Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS OPERASI

ORTHOPEDI

Nama Ny. B NRM 01107**

Jenis Kelamin Perempuan Tgl lahir 10 Maret 1960

Alamat Ambon No.Telp 088219962681

Diagnosis Fraktur Kompresi L1 ICD - 10 S32.0

Tindakan Deccompression, ICD - 9 84.8


Stabilization, Fusion

DPJP dr. A. J. Didy, Sp.OT (K) Assistant -

Residen dr. Dwi Kartika Sari Co-Assistant Ravania Rahadian Putri


(2110221097)

Anamnesis:
- Keluhan utama : Pasien mengeluhkan nyeri pinggang
RPS : Pasien datang ke RSPAD dengan keluhan nyeri pinggang sejak 6 bulan
SMRS. Keluhan dirasakan baik saat beraktivitas maupun beristirahat. Nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk dan disertai rasa panas. Nyeri menjalar hingga ke kedua tungkai. Pasien
menyangkal adanya kelemahan atau baal pada anggota gerak lain, demam, kejang, gangguan
buang air kecil maupun buang air besar. Riwayat trauma (+) jatuh terpeleset
- Riwayat jatuh terpeleset 2 tahun yang lalu.
- RPD : Ca Mamae
- RPO : Mastektomi (Oktober 2021), Saat ini menjalani terapi hormonal.
Pemeriksaan Fisik
● Keadaan Umum : Baik
● Kesadaran : GCS 15 E4M6V5
● Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 132/89 mmHg
- Nadi : 98x / menit
- RR : 20x / menit
- Suhu : 36,3 °C
- Saturasi Oksigen : 99%

● Status Generalis
- Ekstremitas :

Kanan Kiri
Otot Eutrofi Eutrofi
Tonus Normotoni Normotoni
Massa Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan Normal Normal
Edema Tidak ada Tidak ada

- Status lokalis regio thorakolumbal:

Look : gibbus (-), massa (-), benjolan (-) kemerahan(-)


Feel : nyeri tekan (+) T12 – L1
Move : terbatas
Tes Lasegue : (+)
Tes Reverse Laseque : (-)

Pemeriksaan Penunjang
MRI Lumbosacral (28/06/2022)

Kesan:
- Lesi hiperintens ireguler di hamper seluruh corpus dan pedikel thoracolumbal
dengan kompresi moderat corpus Th12 dan komresi ringan corpus Th7, Th8
(Genant classification), mendesak medulla spinalis setinggi Th12  suspek
metastasis.
- Degenerasi discus L5-S1
- Straight kurve thoracolumbal

Diagnosis: Fraktur Kompresi L1

Planning : Decompression Stabilization Fusion

Informed Consent: Pasien dengan diagnosis Fraktur Kompresi L1 dan akan dilakukan
prosedur dekompresi dengan pertimbangan berdasarkan gejala klinis yang dirasakan pasien dan
gambaran dari radiologi. Indikasi tindakan untuk melepaskan tekanan pada saraf pasien dibawah
anastesi. Komplikasi prosedur operasi yang dapat terjadi adalah perdarahan. Prognosisnya adalah
dubia ad bonam.

Laporan Operasi

- Pasien posisi supine dalam anastesi umum


- Sepsis dan Asepsis daerah lapangan operasi dan sekitarnya
- Decompresi
- Stabilisasi Posterior
- Luka dicuci dan di jahit
- Operasi selesai

Komplikasi
- Perdarahan
- Infeksi
Tinjauan Pustaka
Fraktur Kompresi

Definisi
Fraktur kompresi (wedge fractures) merupakan kompresi pada bagian depan corpus
vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur
tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra.

Gambar 2.1. Fraktur Kompresi Vertebra

Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi
terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker
dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah
dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan
menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya. Trauma vertebra
yang mengenai medula spinalisdapat menyebabkan defisit neorologis berupa kelumpuhan.4

Epidemiologi
Fraktur kompresi vertebra merupakan jenis fraktur yang sering terjadi dan
merupakan masalah yang serius. Setiap tahun sekitar 700.000 insidensi di Ameika Serikat,
dimana prevalensinya meningkat 25% pada wanita yang berumur diatas 50 tahun. Satu dari
dua wanita dan satu dari empat laki-laki berumur lebih dari 50 tahun menderita
osteoporosis berhubungan dengan fraktur. Insidensi fraktur kompresi vertebra meningkat
secara progresif berdasarkan semakin bertambahnya usia, dan prevalensinya sama antara
laki-laki (21,5%) dan wanita (23,5%), yang diukur berdasarkan suatu studi pemeriksaan
radiologi.
Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebra adalah sebagai berikut:
Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung padajaringan tulang
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda keras oleh
kekuatan langsung.
Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan oleh
adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot, contohnya seperti pada
olahragawan yang menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban badannya.

Trauma tidak langsung ( indirect )


Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis, penderita tumor
dan infeksi.
Penyebab pokok dari fraktur kompresi lumbal adalah osteoporosis. Pada wanita,
faktor risiko utama untuk osteoporosis adalah menopause, atau defisiensi estrogen. Faktor
risiko lain yang dapat memperburuk tingkat keparahan osteoporosis termasuk merokok,
aktivitas fisik, penggunaan prednison dan obat lain, dan gizi buruk. Pada laki-laki, semua
faktor risiko non-hormon di atas juga berpengaruh. Namun, kadar testosteron rendah juga
dapat berhubungan dengan fraktur kompresi.
Keganasan dapat bermanifestasi awalnya sebagai fraktur kompresi. Kanker yang
paling umum di tulang belakang adalah metastasis. Keganasan khas yang bermetastasis ke
tulang belakang sel ginjal, prostat, payudara, paru-paru dan,
meskipun jenis lainnya dapat bermetastasis ke tulang belakang. 2 hal keganasan tulang
primer paling umum adalah multipel myeloma dan limfoma.
Infeksi yang menghasilkan osteomyelitis dapat juga mengakibatkan fraktur
kompresi. Biasanya, organisme yang paling umum dalam infeksi kronis adalah
stafilokokus atau streptokokus. Tuberkulosis bisa terjadi pada tulang belakang dan disebut
penyakit Pott.2,3

Patofisiologi
Tulang belakang merupakan satu kesatuan yang kuat yang diikat oleh ligamen di
depan dan di belakang, serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya
absorpsi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibilitas dan elastis.
Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatutrauma yang hebat, sehingga sejak
awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus secara hati-hati.
Trauma pada tulang belakang dapat mengenai :8
a. Jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen, diskus dan faset.
b. Tulang belakang sendiri
c. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)

Mekanisme trauma diantaranya :8


a. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
Vertebra mengalami tekanan terbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan atau
tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen posterior, maka
fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi.

Gambar 2.5. Fraktur Akibat Fleksi

b. Fleksi dan rotasi


Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi. Terdapat
strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Padakeadaan ini terjadi
pergerakan ke depan/ dislokasi vertebra diatasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak
stabil.

Gambar 2.6. Fraktur Akibat Rotasi

c. Kompresi vertikal (aksial)


Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akanmenyebabkan
kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahakan permukaan serta badan
vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan
menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih
intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil.

Gambar 2.7. Fraktur Kompresi

d. Hiperekstensi atau retrofleksi


Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.
Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra
torakolumbal. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau terjadi
fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.

Gambar 2.8. Fraktur Akibat Hiperekstensi

e. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan
fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen vertebra dan sendi faset.
Pembagian trauma vertebra menurut BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:
a. Grade I = Simple Compression Fraktur
b. Grade II = Unilateral Fraktur Dislocation
c. Grade III = Bilateral Fraktur Dislocation
d. Grade IV = Rotational Fraktur Dislocation

Dengan adanya penekanan/ kompresi yang berlangsung lama menyebabkanjaringan


terputus akibatnya daerah disekitar fraktur dapat mengalami edema atau hematoma.
Kompresi akibatnya sering menyebabkan iskemia otot. Gejala dan tanda yang menyertai
peningkatan tekanan kompartemental mencakup nyeri, kehilangan sensasi dan paralisis.
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, pemendekan atau pemanjangan tulang dan
kedudukan yang khas untukdislokasi tertentu menyebabkan terjadinya perubahan bentuk
(deformitas).
Klasifikasi derajat kerusakan medulla spinalis :
a. Frankel A = Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali dibawah level
lesi.
b. Frankel B = Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masihtersisa
di bawah level lesi.
c. Frankel C = Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara tetapitidak
fungsional.
d. Frankel D = Incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara dan
fungsional.
e. Frankel E = Normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal tanpa deficit
neurologisnya.
Manifestasi Klinis
Fraktur kompresi biasanya bersifat insidental, menunjukkan gejala nyeri tulang
belakang ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur tubuh karena
terjadinya kiposis dan skoliosis. Pasien juga menunjukkan gejala-gejala pada abdomen
seperti rasa perut tertekan, rasa cepat kenyang, anoreksia dan penurunan berat badan.
Gejala pada sistem pernafasan dapat terjadi akibat berkurangnya kapasitas paru.
Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala.Pada saat
fraktur terasa nyeri, biasanya dirasakan seperti nyeri yang dalam pada sisi fraktur. Jarang
sekali menyebabkan kompresi pada medulla spinalis, tampilan klinis menunjukkan gejala
nyeri radikuler yang nyata. Rasa nyeri pada fraktur disebabkan oleh banyak gerak,
dan pasien biasanya merasa lebih nyaman dengan beristirahat. Banyak pasien yang
mengalami fraktur kompresi vertebra akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai alasan
antara lain rasa nyeri akan berkurang dengan terlentang, takut jatuh sehingga terjadi patah
tulang lagi. Sehingga kurang aktif atau malas bergerak pada akhirnya akan mengakibatkan
semakin buruknya kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Apabila kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan sindrom
konus medullaris. Konus medullaris adalah ujung berbentuk kerucut dari sumsum tulang
belakang. Normalnya terletak antara ujung vertebra torakalis (T- 12) dan awal dari vertebra
lumbalis (L-1), meskipun kadang-kadang konus medullaris ditemukan antara L-1 dan L-2.
Saraf yang melewati konus medullaris mengontrol kaki, alat kelamin, kandung kemih, dan
usus. Gejala umum termasuk rasa sakit di punggung bawah, anestesi di paha bagian dalam,
pangkal paha; kesulitan berjalan, kelemahan di kaki, kurangnya kontrol kandung kemih;
inkontinensia alvi, dan impotensi.
Gambar 2.9 Dermatom
a. Gangguan motorik
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan
sel-sel saraf pada medulla spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flacid
paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen- segmen medulla spinalis
yang cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung
sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal shock
ini ditandai dengan hilangnya reflek dan flacid. Lesi yang terjadi di lumbal
menyebabkan beberapa otot-otot anggota gerak bawah mengalami flacid paralisis.
b. Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain
dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu sel-
sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan. Selain itu kulit dibawah level
kerusakan akan mengalami anaestesi, karena terputusnya serabut-serabut saraf sensoris.
c. Gangguan bladder dan bowel
Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik membangkitkan kontraksi otot polos
sigmoid dan rectum serta relaksasi otot spincter internus. Kontraksi otot polos sigmoid
dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh ganglion
yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan, karena penuhnya
sigmoid dan rectum dengan tinja. Jika terjadi inkontinensia maka defekasi tak terkontrol
oleh keinginan.
d. Gangguan fungsi seksual
Seluruh bagian dari fungsi seksual mengalami gangguan pada fase spinal shock.
Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan komplit/tidaknya lesi. Untuk
dengan lesi komplet diatas pusat reflek pada konus, otomatisasi ereksi terjadi akibat
respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi selama aktivitas seksual.
Kemampuan fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak komplit,
tergantung seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan sensasi pada
penis sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan dengan lokomotor
dan aktivitas otot secara volunter.

Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dengan cara pasien berdiri,sehingga tanda-
tanda osteoporosis seperti kiposkoliosis akan lebih tampak. Kemudian pemeriksaan
dilakukan dengan menekan vertebra dengan ibu jari mulai dari atas sampai kebawah yaitu
pada prosesus spinosus. Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi mulai dari oksiput
sampai dengan sacrum, biasanya terjadi pada region pertengahan torak (T7-T8) dan
pada thorakolumbal junction. Ulangi lagi pemeriksaan sampai benar-benar ditemukan
lokasi nyeri yang tepat. Nyeri yang berhubungan dengan pemeriksaan palpasi vertebra
mungkin disebabkan oleh adanya fraktur kompresi vertebra.5
Adanya deformitas pada tulang belakang tidak mengindikasikan adanya fraktur.
Jika tidak ditemukan nyeri yang tajam, kemungkinan hal tersebut merupakan suatu
kelainan tulang belakang yang berkaitan dengan umur. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan
dengan membantu pasien melakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada tulang belakang,
gerakan ini akanmenyebabkan rasa nyeri yang disebabkan oleh adanya fraktur kompresi
vertebra. Spasme otot atau kekakuan otot dapat terjadi sebagai akibat dari kekuatan otot
melawan gravitasi pada bagian anterior dari vertebra. Pemeriksaan neurologis perlu
dilakukan. Tidak jarang pada kasus osteomielitis mempunyai gejala yang mirip dengan
fraktur kompresi vertebra.5

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :9
a. Roentgen : pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang
vertebra untuk melihat fraktur dan pergeseran tulang vertebra
Gambar 2.10. Fraktur Kompresi Vertebra Lumbal 1

b. Magnetic Resonance Imaging : pemeriksaan ini memberi informasi detail mengenai


jaringan lunak di daerah vertebra. Gambaran yang akan dihasilkan adalah 3 dimensi.
MRI sering digunakan untuk mengetahui kerusakn jaringan lunak pada ligament dan
diskus intervertebralis dan menilai cedera medulla spinalis

Gambar 2.11. MRI Fraktur Kompresi Lumbal 1


c. CT- Scan
CT scan sangat berguna dalam menggambarkan adanya fraktur dan dapatmemberikan
informasi jika tentang adanya kelainan densitas tulang. CT scan
dan MRI juga sangat penting dalam menentukan diferensial diagnosis karena adanya
penyempitan kanalis spinal, dan komposisi spesifik vertebra dapat digambarkan.
d. Single-Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Dapat juga digunakan dalam menentukan adanya fraktur dan tingkat adanya
osteoporosis karena kemampuannya dalam menggambarkan densitas tulang.
e. Scintigraphy
Merupakan suatu metode diagnostik yang menggunakan deteksi radiasi sinar gamma
untuk menggambarkan kondisi dari jaringan atau organ, juga merupakancmetode yang
penting untuk memprediksikan hasil (outcome) dari beberapa teknik operasi.

Penatalaksanaan
a. Nyeri akut fraktur kompresi vertebra
Jika pada pasien tidak ditemukan kelainan neurologis, pengobatan pada pasien dengan
akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa nyeri, dengan pembatasan
bedrest, penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik.9
1) Menghindari bedrest terlalu lama
Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah, meningkatkan
kehilangan densitas tulang, deconditioning, thrombosis, pneumonia, ulkus
dekubitus, disorientasi dan depresi.
2) Analgetik
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan sebagai terapi
awal untuk menghindari dari bedrest yang terlalu lama.
3) Calcitonin, diberikan secara subkutan, intranasal, atau perrektal mempunyai efek
analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis dan pasien
dengan nyeri tulang akibat metastasis.
4) Bracing
Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manegemen akut non operatif.
Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan membantu penyembuhan
dengan menstabilkan tulang belakang. Dengan mengistirahatkan pada posisi fleksi,
maka akan mengurangi takanan pada kolumna anterior dan rangka tulang
belakang.Bracing dapat digunakan segera, tetapi hanya dapat digunakan untuk dua
sampai tiga bulan. Terdapat beberapa tipe ortose yang tersedia untuk pengobatan.

5) Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy tulang belakang
kedalam vertebra yang mengalami kompresi dengan bimbingan fluoroscopy atau
computed tomography. Kemudian diinjeksikan Methylmethacrylate kedalam tulang
yang mengalami kompresi. Prosedurini dapat menstabilkan fraktur dan megurangi
rasa nyeri dengan cepat yaitu pada 90% 100% pasien. Tetapi prosedur ini tidak dapat
memperbaiki deformitas yang terjadi pada tulang belakang.
Gambar 2.12. Teknik Vertebroplasty

6) Kypoplasty
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan jarum yang berisikan tampon kedalam
tulang yang mengalami fraktur. Insersi jarum tersebut akan membentuk suatu
kavitas pada tulang vertebra. Kemudian kavitas tersebut diisi dengan campuran
methylmetacrylate dibawah tekanan rendah.

Gambar 2.13. Teknik Kypoplasty


b. Penatalaksanaan nyeri kronis
Nyeri kronis umumnya biasa dialami oleh pasien dengan multipel fraktur,penurun tinggi
badan, dan kehilangan densitas tulang. Pada pasien-pasien ini, sangat dianjurkan
untuk tetap aktif melakukan pelemasan otot dan program peregangan, seperti program
yang berdampak ringan seperti berjalan dan berenang. Sebagai tambahan obat
penghilang rasa sakit, pemeriksaan nonfarmakologis seperti stimulasi saraf listrik
transkutaneus, aplikasi panas dan dingin, atau penggunaan bracing, dapat
menghilangkan rasa sakitsementara. Aspek psikologis dari rasa nyeri yang kronis dan
kehilangan fungsi fisiologis harus diterangkan dalam konseling, jika perlu, dapat
diberikan antidepresan.9

c. Pencegahan fraktur tambahan


1) Sebagian besar pasien dengan fraktur akibat osteoporosis akut harus diberikan terapi
osteoporosis secara agresif.
2) Pemeriksaan bone densitometry sebaiknya dilakukan pada pasien dengan fraktur
kompresi dan sebelumnya diduga mengalami kehilangan massa tulang.
3) National Osteoporosis Foundation menganjurkan semua wanita yang mengalami
fraktur spiral dan densitas mineral tulang harus diberikan terapi seperti
osteoporosis.
4) Diet suplemen vitamin D dan kalsium harus optimal. Bisphosponates (alendronate,
risendronate) mengurangi insidensi terjadinya fraktur vertebra baru sampai lebih dari
50%.
5) Raloxifene, merupakan modulator estrogen selektif, menunjukkan dapatmengurangi
terjadi fraktur vertebra 65% pada tahun pertama dan sekitar 50% pada tahun
ketiga.
6) Kalsitonin menunjukkan penurunan resiko terjadinya fraktur vertebra baru sekitar 1
dari 3 wanita yang mengalami fraktur vetebra.
7) Teriparatide (fortoe), merupakan preparat hormon paratiroid rekombinan
diberikan secara subkutan. Obat ini juga menunjukkan rendahnya resiko terjadinya
fraktur vertebra dan meningkatkan densitas tulang pada wanita postmenopause
dengan osteoporosis. Obat ini bekerja pada osteoblast untuk menstimulasi
pembentukan tulang baru.

2.1. Komplikasi
Apakah fraktur kompresi vertebra menunjukkan gejala atau tidak, komplikasi jangka
panjangnya sangat penting. Konsekuensinya dapat dikategorikan sebagai biomekanik,
fungsional, dan psikologis.9
a. Biomekanik
Pada beberapa pasien yang mengalami pemendekan segmen torakolumbal yang
signifikan, costa bagian terbawah akan bersandar pada pelvis, menyebabkan terjadinya
abdominal discomfort. Gejala-gejala pada gangguan abdomen dapat berupa anoreksia
yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan, terutama pada pasien yang berusia
lanjut. Konsekuensi pada paru akibat adanya frakturkompresi pada vertebra dan kyposis
umumnya ditandai dengan penyakit paru restriktif dengan penurunan kapasitas vital
paru. Dalam persamaan, setiap fraktur menurunkan kapasitas vital 9%. Meningkatkan
resiko terjadinya fraktur. Karena terjadinya kyposis, maka beban berlebih akan ditopang
oleh tulang disekitarnya, ditambah lagi dengan adanya osteoporosis semakin
meningkatkan resiko terjadinya fraktur. Adanya satu atau lebih vertebra mengalami
fraktur kompresi semakin meningkatkan adanya fraktur tambahan lima kali lipat dalam
satu tahun.

b. Fungsional
Pasien yang mengalami fraktur kompresi memiliki level yang lebih rendah dalam
performa fungsional dibandingkan dengan kontrol, lebih banyak membutuhkan
pembantu, pengalaman lebih sering mengalami sakit saat bekerja, dan mengalami
kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Penelitian terbaru pada pasien-pasien
ini memiliki nilai yang rendah pada indeks kulalitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan berdasarkan fungsi fisik, status emosi, gejala klinis dan keseluruhan performa
fungsional. Oleh karena itu, banyak pasien yang mengalami fraktur kompresi vertebra
akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai alasan antara lain rasa nyeri akan berkurang
dengan terlentang, takut jatuh sehingga terjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang aktif
atau malas bergerak pada akhirnya akan mengakibatkansemakin buruknya kemampuan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
c. Psikologis
Kejadian depresi meningkat sampai 40% pada pasien yang menderita fraktur
kompresi vertebra, akibat nyeri kronis, perubahan bentuk tubuh, detorientasi dalam
kemampuan untuk merawat diri sendiri, dan akibat bedrest yang lama. Pasien yang
mengalami depresi biasanya yang mengalami lebih dari satu fraktur dan akan menjadi
cepat tua dan terisolasi secara sosial

Prognosis
Nyeri dan fraktur yang dialami akan membaik dengan dukungan terapifarmakologis dan
farmakologis, namun dengan semakin bertambahnya usia, fungsi dan struktur fisiologi
tulang akan semakin menurun, diperlukan upaya kewaspadaan agar tetap menjaga
stabilitas tulang belakang dan pencegahan trauma pada usia lanjut.

Pencegahan
a. Hindari aktifitas fisik berat
b. Olah raga seperti jogging dan berjalan cepat
c. Jaga asupan kalsium (sayuran hijau, susu tinggi kalsium dll)
d. Hindari defisiensi vitamin D
e. Nutrisi dengan diet tinggi protein
f. Berjemur pada pagi dan sore hari
g. Diperlukan pendamping untuk usia lanjut
h. Memperhatikan lingkungan dan berbagai penyebab untuk
menghindariberulangnya jatuh
DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 2005. Hal 870-874

2. Andrew L Sherman, MD, MS; Chief Editor: Rene Cailliet, MD. Lumbar Compression Fracture.
(diakses tanggal 17 Juli 2014). Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/309615-
overview

3. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone. 2007.

4. Young W. Spinal cord injury level and classification (serial online) 2000 (diakses 10 April
2012); Diunduh dari: URL: http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

5. Hanna J, Letizia M. Kyphoplasty: A treatment for osteoporotic vertebral compression fractures.


nursing journal center (serial online) 2007 ( diakses 10 April 2012); Dunduh
dari: URL:
http://www.nursingcenter.com/library/journalarticle.asp?article_id=755899.

6. Pearce, Evelyn C., Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama. 2006. Hal 89

7. Philips W. Ballinger, M.S., R.T.(R). (1995), Merrill’s Atlas of Radiographic Positions and
Radiologic Prosedures. Ohio : Mosby-Year Book.

8. Apley graham and Solomon Louis. Ortopedi Fraktur System Apley; edisi ketujuh. Jakarta:
Widya medika, 1995.
9. Aron B, Walter CO. Vertebral compreesion fractures : treatment and evaluation (serial online)
2006 ( diakses 10 April 2012); Diunduh dari: URL:
http://bjr.birjournals.org/cgi/reprint/75/891/207.pdf.

Nilai:
Mengetahui,
DPJP

dr. A.J. Didy, Sp.OT (K)

Anda mungkin juga menyukai