Anda di halaman 1dari 10

Laporan Pasien Poliklinik

Nama Tn. T NRM 010944xx

Jenis Kelamin Laki-laki Tgl Lahir 03/06/1963

Alamat Sukabumi No.Telp 082124670622

Diagnosis CLI ICD - 10 I70.245

Tindakan Konsultasi ICD - 9

DPJP dr. Dedi A Zaelani, Sp.B(K)V Assistant Sr. Neneng

Trainee dr. Embong Wicaksono, Sp.B Co- Ravania Rahadian Putri.


Assistant 2110221096

Anamnesis
● Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada jempol kaki kanan sejak kurang
lebih 6 bulan SMRS.
● Nyeri timbul saat istirahat dan memberat apabila terkena dingin dan berjalan jauh
● Jempol kaki saat ini tampak kehitaman
● Pasien mengeluhkan kaki sering terasa panas dan kesemutan yang hilang timbul.
● Keluhan trauma, demam, dan kelemahan pada kaki disangkal oleh pasien.
● Riwayat amputasi tahun 2012 pada jempol kiri di RSPAD
● Pasien dulunya merupakan seorang perokok aktif hingga tahun 2012.
● Riwayat DM, Hipertensi disangkal.

Pemeriksaan Fisik
● Keadaan Umum : tampak sakit ringan
● Kesadaran : compos mentis GCS15 E4M6V5
● Tanda-tanda Vital
- Suhu : 36 C
- Tekanan darah : 133/81 mmHg
- Nadi : 68x / menit
- RR : 20 x / menit
● Status Gizi : BB 65 kg, TB 166 cm, BMI : 23,58 (normoweight)
● Status Generalis : Tidak dilakukan
● Status Lokalis (Regio Pedis Dextra ) :
- Inspeksi : Digiti 1 pedis tampak luka kehitaman, bengkak (+), kemerahan (+), pus (-)
- Palpasi : Digiti 1 nyeri tekan (+), Akral dingin dingin (+) , A. dorsalis peddis +1, Arteri
Tibialis Posterior +1, CRT>2s

Laboratorium (20/01/2022)
● Hitung Jenis : B/E/N/L/M  1/5/47/41/6
X-Ray Pedis Dextra (20/12/2021)
 Kesan
- Tidak tampak fraktur maupun destruksi tulang-tulang pedis kanan
- Tidak tampak pembengkakan jaringan lunak pedis kanan.
- Osteopenia.
USG Doppler Arteri Tungkai Dextra (14/12/2021)
 Kesan
- Mixed plaque yang menyebabkan stenosis signifikan di arteri femoralis communis
kanan
- Non calcified plaque yang menyebabkan stenosis signifikan di arteri poplitea kanan
- Masih tampak aliran darah arteri-arteri tungkai kanan sampai ke arteri tibialis posterior
kanana

Diagnosis
Critical Limb Ischaemia Tungkai Kanan

Informed Consent
● Berdasarkan hasil anamesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang USG Doppler
pasien didiagnosis Critical Limb Ischemia Tungkai Kanan.
● Luka pada kaki akan sulit sembuh karena kurangnya aliran darah ke ekstremita bawah
terutama ke perifer.
● Rencana pemeriksaan selanjutnya adalah CT Angiografi untuk menglarifikasi potensi
untuk dilakukan revaskularisasi dan dapat dilakukan sebelum dilakukan amputasi.
● Terapi medikamentosa yang dapat diberikan antara lain antiplatelet seperti golongan
salisilat (aspirin) dan adenosine diphosphat receptor inhibitor dianjurkan untuk
menghindari kematian jaringan akibat iskemik.
● Prognosis dubia ad malam.
TINJAUAN PUSTAKA
PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE
A. Definisi

Peripheral Arterial Disease (PAD) merupakan kelainan progresif yang ditandai dengan
stenosis dan/atau oklusi dari aorta atau arteri yang memperdarahi ekstremitas. PAD lebih sering
terjadi pada ekstremitas bawah dibandingkan ekstremitas atas dan dapat menyebabkan kelelahan
yang berulang, cramping sensation, atau nyeri yang dikenal dengan klaudikasio intermitten, yang
merupakan gejala yang paling dikenal pada PAD ekstremitas bawah. 4

B. Etiologi

Terdapat dua penyebab yang dapat menyebabkan gangguan pada arteri perifer, yaitu
bisa berasal dari non aterosklerotik dan aterosklerotik. Penyebab aterosklerotik merupakan
gangguan yang paling sering menyerang sistem pembuluh darah. Aterosklerosis mula-mula
ditandai oleh deposisi lemak pada tunika intima arteri, selanjutnya dapat terjadi kalsifikasi,
fibrosis, trombosis dan perdarahan.1,2

C. Faktor Risiko

Mencakup faktor risiko terjadinya aterosklerosis, termasuk usia dan gender (terutama
laki-laki usia lebih dari 50 tahun, wanita lebih dari 60 tahun), merokok, obesitas, diabetes
mellitus, hipertensi, hiperlipedemia dengan peningkatan LDL kolesterol, defisiensi HDL
kolesterol, apolipoprotein B, lipoprotein A, homosistein, peninggian viskositas darah, pasien
dengan penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskular, dan faktor genetik. 4

D. Epidemiologi

Insidensi PAD terjadi pada 200 juta orang dewasa di seluruh dunia dan resiko terkena
PAD meningkat sebanyak >20% pada pasien dengan umur lebih dari 70 tahun. Tidak ada
perbedaan jumlah yang signifikan pada laki-laki atau wanita. PAD sering tidak terdiagnosis
dikarenakan sebagian besar pasien dengan PAD tidak memiliki gejala yang sering muncul yaitu
klaudikasio intermitten seperti yang dijelaskan pada buku. Merokok meningkatkan resiko
terkena PAD empat kali lebih besar dibandingkan individu yang tidak merokok dan berpengaruh
terhadap tingkat keparahan penyakit pasien.5

E. Presentasi Klinis
 Intermitten Claudication
65-75% pasien dengan PAD tidak memiliki gejala (asimptomatik). Tanda gejala utama
adalah nyeri (claudikasio) dan sensasi lelah (fatigue), kram, atau nyeri pada otot tungkai
bawah yang secara konsisten dipengaruhi oleh aktivitas (seperti bejalan) dan membaik
dengan istirahat (dalam waktu 10 menit).6 Saat penyakit bertambah buruk gejala mungkin
terjadi saataktivitas fisik ringan bahkan setiap saat meskipun beristirahat. Dengan proses
penyakit yang terus berlanjut, gejala yang dirasakan dapat terjadi lebih sering dan dirasakan
dengan aktivitas yang lebih ringan (jarak berjalan yang lebih pendek). 6,7
 Critical Limb Ischemic
Critical limb ischemia (CLI) merupakan bentuk yang paling parah dari PAD, dan
diperkirakan sekitar 1% pasien PAD mengalami kondisi ini.4 CLI ditandai dengan kondisi
kronis (≥2 minggu) nyeri saat istirahat (ischemic rest pain), luka/ulkus yang tidak sembuh,
atau gangrene pada satu atau kedua kaki yang telah dibuktikan secara objektif mengalami
oklusi pada arteri.9 CLI berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi kehilangan tungkai
bawah (amputasi) jika tidak dilakukan revaskularisasi, sedangkan claudication jarang
memburuk hingga dibutuhkannya tindakan amputasi. 9 Ischemic rest pain biasanya
dideskripsikan seperti sensasi terbakar atau seperti rasa dingin yang tidak nyaman atau
paresthesia dengan intesitas yang cukup hingga dapat mengganggu tidur. Sensasi tersebut
juga dirasakan semakin bertambah dengan elevasi tungkai.
 Acute Limb Ischemic
Acute limb ischemia (ALI) dapat disebabkan baik oleh emboli atau trombus. Pada kondisi
akut (<2 minggu) ini, gejala dapat terjadi dalam waktu menit sampai jam setelah oklusi arteri
terjadi akibat penurunan perfusi yang buruk pada tungkai secara tiba-tiba. ALI dibagi
menjadi akut (onset <24 jam) dan sub-akut (onset 24 jam – 2 minggu). Presentasi klinis klasik
ALI ini biasa disebut dengan 6 P, yaitu: pain, pallor, pulselessness, paresthesia, paralysis,
dan poikilotermia. Semua kasus ALI suatu emegensi dan harus segera dirujuk untuk
mendapat tatalaksana definitif dan pada pasien dengan tanda klasik ALI, revaskularisasi
harus dilakukan dalam waktu 6 jam untuk mencegah kerusakan otot yang permanen. Angka
mortalitas 30-hari dan amputasi tetap tinggi pada ALI (15-20 dan 10-30%).10

F. Diagnosis
Pemeriksaan riwayat yang seksama pada umumnya dapat membedakan IC dari penyebab non-
vaskular yang dapat menyerupai IC. Hal lain yang juga perlu untuk diperhatikan adalah tanda dan
gejala aterosklerosis di pembuluh darah yang lain seperti koroner, cerebrovaskular dan renal. 7
Ischemic rest pain merupakan tanda CLI yang mengkhawatirkan dan sering muncul di malam
hari saat suplai darah ke kaki dipengaruhi oleh gravitasi dan meningkatnya kebutuhan metabolisme
yang disebabkan oleh suhu yang hangat. Hal ini hampir selalu dialami di bagian paling distal dari
tungkai seperti sensasi mati rasa (kebas) atau sensasi terbakar. Penderita sering tidur dengan
tungkai yang sakit menggantung di sisi tempat tidur, atau di kursi dengan tujuan untuk
memperbaiki suplai darah.7
Pedoman tatalaksana terhadap pasien dengan PAD AHA/ACC tahun 2016 merekomendasikan
pasien dengan risiko untuk menderita PAD harus melalui pemeriksaan yang menyeluruh untuk
riwayat dan gejala untuk menilai gejala pada tungkai yang berhubunganaktivitas, yaitu meliputi
claudication, ischemic rest pain, dan luka yang tidak sembuh. 9 Pasien dengan risiko PAD juga
harus melalui pemeriksaan vaskular, termasuk palpasi denyut pada ekstremitas bawah (seperti
femoral, popliteal, dorsalis, pedis, dan tibialis posterior), auskultasi bruit pada femoral, dan
inspeksi terhadap tungkai dan kaki. Sedangkan pasien dengan PAD harus melalui pemeriksaan
tekanan darah noninvasif pada kedua lengan setidaknya sekali selama pemeriksaan awal. 9
Pemeriksaan ABI direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis pada pasien yang dicurigai
PAD. Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur tekanan darah sistolik pada lengan (arteri
brachialis) dan pergelangan kaki (arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior) dalam posisi
supine. ABI pada setiap kaki dihitung dengan membagi tekanan yang lebih tinggi dari arteri
dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan pada
lengan kiri atau kanan.

Pemeriksaan dengan pencitraan untuk penilaian struktur anatomis, seperti duplex


ultrasound, computed tomography angiography (CTA), atau magnetic resonance angiography
(MRA) berguna dalam hal mendiagnosis lokasi anatomis dan keparahan stenosis pada ekstremitas
bawah terhadap pasien dengan PAD simptomatis yang memerlukan tindakan revaskularisasi.
Ketiga pemeriksaan noninvasif ini memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang baik.
Sedangkan angiografi invasif bermanfaat bagi pasien dengan CLI yang memerlukan tindakan
revaskularisasi. Pemeriksaan angiografi invasif dan noninvasif (seperti CTA, MRA) tidak
direkomendasikan pada pasien PAD yang tidak memiliki gejala.10

G. Tatalaksana
 Olah Raga
Beberapa penelitian merekomendasikan olahraga 3 kali seminggu dengan berjalan kaki selama
30 menit dalam jangka waktu selama 6 bulan. Secara keseluruhan dijumpai peningkatan dalam
kemampuan berjalan sekitar 50-200%.
 Hipertensi
Target tekanan darah pada pasien PAD adalah <140/90 mmHg (<130/80 mmHg pada pasien
DM atau gagal ginjal). Penggunaan ACE-I atau ARB dapat digunakan untuk menurunkan
risiko kejadian iskemik kardiovaskular pada pasien PAD.
 Hiperlipidemia
Terapi menggunakan statin dapat memperbaiki outcome cardiovaskular dan tungkai pada
pasien dengan PAD, sehingga penggunaan statin diindikasikan pada semua pasien dengan
PAD.
 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus meningkatkan risiko PAD sebanyak 3 sampai 4 kali, dan meningkatkan
risiko claudication menjadi 2 kali. Diabetes mellitus juga meningkatkan risiko outcome yang
lebih buruk pada pasien PAD, termasuk perburukan menjadi CLI, amputasi dan kematian.
 Antiplatelet
Terapi antiplatelet dengan aspirin (75-325 mg per hari) atau clopidogrel (75 mg per hari)
direkomendasikan pada pasien PAD yang simptomatik. Pada pasien PAD (ABI ≤0,90) yang
tidak memiliki gejala, antiplatelet masih dapat diberikan untuk menurunkan risiko MI,
stroke/kematian akibat vascular.
 Antikoagulan
Manfaat penggunaan antikoagulan untuk mempertahankan patensi setelah bypass, dan tidak
direkomendasikan untuk menurunkan risiko kejadian MI pada pasien dengan PAD.
 Cilostazol
Cilostazol merupakan terapi yang efektif untuk memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak
dalam berjalan pada pasien dengan claudication.
 Revaskularisasi
Revaskularisasi pada claudication direkomendasikan bagi setiap pasien untuk mengoptimalkan
outcome. Pasien yang akan direncanakan untuk menjalani revaskularisasi harus berdasarkan
tingkat keparahan dari gejala yang mereka miliki karena gejala tungkai iskemik yang bervariasi
dan dampak gejala-gejala ini terhadap status fungsional dan kualitas hidup. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan termasuk disabilitas yang signifikan, respon yang adekuat terhadap terapi
medis dan program latihan, dan kondisi komorbid. Prosedur endovaskular merupakan pilihan
revaskularisasi yang efektif terhadap pasien dengan claudication dan secara hemodinamik
mengalami penyakit oklusi aortoiliaca yang signifikan.
Prosedur endovaskular juga dapat menjadi pilihan revaskularisasi terhadap pasien dengan
claudication dan secara hemodinamik mengalami penyakit femoropopliteal yang signifikan.
Tetapi, prosedur endovaskular tidak direkomendasikan untuk dilakukan pada pasien dengan
PAD dengantujuan hanya untuk mencegah perburukan menjadi CLI. 9
Evaluasi terhadap pilihan revaskularisasi harus dilakukan sebelum tindakan amputasi
dilakukan pada pasien dengan CLI, dengan menggunakan duplex ultrasound, CTA, MRA, atau
catheter based angiogram. Tujuannya adalah untuk meminimalkan kehilangan jaringan dan
mempertahankan fungsi tungkai dengan revaskularisasi. Prosedur endovaskular
direkomendasikan untuk memperbaiki aliran darah ke kaki pada pasien dengan luka yang tidak
sembuh atau gangrene.
Pendekatan yang bertahap terhadap prosedur endovaskular dapat dilakukan pada pasien
dengan ischemic rest pain. Ketika revaskularisasi dengan pembedahan dilakukan terhadap
pasien dengan CLI, bypass terhadap arteri popliteal atau arteri infrapopliteal (seperti tibialis
atau pedal) harus dilakukan dengan menggunakan vena autogenous yang sesuai. Prosedur
pembedahan juga direkomendasikan untuk memperbaiki aliran darah ke kaki pada pasien
dengan luka yang tidak sembuh atau gangrene. Perawatan luka harus dilakukan setelah tindakan
revaskularisasi dengan tujuan mencapai penyembuhan luka yang menyeluruh.

F. Prognosis
Pasien dengan PAD dipengaruhi terutama oleh kondisi penyakit arteri koroner dan penyakit
serebrovaskular yang sudah ada. Sekitar sepertiga sampai setengah dari pasien dengan PAD
simptomatik memiliki bukti penyakit arteri koroner (PAK) berdasarkan presentasi klinis dan
elektrokardiogram, dan lebih dari setengahnya memiliki PAK yang signifikan oleh pemeriksaan
angiografi koroner. Pasien dengan PAD memiliki tingkat mortalitas 5 tahun sebesar 15-30% dan
peningkatan risiko kematian dua hingga enam kali lipat dari penyakit jantung koroner. Angka
kematian tertinggi terjadi pada pasien dengan PAD derajat berat. Prognosis lebih buruk pada
pasien yang terus merokok atau menderita diabetes mellitus. 10
Nilai Mengetahui

dr. Dedi A Zaelani, Sp.B(K)V

DAFTAR PUSTAKA
1. Abdulhannan P, Russell D A dan Homer-Vanniasinkam S. Peripheral arterial disease: a
literature review. British Medical Bulletin 2012; 104:21-39.
2. Kullo I J dan Rooke T W. Peripheral artery disease. N ENG J MED 2016; 374:861-71.
3. American Heart Association. Management of patients with perhiperal artery disease. 2011;
Dallas.
4. Criqui M, Aboyans V. Epidemiology of Peripheral Artery Disease. Circulation Research.
2015;116(9):1509-1526.
5. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Penyakit Arteri Perifer.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna
6. Liapis C dan Kakisis J. 2014. Atherosclerotic risk factors: general considerations.
Rutherford’s vascular surgery. Ed J L Cronenwett dan K W Johnston. Edisi ke-8. Philadelphia:
Elsevier Saunders. Bab 26. Hlm. 400-15.
7. Dosluoglu H H. 2014. Lower extremity arterial disease: general considerations. Rutherford’s
vascular surgery. Ed J L Cronenwett dan K W Johnston. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier
Saunders. Bab 108. Hlm. 1660-74.
8. Agrawal K, Erberhardt RT. Contemporary Medical Management of Peripheral Arterial
Disease. Cardiol Clin. Elsevier Inc; 2015;33(1):111-137.
9. Goodney P P. 2014. Patient clinical evaluation. Rutherford’s vascular surgery. Ed J L
Cronenwett dan K W Johnston. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders. Bab 14. Hlm. 202-
13.
10. Gerhard-Herman M D, Gornik H L, Barrett C, Barshes N R, Corriere M A, Drachman D E,
et al. 2016 AHA/ACC guideline on the management of patients with lower extremity peripheral
artery disease: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association
Task Force on clinical practice guidelines. Circulation 2017;135:e726-e77

Anda mungkin juga menyukai