Anda di halaman 1dari 48

I.

Rheumatoid Arthritis A. Definisi 1. Epidemiology Kelainan yang diderita 0,5 1,0% populasi. Insidensi pertahun 12,0 24,5/100.000 pada pria dan 23,9 54/100.000 pada wanita. Lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita (1:2-3). 2. Etiology, patofisiology, pathogenesis Kelainan sistemik kronis yang menyerang jaringan synovial. Penyakit autoimun. Gejala: poliartritis kronis (istilah lama). Multifaktorial: resiko genetic, asosiasi dengan HLA-DR4, faktor lingkungan, infeksi virus Epstein-Barr, dan beberapa galur Escherichia coli. Synovitis (=sinofialitis), pannus (=jaringan parut fibrovaskuler), erosi, destruksi, deformitas. Diagnosis: menurut kriteria tahun 1987 oleh American College of Rheumatology (dahulu American Rheumatism Assosiaciation): Kekakuan di pagi hari Pembengkakan sendi (lebih dari tiga sendi) Pembengkakan pada pergelangan tangan, metacarpophalangeal, dan sendi interphalangeal proximal Pembengkakan sendi simetris Kelainan radiologis pada tangan (bengkak, erosi) Nodul rheumatoid subkutan

B. Tanda pencitraan 1. Modalitas terapi radiografi vertebra servikalis umum termasuk stress view. Radiografi sendi perifer umum dari tangan yang dikehendaki. MRI vertebra servikalis termasuk serial dengan kontras, memperhatikan lebih utama pada sendi atlantoaxial. 2. Umum Utamanya mempengaruhi sendi perifer. Pada vertebra, kelainan menunjukkan predileksi pada atlantoocipital, atlantoaxial, dan sendi facet (terutama pada vertebra servikalis). Sesekali terjadi sacroiliitis asimetris unilateral.

3. Penemuan Radiografis Tanda terpenting: Subluksasi atlantoaxial anterior (terjadi pada 26% kasus), didefinisikan sebagai interval atlantodental pada penampang sagitalis melebihi 2,5mm. Subluksasi atlantoaxial lateral (terjadi pada 14% kasus). Penting untuk diperhatikan bahwa subluksasi seringkali dapat dikenali hanya pada stress film. Deformitas. Cortex memudar, dan erosi pada sendi facet dan dens. Kerusakan inflamatoris region diskus vertebralis (jarang). 4. Penemuan CT Pemeriksaan CT lebih unggul dibandingkan pemeriksaan radiografis umum dalam memvisualisasikan perubahan pada tulang. Berguna dalam menegakkan diagnose preoperative, sebelum stabilisasi dengan pembedahan. 5. Penemuan MRI Tampak perubahan penulangan dan proses peradangan. Pannus tampak hypointense pada gambaran penekanan T1, heterogenous pada gambaran penekanan T2, dan peningkatan secara proporsional terhadap aktifitas peradangan. Kenali edema sum sum tulang reaktif, meradang, dan stress-related (hypointense pada gambaran penekanan T1, hyperintense pada gambaran penekanan T2 dan gambaran STIR, lebih jelas dengan pemberian kontras). Efusi kedalam sendi facet (hypointense pada gambaran penekanan T1, hyperintense pada gambaran penekanan T2, kontras terdifusi). Untuk mengevaluasi kanalis vertebralis, korda vertebralis, dan nervi spinalis. Identifikasi dini pada fraktur dan stress lesions. C. Aspek klinis 1. Presentasi Klinis Gejala sendi perifer. Nyeri punggung. Kaku pagi hari. Gejala neurologis. Peningkatan C-reaktive protein. Peningkatan rheumatoid factor. Faktor keturunan. Nodul rheumatoid. 2. Pilihan Terapi Terapi fisik. Terapi medisinalis: NSAID, sulfasalazine, methotrexate, corticosteroid, anti-TNF. Terapi pembedahan untuk mencapai stabilisasi dan/atau dekompresi kanalis vertebrais.

D. Diagnosa Banding Seronegative Spondyloarthropathy - Syndesmofitis - Squaring dari corpus vertebralis - pronounced proliveratif component - Predileksi pada vertebra thorakalis, lumbaris, dan sendi sakroiliaka. Perubahan degeneratif pada tulang belakang Juvenile Rheumatoid arthritis - Subluksasi cervical, vertebrae menyatu, terjadi pada anak (dibawah 18 tahun) - Gejala pada penyakit Still disertai demam, anemia, dan hepatosplenomegaly Infeksi - Predileksi pada vertebra thorakalis dan lumbalis - Aspek klinis Gambar 4.1 Tomogram umum dari axis dens (A-P). Erosi dens. Erosi minor pada sendi atlantoaxial lateral sinistra (panah). - Osteofit, sklerosis, dan penyempitan celah sendi

Gambar 4.2 Radiografi lateral umum dari vertebra servicalis (gambaran ekstensi mendetil). Subluksasi Atlantodental akibat kerusakan inflamasi dari kompleks ligament dan kapsul sendi.

Gambar 4.3 gambaran MRI vertebra servikal (sagittal, T2). Subluksasi pannus atlantodental (panah).

Gambar 4.4 Gambaran MRI dari vertebra servikal (sagittal, T1, detail). Kerusakan dens dari jaringan pannus berlebih (panah).

Gambar 4.5 Gambaran MRI axial dari sendi atlantodental (lemak axial T1 tersaturasi penekanan gambar dengan kontras). Hipervaskularisasi jaringan pannus (panah). Kerusakan dens.

II.

Rheumatoid Arthritis Trauma Kronis A. Definisi 1. Epidemiologi Subluksasi atlantoaxial anterior: 26% dari keseluruhan penderita. Subluksasi atlantoaxial lateral: 14% dari keseluruhan penderita. Patologis menyerupai impresi basiler: berkisar 5,5% dari keseluruhan penderita. 2. Etiology, patofisiology, dan pathogenesis Minor trauma atau tekanan fisiologis pada luka jaringan yang melemah akibat peradangan dan tulang lemah. Insufficiency fracture: trauma ringan atau tekanan fisiologis pada tulang lemah atau tulang osteoporosis. B. Tanda Pencitraan 1. Modalitas Terapi radiografi umum CT untuk mengevaluasi fraktur kompleks dan mendemonstrasikan spondylosis. MRI untuk mengevaluasi ligament, kapsul sendi, jaringan radang, dan gejala neurologis. 2. Gambaran Radiografis Subluksasi atlantoaxial anterior: interval atlantodental pada penampang sagittal melebihi 2,55mm. Interval 2,5mm 4mm disebabkan kompromi ligament transversalis. Interval >4mm disebabkan adanya kompromi ligament lain, kapsul, dan tulang. Subluksasi atlantoaxial lateral: pelebaran asimetris dari celah sendi lateral. Patology mirip impresi basiler: apex dens >3mm melebihi McGregor line. Insufficiency fracture: penurunan volume pada vertebrae yang terserang, plana vertebralis, wedge-shape vertebra, fish vertebrae, dan penurunan densitas tulang. Spondilosis pada fraktur pars interarkularis.

3. Gambaran CT Potongan CT multiple dengan rekonstruksi multiplanar. Demonstrasi fraktur dan displasi. 4. Gambaran MRI Visualisasi jaringan radang: Hypointense pada penekanan-T1, heterogenus pada penekanan-T2, diperjelas dengan kontras. Memberikan evaluasi ligament dan kapsul. Edema sum sum tulang: hypointense pada penekanan-T1, hyperintense pada penekanan-T2 dan gambaran STIR, dipertegas dengan kontras. Osteoporosis: tanda sum sum tulang hyperintense kuat pada gambaran penekanan T1 dan T2. Gambaran penekanan-T1 sesuai untuk menggambarkan adanya fraktur. C. Aspek klinis 1. Presentasi Klinis Biasanya asimtomatis atau dengan sedikit gejala. Biasanya disertai defisit neurologis. 2. Pilihan Terapi Sesuai dengan gejala. Konservatif atau pembedahan (stabilisasi, dekompresi sesuai indikasi). Manajemen osteoporosis. D. Diagnosa Banding Subluksasi traumatis - Tidak ada patologi peradangan seperti erosi dan pannus Gambar 4.6 Radiografi A-P umum dari sendi atlantoaxial. Dislokasi atlantoaxial lateral dengan perubahan peradangan erosif pada region lateral sinistra pada rheumatoid arthritis.

Gambar 4.7 Radiografi lateral umum dari vertebra servikalis (detail). Interval atlantodental normal.

Gambar 4.8 Radiografi lateral umum dari vertebra servikalis dalam posisi fleksi (detail). Perlebaran interval atlantodental pada reumathoid arthritis.

Gambar 4.9 Gambaran MRI dari vertebra servilalis (sagittal, T1). Fraktur kompresi dari vertebra T6, osteoporotic fish vertebra T3, perubahan degenerative pada vertebra.

Gambar 4.10 Gambaran MRI vertebra servikalis dan thorakalis atas (sagittal, T2). Insufficiency fraktur dari vertebra T6 dengan multi-segental loss tinggi vertebrae pada osteoporosis (Gambaran penekanan T1 dan T2, tanda sum sum tulang hyperintense). Pasien dengan rheumatoid arthritis dengan pengobatan corticoid jangka panjang. Pannus di sekitar dens.

III.

Psoriatic Spondyloarthropathy A. Definisi 1. Epidemiologi Rata-rata 7% pasien dengan psoriasis dapt timbul artropati; keterlibatan tulang belakang biasanya hanya terjadi pada pasien yang positif HLA-B27. Pada 1530%,tulang sendi berkembang patologis bahkan bisa sampai dekade tahun sebelum manifestasi kulit. Tempat predileksi di tangan dan kaki. Sendi sacroiliac dan tulang belakang (terutama torako lumbal) terjadi pada lebih dari 50% kasus. 2. Etiologi, patofisiologi, pathogenesis Proses erosif destruktif seronegatif poliartritis disertai proliferasi pada tulang. B. Gambaran radiologi 1. Modalitas terapi a. Foto radiografi biasa: Foto ini biasanya cukup untuk tulang belakang dan sacroiliac joints. b. CT-scan dan MRI : Digunakan saat ada gejala neurologis, komplikasi (trauma, stress lession) dan penemuan uquivocal. 2. Gambaran radiografik Lapangan persegi dari badan tulang belakang (spondilitis anterior menghasilkan batas anterior lurus). Ossifikasi pada ligamen paraspinal dan syndesmophytes (ossifikasi pada bagian luar dari serabut pada annulus fibrosis). Osteoartritis yang proliferatif (terutama pada permukaan persendia). Sacroillitis unilateral atau bilateral yang asimetris disertai destruksi, subchondral sclerosis, dan ankylosis. 3. Gambaran CT-scan CT-scan dengan banyak potongan dengan rekonstruksi multiplanar terutama cocok untuk menggambarkan perubahan destruktif dan proliferatif yang optimal pada permukaan persendian dan persendian sacroilliac. 4. Gambaran MRI T1 yang menebal (dengan atau tanpa penambahan kontras), T2 yang menebal, dan urutan STIR, sagital dan axial. Menggambarkan proses inflamasi (synovitis, tanda

abnormal sumsum tulang) pada tulang belakang dan bregio sacroilliac. Identifikasi awal pada stress lession dikarenakan tanda patologis sumsum tulang (hipointense pada penebalan T1, hyperintense pada penebalan T2, yang diberikan kontras). Mengidentifikasi stenosis vertebra dan foraminal. Pada lebih dari 38% kasus, penemuan radiologis cocok digunakan pada kasus reumatoid artritis. Pada lebih dari 30% kasus, tanda radiologis dari psoriatic spondyloartropathy berlawanan dengan reumatoid artritis. C. Aspek klinis 1. Gambaran penyakit Dimulai dengan adanya nyeri pada satu atau lebih persendian. Pada lebih dari 85% kasus, didapatkan kulit yang patologis. Sacroillitis muncul dengan nyeri punggung, terutama malam hari. 2. Pilihan terapi Terapi fisik. Pengobtan : NSAID, retinoids, methotrexate, sulfasalazine, ciclosporine, TNF- blockers. D. Diagnosis banding Rheumatoid arthritis Ankylosing spondylitis Forestier disease (DISH) Gambar 4.11 Foto persendian thoracolumbar AP. Ossifikasi pada ligamen paraspinal (tanda panah) pada penderita psoriasis.

Gambar 4.12 Axial CT-scan pada lumbar (detil). Artritis proliferatif dan erosif pada permukaan sendi.

Gambar 4.13 Foto vertebra cervical. Artritis pada permukaan sendi C4-C5 (tanda panah) pada penderita psoriasis.

Gambar 4.14 Foto lateral tulang servikal. Artritis pada permukaan sendi C4-C5 (tanda panah) pada penderita psoriasis dan spondylolisthesis.

IV.

Reiter Syndrome A. Definisi 1. Epidemiology Morbiditas: 0,01% dari keseluruhan populasi. Lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita (rasio perbandingan 9:1) sekunder pada infeksi venereal dan angka kejadian sebanding dengan kasus sekunder pada infeksi enteric (1:1).

2. Etiology, patofisiology, dan pathogenesis Arthritis seronegatif post-infeksi reaktif. Reiter syndrome: arthritis berat yang melibatkan tulang axial, kulit, mukosa, dan mata (uveitis); urethritis. Proses autoimunitas sekunder dari penyakit gastrointestinal dan venereal. Diasosiasikan dengan HLA-B27 (70 90% kasus). Predileksi untuk: - sendi ekstremitas bawah dan region pergelangan kaki. - sendi sacroiliaka (pada setidaknya 20% kasus). Jarang terjadi pada vertebrae (terutama vertebra thorakal bawah dan lumbar). B. Tanda Pencitraan 1. Modalitas Terapi Radiografi umum biasanya sudah mencukupi CT dan MRI ketika penemuan radiologis negatif namun gejala klinis positif CT untuk evaluasi pasti struktur tulang 2. Gambaran Radiologis tidak ada gambaran oblique. Disertai kerusakan dan proliferasi tulang. Gambaran radiologis utuh dari sacrolitiis dengan destruksi, sklerosis subchondral, dan ankylosis, seringkali asimetris. Osifikasi ligamentum paraspinal. Syndesmofit (osifikasi serat perifer dari annulus fibrosus). Erosi endplates vertebral dan penyempitan diskus intervertebralis. Sangat jarang tampak dislokasi atlantoaxial. Bony ankylosis. 3. Gambaran CT Sensitivitas tinggi untuk mendeksi perubahan sacroiliaka. Deteksi dini adanya erosi pada endplates. 4. Gambaran MRI Identifikasi dini sacrolitiis: edema sum sum tulang dan synovitis (hypointense pada gambaran penekanan T1, hyperintense pada gambaran penekanan T2 dan gambaran STIR, dipertegas dengan kontras).

C. Aspek Klinis 1. Presentasi Umum Onset hingga 60 hari setelah infeksi venereal atau gastrointestinal. Serangan akut athralgia, efusi sendi, dan inflamasi, terutama pada ekstremitas bawah. Triad Reiter: Arthritis, uveitis, dan urethritis. Gejala mucocutaneus. Konjungtivitis. Terkadang demam. Serangan umumnya self-limited, terkadang kronis 2. Pilihan Terapi Terapi fisik. Terapi medical: NSAIDs, antibiotic (tetracyclines), sulfasalazine D. Diagnosa Banding Ankylosing spondylitis Psoriasis Rheumatoid arthritis - tidak ada perubahan mukokutan - Meliputi sendi pada ekstremitas atas dan bawah - Perubahan kulit umum - Kerusakan tulang tanpa proliferasi - Osteoporosis - Tampilan dan pola keterlibatan (tangan dan kaki) Gambar 4.15 Radiografi A-P vertebra lumbalis umum. Perubahan erosi marginal dan penyempitan celah diskus pada L2 L3 (panah) pada syndrome Reiter. Perubahan degenerative yang mengiringi.

Gambar 4.16 Radiografi A-P sendi sakroiliaka umum. Sacrolitiis simetris bilateral dengan erosi, sclerosis, dan penyempitan celah sendi.

Gambar 4.17 Gambaran MRI dari sendi sakroiliaka (semiaxial, T2). Edema sum sum tulang dan sedikit efusi sendi pada sindroma Reiter.

V.

Ankylosing Spondylitis

A. Definisi 1. Epidemiology Onset : Usia 20-40 tahun. Lebih sering terjadi pada pria daripada wanita (perbandingan 3:1 sampai 10:1). Prevalensi : 0,2 1,6%. 2. Etiologi, Pathofisiologi, Pathogenesis Penyakit autoimun. 96% orang yang terinfeksi adalah HLA-B-27 carrier (chromosom 6). Synonim : Bechterew disease. Merupakan penyakit inflamasi kronis yang berpredileksi di tulang belakang. Seronegative spondyloarthropati. Struktur yang terinfeksi : (a) daerah diskovertebral, (b) Insersio ligamentum, (c) Facet joint, (d) costovertebral joint. Perkembangan ke peripheral skeletal didapatkan pada 20% kasus. Sering didapati bersamaan dengan :

Kolitis ulseratif Iritis Insufisiensi aorta dan gangguan atrioventricular Fibrosis pulmonal

B. Imaging Sign 1. Modalitas Terapi Radiografi konvensional dalam dua warna. Daerah penting termasuk vertebrae thorakal, vertebrae lumbal, dan sendi sacroilliaca. MRI dan CT : untuk diagnosis dini dari sacroillitis. DD dari spindylodiskitis. Pada

kasus yang sulit dengan komplikasi, seperti : fraktur, spondylolysis, atau neurologic symptoms. 2. General Destruksi dan proliferasi. Ankylosis 3. Temuan radiograpy Penampang dari vertebrae : Kontur dari corpus vertebrae anterior adalah lurus. Vertebrae biconvex : Kontur konvek dari corpus vertebrae anterior. Diskus kalsifikasi Syndesmophytes: Ossifikasi serat perifer dari annulus fibrosus dan diantara diskus intervertebralis dan ligamentum longitudinal. Anterior spondylitis: Spondylitis dari anterior superior dan garis inferior dari vertebrae, jarang terjadi pada bagian posterior. Sklerosis dengan atau tanpa erosi. Aseptic Spondylodiskitis :

Inflammatory type : Proses destruksi granulomatous pada daerah endplate Noninflamatory type : Stress fraktur atau insufisiensi

Proses erosi pada tulang belakang. Arthritis pada facet joint. Kalsifikasi ligamentum. Gambaran penuh radiologi dari sacroillitis : destruksi, sklerosis subchondral, dan bony ankylosis pada umumnya terjadi bilateral 4. Temuan CT Sensitifitasnya tinggi untuk mengidentifikasi sacroilitis. Keterlibatan dari sendi costovertebral. Evaluasi fraktur. 5. Temuan MRI Bone Marrow edema : Hypointense pada T1-weighted, hyoerintense pada T2weighted dan gambaran STIR, ditingkatkan dengan kontras. Stenosis spinal dan stenosis foramen neural. Arachnoiditis dengan syndrome cauda equine. C. Aspek Klinis 1. Gambaran khas Diawali dengan syndrome yang tidak spesifik pada vertebrae thorak bagian bawah, vertebrae lumbal, dan sacrum. Low back pain pada malam hari. Buttock pain. Kekakuan. Peripheral arthritis. Inflamasi dan nyeri pada insersio musculotendineus.

2. Pilihan Terapi Terapi fisik. Terapi Medis : NSAIDs, sulfasalazine, methothrexate, anti TNF D. Differential Diagnosis Reiter syndrome - arthritis pada sendi perifer pada ekstremitas bawah - Perubahan mucocutaneus, uveitis, conjunctivitis - Infeksi sebelumnya Psoriasis - Perubahan kulit - Munculnya arthritis peripheral - Asymmetric sacroiliitis DISH, Forestier disease - Tidak ada sacroilitis - Ossifikasi yang meluas dari ligament paraspinal - Facet joint

gambar 4.18 gambaran radiograph konvensional vertebrae lumbalis.

gambar 4.19 radiograf A-P konvensional dari upper lumbar spine (detail) Syndesmophyte.

Gambar 4.20 gambaran MR dari vertebrae lumbalis (sagital, T2). Syndesmophytes (panah)

Gambar 4.21 radiografi lateral konvensional dari vertebrae Thorakal (detail). Spondylitis anterior dengan daerah sklerotik predominan.

Gambar 4.22 radiografi lateral konvensional dari vertebrae lumbalis (detail). Anterior spondylitis dengan sklerosis dan erosi aktif (panah)

Gambar 4.23 radiografi lateral konvensional dari vertebrae Lumbal. Spondlodiskitis pada L4-L5

VI.

Ankylosing Spondylitis Ligament Calcification and Bamboo spine A. Definisi Lebih dari 20% penderita dengan Ankylosing spondylitis rata-rata berkembang menjadi kecacatan yang disebabkan ankylosis yang progresif dan ossifikasi ligamen B. Gambaran radilogi 1. Modalitas Terapi Foto radiografik konvensional dengan dua pesawat. MRI dan CT-scan ketika ada komplikasi seperti fraktur, spondylosis atau gejala neurologis 2. Gambaran radiografik biasa Ankylosis yang mengenai persendian. Ossifikasi ligamen yang luas. Tanda double rail road : ankylosis pada permukaan sendi dan kalsifikasi dari ligamnetum interspinosus dan supraspinosus. sendi bambu bentukan undulasi dari syndemophytes. Deformitas yang terfiksasi. Subluksasi atlantoaxial.

3. Gambaran CT-scan Gambaran dari fraktur dan pseudoarthroses 4. Gambaran MRI Stenosis dari canal spinal dan foramen saraf. Sindrom kauda equina yang menyebabkan arachnoidits dengan bentukan dari divertikulum dan erosi dari kelengkungan tulang belakang. C. Aspek klinis 1. Gambaran penyakit Deformitas postural. Mobilitas yang terbatas. Peningkatan resiko fraktur dan spondilosis 2. Pilihan terapi Terapi fisik. Pengobatannya simtomatis dan tergantung dari aktivitas penyakitnya. Gambar 4.24 foto tulang belakang lumbalis AP. Ankylosis dari permukaan persendian dan bridging syndesmophytes (bamboo sign)

Gambar 4.25 foto tulang belakang lumbalis. Ankylosis pada permukaan persendian dan ossifikasi dari ligamen interspinosus dan supraspinosus

Gambar 4.26 foto tulang servikal lateral. Ossifikasi pada bagian depan ligamentum longitudinal pada badan vertebra anterior.

Gambar 4.27 Foto tulang belakang lumbalis A-P. Ankylosis pada permukaan persendian bamboo spine , ossifikasi pada interspinosus dan supraspinosus ligamen.

VII.

Ankylosing Spondylitis Fractures A. Definisi 1. Epidemiologi Prevalensi dari fraktur lebih dari 4x tingginya (lebih dari 17%) pada penderita dengan ankylosing spondylitis daripada populasi normal. Penderita dengan ankylosing spondylitis terhitung 1.2-1.5% termasuk tulaang belakang. Meningkat resikonya (lebih dari 8%) pada cedera spinal paralisis. 75% dari semua fraktur pada seluruh penderita dengan cedera tulang servikal. Daerah fraktur kedua yang paling sring adalah thoracolumbar junction. 2. Etiologi, patofisiologi, pathogenesis Trasverse fraktur pada badan tulang belakang adat diskus dan elemen posterior (traumatic spondylosis) dan/atau dislokasi pada permukaan persendian. Ruptur pada kompleks ligamen. Sering disertai dengan listesis. Cedera tipikal dengan trauma

minimal. Fleksi-cedera distraksi (B2). Ankylosing spondylitis meningkatkan resiko fraktur, terutama karena perbahan biomekanik dan juga karena osteoporosis. B. Gambaran radiologi 1. Modalitas Terapi Radiografik konvensional dapat digunakan sebagai pilihan utama pemilihan foto. CT-scan dan MRI (pilihan akhir ketka ada gejala neurologis) foto ini diindikasikan karena sensitivitasnya lebih besar dibandingkan radiografik yang biasa. 2. Umum Pemeriksaan radiologik ini diindikasikan pada pasien dengan ankylosing spondylitis yang muncul dengan trauma yang minimal dan/atau onset atau nyeri yang bertambah buruk. Pada fraktur servikal, ini penting untuk menyingkirkan cedera pada arteri vertebra. 3. Gambaran radiografik biasa Focal kyphosis. Jarak vertikal yang abnormal antara permukaan sendi dan prosesus spinosus. Diskontinuitas pada ligamen yang terkalsifikasi. Subluksasi. Osteopenia dan perubahan pada kelainan yang menyertai dapat menyamarkan fraktur. 4. Gambaran CT-scan Dengan rekonstruksi multiplanar, CT-scan dengan banyak potongan lebih baik daripada foto radiografik biasa untuk mengevaluasi fraktur. 5. Gambaran MRI Evaluasi spinal cord dan saraf spinal. C. Aspek klinis 1. Gambaran penyakit Ankylosing spondylitis. Trauma minimal yang memberikan gejala. Onset atau nyeri yang parah yang terjadi tiba-tiba. Trauma minor dapat menyebabkan masalah neurologis yang serius.

2. Pilihan terapi Terapi konservatif (cervical collar, halo brace) pada umumnya tidak diindikasikan. Penanganan bedah bertujuan untuk:

Meredakan fraktur Stabilisasi Dekompresi kanalis spinalis ketika diindikasikan.

Gambar 4.28 Foto MRI dari tulang servikal. Fraktur trasverse pada C6-C7 dengan subluksasi anterior. Ruptur ligament, disertai fraktur vertebra, dislokasi permukaan persendian, dan kompresi spinla cord. Osteoporosis. Komplikasi pada ankylosing spondylitis (syndesmophytes, lesi Anderson pada T3-T4 dan T7-T8, ossifikasi ligamentum).

Gambar 4.29 Foto MRI pada tulang servikal (sagital, T2). Fraktur transverse pada C4-C5 dengan subluksasi anterior. Ruptur ligament complex, disertai fraktur vertebra, dislokasi permukaan sendi, dan kompresi spinal cord. Osteoporosis. Komplikasi pada ankylosing spondyitis (syndesmophytes, ossifikasi ligament).

VIII.

Spondilitis bakterial Akut A. Definisi 1. Epidemiologi usia puncak yaitu 10-30 dan 50-70 - tulang belakang lumbar yang lebih rendah yang sering mengalami gangguan

2. Etiologi, Patofiologi, pathogenesis Spondilitis bakterial, spondilidiskitis -biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus -Hematogen yang utama (vena, arteri), kadang-kadang dengan ekstensi (seperti abses retropharyngeal) atau pasca operasi biasanya dimulai pada daerah sub condral.

B. Gambaran klinis 1. Modalitas Terapi Diagnosis awal - MRI (T1, T2, STIR, T1 dengan kontras) - Scintigraphy Diagnosis selama gejala klinis - A-P biasa dan radiografi lateral - Scintigraphy Dengan komplikasi - MRI (T1, T2, T1 dengan kontras). 2. Penemuan pada Radiografi Penyempitan jarak antar sendi dengan osteochondral irregular dan peningkatan sclerosis subchondral. -Retrolisthesis. 3. Penemuan pada MRI Tampak penyempitan antar sendi, intensitas berlebih pada keberatan T1 dan urutan STIR, dengan tepi osteochondral yang irregular dan dikelilingi oleh edema sumsum tulang. - Peningkatan yang berlebihan setelah pemberian kontras, kadang pada regio epidural - edema jaringan lunak, jarang abses. Tanda awal dari penyembuhan: - sclerosis. - penurunan penyerapan pada scintigraphy - konversi dari sumsum lemak dan pengurangan peningkatan pada MRI C. Aspek klinis

1. Petunjuk khas Biasanya ditandai dengan nyeri dan kelunakan pada perabaan di daerah yang terkena -demam -peningkatan laju endap eritrosit. 2. Pilihan terapi Antibiotik jangka panjang -stabilisasi tulang belakang (penahan, pembedahan) -operasi pembuangan abses dengan indikasi.

Gambar 4.30 MRI tulang belakang lumbar (sagital, T2). Intensitas berlebih subchondral (edema) pada L2-L3 dengan halo yang jelas (sclerosis, fibrosis). Terdapat kerusakan parsial dari korteks (superior dan inferior end plates). Ketinggian sendi berkurang dan terdapat perubahan abnormal pada nucleus pulposus (ligament hypointense longitudinal tidak dapat berdiferensiasi ; 1-2 minggu sebelum terjadi gejala klinis).

Gambar 4.31 scan tulang pada L2-L3 (detail). Penyerapan abnormal pada regio subcondral di L2-L3, penyempitan sendi dengan peningkatan penyerapan focal. Gambaran khas dari spondylodiskitis (1-2 minggu setelah timbul gejala klinis).

Gambar 4.32 radiografi lateral biasa dari lumbar spine. Kelainan penyempitan sendi pada L2-L3 (6-8 minggu setelah timbul gejala klinis)

D. Perjalan penyakit dan prognosis Dengan penanganan lebih awal, prognosis sangat baik - 25% kasus menjadi kronik komplikasi: abses, komplikasi akhir (penyembuhan): skoliosis, kifosis, penggabungan tulang belakang

E. Diagnosis Banding Spondilitis spesifik - riwayat - gejala klinis biasanya tidak begitu parah, tidak sampai sendi, abses yang luas, pembengkakan jaringan lunak, kalsifikasi Fraktur vertebra Metastasis Abses epidural - osteoporosis, trauma - foto kontras : tidak ada inflamasi atau abses - perubahan bentuk vertebra, sendi tidak selalu terlibat - riwayat kelainan keganasan. - riwayat - disebarkan melalui bebrapa segmen - bentuk vertebra dan sendi bukan merupakan target kelainan

Gambar 4.33a,b radiografi lateral biasa (a) osteolisis dengan posteroinferior sklerosis marginal dari vertebra L3 dengan penyempitan pada sendi L4-L4. Tomografi A-P biasa (b). penyempitan sendi L4-L5 dengan sklerosis subkondral signifikan danosteolisis irregular. Tanda khas pada spondilodiskutis kronis. Sklerosis merupakan tanda awal dari penyembuhan.

Gambar 4.34 MRI dari lumbar spine (sagittal, STIR). Terdapat gambaran kerusakan dari sendi L5-S1. Regio subchondral yang berdekatan dengan vertebra juga terkena.

Gambar 4.35 MRI dari lumbar spine (sagittal, T1) kerusakan vertebra dan sendi (hypointensity).

Gambar 4.36 MRI dari lumbar spine (sagittal, T1 dengan kontras). Peningkatan jaringan inflamasi. Tidak abses.

Gambar 4.37 MRI dari lumbar spine (sagittal, T1 dengan kontral). Terdapat gambaran kerusakan komplit dari sendi L4-L5. Menunjukkan inflamasi subchondral. Pembengkakan jaringan lunak paravertebral anterior (inflamasi).

Gambar 4.38 radiografi A-P biasa. Penyempitan pada antar sendi T11-T12 dan T12-L1dengan marginal irregular, indikasi sklerosis jika mengarah osteophytes . kronik (penyembuhan) spondylitis.

Gambaran 4.39 a, b MRI dari thorax spine bawah (coronal, axial, STIR, T1 dengan kontras). Pembengkakan jaringan lunak paravertebral pada T9-T10 dengan bentuk abses paravertebral. Sendi intervertebral T9 dan T10 mengalami intense berlebih (=edema).

Gambar 4.40 CT pada Vertebra T12 (axial). Sequestrum pada tubuh vertebral. Tubuh vertebral dan bagian lengkung vertebral mengalami kepadatan yang abnormal. Ditandai pembengkakan jaringan lunak.

IX.

Spondilitis Tuberkulosis A. Definisi 1. Epidemiology Insiden puncak terjadi saat usia 20-40 tahun. Pada pasien tuberculosis, penyebaran ke tulang belakang didapatkan sejumlah 1%, biasanya pada thoracolumbar junction. 10% dari pasien spinal tuberculosis juga terdapat penyebaran pada paru-parunya. 2. Etiologi, Phatofisologi, Phatogenesis Infestasi tuberculosis pada tulang belakang. Tuberculosis spondylitis atau Pott disease. Kifosis dalam penyakit ini dikenal dengan nama Potts curvature. Fungi (Aspergillus). Temuan khas :

Pseudotuberculous

spondylitis.

Pasien

ini

beresiko

terjadi

immunosupresan.

Perkembangan multisegmental Soft tissue tumor Kalsifikasi terjadi pada 30% kasus

B. Imaging sign 1. Indikasi Diagnosis dini :


MRI Scintigraphy Radiografi konvensional MRI (dengan komplikasi)

Diagnosis selama terapi klinis (late diagnosis)


2. Temuan radiografi Inflammatory destruction pada tulang, sklerosis diffuse (terlihat pada radiografi lanjut

daripada gambaran cross-sectional). Ruang antar diskus menyempit dengan batas yang irregular, deformitas sekunder pada tulang belakang (gibbus) dan vertebrae yang tergabung terlihat jelas pada foto polos. 3. Temuan CT CT juga menunjukkan beberapa tanda khas dari osteomyelitis dengan destruksi tulang, ini mungkin terjadi utamanya pada porsi anterior dari corpus vertebrae. Sequestra dapat terlihat dengan jelas sebagai tanda kalsifikasi yang khas dari paravertebral abses. 4. Temuan MRI Selalu digunakan gambar kontras. Tanda khas inflamasi pada corpus vertebrae (osteomyelitis)- hiperintense pada gambaran STIR, hypointense pada gambaran T1weighted meningkat dengan signifikan, sering pada perifer dengan sequestrum atau nekrosis central. Mungkin ada perkembangan anterior (anterior spondylitis). Beberapa corpus vertebrae mungkin terimbas dengan penyebaran sepanjang ligamentum longitudinal posterior, mungkin mempersempit diskus. Perkemangan diskus terlihat sebagai peningkatan inhomogen diskus, hyperintense pada STIR dan gambaran T2-weighted dengan batas irregular. Soft tissue abses terjadi khas pada region psoas atau epidural, terlihat hyperintense pada STIR dan gambaran T2weighted dan hypointense padan gambaran T1-weighted, dengan peningkatan batas secara signifikan. C. Aspek klinis 1. Gambaran khas Lumbago kronis, biasanya disertai dengan kifosis. Defisit neurologis mungkin ada. Subfebris. Ada riwayat singgah di daerah endemis. 2. Pilihan terapi Drainase abses. Long-term antibiotic. Stabilisasi tulang belakang (korset, bedah) 3. Prognosis Dengan terapi yang sesuai mempunyai prognosis yang bagus. Deficit neurologis dapat menetap.

D. Diagnosa Banding Bacterial spondylitis - Riwayat - Puncak kejadian pada usia 10-30 dan 50-70 tahun - predileksi pada vertebrae lumbalis bagian bawah - spondylodiskitis Fraktur vertebrae Metastasis - Osteophorosis, trauma - pada gambar kontras : tidak ada inflamasi ataupun abses - Perubahan pada corpus vertebrae - tidak ada paravertebral abses - riwayat tumor maligna - sequence diffuse (reduced diffused) Epidural abses - ada riwayat - terdistribusi pada beberapa segmen - tidak terfokus pada corpus dan diskus vertebrae Infeksi fungi - ada riwayat - tidak dapat dibedakan pada studi image

Gambar 4.42 a, b radiografi a-p konvensional (a) dan tomogram konvensional (b) dari vertebrae thorakal. Diskus yang diberi tanda panah merupakan osteolysis subchondral lateral dextra, sklerosis dengan batas yang jelas, jaringan lunak yang membengkak hingga T7 dan T10. Reaktif osteofit.

gambar 4.43 a, b Gambaran MR dari vertebrae lumbalis (sagital, STIR [a], T2 [b]). Hiperintensitas posteroinferior pada L3 dan L4. Hiperintensitas parsial pada diskus dengan penurunan tinggi.

gambar 4.44 a,b gambaran MR pada vertebrae lumbalis. L3 terlihat hypointense dengan peningkatan halo setelah pemberian kontras (edema dengan abses dan granulasi jaringan). Pembengkakan jaringan lunak posterior sampai L4.

Gambaran 4.45 a, b gambaran MR dari L3. Area liquefaction telah rusak melewati korteks posteriorly (dengan penyebaran sepanjang ligamentum longitudinal posterior) dan di kiri region lateral. Terdapat abses psoas.

X.

Abses epidural 1. Epidemiologi Lebih umum pada pria dibandingkan pada wanita. Insiden tertinggi adalah pada usia 50 - 60 tahun. patogen yang paling umum: staphylococcus aureus, streptokokus, Escherichia coli, Pseudomonas, jarang anaerob, mikobakteri, dan jamur. 2. Etiologi, patofisiologi, pathogenesis Akumulasi nanah antara dura mater dari sumsum tulang belakang dan periosteum tulang belakang. penyebaran hematogen (terjadi pada 60% kasus): infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi endokarditis, pneumonia, infeksi saluran urogenital. Dengan ekstensi: vertebral osteomyelitis, abses psoas, paraspinal abses, trauma. Iatrogenik: pungsi lumbal, anestesi epidural, pasca operasi.

A. Definisi

B. tanda pencitraan 1. Modalitas Terapi MRI:


Sagital: T1, T2, STIR ( tulang ), T1 dengan kontras dan saturasi lemak Aksial : T1 dengan kontras dan saturasi lemak Koronal ( satu urutan ): visualisasi ekstensi paraspinal (psoas mayor) Untuk menunjukkan terkait dengan osteomyelitis.

Radiografi konvensional

2. Temuan pada CT Digunakan pada kontraindikasi MRI. Akumulasi cairan di dalam ruang epidural. CT myelography 3. Temuan MRI massa epidural menekan sumsum tulang belakang dan menggeser dura mater, lebih sering anterior daripada posterior. Dapat menyebar melalui foramen saraf menyebabkan abses di psoas mayor. Perubahan sinyal di dalam badan vertebra yang berdekatan dan disk dengan spondylodiskitis simultan. bersifat sensitive dan invasive. CT-dipandu biopsi untuk mengidentifikasi pathogen.

T1:

Massa hypointense, kontras meningkatkan demarkasi dari membran abses. homogen hyperintense ke sumsum tulang belakang dan isointense ke CSF sinyal hyperintense dengan hypointensity sesuai pada koefisien difusi (ADC) gambar evaluasi jelas.

T2:

DWI:

C. Aspek Klinis
1.

Gambaran khas: nyeri punggung, nyeri radikuler. Kelemahan pada kaki. Disfungsi sphingter. Demam. Pilihan terapi: dekompresi bedah dengan laminectomy dan drainase. Terapi antibiotic sistemik.

2.

Gambar 4.46 kekambuhan nyeri dengan penanda inflamasi yang tinggi ( sepsis general ) setelah spondylodiskitis. Gambar MR dari tulang belakang bagian lumbal ( sagital, T2 ). Massa epidural bikonvek di tingkat L3 tulang belakang. Massa ini homogen hyperintense dan batasbatasnya dari sumsum tulang belakang oleh membran hypointense. Intervertebralis disk yang mengalami hyperintense di tingkat L2 - L3 melalui L4 - L5.

Gambar 4.47 gambar MR dari L3 ( aksial, T2 ). Lesi telah menyebar melalui foramen saraf kiri, dengan formasi abses di kiri psoas mayor.

Gambar 4.48: gambar MR dari L3 ( aksial, T1 dengan kontras dan saturasi lemak) psoas mayor abses dan abses epidural.

D. Diagnosis banding Epidural hematom: - anamnesa ( trauma, antikoagulasi ) - onset akut dari gejala klinis - tanda inflamasi Osteomyelitis vertebralis: Spondylodiskitis: Herniasi disk: Guillain-Barre syndrome: XI. - terbatas pada tulang - berhubungan dengan intervertebral disk - perbedaan signal pada T1 debralisan T2 - kelainan terbatas pada satu segment - tidak akibat massa

Granulomatous Inflammations of the spinal Cord. A. Definisi: Gangguan inflamasi pada spinal cord dan spinal canal merupakan etiologi yang berbeda, karakteristik dari formasi granuloma. 1. Kondisi klinik Sarcoidosis: gejala neurologi terjadi pada 5 % kasus. Manifestasi dari tulang belakang adalah hal langka, paling sering terjadi 30 40 tahun . Tersering pada tulang belakang bagian leher ( > 50% )dan tulangbelakang bagian dada ( < 40% ). Wegener granulomatosis: keterlibatan neurologi menunjukkan 30 50 % dari kasus. Tuberculosis: Keterlibatan neurologis biasanya cerebral, tulang belakang jarang terjadi. Lebih sering terjadi pada orang dengan sistem kekebalan (orang tua, anakanak, dan pasien HIV atau diabetes).

B. Tanda pencitraan 1. Modalitas Terapi MRI:


Sagital: T1, T2, T1 dengan kontras Aksial: T1 dengan kontras, T2 Penelitian harus mencakup serebrum CNS sarcoidosis: Pleocytosis, tinggi kadar protein, tinggi kadar IgG, tinggi ACE (nonspesifik) Wegener granulomatosis: Pleocytosis, tinggi kadar protein, tinggi kadar IgG Tuberculosis: Pleocytosis, tinggi kadar protein, rendah kadar glukosa, identifkasi PCR pada kelainan.

Pemeriksaan CSF

Biopsy:

Terlihat granuloma Wegener granulomatosis: diketahui c-ANCA Tuberculosis: identifikasi PCR

2. Radiografi konvensional dan temuan CT Terlihat perubahan tulang yang terkait. Tuberculous spondylodiskitis; kerusakan dari badang tulang belakang, sering terjadi multisegmental. Sarcoidosis: Pola nodular dari sclerosis tulang pada kerangka aksial ( nonspesifik), lytic dan perubahan kistik pada tulang falang dan metacarpal ( arthritis) 3. Temuan MRI Leptomeningitis:

peningkatan linier setelah pemberian kontras, di sepanjang sumsum tulang belakang, akar saraf, dan cauda equine epidural granuloma dan tuberculoma perubahan nodular atau deposit plaquelike dural. T1: Isointense atau hypointense T2: Isointense atau hypointense atau hyperintense

Granuloma intramedular dan tuberkuloma


Nodul atau peningkatan cincin Edema perifocal (hyperintense pada T2) Spondylodiskitis tuberculosa (p.166)

C. Klinis 1. Gambaran khas Nyeri punggung. Demam. Syndrom cauda equine. Kelemahan kaki. Parapare dan tetraparese. 2. Terapi pilihan Wegener granulomatosis:
o o

Terapi siklophospamid dosis tinggi (alternative: azathioprin, metotrexat) Biasanya berkurang, namun sering kambuh kembali. Agen tuberculostatis Reseksi bedah minor dari tuberculoma intramedular Kortikosteroid, biasanya butuh lebih dari beberapa bulan. Kemungkinan terjadi rekurensi.

Tuberculosis
o o

Sarcoidosis
o o

D. Diagnosis banding Metastase Leptomeningeal: - perjalanan penyakitnya - Keganasan metastase leptomeningeal, penebalan leptomeningeal lebih sering berupa nodul dan irregular Arachnoiditis: Tumor intramedular Multiple sclerosis Myelitis akut. - Perjalanan penyakit: kondisi post operasi, trauma, infeksi - Bukan peningkatan intramedular.

Gambar 4.49

Pasien ini dengan Wegener granulomatosis

diketahui sejak beberapa tahun lau berkembang menjadi gangguan dan defisit sensorik pada berbagai tingkat dalam beberapa minggu terakhir. Gambar MR dari cervical spine (sagital, T2). Banyak hyperintense yang tidak jelas perubahan sinyal di sumsum tulang belakang.

Gambar 4.50 Pasien dengan sarkoidosis diketahui, pada terapi kortison, mengeluh sakit kepala dalam beberapa minggu terakhir. Pemeriksaan neurologis menunjukkan keterlibatan jalur panjang. Gambar MR dari cervical spine (sagital, T1 dengan kontras). Sebuah lesi sumsum tulang belakang meningkatkan di bagian caudal dari pons (keterlibatan serebral ada dalam gangguan yang mendasarinya). Perhatian: dengan terapi kortison biasanya tidak ada peningkatan meningeal.

XII.

Arachnoiditis A. Definisi 1. epidemopiologi Insidensi bertambah tergantung dari sistem imun dari pasien 2. etilogi, patofisiologi, patogenesis Penyakit peradangan dari ruang antar selaput meningen dan subarachnoid, inflamasi yang dengan fibrinosis eksudat Patogenesis : post operasi dan post trauma, infeksi, intrathecal kontaminasi dari minyak contras (anastesi, atibiotik, steroid), perdarahan intraspinal. Komplikasi : syringomyelia, kista spinal arachnoid, arachnoid ossificans.

B. Penampakan gambar 1. Modalitas Terapi MRI: sagital ( T1, T2, STIR). Axial (T2). 2. Gambaran CT CT myelografi ( jika kontraindikasi dg MRI) --> Akumulasi iregulardari contras yang mengelilingi saraf yang tipis. Adanya filling defect contras dari jaringan granulasi. 3. Gambaran MRI tipe 1 : bentukan adesi conglomerats yang mengelilingi batang saraf tipe 2 : " empty thecal sac" tipe 3 : massa pada jaringan ikat pada sakus dural yang ditemukan pada stadium akhir dari proses inflamasi T1 : - CSF meningkat oleh karena itu kontur luar dari spinal cord tidak jernih - biasanya meningen dan saraf dari cauda equina terlihat homogen linear, kadang nodular yang tampak. - intradural difus akan trlihat ketika kantong dura terisi dengan jaringan yang meradang. T2 : - batang saraf akan tampak lebih menebal - ruang subarachnoid trobliserasi dengan jaringan bergranulasi - adesi leptomeningeal C. Aspek klinis 1. gambaran khas low back pain yang kronik, parese, kesemutan, susah BAB atau BAK. 2. pilihan terapi : pengobatan simtomatik, pembedahan lisis adesi. D. Diagnosis banding leptomeningeal metastase : -meningkat biasanya karena bertambahnya intensitas dari keganasan leptomeningeal. Leptomeningeal menebal melebihi nodul, iregular dan asimetri.

- intranodular tumor : - sarcoidosis :

- riwayat. Tumor biasanya terlihat lebih nyata -perubahan tulang pada tubuh vertebra.

Gambar 4.51 Beberapa bulan setelah pembedahan pada herniasi L4-L5, pasien akan mengeluh adanya rsa sakit yang bertambah pada kedua kaki dan retensi urin. Pemeriksaan klinik seperti anestesi pelana dan ada residu urin.

Gambar 4.52 Gambar MR pada lumbal ( sagital, T1 kontras). Penebalan cauda equina dan ruang antara L4-L5 meningkat, spindilokitis awal pada L5S1.

Gambar 4.53 Gambar MR dari L4 (axial, T2). Cauda quequina serat mengikuti pada kantong dura, membuat kesan seperti kantong dura yang kosong.

Gambar 4.54 gambar MR dari L4 (axial, T2). Gambar normal dari serat cauda equina.

d XIII. Acute tranverse myelitis A. Definisi 1. Epidemiologi Distribusi dua kali pada usia puncak antara 10_20 tahun dan 30-40 tahun. Predileksi pada servikal dan thorakalis. 2. etilogi, patofisiologi, dan pathogenesis Syndrom klinik sangat khas pada disfungsi motorik, sensorik, dan autonom nervus yang terjadi secara akut karena keradangan pada spinal cord. Kriteria diagnosis : pada MRI ada peningkatan lesi dan uji CSF mengungkapkan terjadi pleositosis atau elevasi dari igG. Penyebab : o ADEM : inflamasi akut dari otak dan spinal cord, post infeksi, post vaksin, atau sporadik. o parainfeksi : virus (herpes simplek, zoster, cytomegalovirus, enterovirus, epstein bar virus, hiv, influensa, rabies), bakterial ( mycoplssmas, sifilis, boreliosis, tuberculosis) o penyakit sistemik : SLE, sjogren syndrom, sarcoidosis. o multiple sklerosis o paraneoplastik sindrom o penyakit vaskular

o Radiasi myelopati o idiopatik o atopi B. Gambaran 1. Modalitas Terapi indikasi akut adalah MRI --> sagital : STIR, T2, T1 dengan atau tanpa kontras. Axial : T2, T1 dengan kontras uji CSF : oligoclonal bands, PCR, igG index, antibodi. Serologi tes jika ditemukan gejala klinis CT myelografi : jika MRI tidak ada 2. MRI Umum : - sedikit signifikan dari spinal cord. - lesi bertambah lebih dari dua-tiga dari seksional area spunal cord. - bisa bertambah melebihi spinal segmen C. Aspek klinis 1. Gambaran khas : Gambaran klinis akan terjadi 24 jam pada 45% dari pasien. Ketika semua pasien memiliki keluhan lemah pada kaki, disfungsi blader, parestesi, back pain, dan nyeri radicular. 2. Pilihan terapi: Manajemen akut - dosis tinggi kortikosterois iv - plasmapheresis - antibiotik pada kasus infeksi - antikoagulan pada pasien dengan SLE dan antipospolipid antibodi - bedah saraf jika indikasi Penaganan jangka lama - rehabilitasi

- medikasi nyeri - relaksan otot 3. Prognosis Sebagian ataupun regresi komplit dari sindrom klinik terjadi anatara 1 - 3 bulan, biasanya monofasik disorder, walaupun rekurensi mungkin saja terjadi D. Diagnosis banding -Disseminasi encephalomyelitis -Spinal infark -Tumor intramedula Gambar 4.55 Pasien ini melaporkan raa lemah pada bahu dan kaki, bertambah jika bekerja pada satu hari dan lebih terasa nyata pada sisi kanan. Status neurologi termasuk kehilangan dari corneal reflek kanan dan rasa sensasi pada bagian seperti bulan sabit pada wajah. Gambara MR dari servical. Intramedular hiperintensitas pada level C1-C2., dimana spinal cord makin bertambah.

Gambar 4.56 Gambar MR dari servical. Lesi terlihat sebagian meningkat

Gambar 4.57 Gambar MR dari C1. Terlambatnya peningkatan dari lesi

XIV.

Spinal sclerosis multiple A. Definisi: 1. Epidemiologi Lesi pada spinal terjadi pada 55 75 pasien dengan sklerosis multiple. Lesi spinak yang terkecil terjadi pada 20 % kasus; 67% pada umunya terjadi pada spine bagian cervical. Lesi bias terjadi pada berbagai umur. Sering terjadi pada pria daripada perempuan. 2. Etiologi, patofisiologi, pathogenesis Demyelinasi fokal pada spinal cord. Temuan MRI menunjukkan infiltrasi lymphoplasmasitik ( biasanya peri vena ) dan demyelinasi selektif, gliosis lanjut, dan scar. B. Gambaran khas 1. Modalitas Terapi Indikasi untuk MRI : T1, T2, STIR (sagital), T2 (aksial) terbukti ada lesi. Kontras (dosis ganda) harus dilakukan untuk mengevaluasi lesi. MRI cerebral suplemet diindikasikan dengan dengan adanya deteksi baru dari spinal sclerosis multiple. Pemeriksaan CSF diindikasikan untuk menegakkan diagnosis (temuan dari oligoclonal bands)

2. Temuan CT CT tidak di indikasikan 3. Temuan MRI Umumnya:


Lesi plaquelike dengan nodul, ring-shaped, atau konfigurasi melengkung. Keterkaitannya spinal cord berupa eksentrik, khususnya mempengaruhi bagian posterior dan bagian lateral. Kurang dari 50 % pada area potongan melintang yang terpengaruh lesi. Spinal cord yang meluas merupakan fase akut. Atrofi spinal cord merupakan fase kronis. Akut: isointense menjadi lesi dengan sedikit hypointense. Tampak penanda cincin lesi menjadi padat ( terlihat pada 2 8 minggu). Kronik: berkurangnya pertumbuhan. Atrofi spinal cord. Lesi hyperintense Pada episode akut, mungkin terdapat peningkatan signal difuse dan ekspansi dari spinal cord menjadi edema.

T1:

T2:

C. Klinis 1. Gambaran khas Deficit sensoris. Parese spastic. Hambatan neurogenik dan disfungsi usus. Penyakit devic ( neuromyelitis optic): neuritis optik bilateral dan paraplegia bagian atas. Perjalanan klinik merupakan episode remisi lengkap atau tidak lengkap dari episode tersebut. 2. Terapi Glukokortikoid selama episode. Profilaksis interferon, copolymer 1, azathioprine, mitoxantrone (pasien dengan perjalanan klinik yang parah), methotrexat dosis rendah. Terapi simptomatik.

D. Diagnosis banding Astrocytoma: Ependymoma: - Biasanya memperpanjang jarak ( lebih dari dua vertebra ) - Jarang terjadi multifocal - Intramedular letak sentral - Memperpanjang jarak - Kista yang berbatas Myelitis akut: - Memperpanjang jarak secara longitudinal pada sklerosis multiple. -Perjalanan penyakit ( infeksi, racun, autoimun ) Infarcsi spinal akut: Sarcoidosis: - Keterkaitan paramedian dari spinal cord posterior, juga sering pada spinal cord anterior. - Peningkatan lesi parenkim dan juga terdapat kemungkinan meningkatnya leptomeningeal secara linier - Jika ini meragukan, dapat dilakukan biopsy untuk menegakkan diagnosis. Lupus eritematosus sistemik: - Gambaran dari myelitis.

Gambar 4.58 Seorang wanita umur 33 tahun dengan perjalanan penyakit 5 minggu dari parestesia dan kelemahan progresif dari gerak pada seluruh ektremitas. Gambar MR dari tulang belakang bagian dada ( sagital, T2 ). Sebuah lesi intramedular dengan hyperintense terlihat pada tingkat T4.

Gambar 4.59 Gambar MR dari T2 (aksial, T2). Lesi intramedular berada di bagian kanan posterolateral.

Gambar 4.60 Gambar MR dari spine bagian thorak ( sagital ). Disini, juga, lesi muncul hyperintense.

Gambar 4.61 Gambar MR dari spine thorak (sagital, T1 dengan kontras). Pertumbuhan lesi.

Anda mungkin juga menyukai