau dengan menggunakan stylet, rigid bronchoscopy, atau percutaneus dilating tracheal entry device Bila intubasi trakheal gagal, pertimbangkan untuk menggunakan metode lain : dengan regional anesthesi atau lakukan surgical airway Bila pasien tidak kooperatif pertimbangkan untuk melakukan induksi anesthesi
Pre oksigenasi pasien sebelum induksi dilakukan Tentukan apakah mask ventilation memungkinkan
(possible/non emergency pathway) atau tidak memungkinkan (not possible/emergency pathway) Bila mask ventilation memungkinkan, beberapa pilihan intubasi yang bisa dilakukan : fiberoptic bronchoscopy, laryngeal mask airway (LMA), blind orotracheal atau nasotracheal intubation, teknik retrograde, atau dengan menggunakan stylet, rigid bronchoscopy, atau percutaneus dilating tracheal entry device Bila intubasi endotrakeal gagal dilakukan tapi ventilasi melalui face mask masih memungkinkan, hentikan usaha intubasi, teruskan dengan : bangunkan pasien dan gunakan algoritme recognized, lakukan anesthesi dengan ventilasi via mask, atau dengan melakukan surgical airway (tracheostomy, cricothyroitomy)
possible/emergency pathway) : pertimbangkan untuk melakukan laryngeal mask airway (LMA) Bila pemasanganan LMA gagal pertimbangkan untuk : memasang combitube atau TTJV (transtracheal jet ventilation) Bila combitube dan TTJV gagal, lakukan surgical airway LMA maupun combitube menggunakan supraglottic ventilatory mechanism tidak bisa digunakan untuk mengatasi permasalahan pada glottic (spasme, edema, tumor, abses atau hematoma) sehingga disarankan untuk menggunakan TTJV atau surgical airway