Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Dimana-mana didesa maupun dikota telah banyak pembangunan rumah, restoran, perkantoran dan apartemen, rasanya tidak pernah berhenti. Ruangan-ruangan yang dibangun memerlukan kenyamanan, suasana dan lingkungan yang bisa meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas. Perkembangan inilah yang memberikan peluang baru bagi usaha interior desain, lanskap, dan produk pelengkap keindahan dan keserasian. Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi Negara. Dengan majunya industri maka terbukalah lapangan kerja buat masyarakat. Semua hal ini akan meningkatkan taraf ekonomi dan social masyarakat. Di lain pihak kemajuan ekonomi perangsang timbulnya industri baru yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat (Yunus, 2006). Di daerah jawa khususnya Yogyakarta banyak mendapati pedagangpedagang dan pengrajin berbagai kerajinan dari batu, paras, dan semen. Ada yang mendatangkan produknya dari Gunung Ijo Prambanan

Yogyakarta, Gunung Kidul dan Bali. Produk ini akan menghasilkan kerajinan hiasan batu dan sebagainya. Selama ini kita sering membayangkan usaha yang ada di Gunung Ijo Sleman merupakan usaha mikro atau kecil sekali, merupakan usaha rumah tangga yang hanya bisa memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga. Tetapi kenyataannya sekarang sudah berubah, sudah banyak usaha-usaha kecil, pelaku ekonomi rakyat, yang usahanya sudah merupakan perusahaan. Demikian juga halnya dalam usaha kerajinan batu alam. Perbukitan yang mengandung material piroklastik yang berada di wilayah Dusun Gunung Ijo, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman ini masuk ke dalam formasi Semilir (36-30 juta tahun

silam), yang tersusun atas sediman piroklastik yang tebal hasil dari endapanendapan material gunung api berupa ash (debu vulkanik) dan lapili yang dicampur dengan hancuran batu gunung api. Hingga kini, perbukitan ini masih menjadi sumber material dan mata pencarian utama masyarakat di sekitarnya. Untuk usaha bahan material pendukung bangunan dan hiasan rumahan berbahan dasar batu dalam berbagai tipe dan olahan. Usaha kerajinan batu alam yang menjadi andalan pengrajin di sentra Sambirejo, Prambanan dalam tiga bulan terakhir mengalami kelesuan. Penjualan batu-batuan yang biasanya dipakai untuk kelengkapan bangunan itu mengalamai kemerosotan hingga 30%. Hal ini terjadi karena dampak krisis global (Posted on June 14, 2010 by warta sembada) Dalam kondisi normal pemesanan batu alam bisa mencapai 2.000-2.500 meter persegi. Namun sejak tiga bulan terakhir, penjualan aneka batuan tersebut merosot drastis menjadi hanya 500 meter persegi saja. Diceritakan, jika dalam kondisi normal, ekspor ke luar negeri bisa mencapai 4-5 kontainer dalam satu minggu. Rinciannya batu alam yang tebal bisa memuat 175 meter persegi, sedangkan batuan yang tipis bisa disusun sekitar 400-500 meter persegi dalam satu kontainer. Kendala lain yang dihadapi oleh pengrajin adalah kelangkaan bahan baku. Untuk jenis batu candi, memasok bahan dari gunung Merapi. Bahan baku, semakin lama semakin sulit untuk didapat. Mungkin ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak dalam upaya pelestarian geologi dan kepentingan industri yang dikelola oleh masyarakat sebagai sumber kehidupan keseharian dan bagi pemerintah untuk lebih

memperhatikan nasib para pengrajin batu alam tersebut. http://wartasembada.wordpress.com/2010/06/14/kerajinan-batu-alammengalami-kelesuan/ http://jogja.siagabencana.net/2012/01/piroklastik-gunung-ijo/

B. Tujuan 1. Diperolehnya informasi mengenai dampak yang di timbulkan oleh pemotongan batu alam tersebut. 2. Mengetahui apakah para pekerja menggunakan alat pelindung diri saat bekerja. 3. Mengetahui keluhan-keluhan yang dialami para pekerja di industri pemotongan batu IMTAR JAYA, Gunung ijo Prambanan Sleman

C. Manfaat 1. Bagi Mahasiswa Bagi mahasiswa dapat dipergunakan sebagai bahan informasi dan kepustakaan bagi mahasiswa lainnya, untuk menambah pengalaman secara langsung di lapangan (dimasyarakat) dari ilmu yang didapat. Selain itu, mahasiswa dapat mengetahui kondisi dan perilaku para pekerja terhadap pemaparan yang ditimbulkan oleh kegiatan pemotongan atau penggergajian batu tersebut.

2. Bagi Industri yang Terkait Diperolehnya informasi tentang betapa pentingnya menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) di saat melakukan pekerjaan.

3. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat terutama adalah untuk memperoleh informasi tentang dampak yang di timbulkan oleh industri pemotongan batu dan membantu mengatasi masalah kesehatan lingkungan terutama masalah bagaimana bisa menyebabkan penyakit dengan memberikan masukan-masukan guna pemecahan masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

ADKL (Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan) merupakan suatu pendekatan dalam kajian kesehatan masyarakat pada sumber dampak, media lingkungan, populasi, terpajan dan dampak kesehatan yang meliputi kegiatan identifikasi, pemantauan, dan penilaian, secara cermat terhadap parameter lingkungan, karakteristik masyarakat, kondisi sanitasi lingkungan, status gizi, dan sumber daya kesehatan yang berhubungan potensi besarnya risiko kesehatan (Kepmenkes No.

872/MENKES/SK/VIII/1997) ADKL dapat diterapkan pada dua hal pokok : 1. Kajian aspek kesehatan masyarakat dalam rencana usaha dan/kegiatan pembangunan 2. Kajian aspek kesehatan masyarakat dan/atau lingkungan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup

Langkah- langkah ADKL : 1. Langkah 1 : Evaluasi data dan informasi yang berkaitan

dengan lokasi kejadian (mencangkup informasi simpul 1, 2, 3, dan 4) 2. Langkah 2 3. Langkah 3 4. Langkah 4 5. Langkah 5 6. Langkah 6 7. Langkah 7 8. Langkah 8 : Mempelajari kepedulian terhadap pencemaran : Menetapkan bahan pencemar, sasarn kajian : Identifikasi dan evaluasi jalur pemajanan : Memperkirakan dampak kesehatan masyarakat : Kesimpulan dan rekomendasi : Penglolaan resiko : Laporan

Batu alam adalah semua bahan yang menyusun kerak bumi dan merupakan suatu agregat mineral-mineral yang telah mengeras akibat proses secara alami seperti membeku, pelapukan, mengendap, dan adanya proses kimia. Industri pemotongan batu alam merupakan usaha yang

mempergunakan batu andesit yang di potong dan dibentuk manjadi hiasan dengan berbagai motif hias. Batu Andesit adalah suatu jenis batuan beku vulkanik yang terbentuk dari pembekuan lava yang keluar ke permukaan bumi saat letusan gunung berapi. Dengan komposisi antara dan tekstur spesifik yang umumnya ditemukan pada lingkungan subduksi tektonik di daerah-daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi. Nama andesit sendiri diambil dari nama tempat pertama batu ini ditemukan yaitu di daerah pegunungan Andes, Amerika Selatan. Nama pegunungan Andes itu diambil sebagai nama batu tersebut,

yaitu andesit dari kata andes. Batu andesit banyak digunakan dalam bangunan-bangunan megalitik, candi dan piramida. Begitu juga perkakas-perkakas dari zaman prasejarah banyak memakai material ini, misalnya: sarkofagus, punden berundak, lumpang batu, meja batu, arca dll. Batu Alam Andesit adalah jenis batu alam yang mempunyai tingkat kekerasan (Density) cukup tinggi dan umumnya berwarna gelap/hitam. Zaman seekarang Batu Andesit dapat diaplikasikan pada dinding maupun lantai baik untuk interior maupun exterior.

A. Proses Penggergajian Batu 1. Pengambilan bahan baku Pengambilan bahan baku berupa batu alam atau batu andesit untuk dilakukan pemotongan 2. Pemotongan bongkahan batu alam Bongkahan batu kemudian di potong dengan mesin potong (cutting machine) untuk di buat lempengan dengan ukuran acak 3. Proses Squarring Batu Alam Setelah didapat lempengan dengan potongan, batu di siku untuk dibuat sesuai permintaan ukuran seperti 1010, 1515 cm.

B. Kebisingan Berdasarkan KepMenKes No. 1405 Tahun 2002, kebisingan merupakan dikehendaki diartikan sehingga sebagai terjadinya bunyi yang tidak

mengganggu

atau

membahayakan

kesehatan. Kebisingan merupakan faktor fisika di tempat kerja dimana pemajanan faktor fisika ini dapat mempengaruhi dan atau membahayakan kesehatan. Akibat dari kebisingan ini penyakit akibat kerja berupa kecacatan yang ditimbulkan biasanya ketulian oleh jenis pekerjaan pada suatu industri. NAB kebisingan di tempat kerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja

No.13/MEN/X/2011 TAHUN 2011 yang merupakan pembaharuan dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1978, dan Keputusan Menteri Kesehatan No: 405/Menkes/SK/XI/2002

besarnya rata-rata 85 dB-A untuk batas waktu kerja terus-menerus tidak lebih dari 8 jam atau 40 jam seminggu. Selanjutnya apabila tenaga kerja menerima pemaparan kebisingan lebih dari ketetapan tersebut, maka harus dilakukan pengurangan waktu pemaparan adalah sebagai berikut. Kebisingan di tempat kerja seringkali merupakan problem tersendiri bagi tenaga kerja. Umumnya berasal dari mesin kerja, genset serta berbagai peralatan yang bergerak dan kontak dengan logam, kompressor dan sebagainya. Sayangnya banyak tenaga kerja yang terbiasa dengan kebisingan tersebut, meskipun tidak mengeluh tetapi gangguan kesehatan akibat suara bising tetap terjadi. Efek kebisingan terhadap kesehatan tergantung dari: intensitas, frekuensi, kontinuitas, dan variasi waktu paparan. Kebisingan dengan intensitas tinggi akan merusak sel rambut di bagian dalam telinga dan mengurangi kemampuan telinga untuk mendengar dan menghantarkan informasi ke otak. Apabila sel rambut ini rusak, tidak dapat diperbaiki, sehingga kehilangan pendengaran yang terjadi akan permanen. Gangguan lain yang dapat diakibatkan oleh bising diantaranya: pusing, mengantuk, tekanan darah tinggi, stres emosional yang dapat diikuti gangguan

pada saluran pencernaan, sulit tidur dan sakit jantung, kehilangan konsentrasi, sampai disfungsi seksual. Noise-indused hearing loss juga tidak mengenal batas usia sehingga dapat terjadi baik pada orang tua maupun anak muda. Tetapi sensitivitas terhadap bising pada masing-masing orang sangatlah bervariasi. Ada beberapa orang khususnya yang sensitif bisa mengalami ketulian hanya dalam beberapa bulan saja, sedangkan bagi yang kurang sensitif kemungkinan baru akan menunjukkan gejala-gejala awal setelah terpapar bising selama bertahun-tahun. Secara luas pengaruh kebisingan pada pendengaran dapat dibagi dalam tiga ketegori, yaitu : 1. Trauma akustik 2. Tuli sementara 3. Tuli permanen

Selain tiga efek tersebut, pengaruh lain akibat terpapar kebisingan adalah suara mendengung pada telinga yang dikenal dengan tinitus. Efek ini biasanya terjadi pada mekanisme telinga, bukan pada tingkat analisa otak yang lebih tinggi. A. Trauma Akustik (Acoustic Trauma) Trauma akustik berhubungan dengan efek pemaparan tunggal atau pemaparan yang jarang, biasanya pada peledakanpeladakan alamiah. Selama terjadinya pemaparan jenis ini

intensitas suara yang ekstrim mencapai telinga bagian dalam dan dapat menyebabkan struktur pada telinga bagian dalam melampaui batas fisiologis dengan rusaknya gendang telinga dan sel-sel bulu rambut. Akibat ini pada akhirnya secara keseluruhan merusak organ Corti yang mungkin membutuhkan waktu beberapa bulan untuk kembali menstabilkannya.

Alasan lain mengapa kebisingan impulsif lebih merusak daripada kebisingan yang kontinyu adalah karena dua buah otot ossicles (otot timpani dan otot stapedius) mempunyai waktu reaksi 25 m/det untuk kebisingan tinggi. Hal ini jauh lebih lama dari waktu yang dibutuhkan bagi kebisingan yang paling impulsif sekalipun sehingga menyebabkan tidak adanya proteksi dari gerakan yang berlebihan pada ossicles. Intensitas kebisingan yang lebih rendah dari yang menyebabkan trauma akustik juga dapat menimbulkan ketulian jika berlangsung dalam intensitas dan waktu yang lama. B. Tuli Sementara (Temporary Threshold Shift) Hampir setiap rangsangan suara yang diterima oleh telinga akan menghasilkan suatu tingkat pendengaran yang berbeda. Rangsangan itu akan menghilang tergantung pada lama dan tingkat pemaparan pada masing-masing individu, bisa dalam beberapa detik, jam, hari bahkan minggu. Seberapapun lamanya tuli sementara tersebut tetap akan menyebabkan telinga perlu suatu pemulihan kembali. Selama waktu pemaparan pendek dan dalam interval waktu yang lama maka tidak akan menyebabkan efek permanen. Sebaliknya jika terpapar kebisingan yang menyebabkan tuli sementara secara berulang-ulang dalam waktu yang cepat, akan menyebabkan kerusakan pendengaran yang permanen. Pada umumnya hal ini terjadi pada tingkat pemaparan kebisingan di atas 90 dB. Efektifitas suara dalam menyebabkan terjadinya tuli sementara tergantung pada frekuensinya. Suara-suara dengan frekuensi rendah mempunyai efek bahaya yang kecil. Atau dengan kata lain semakin tinggi frekuensi paparan suara maka semakin besar kemungkinannya untuk menyebabkan tuli sementara. C. Tuli Permanen (Permanent Threshold Shift) Tuli permanen adalah terjadinya kerusakan pendengaran yang sudah tidak dapat pulih atau disembuhkan kembali. Selain terjadi secara alami yang disebabkan oleh faktor usia, penurunan

pendengaran juga akan terjadi apabila terus-menerus terpapar pada intensitas kebisingan yang tinggi. Tuli sementara setelah terpapar bising, dan kemungkinan terjadinya Tinitus, biasanya merupakan tanda-tanda terjadinya kerusakan pendengaran. Tinitus bisa disebabkan oleh berbagai sumber bising bahkan dari musik yang sangat keras, biasanya berlangsung selama beberapa menit atau jam setelah terpapar bising yang tinggi dan akan hilang setelah berada jauh dari tempat yang bising. Oleh karenanya hal ini sering diabaikan dan lebih parah lagi biasanya dianggap sebagai bagian dari pekerjaannya. Kerusakan telinga permanen hampir selalu dimulai dengan menurunnya sensitivitas pendengaran pada frekuensi 4.000 Hz dan jika terus-menerus terpapar bising maka akan secara bertahap turun pada frekuensi yang lebih rendah. C. Debu Debu ialah nama umum untuk sejumlah partikel padat kecil dengan diamter kurang dari 500 mikrometer (lihat juga pasir atau granulat). Debu berasal dar batuan alam yang di gergaji. Debu debu ini menyebabkan berbagai penyakit diantaranya : a. Silikosis Silikosis adalah pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu silika bebas (SiO2). Pekerja yang beresiko mengidap penyakit ini adalah penambang dan ekstrasi batu-batu keras, pekerja pengahalus dan pemolesan batu, pekerja pabrik keramik serta pekerjaan lain yang memanfaatkan pasir sebagai amplas. Penyakit silikokis ini akan mengakibatkan penurunan fungsi paru. Pada tingkat ringan, ditandai dengan sesak napas (dyspnoea), kadang disertai batuk kering (tanpa dahak). Pada tingkat sedang, disamping sesak napas juga terjadi penurunan kemampuan kerja. Sedangkan pada tingkat berat, terjadi cacat total fungsi paru sehing pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya. b. Antrakosilikokis

Antrakosilikokis merupakan pneunokoniosis pada pekerja tambang batubara yang disebabkan oleh paparan debu campuran. Debu campuran dari tambang batubara berasal dari serpihan pasir bubuk batu, kaolinit, batu tulis dan batu kapur. Pada stadium dini, biasanya antrakosilikokis ini tidak menunjukan gejala penyakit. Namun pada stadium lanjut akan ditemukan gangguan fungsi paru. Beberapa upaya pencegahan terjadinya antrakosilikokis 1. Pembuatan ventilasi umum dan lokal, sebagaimana halnya pencegahasn pada penyakit silikosis 2. Pemotongan (catting) arang batu dilakukan secara basah dengan menyemprotkan air pada rantai pemotong, terutama yang bersentuhan dengan permukaan batu 3. Membasahi permukaan arang batu dengan air 4. Menggunakan c. Asbestosis Asbestosis adalah salah satu jenis pneunokoniosis yang disebabkan oleh debu asbes. Asbes merupakan campuran berbagai silikat dan yang paling banyak adalah magnesium silikat. Pekerja yang beresiko tinggi menderita asbestosis adalah pekerja yang bekerja di pertambangan, penggilingan dan pengolahan asbes. Debu asbes yang terhirup kedalam paru mengalami perubahan menjadi badan-badan asbestos, yang jika dilihat dengan mikroskop akan terlihat sebagai batangan dengan panjang sekitar 200 mikron. Disamping secara inhalasi, debu asbes dapat memasuki tubuh pekerja melalui ludah dan dahak yang tertelan. Gejala asbestosis antara lain sesak napas, batung dengan disertai banyak dahak. Dari hasil foto thorax akan mudah dikenali, karena menunjukan gambaran yang sangat spesifik berupa ground glass apearance, yaitu adanya titik-titik dibasis paru, sedangkan batas-batas jantung dan diafragma tidak jelas. masker, baik mereka yang berkerja

dipertambangan maupun yang bekerja dipengolahan

Tanda lain yang khas adalah pelebaran ujung-ujung jari (sianosis) Beberapa upaya pencegahan terjadinya asbestosis : 1. Penambangan dan pengeboran asbes harus selalu basah 2. Pada industri tekstil yang menggunakan asbes 3. Pembuatan ventilasi umum dan lokal, sebagaimana halnya pencegahasn pada penyakit silikosis 4. Untuk membersihkan mesin-mesin dan ruangan sebaiknya menggunakan penghisap hampa udara (vaccum) 5. Pekerja yang melakukan pembersihan mesin dan tempat keja harus menggunakan alat pelindung diri. Gangguan lain dapat berupa: keluhan pada mata, sembab paru, bronchitismenahun, emfisema, atau kelainan paru lainnya (Mukono, 1997).

Anda mungkin juga menyukai