Anda di halaman 1dari 20

1.

Kasus sistem produksi pangan yang berkelanjutan


Berita Pertanian Organik

Pertanian berkelanjutan penting untuk selamatkan iklim dan ketahanan pangan


Dr. Mae-Wan Ho - 18 Apr 2011 Saat ini telah banyak yang mengakui bahwa perubahan dari industri pertanian ke pertanian berkelanjutan secara cepat diperlukan untukmenyelamatkan iklim dan menjamin keamanan pangan bagi semua.Berikut ini pandangan Dr. Mae-Wan Ho dalam artikelnya yang dimuat di ISIS (4/4/2011). Menurut Dr. Ho, makalah diskusi saat Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan ( United Nations Conference on Trade and Development-UNCTAD), menyebutkan bahwa perubahan cepat dan signifikan dari industri pertanian konvensional, monokultur, menuju sistem produksi yang berkelanjutan diperlukan. Demikian juga laporan Olivier de Schutter, Reporter Khusus PBB tentang Hak untuk Pangan yang manunjukkan bahwa agroekologi atau eco-farming (pertanian ekologis) dapat melipatgandakan produksi makanan di seluruh daerah dalam waktu 10 tahun. Sementara itu eco-farming ini juga bisa menjadi mitigasi perubahan iklim dan mengurangi kemiskinan di pedesaan. Kedua makalah inimengkonfirmasikan apa yang telah dikemukan Dr Ho dalam laporan komprehensifnya yang dirilis pada 2008, dan mendukungpermintaannya bagi perubahan global untuk pertanian berkelanjutan non-rekayasa genetik pada tahun 2003. Dapatkah agroekologi melipatgandakan pangan? Laporan agroekologi dan hak atas pangan De Schutter's yangdipresentasikan kepada Dewan HAM PBB pada 8 Maret 2011menggambarkan literatur ilmiah terbaru untuk mendukungkesimpulannya: "bukti ilmia h menunjukkan bahwa metode agroekologimengungguli penggunaan pupuk kimia dalam mendorong produksi pangan dimana ada kelaparan - terutama di lingkungan yang kurang baik." "Agroekologi meniru alam, bukan proses industri. Dalam hal inimenggantikan input eksternal seperti pupuk dengan pengetahuantentang bagaimana kom binasi tanaman, pohon dan hewan untukmeningkatkan produktivitas tanah," kata De Schutt er (Inter PressService-IPS). Lahan meningkat 214% dalam 44 proyek di 20 negara di subSaharaAfrika yang menggunakan teknik pertanian agro-ekologi selama 3 sampai 10 tahun, jauh lebih banyak daripada tanaman rekayasa genetik (transgenik) yang pernah dilakukan. Hasil kajian ilmiahterbaru menunjukkan bahwa petanipetani kecil di 57 negara yangmenggunakan teknik agroekologi memperoleh peningkatan pr oduksirata-rata 80 persen. Di Afrika rata-rata meningkat 116 persen.

Pupuk kimia tidak berkelanjutan De Schutter mengkritik upaya pemerintah dan lembaga dana utamaseperti Aliansi untuk Revolusi Hijau di Afrika (Alliance for a Green Revolution in Africa - AGRA) yang menganggarkan 400 juta dolaruntuk subsidi pupuk dan benih hibrida (yang meningkatkan hasildengan cepat tetapi tidak berkelanjutan dalam jangka panjang). Malawi yang disebut-sebut sebagai kisah sukses AGRA olehpenyandang dana seperti Gates Foundation dan Rockefeller Foundation yang secara besarbesaran mensubsidi pupuk kimiauntuk memperbaiki produksi pangan. Namun negara ini tidak mampumelanjutkan subsidi tersebut dan bergeser ke agroekologi."Pemerint ah Malawi saat ini mensubsidi petani untuk menanamtanaman penghasil nitrogen di ladang mereka untuk memastikanpertumbuhan yang berkelanjutan dalam produksi jagung," katanya. Pandangan dominan pertanian adalah pendekatan industri untukmemaksimalkan efisiensi d an hasil panen. Pendekatan itu tergantungpada bahan bakar fosil murah dan tidak pernah bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan dampak lainnya. "Ini tidak salahuntuk mengatakan bahwa antara 45% dan 50% dari seluruh emisigas pemanasan glob al datang dari bentuk produksi pangan saat ini,"kata De Shutter. Emisi gas rumah kaca dari industri pertanian tidak sekedar karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil. Lebih dari itu emisi meliputi sejumlah besar gas-gas rumah kaca super seperti metana dari penggemukan hewan intensif, dan nitro oksida dari pupuk kimia.Ditambah deforestasi, yang dilakukan untuk meningkatkan lahan pertanian atau perkebunan, dan itu semua sekitar sepertiga dari seluruh emisi. Sekarang, tumpukan emisi dari pengolahan makanan dan transportasi jarak jauh makanan di seluruh dunia, hampir setengah dari seluruh emisi yang disebabkan manusia. Sistem pangan tidak harus menjadi sumber utama emisi, masalahnya hanya pada cara yang dirancang di sekitar energi bahan bakar fosil murah, kata De Schutter. Eco-farming dapat menghasilkan lebih banyak makanan untuk duniayang miskin, di samping itu juga mengurangi emisi. Juga dapat menyimpan karbon dalam tanah. Pertanian skala kecil adalah kunci "Kami tidak akan menyelesaikan kelaparan dan menghentikan perubahan iklim dengan pertanian industri pada pananaman yang luas. Solusinya terletak pada pengetahuan dan pengalaman yang mendukung para petani skala kecil, dan dalam meningkatkan pendapatan petani kecil sehingga dapat berkontribusi untuk pembangunan pedesaan," kata De Schutter. Dia menyerukan kepada komunitas peneliti, termasuk pusat Kelompok Konsultatif Penelitian Pertanian Internasional (Consultative Group on International Agricultural Research) dan Forum GlobalPenelitian Pertanian (Global Forum on Agricultural Research) untuk meningkatkan anggaran penelitian agroekologi di semua tingkatan:mulai dari desain sistem agroekologi berkelanjutan dan tangguh di lapangan, sehingga berpengaruh pada pendapatan dan mata pencaharian di pertanian dan masyarakat, dan mempengaruhistrategi partisipatif dan kebijakan publik dalam pembangunan sosial-

ekonomi di tingkat nasional dan sub-nasional. Para ilmuwan harus dilatih dalam rancangan pendekatan agroekologi,termasuk metode penelitian partisipatif yang melibatkan petani, danmemastikan bahwa budaya organisasi mereka adal ah mendukunginovasi agroekologi dan penelitian partisipatif. Selain itu, proyek harus dinilai berdasarkan seperangkat kriteriakinerja (dampak pada pendapatan, efisiensi sumber daya, dampakterhadap kelaparan dan kekurangan gizi, penerima manfaat dan lain-lain), dan tidak hanya dalam hal tindakan agronomis klasik. Pergeseran menuju pertanian berkelanjutan sangat diperlukan Makalah diskusi UNCTAD's memperkuat laporan De Schutter's. Di sinimenekankan bahwa perubahan iklim dapat mengurangi total produksi pertanian di banyak negara berkembang hingga 50 persen dalambeberapa dekade mendatang, khususnya di Asia Selatan dan sub-Sahara Afrika, sementara itu penduduk di sana diproyeksikanmeningkat hampir dua kali lipat. Impor tidak praktis karena daya belirendah dan bisa meningkatkan harga makanan. Saat ini, pangsa pertanian dalam PDB global sekitar 4%, namunmemberikan kontribusi sekitar 13-32% dari gas rumah kaca (GRK),tergantung pada apakah hanya kontribusi langsung yang dihitungatau kontribus i tidak langsung dari perubahan tata guna lahan,degradasi lahan dan deforestasi disertakan. Dengan demikian, emisi gas rumah kaca dari pertanian dankehutanan lebih tinggi daripada sektor industri energi intensif sepertibesi dan baja, semen, bahan kimia atau logam non-ferrous, danbahkan melampaui sektor energi global. Dalam skenario businessas-usual, emisi gas rumah kaca pertanian diperkirakan meningkat hampir40% pada tahun 2030. Industrialisasi produksi pertanian lebih lanjuttidak bisa menahan tren ini, karena langkah-langkahnya dalam arah yang salah. Pertanian sebagai penyerap Jika perubahan yang tepat terjadi, pertanian dapat berubah daripenyebab masalah perubahan iklim menjadi bagian penting dari solusinya. Bahkan, banyak praktik produksi berkelanjutan dapatmenetralkan iklim atau bahkan menjadi penyerap karbon bersih. Pendekatan holistik lebih dibutuhkan, dimana tidak hanya melihat petani sebagai produsen komoditas pangan dan pertanian, tetapi juga sebagai manajer sistem agroekologi yang berkelanjutan.Perubahan yang dibutuhkan jauh lebih mendalam daripada sekedar mengutak-atik sistem yang ada di pertanian industri. Makalah diskusi UNCTAD menyerukan sebuah perubahan dari input tinggi monokultur menuju sistem regenerasi beragam (yang sebagian dari kita telah merujuk pada sistem berbasis 'lingkaran ekonomialam'. Untuk berubah menuju praktik berkelanjutan (regeneratif), harusmengambil langkahlangkah kebijakan yang berani dan visioner. Makalah UNCTAD mengatakan bahwa pemerintah di negaraberkembang dapat bergerak maju dengan langkahlangkah efektif ditingkat nasional meski kemajuan di

tingkat internasional lambat,karena mitigasi dan adaptasi pertanian memiliki biaya rendah,b erdasarkan pada sumber daya lokal, pengetahuan danketerampilan. Bagaimanapun peningkatan pengeluaran publik untuk pertanian sangat diperlukan, dengan pendidikan dan pelayanan penyuluhanserta peningkatan prasarana lokal bertujuan untuk memberdayakanpetani kecil dalam skala tertentu dapat secara signifikanmeningkatkan produktivitas total sistem baru pertanian regeneratif. Fakta eco-farming "Fakta yang mendukung eco-farming berkelanjutan tak terbantahkan. Jika kita dapat mengubah cara pertanian dan produksiserta distribusi makanan, maka kita memiliki solusi yang kuat untuk memerangi krisis iklim," kata Henk Hobbelink, Koordinator GRAIN kepada IPS. GRAIN, sebuah organisasi non-pemerintah internasional, menghasilkan sebuah laporan pada tahun 2009 yang menunjukkan industri pertanian merupakan sumber terbesar gas rumah kaca. "Tidak ada kendala teknis untuk mencapai hasil yang berlipatganda dengan eco-farming, itu hanya masalah kemauan politik," tambah Hobbelink. Perdagangan, ekonomi dan kebijakan pertanian semuanya condong mendukung sistem industri produksi pangan saat ini. Banyak kebijakan-kebijakan yang menekan petani kecil, orang-orang yang paling efisien dalam hal emisi karbon dan penggunaan energi dari tanah. De Shutter mengatakan teknik dan manfaat dari agroekologisekarang telah mapan, sehingg a berperan dalam mendorongpemerintah untuk mengubah kebijakan dan mendukung transformasiproduksi pangan. "Perusahaan swasta tidak akan menginvestasikan waktu dan uangdalam praktik-praktik yang tidak mendapat paten dan tidakmembuka pasar untuk produk kimia atau benih," kata De Shutter."Jika kita tidak secara radikal mengubah arah sistem pangan global,kita tidak akan pernah memenuhi pangan masyarakat laparjumlahnya miliaran, juga kita akan bisa member makan diri kita dimasa depan," lanjutnya. (Artikel ini disarikan oleh Ani Purwati dari http://www.i-sis.org.uk dan http://www.twnside.org.sg/)

http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0377&ikey=1 2. Kasus kerusakan lingkungan pertanian dalam kaitan dg sistem pertanian konvensional

3. MEREDUKSI KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DENGAN METODE PENDEKATAN ANALISIS MANFAAT DAN BIAYA EKONOMI DALAM MELAKUKAN KEGIATAN EKONOMI
4. PENDAHULUAN Di dalam ilmu ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan di pandang sebagai gabungan dari

berbagai asset yang menyediakan sumber daya ekonomi. Lingkungan adalah asset yang sangat istimewa dikarenakan, lingkungan merupakan komponen utama dalam sistem kehidupan manusia. Tanpa lingkungan, manusia tidak akan pernah bisa hidup. Lingkungan menyediakan berbagai sumber daya ekonomi dalam bentuk bahan mentah. Manusia mentransformasikan bahan mentah tadi, sehingga terbentuklah nilai ekonomis dari barang tersebut. Hubungan antara manusia dengan lingkunganpun di kondisikan dengan hukum fisika , hukum termodinamika 2 yang berbunyi: Setiap pemakaian suatu bentuk atau unit energi tidak pernah tercapai efisiensi 100%. Dalam suatu proses tertentu, perubahan satu bentuk energi menjadi energi yang lain selalu menghasilkan sisa yang tidak terpakai pada proses itu. Sisa energi yang tidak terpakai itu disebut ENTROPI. Berangkat dari hukum termodinamika inilah masalah lingkungan dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi terjadi. Yaitu terjadi entropi atau residu. Dimana saat kegiatan ekonomi dilakukan selalu terbentuklah entropi ini. Entropi ini ada yang bisa langsung diserap oleh alam dan ada yang tidak bisa atau lama terurai. Bentuk entropi/residu yang kedua inilah yang menjadi pokok permasalahan kehidupan manusia sekarang ini. Hal ini semakin diperparah dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan ekonomi yang sangat tidak menghiraukan kondisi lingkungan sekitar, sehingga menimbulkan residu berupa polusi dan limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan sekitar. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah sudah cukup banyak, tapi apa yang terjadi? Kenyataannya peraturan hanya tinggal diatas kertas tanpa implikasi yang nyata, baik dari aparatur pemerintahan maupun dari pelaku ekonomi sendiri. Ketika perluasan industri mengakibatkan tumbuhnya ekonomi secara pesat, ketenagakerjaan, menaikkan pendapatan dan meningkatkan ekspor, pemusatan limbah industri di kawasan perkotaan memiliki pengaruh yang serius dan melahirkan bahaya terhadap kesehatan dan kehidupan penduduk perkotaan di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, masyarakat miskin perkotaan merupakan yang paling mudah terkena penyakit sebagai akibat/efek dari lingkungan yang berbahaya. Desakan penduduk perkotaan mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian. Lahan terbuka, lahan gambut dan ekologi lainnya serta mengancam kebudayaan dan nilainilai kehidupan masyarakat perkotaan (World Bank, 2003). Sebenarnya untuk mengerem laju perumbuhan industri, pemerintah sudah membuat Undangundang untuk membatasi masalah diatas. Yaitu undang-undang UU 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, pembangunan regional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, kedalam proses pembangunan kawasan untuk memjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa datang (Askary,2003). Selain masalah residu/entropi yang tidak terurarai, masalah penting lain yang menyangkut dalam ekonomi sumber daya alam dan lingkungan, adalah masalah ketersediaan energi. Seperti kita tahu, dalam pasal 33 UUD 1945 pasal 2 dan pasal 3, yang intinya semua hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan di gunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Rakyat yang ditunjuk oleh pasal 33 UUD 1945 adalah seluruh rakyat Indonesia, bukan segelintir rakyat Indonesia. Mari kita lihat implikasi dari pasal 33 diatas, terutama kebijakan pemerintah dalam bidang energy. Kebijakan energi nasional bertujuan untuk menjamin keamanan pasokanenergi dalam mendukung perekonomian Negara. Sebagai Negara besar yang banya penduduknya, pemerataan penduduk yang diikuti oleh pemerataan kesempatan untuk mendapatkan energi merupakan hal yang sangat utama. Hal tersebut sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah untuk tetap memprioritaskan pemanfaatan energi dalam negeri beserta sumber daya alam yang ada. Berangkat dari pernyataan diatas, maka pemerintah harus secara cermat, teliti dan bijaksana dalam mengola dan menyalurkan energi kepada rakyat Indonesia. Tapi kenyataan yang kita lihat sekarang? Energi yang diperlukan untuk pembangunan Negara ini, malah dibuat untuk pembangunan Negara lain. Masih ingat kasus yang baru -baru ini terjadi, meskipun tidak seheboh kasus pertarungan antara cicak melawan buaya, tapi kasus ini sungguh sangat memprihatinkan dan bagi kami kasus ini lebih penting dari pertarungan cicak melawan buaya. Yaitu kasus pemadaman listrik bergilir yang di alamai oleh berbagai daerah di Jawa. Berepa besar kerugian yang didapat masyarakat dengan adanya kebijakan pemadaman bergilir? Belum,

lagi rencana diliberalkan penjualan bahan bakar, belum lagi pengolahan sumber-sumber energi kita yang semuanya dikuasai asing. Itukah implikasi dari kebijakan pemerataan kesempatan untuk mendapatkan energi? Mari kita kembali kepada substansi dasar sebenarnya apa tujuan dasar dalam pengolahan sumber daya energi? Tujuan awalnya adalah: memenuhi kebutuhan dalam negeri, memberikan kesempatan kerja di sektor energi dan meningkatkan penghasilan untuk devisa dan melestarikan lingkungan hidup. Dalam propenas 2001-2005 ditetapkan dalam rangka untuk menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan(sustainable growth), pelaksanaan pembangunan harus didasarkan pada daya dukung sumber daya alam, lingkungan hidup, dan karakter sosial. Konsep pembangunan berkelanjutan terus mengalami perubahan sejak diperkenalkan pada tahun 1970. Pada tahun tujuh puluhan konsep pembangunan berkelanjutan didominasi oleh dimensi ekonomi yang dipicu adanya krisis minyak bumi pada tahun 1973 dan tahun 1979. Harga minyak dunia melambung yang mengakibatkan resesi di negara-negara maju khususnya di negara pengimpor minyak. Dimensi lingkungan mulai mendapat perhatian pada tahun delapan puluhan. Earth Summit di Rio de Janeiro pada tahun 1992 merupakan titik tolak dipertimbangkannya dimensi sosial dalam pembangunan berkelanjutan. Salah satu hasil penting dalam konferensi ini adalah pembentukan komisi pembangunan berkelanjutan (CSD Commission on Sustainable Development). Komisi ini telah menghasilkan kesepakatan untuk mengimplementasikan konsep pembangunan berkelanjutan seperti yang tertuang dalam Agenda 21. Kesetaraan akses akan sumber daya bagi semua lapisan sosial dan memberantas kemiskinan juga menjadi agenda penting dalam konferensi ini (Sugiyono,2004). Pertemuan Earth Summit di Rio de jeneiro terus ditindak lanjuti oleh berbagai Negara-negara didunia. Hingga yang terbaru adalah konfrensi lingkungan di Bali Indonesia, yang menghasilkan keputusan yaitu terbitnya bali roadmap. Memang permasalahan dan kualitas lingkungan dan energi harus diberi perhatian yang lebih besar dan khusus. Untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan(sustainable growth) dalam konteks pembangunan nasional, khususnya dimasa yang akan datang. Sebagaimana kita mengenal istilah Globallisasi, maka kita harus menanamkan dalam mind set kita global environment quality. Sekarang mari kita sedikit melihat dua perbadaan mendasar tentang ekonomi sumber daya alam dan lingkungan, jika kita tinjau dari dua aliran ekonomi yaitu: ekonomi konvensional dan ekonomi kontenporer. Ekonomi konvensional(klasik) yang tujuan adalah memaksimumkan keuntungan tanpa mempertimbangkan dimensi waktu. Sedangkan ekonomi kontenporer tujuan utamanya adalah menciptakan kondisi kesejahteraan manusia(human walfere) dengan mempertimbang factor dimensi waktu. Sebagai suatu kesatuan antara pertumbuhan perekonomian, kualitas lingkungan dan energi, maka secara implicit kita memperlakukan barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam dan lingkungan dapat dinilai secara moneter. Dengan kata lain, barang dan jasa yang dihasilkan tersebut, seperti ikan, kayu, air bahkan pencemaran sekalipun, bisa kita hitung nilai rupiahnya atau nilai ekonominya karena kita asumsikan bahwa pasar itu eksis(Marked based), sehingga transaksi barang dari sumber daya alam tersebut dapat dilakukan. Jika hal itu dilakukan tanpa memperhitungkan dampak dan akibatnya sesuai dengan hukum termodinamika 2, baik dalam jangka pendek maupun panjang, maka keseimbangan alam ini akan terganggu. Pertanyaan yang kemudian timbul dalam mencermati fenomena diatas adalah: 1.Bagaimana mereduksi dampak kegiatan ekonomi bagi lingkungan? 2.Bagaimana meningkatkan pasokan energi sebagai dasar untuk melanjutkan pembangunan dan mensejahterakan masyarakat. Maka berdasarkan rumusan permasalahan diatas. Kami akan mencoba menjawab dan menganalisa permasalahan diatas dengan menggunakan metode pendekatan analisis biaya dan manfaat dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Dan juga untuk mengembangkan kemungkinan alternatif pengembangan energi untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. Kriteria Pengambilan Keputusan Suatu prinsip yang ideal dalam kebijaksanaan penggunaan barang sumber daya alam adalah membuat pengeluaran-pengeluaran bagi setiap tujuan sedemikian rupa sehingga manfaat (benefit) dari pengeluaran satuan rupiah yang terakhir lebih besar daripada dengan hilangnya

manfaat dari kegiatan-kegiatan lain karena pengeluaran tersebut. Jika kita melihat pada table diatas, maka kita bisa langsung memastikan bahwa rencana terbaik dari beberapa proyek diatas, adalahn proyek pembangunan waduk sedang. Analisa ini kita gunakan untuk mengambil keputusan proyek mana yang harus dijalankan. Tapi yang harus diingat adalah, sering kali kenyataan yang ditemui berbeda dengan rencana-rencana yang dibuat berdasarkan ramalan. Yang penting dan harus diingat adalah kita harus mengetahui besarnya manfaat dan biaya dari proyek tersebut. Teknik Nilai Pasar Teknik ini biasanya dipakai untuk meneliti pengaruh pembangunan terhadap sistem alami seperti pada perikanan, kehutanan, pertanian. Kualitas lingkungan disini adalah factor produksi. Perubahan kualitas lingkungan menjurus pada perubahan dalam produktivitas dan biaya produksi, sehingga harga-harga serta tingkat hasil juga berubah dan ini dapat diukur. Contoh dari penggunaan teknik adalah: perbaikan kualitas air irigasi dapat meningkatkan produktivitas tanaman, tambahan hasil kali harga hasil merupakan manfaat perbaikan kualitas air. Polusi udara dari pabrik kimia dapat berakibat buruk pada produktivitas pertanian sekitar pabrik, nilai ekonomis hasil pertanian yang hilang dapat menjadi ukuran manfaat yang mestinya diperoleh bila tidak terjadi polusi atau bila polusi dapat dikurangi. Dari contoh diatas kita bisa memformulasikan bahwa nilai tenaga kerja seseorang adalah penghasilan seseorang pada waktu yang akan dating, dinilai sekarang. Adapun formulasinya adalah: L1=Yt PT(t) (1+r)-(t-T) Yt= penghasilan bruto yang diharapkan diperoleh atau nilai tambah selama nilai tahun T PT(t)= Probabilitas sekarang (t) oran itu hidup selama t R= Tingkat bunga social tahun t Ket tambahan tanda ( ) berarti pangkat. Analisis Net Present Value(NPV) NPV = t=1(n) ( Bt-Ct) Ket: ( ) kecil menunjukkan pangkat (1+r)(t) Sebenarnya pendekatan ini tidak terlalu jauh berbeda dengan pendekatan B/C ratio. Hanya saja dalam NPV suatu proyek akan dinyatakan layak (feasible) bila NPV>0 dan tidak layak bila NPV<0. Namun dalam pertimbangan biaya dan manfaat perlu ditambahkan perhitungan biaya dan manfaat eksternal. Jadi biaya suatu kegiatan terdiri dari: C = Cp+Ct+Ce Di mana: C = Biaya sosial Cp = Biaya Privat Ct = Biaya treatment (pengolahan limbah) Ce = Biaya eksternal Demikian pula manfaat sosial (C) sekarang terdiri dari B = Bp + Be Di mana: B = manfaat sosial Bp = manfaat privat Be = manfaat eksternal Jadi proyek dinyatakan layak selain NPV > 0 harus memenuhi syarat B > C Wilingness To Accept Consept Konsep willingness to accept adalah sebuah konsep dimana jumlah minimun pendapatan seseorang untuk mau menerima penurunan sesuatu. Dalam praktik pengukuran nilai ekonomi, WTP lebih sering digunakan daripada WTA(willingness to pay), karena WTA bukan pengukuran yang berdasarkan insentif sehingga kurang tepat jika dijadikan studi yang berbasis perilaku manusia (behavioral model). Maka WTP bisa kita ukur melalui pendekatan permintaan Hicks hal ini dikarenakan harga daerah di bawah kurva Hicks relavan untuk pengukuran kompensasi. Maka bisa kita asumsikan terjadinya perubahan harga dari Po ke P akibat perubahan lingkunagan maka WTP bisa kita tuiskan sebagai berikut:

WTP = (Po-P) X(h) (P,u) dP = M (P,u)- M (Po, u) Dimana M (P, u) adalah pendapatan setelah terjadi perubahan dengan utilitas konstan dan M (Po, u) adalah pendapatan awal. Persamaan diatas mengatakan bahwa WTP merupakan daerah (digambarkan dengan tanda intergral) di bawah kurva permintaan Hicks yang di batasi oleh harga pada kondisi Po dan harga akibat perubahan P. berdasarkan teori ekonomi klasik, ini setara dengan selisi pendapatan M yang dibutuhkan agar utilitas seseorang tetap setelah adanya perubahan Didalam pengukuran WTP, Haab dan McConnel(2002) menyatakan bahwa pengukuran WTP yang dapat diterima (reasonable) harus memenui beberapa syarat: 1.WTP tidak memiliki batas bawah yang negative. 2.Batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan. 3.Adanya konsistensi antara keacakan pendugaan dan keacakan perhitungan. Maka kondisi 1 dan 2 dapat kita tulis : 0 WTP M Kelemahan dari WTP adalah pengukuran keinginan membayar. Misalnya, kita sangat sulit untuk mengukur nilai dari keindahan alam, sehingga pemerintah akan sangat sulit untuk menarik biaya WTP kepada masyarakat dan keinginan membayar mereka juga sangat sulit untuk diketahui. Yang terpenting disini adalah pengukuran seberapa besar kemampuan membayar masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa dari sumber daya. Kita juga dapat mengukur dari sisi lain, yakni seberapa besar masyrakat harus diberi kompensasi atas hilangnya barang dan jasa dari sumber daya dan lingkungan. Penentuan Harga Energi Penentuan harga energi sangatlah kompleks, apabila harga yang optimal. Banyak factor yang perlu diperhatikan: tujuan yang ingin dicapai, putusan mengadakan investasi, kendala yang ada, dampak yang timbul yang tidak diinginkan, dan lain-lain. Teori permintaan neoklasik memperkirakan bahwa kenaikan pada tingkat harga energi relatif terhadap harga lain akan mengurangi konsumsi dan bahwa kenaikan relatif suatu bahan bakar akan mengurangi bagiannya dalam pasar energi. Bila harga energi terlalu tinggi maka konsumsi energi akan sangat rendah begitu juga sebaliknya, bila harga energi terlalu rendah maka konsumsi energi akan sangat tinggi. Contoh paling mudah dalam masalah ini adalah saat terjadinya krisis minyak pada tahun 1982-1983. Berdasarkan kebijaksanaan harga yang berbeda berdampak berbeda pada alokasi sumber daya alam. Anggapan dasar adalah dalam masalah ini adalah efisiensi dalam alokasi sumber daya. Efisiensi yang kami maksud dalam artian Pareto Optimum, bahwa suatu alokasi sumber daya itu efektif bila sumber daya tersebut tidak dapat dialokasikan kembali kembali untuk mensejahterakan masyarakat tanpa menimbulkan kerugian pada masyarakat. Dengan demikian agar alokasi sumber daya yang berbeda itu efisien diperlukan serangkaian tujuan yang sama. Di bawah ini kami akan mencoba memformulasikan saran agar harga energi itu dikaitkan dengan biaya sosial marjinal dengan tujuan efisiensi tadi : Wmax = TR + S - TC Dimana W = kesejahteraan sosial netto TR = pendapatan total S = surplus konsumen TC = biaya total Dan bila persamaan diatas kita turunkan maka : W = D ( TR + S) d ( TC) Q dQ dQ Maka jika kita masukkan variable harga P (Q) dan kita sama dengankan nol W/Q maka formulanya berubah menjadi TR + S = P(Q) dQ maka turunan terhadap Q adalah d/dQ ( TR + S) = d/dQ fP (Q) dQ = P (Q) Karena P (Q) adalah hrga dan d/dQ (TC) adalah biaya marginal, maka P MC = 0, sehingga kesejahteraan maksimum akan terjadi.

Nilai Ekonomi Total Konsep dari nilai ekonomi total dari suatu sumberdaya lingkungan memiliki fondasi dalam kesejahteraan ekonomi. Konsep dari nilai ekonomi menitik beratkan dalam ekonomi kesejahteraan masyarakat, oleh karenanya istilah Nilai Ekonomi dan Perubahan Kesejahteraan dapat dipakai bergantian. Nilai ekonomi total (TEV) dapat dinyatakan sebagai berikut : TEV = UV + NUV Dimana : UV adalah Nilai yang digunakan yang terdiri dari (DUV +IUV + OV) dan NUV adalah Nilai yang tidak digunakan terdiri dari ( XV + BV ), maka nilai ekonomi total dapat dinyatakan sebagai : TEV = (DUV + IUV+ OV) + (XV + BV ) Dimana : DUV = Nilai langsung yang didapat IUV = Nilai tidak langsung yang didapat OV = Nilai opsi XV = Nilai exsistensi BV = Nilai warisan Dalam kondisi Negara Indonesia pada saat sekarang ini, dimana negara kita masih melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan ( Sustainable development) terutama dalam dimensi spasial hanya mendapatkan sedikit perhatian. Pentingnya elemen spasial didapat dari hubungan timbal-balik yaitu (1) proses lokal mempengaruhi global dan (2) trend global akan mempengaruhi lokal. Contohnya kerusakan ekosistem pada satu wilayah mempunyai efek yang besar dalam mempengaruhi kondisi klimatologi secara global dan siklus geokemikal. Struktur ekonomi dan lingkungan yang spesifik dalam suatu wilayah menentukan sensitifitas dari suatu daerah terhadap kekuatan ekonomi dan lingkungan eksternal (Bergh and Nijkamp, 1999). Maka untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan akibat eksploitasi diperlukan adanya sebuah metode yang dapat mengkontrol/merduksi kerusakkan alam akibat kegiatan ekonomi diatas. Maka pendekatan dengan penghitungan analisis biaya dan manfaat merupakan salah satu alternative untuk mereduksi dan meminimalkan kegiatan ekonomi yang berpotensi merusak lingkungan. Penggunaan metode analisis biaya dan manfaat yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan diatas, hal ini dikarenakan konsep CBA yang konvensional sering tidak memasukkan manfaat ekologis di dalam analisisnya ( Fauzi, 2000; Fauzi dan Anna, 2003). Maka untuk itulah kami menggunakan konsep valuasi ekonomi sebagai dasar teori kami untuk menjebatani kelemahan-kelamahan yang terdapat pada metode analisis biaya dan manfaat yang konvensional. Perubahan mazhab( School of Thought) ekonomi dan kesadaran akan terhadap kualitas lingkungan mengakibatkan terjadinya pergeseran bahkan perubahan paradigma( paradigm shift and change) tentang keterkaitan lingkungan dan pembangunan. Perubahan kearah keserasian anatara pembangunan ekonomi dengan manajemen lingkungan, mengakibatkan timbulnya model konservasi kawasan( conservation regional ). Disinilah letak peran penting dari konsep valuasi beserta hitungan-hitungannya untuk mengetahui nilai rill dari sebuah sumber daya alam yang akan digunakan. Sehingga manfaat sosial harus lebi besar dari biaya sosial yang akan dikeluarkan B > C. Interaksi antara ekonomi dan lingkungan Kita akan mengambil sebuah contoh kasus tentang penggunaan konsep valuasi ekonomi diatas. Kasus yang akan kami angkat adalah sumber daya lahan basah, yang mudah dipengaruhi oleh keputusan yang salah. Daerah lahan basah adalah daerah multi fungsi karena tidak saja sebagai tempat sumber kebutuhan hidup manusia, tetapi juga sebagai fungsi ekologi yang mendukung kigiatan ekonomi bagi manusia. Banyak produk yang terdapat pada lahan basah tidak dipasarkan tetapi memberikan kegiatan ekonomi secara tidak langsung karena itu sering dilupakan terutama lahan basah yang ada pada daerah tropis yang ada di Indonesia . Daerah lahan basah dapat menjadi tidak bernilai (berada dibawah nilai kelayakan) yang disebabkan oleh hak kepemilikan (property rights) yang diterapkan oleh pemerintahan yang menguasai akses dan penggunaan daerah tersebut. Memberikan nilai dibawah kelayakan pada daerah lahan basah merupakan ancaman yang serius, karena pengembangan dan konversi yang

akan dilakukan selalu memberikan output yang dapat dipasarkan, sementara mempertahankannya cenderung untuk mempertahankan barang yang tidak dapat dipasarkan. Diokotomi ini sering menimbulkan opsi untuk pengembangan lahan tersebut, sebagai contoh konversi dari lahan basah ke pertanian, kolam ikan dan bangunan pemukiman yang akan memberikan sumbangan pendapatan untuk pemerintah. Mari kita analisa kasus diatas dari berbagai teori yang telah kami tuliskan diatas. Pertama-tama kita mulai dari penerapan teori penerapan pengambilan keputusan. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan sebelum mengambil sebuah keputusan apakah memberikan konversi lahan basah ke suatu proyek. 1. Tidak dapat diperbaharuinya sumberdaya alam apabila sudah mengalami kepunahan. 2. Masa depan penuh ketidakpastian, jangan sampai hasil konversi lahan basah ini malah menimbulkan biaya dan masalah yang lebih besar lagi di masa yang akan datang. 3. Adanya keunikan dan studi empiris mencoba menghitung nilai keberadaan dengan mengaitkan flora dan fauna langka maupun pemandangan yang unik. Analisis yang ketiga kita kaitkan dengan NPV yang akan terjadi. Proyek akan diterima jika [ B-C ] > 0, NPV > 0 Proyek harus dianalisa dengan menggunakan rumus NPV diatas dan dihitung juga besarnya manfaat dan biaya yang akan ditanggung. Jika proyek ditolak [ B-C ] < 0, NPV < 0 . Maka kita tidak usah melanjutkan penghitungan berapa besar nilai konpensasi yang harus diterima.ditanggung. Jika dari hasil perhitungan menyatakan proyek diterima [ B-C ] < 0, NPV < 0. Maka kita lanjutkan penghitungan kompensasinya kepada konsep WTP, dimana persyaratannya adalah 0 WTP M. Setelah dihitung dengan menggunakan formula diatas, maka sampailah pada kesimpulan berapa kompensasi yang harus dibayar dan ditanggung. Dengan begitu kerusakan lingkungan yang terjadi bisa diminimalkan. Interaksi Kebutuhan Energi dan Ekonomi Saat ini Indonesia belum diwajibkan untuk mengurangi emisinya, tapi kebijakan ini akan berpengaruh besar terhadap Indonesia terutama terhadap sektor energinya. Penduduk Indonesia mengkonsumsi 3,9 quadrillion Brithis Thermal Untit energi, yang 95%nya adalah bahan bakar fosil (DGEED, 2000). Selain itu Indonesia memiliki banyak cadangan kekayaan energi yang cukup berarti, terutama batubara yang menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor bahan bakar beremisi karbon tersebut. Sehingga sektor energi merupakan faktor utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Ekspor gas dan minyak bumi memberikan kontribusi penting dalam pendapatan negara. Hal ini menjadikan Indonesia rentan terhadap kebijakan iklim internasional, termasuk kebijakan pengurangan emisi (Susandi, 2004). Jika hal ini tidak segera di berikan alternative jalan keluar atau paling tidak pertahanan ketahan energi maka bisa dipastikan pembangunan perekonomian Indonesia akan mendapat masalah besar. Seperti yang kami tuliskan diatas, bahwa kenaikan pada tingkat harga energi yang tinggi akan mengurangi konsumsi energi, dan ini akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Maka salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah memperhitungkan berapa kesejahteraan netto yang bisa didapat (Wmax). Sehingga Harga yang berlaku haruslah mencerminkan biaya marginalnya ( P MC = 0). Sehingga kesejahteraan maksimum dapat tercapai. Yang harus diingat lagi adalah, permintaan akan barang dan jasa termasuk energi juga tergantung terhadap beberapa factor selain harga. Kita misalkan produksi industry, tingkat pemakaian bahan bakar substitute ( batu bara untuk minyak ), kondisi politik dunia, usaha-usaha konservasi dan faktor- faktor lainnya, yang tidak dimasukkan dalam rumus diatas akan coba kami fungsikan dalam fungsi permintaan dibawah ini: D = f (P, X, Y, Z, ) Dimana p = harga tiap satuan dan X, Y, Z,.. adalah faktor selain harga yang mempengaruhi permintaan. Bila faktor X, Y, Z. dianggap konstan maka permintaan hanya dipengaruhi oleh harga saja dan perubahan hanya menggerakkan kurva permintaan. Dan apabila faktor yang lain itu ikut berubah, maka kurva permintaan akan melakukan penggeseran. Perubahan Iklim di Indonesia Menurut penelitian, suhu udara di Indonesia meningkat sebesar 0,30C sejak tahun 1900, peningkatan suhu ini terjadi sepanjang musim. Dan terjadi peningkatan curah hujan disatu wilayah, sedangkan di wilayah lain terjadi pengurangan curah hujan sebesar 2-3%. (Hulme and Sheard, 1999). Selain siklus harian dan musiman keragaman iklim di Indonesia juga ditandai

dengan siklus beberapa tahun antara lain siklus fenomena global ENSO (El Nino Southern Oscillation). ENSO mempunyai siklus 3 - 7 tahun, tapi setelah dipengaruhi perubahan iklim diduga siklus ENSO menjadi lebih pendek antara 2 - 5 tahun (Ratag, 2001). Melihat betapa pentingnya peranan energi di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Maka pemerintah harus segera menyiapkan dan merealisasikan rencana tentang Target energi Mix dan Energi yang rendah emisi, dimana rencana tersebut akan dilaksanakan pada tahun 2025.

Usaha untuk pengembangan energy rendah emisi agar dapat bersaing secara komersil, energy rendah emisi masih menghadapi berbagai macam kendala. Seperti kurangnya dukungan industry, kebijakan investasi, pengembangan pasar, insentif/subsidi maupun pola investasi untuk mendorong partisipasi swasta dan koperasi. Pemgembangan energi rendah emisi di Indonesia sangat berpotensi untuk usaha mitigasi perubahan iklim global yang terjadi. Pengembangan energi rendah emisi di Indonesia harus dikembangkan dan diseriusi, sehingga akan mencapai titik optimal dan memenui target program energi mix tahun 2025. Peran teknologi dan kemudahan dalam pengembangan energi rendah emisi melalui kebijakan-kebijakan khusus akan menjadikan tambahan penguatan dan pengembangan energi rendah emisi di Indonesia. Kesimpulan Pembangunan perekonomian Indonesia haruslah menguba paradigma yang telah ada. Dari sebuah paradikma mengejar pertumbuhan ekonomi bergeser kepada paradigm kesejahteraan bersama(walfare state). Dimana dalam konsep kesejahteraan ini, factor lingkungan sudah dimasukkan sebagia factor yang sangat penting guna menunjang pembagunan yang berkelanjutan. Factor lingkungan yang selama ini diabaikan haruslah dimasukkan kedalam perhitungan perekonomian. Dengan menerapkan metode analisis biaya dengan pendekatan valuasi ekonomi diharapkan dampak kerusakan lingkungan bias diminamilisir. Dengan penghitungan analis biaya yang benar dan tepat, kita bias tahu apa yang akan terjadi jika suatu proyek dijalankan bagi lingkungan dan sumber daya alam. Selain lingkungan energi memerankan peranan yang sangat penting dalam menopong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 ayat 2 dan 3 negara harus menyediakan kebutuhan energy dan menyalurkannya secara adil bagi seluruh warga negaranya. Dengan adanya penurunan persediaan energy dan perubahan iklim. Maka Negara Indonesia dituntut untuk menerapkan program energy mix dan rendah emisi. Meskipuin banyak hambatan dan kendala dalam pelaksanaannya. Pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia harus mendukung program ini, agar terciptanya ketahan energy dan perbaikan kualitas lingkungan, untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Metode analisa manfaat dan biaya dengan pendekatan valuasi ekonomi. Adalah alat yang digunakan untuk mengestimasi nilai barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam yang sudah termasuk manfaat social dan biaya social. Atau lebih mudanya valuasi ekonomi adalah menghitung dan mengestimasi semua nilai dan biaya yang terkandung didalam suatu sumber daya alam. Saran Setelah melihat hasil dari pembahasan diatas maka kami memiliki beberapa saran uyang mungkin berguna dalam masalah ini. 1.Negara Indonesia harus kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 terutama pasal 33. Kenapa? Dengan menyadari bahwa kita ini adalah mahluk Allah yang hanya diberi amanat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan maka kita tidak mungkin melakukan pengerusakan alam. Dengan kita kembali kepada pasal 33 terutama ayat 2 dan 3, maka akan terciptalah pikiran kreatif dan sikap mental untuk mensejahterakan bangsa dan Negara. 2.Analisis Biaya dan Manfaat harus dilaksanakan dan dihitung dengan cermat dan teliti. Jika analisis biaya menyatakan proyek tidak diterima, ya harus di patuhi. Jangan dimanupulasi dan diakali. Jika itu terjadi maka kerusakan alam akan semakin parah, dan biaya yang ditanggung masyarakat akan semakin besar.

3.Dukung pengembangan energy alternative yang rendah emisi. Selain berharga murah, juga tidak terlalu merusak lingkungan. 4.Perubahan cara pandang dari mengejar kekayaan atau profit, menjadi pandangan kesejahteraan bersama harus dilakukan mulai dari sekarang. Dimana mulai awal harus ditanamkan kepada generasi-generasi muda, salah satunya melalui system pendidikan. 5.Dukung pembuatan teknologi yang ramah lingkungan dan hemat energy, agar terciptanya ketahanan energi di Negara Indonesia. 6.Memasukkan perhitungan biaya lingkungan kedalam PDB atau lebih dikenal dengan sebutan PDB hijau (Green PDB) Demikian ulasan dari kami, tentang mereduksi kerusakan lingkungan dan peningkatan energi dengan metode pendekatan analisis biaya dan manfaat dalam kegiatan ekonomi. Semoga berguna bagi para pembacanya dan bias sedikit menyumbangkan manfaat untuk Negara tercinta kita. Satu kata penutup dari kami, kita semua harus ingat akan tiga prinsip untuk menjalani kehidupan. 1. Meng-Allahkan-Allah, 2. Memanusiakan-manusia, 3. Meng-alamkan-alam. Semoga Negara ini bisa lebih sejahtera, maju dan diberkati oleh ALLAH yang Maha kuasa. Amin Daftar Pustaka Armi Susandi. Pengembangan energi rendah emisi untuk kepentingan mitigasi, Jurnal kelompok keahlian sains kajian atmosfer, ITB Bandung. Erlangga dan Wirya. Kerangka pembangunan regional dalam agenda 21: Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, Jurnal MPRA. Fachrudin, Kemas. Pendekatan analisis cost benefit sebagai alat pengambilan keputusan dalamkonservasi menentukan lahan basah, Makalah pribadi, IPB Fauzi, Akhmad. ESDAL , Jakarta: Gramedia pustaka utama, 2004 Irwani dan Susandi, Perkembangan kebijakan ekonomi Indonesia sebagai dampak kebijakan iklim global, Jurnal ITB. Ningsih. Analisis sistem penghitungan PDB yang berwawasan lingkungan, Jurnal Bappenas. Suparmoko. ESDAL edisi 3, Yogyakarta: BPFE, 1997 Sukanto,Brodjonegoro. Ekonomi Lingkungan edisi kedua, Yogyakarta: BPFEF, 2000. Sukanto. Ekonomi energi, Yogyakarta : PAU STUDI Ekonomomi UGM, 1988 Randall,Alan. Resource Economic Edisi 2, New york: John Wiley & Son, 1987. Titenberg,tom. Environmental Natural Resouerce Economic edisi 7, USA: Pearson, 2004.

PERTANIAN BERKELANJUTAN By alif jarnanto A1B005055 Pertanian Berkelanjutan Suatu Konsep Pemikiran Masa Depan. Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang berlanjut untuk saat ini, saat yang akan datang dan selamanya. Artinya pertanian tetap ada dan bermanfaat bagi semuanya dan tidak menimbulkan bencana bagi semuanya. Jadi dengan kata lain pertanian yang bisa dilaksanakan saat ini, saat yang akan datang dan menjadi warisan yang berharga bagi anak cucu kita. Menurut Gips, suatu sistem pertanian itu bisa disebut berkelanjutan jika memiliki sifat-sifat sbb: 1. Mampertahankan fungsi ekologis, artinya tidak merusak ekologi pertanian itu sendiri 2. Berlanjut secara ekonomis artinya mampu memberikan nilai yang layak bagi pelaksana pertanian itu dan tidak ada pihak yang diekploitasi. Masing-masing pihak mendapatkan hak sesuai dengan partisipasinya

3. Adil berarti setiap pelaku pelaksanan pertanian mendapatkan hak-haknya tanpa dibatasi dan dibelunggu dan tidak melanggar hal yang lain 4. Manusiawi artinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dimana harkat dan martabat manusia dijunjung tinggi termasuk budaya yang telah ada 5. Luwes yang berarri mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini, dengan demikian pertanian berkelanjutan tidak statis tetapi dinamis bisa mengakomodir keinginan konsumen maupun produsen. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources), untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan. Pertanian organik merupakan salah satu bagian pendekatan pertanian berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi berbagai teknik sistem pertanian, seperti tumpangsari ( intercropping), penggunaan mulsa, penanganan tanaman dan pasca panen. Pertanian organik memiliki ciri khas dalam hukum dan sertifikasi, larangan penggunaan bahan sintetik, serta pemeliharaan produktivitas tanah. The International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) menyatakan bahwa pertanian organik bertujuan untuk: a) menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai, b) c) d) e) f) g) membudidayakan tanaman secara alami, mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem pertanian, memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang, menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan teknik pertanian, memelihara keragaman genetik sistem pertanian dan sekitarnya, serta mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis yang lebih luas dalam sistem usaha tani.

Beberapa kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan keuntungan harmonisasai produktivitas pertanian dalam jangka panjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat tani adalah sebagai berikut: (1) pengendalian hama terpadu, (2) aplikasi sistem rotasi dan budidaya rumput, (3) konservasi lahan, (4) menjaga kualitas air/lahan basah, (5) aplikasi tanaman pelindung, (6) diversifikasi lahan dan tanaman, (7) pengelolaan nutrisi tanaman, (8) agroforestri (wana tani), (9) manajemen pemasaran, dan (10) audit dan evaluasi manajemen pertanian secara terpadu dan holistik. Berdasarkan penjabaran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pertanian organik merupakan salah satu teknologi alternatif pertanian yang memberikan berbagai hal positif, yang dapat diterapkan pada usaha tani, sehingga produk-produk hasil pertanian dapat bernilai komersial tinggi,

menjamin pemenuhan kebutuhan pangan dan keamanan pangan, dan dapat memberikan kesadaran masyarakat dan petani khususnya dalam melestarikan ekosistem lingkungan. Oleh karena itu, untuk menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan yang harmonis dan berkelanjutan, perlu dilakukan upaya antara lain : (1) sosialisasi pemasyarakatan mengenai pentingnya pertanian yang ramah lingkungan, (2) penggalakkan konsumsi produk hasil pertanian organik, (3) diperlukan lebih banyak kajian/penelitian untuk mendapatkan produk organik yang berkualitas tinggi. Oleh karena itu perlu ditekankan bahwa usaha tani yang berorientasi pasar global perlu menekankan aspek kualitas, keamanan, kuantitas dan harga yang bersaing. Salah satu alasan mengapa harus berlanjut adalah pengalaman selama ini dimana input tinggi telah menyebabkan degradasi lahan secara nyata. Sebagai contoh penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan resurgensi, resistensi dan munculnya hama penyakit sekunder. Penggunaan pupuk yang berlebihan malah menyebabkan pertemubuhan vegetatif yang tak diinginkan dan di daerah hilir menyebabkan eutrifikasi (suburnya perairan akibat akumulai hara oleh aliran air). Lahan sebagai penopang utama telah rusak, maka akan sangat mahal biaya yang harus dikeluarkan dan dimasa yang akan datang anak cucu hanya ditinggali barang sisa kurang bermutu. Pada hal harapakn kita semua generasi yang akan datang harus lebih baik daripada generasi saat ini. Langkah yang bisa ditempuh adalah pertama meningkatkan kesadaran pertanian berkelanjutan. Kedua setiap pihak yang berkait dengan pertanian melaksanakan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan. Ketiga dukungan konsumen yang tidak mengkonsumsi produk pertanian yang tidak ramah lingkungan. Langkah operasional yang bisa dilaksanakan adalah : melaksanakan pengolahan tanam minimal, sebanyak mungkin menggunakan pupuk organik, melaksanakan pengendalian hama penyakit dengan bahan yang ramah lingkungan. Definisi komprehensif bagi pertanian berkelanjutan meliputi komponen-komponen fisik, biologi dan sosioekonomi, yang direpresentasikan dengan sistem pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan kimia dibandingkan pada sistem pertanian tradisional, erosi tanah terkendali, dan pengendalian gulma, memiliki efisiensi kegiatan pertanian (on-farm) dan bahan-bahan input maksimum, pemeliharaan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi tanaman, dan penggunaan dasar-dasar biologi pada pelaksanaan pertanian. Salah satu pendekatan pertanian berkelanjutan adalah input minimal (low input) secara khusus ditulis oleh Franklin H. King dalam bukunya Farmers of Forty Centuries. King membandingkan penggunaan input minimal dan pendekatan berkelanjutan pada pertanian daratan Timur (oriental) dengan apa yang dia lihat sebagai kesalahan metoda yang digunakan petani Amerika. Gagasan King adalah bahwa sistem pertanian memiliki kapasitas internal yang besar untuk melakukan regenerasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya internal. Baru-baru ini, Undang-undang Produktivitas Pertanian Amerika, yang merupakan bagian dari Undangundang Keamanan Pangan 1985, menyediakan kewenangan untuk melaksanakan program riset dan pendidikan pada sistem pertanian alternatif -yang kemudian dikenal sebagai pertanian berkelanjutan dengan input minimal (Low Input Sustainable Agriculture (LISA)). Pada bulan Desember 1987, Kongres Amerika menyetujui US $ 3,9 juta untuk memulai pekerjaan tersebut atas dasar undang-undang Keamanan Pangan. Undang-undang tersebut memberikan mandat untuk melakukan investigasi ilmiah

pada a) peningkatan produktivitas pertanian, b) produktivitas lahan sentra produksi, c) mengurangi erosi tanah, kehilangan air dan nutrisi, dan d) melakukan konservasi sumberdaya natural dan energi. Petani Amerika saat ini sedang mencari sumberdaya yang efisien, biaya lebih rendah, dan sistem-sistem produksi yang lebih menguntungkan. Siapapun yang bergerak di bidang pertanian seharusnya berbagi kepedulian yang lebih luas pada masyarakat dalam mendukung lingkungan yang bersih dan nyaman. Selama sepuluh tahun terakhir, telah terjadi paradigma yang mengangkat masyarakat pertanian dari kondisi yang mengharuskan produktivitas lebih tinggi menuju suatu kondisi masyarakat yang peduli pada keberlanjutan. Hal ini dirasakan sebagai suatu kesalahan bahwa produktivitas yang tinggi dari kegiatan pertanian konvensional telah menimbulkan biaya kerusakan yang cukup siginifikan terhadap lingkungan alam dan disrupsi masalah sosial. Dalam usaha mengalihkan konsekuensi-konsekuensi negatif pertanian konvensional, beberapa format sistem pertanian berkelanjutan yang berbeda telah direkomendasikan sebagai alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan sistem produksi pertanian yang dapat menguntungkan secara ekonomi dan aman secara lingkungan. Kepentingan dalam sistem pertanian alternatif ini sering dimotivasi dengan suatu keinginan untuk menurunkan tingkat kesehatan lingkungan dan kerusakan lingkungan dan sebuah komitmen terhadap manajemen sumberdaya alam yang berkeadilan. Tetapi kriteria yang paling penting untuk kebanyakan petani dalam mempertimbangkan suatu perubahan usaha tani adalah keingingan memperoleh hasil yang layak secara ekonomi. Adopsi terhadap metode pertanian alternatif yang lebih lebar ini membutuhkan bahwa metode tersebut sedikitnya sama kualitasnya dalam memperoleh keuntungan dengan metode konvensional atau memiliki keuntungan-keuntungan non-keuangan yang signifikan, seperti sebagai usaha menjaga penurunan kualitas sumberdaya air dan tanah secara cepat. Riset dan pendidikan bergerak terbatas diantara para peneliti atau mahasiswa. Sebagaimana seorang mahasiswa menjadi lebih baik diberikan pendidikan mengenai pengetahuan praktis pertanian berkelanjutan, lebih memiliki minat dan dana akan ditingkatkan untuk mendukung riset selanjutnya. Jaminan peneliti dan ketersediaan dana penelitian ini akan lebih memberikan harapan untuk meningkatkan minat pada pendidikan yang memandu riset selanjutnya secara umum. Pooling pendapat yang dilakukan mahasiswa di sejumlah fakultas seluruh Amerika menunjukkan ketertarikan pada pertanian berkelanjutan. Kebanyakan mereka mempertanyakan masalah-masalah pertanian berkelanjutan sebagai sebuah pemikiran yang tidak dapat diadopsi dalam program agroekologi. Mereka memberikan komentar bahwa penurunan dampak lingkungan akibat usaha pertanian berkelanjutan sebagai sebuah keuntungan yang besar dari meninggalkan usaha pertanian konvensional. Lebih banyak riset yang dilakukan pada pertanian berkelanjutan ini, program-program pendidikan yang lebih baik akan dapat dilaksanakan di wilayah ini. Ketika perubahan dari kegiatan pertanian konvensional ke pertanian berkelanjutan dilaksanakan, perubahan sosial dan struktur ekonomi juga akan terjadi. Pada saat input menurun, terdapat hubungan yang menurun pula pada hubungan kerja terhadap mereka yang selama ini terlibat dan mendapatkan manfaat dari pertanian konvensional. Hasilnya adalah terdapat banyak kemungkinan yang dapat ditemukan yaitu meningkatnya kualitas hidup, dan peningkatan kegiatan pertanian mereka. Dalam mengadopsi input minimal (low input) sistem-sistem berkelanjutan dapat menunjukkan penurunan potensial fungsi-fungsi eksternal atau konsekuensi-konsekuensi negatif dari jebakan sosial pada

masyarakat. Petani sering terperangkap dalam perangkap sosial tersebut sebab insentif-insentif yang mereka terima dari kegiatan produksi saat ini. Pertanian organik semakin mendapat perhatian dari sebagian besar masyarakat, baik di negara maju maupun negara berkembang, khususnya mereka yang sangat memperhatikan kualitas kesehatan, baik kesehatan manusia maupun lingkungan. Produk pertanian organik diyakini dapat menjamin kesehatan manusia dan lingkungan karena dihasilkan melalui proses produksi yang berwawasan lingkungan. Trend masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) telah menyebabkan permintaan produk pertanian organik di seluruh dunia tumbuh pesat sekitar 20 30 % per tahun. Berdasarkan hal tersebut, diperkirakan pada tahun 2010 ini, pangsa pasar dunia terhadap produk pertanian organik akan mencapai U$ 100 milyar. DAFTAR PUSTAKA Anon. 1991. Toward sustainability. Soil and water research priorities for developing countries. National Academy press. Washington ,D.C. x +65h. Brown, L.R. 1995. Natures limits. Dalam : State of the World. W.W. Narton & Company New York. H 3-20 Gardner, G. 1996. Presserving agricultural resources. Dalam : State of the World. W.W narton & Company. New York. H 78-94 Browse > Home / Daulat Pangan / Refleksi Pengembangan Kapasitas Petani Melalui Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan

3. contoh ekosistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah ekosistem pertama kali di kemukakan oleh Tansley (1935). Ia mengemukakan bahwa hubungan timbal balik antara komponen biotik (tumbuhan, hewan, manusia, mikroba) dengan komponen abiotik (cahaya, udara, air, tanah dsb) dialam. Sebenarnya merupakan hubungan komponen yang membentuk sistem. Ini berarti baik dalam struktur maupun fungsi komponenkomponen tadi adalah suatu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Sebagai konsekwensinya apabila salah satu komponen terganggu, maka komponen lainnya secara cepat atau lambat akan terpengaruh. Sistem alam ini disebut sebagai sistem ekologi, yang kemudian disingkat dan menjadi lebih dikenal sebagai ekosistem. Ekosistem sawah merupakan ekosistem yang mencirikan ekosistem pertanian sederhana dan monokultur berdasarkan atas komunitas tanaman dan pemilihan vegetasinya. Selain itu ekosistem yang berada di sawah bukanlah ekosistem alami, akan tetapi sudah berubah sehingga akan sangat rentan terjadi ledakan suatu populasi di daerah tersebut. Hal inilah yang menjadikan daerah pertanian dan perkebunan sering terjadi serangan hama. Oleh karena itu ledakan hama merupakan ciri setiap pertanian monokultur (Untung, 1993).

1.2 1. 2. 3. 1.3

Rumusan Masalah Bagaimana pembagian ekosistem menurut asal terjadinya? Apa saja komponen ekosistem sawah? Apa peran dari masing-masing komponen ekosistem sawah? Tujuan Adapan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui pembagian ekosistem menurut asal terjadinya. 2. Menjelaskan macam-macam komponen ekosistem sawah 3. Mengidentifikasi peran masing-masing komponen ekosistem sawah. BAB II METODOLOGI Langkah Kerja 1. Mencari lahan padi. 2. Mengidentifikasi komponen-komponen yang ada pada ekosistem sawah. 3. Mendeskripsikan peranan dari masing-masing komponen. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Ekosistem Menurut Asal Terjadinya Menurut asal terjadinya ekosistem terbagi menjadi dua, yaitu ekosistem buatan dan ekosistem alami. Ekosistem buatan adalah ekosistem yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Ekosistem buatan mendapatkan subsidi energi dari luar, tanaman atau hewan peliharaan didominasi pengaruh manusia, dan memiliki keanekaragaman rendah. Contoh ekosistem buatan adalah: 1. Bendungan
2. 3.

Hutan tanaman produksi seperti jati dan pinus Sawah irigasi

Sedangkan ekosistem alami adalah ekosistem yang terjadi dengan sendirinya dalam kurun waktu yang relatif lama dan yanpa campur tangan manusia. Contoh ekosistem alami adalah:

1. Sungai 2. Laut 3. Hutan

3.2 Komponen Ekosistem Sawah

A. Komponen Biotik

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Padi Belalang Katak Ular Gulma Dekomposer

B. Komponen Abiotik 1. Tanah 2. Air 3. Cahaya Matahari 3.3 Peran Dari Masing-Masing Komponen Ekosistem Sawah A. Padi Padi merupakan sumber energi utama dalam ekosistem sawah, sehingga berperan sebagai produsen. Habitat dari padi adalah rawa (ladang berair). Relungnya adalah di tanah yang berair atau lumpur. B. Belalang Belalang menduduki posisi konsumen tingkat satu pada ekosistem sawah karena belalang memakan tanaman padi. Habitatnya adalah di sawah dan relungnya adalah di tanaman padi dan rumput. Selain sebagai konsumen tingkat satu belalang juga menjadi sumber energi bagi predatornya, misalnya katak. Olehkarena itu belalang juga membantu dalam menjaga keseimbangan antarorganisme yang ada di sawah sehingga tidak terjadi ledakan populasi. C. Katak Katak berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen tingkat kedua. Habitatnya adalah di tempat yang lembab. Relungnya adalah di atas tanah, rerumputan atau celah di pematang sawah atau tebing saluran air. D. Ular Ular merupakan konsumen tingkat 3 di sawah. Habitat dari ular adalah sawah sedangkan relungnya adalah di dalam tanah. Bila masih banyak ular di sawah dan ladang, kita tidak usah berburu tikus karena mereka akan bisa membunuh sekitar 10.000 ekor tikus setahun. Peran ular ini sangat membantu, karena dapat menekan jumlah populasi tikus yang menyerang padi. E. Gulama Sama seperti tanaman padi, gulma juga berperan sebagai produsen. Habitat dari gulma adalah ladang atau persawahan. Sedangkan relungnya adalah di tanah yang berair atau lumpur. Keberadaan gulma dapat menurunkan produksi tanaman, karena mereka mengganggu proses pertumbuhan tanaman padi dengan kompetisi. E. Dekomposer Dekomposer disebut juga perombak (pengurai), yaitu organisme yang bertugas merombak sisa-sisa organisme lain untuk memperoleh makanannya. Habitat dari organisme pengurai ini adalah sawah, sedangkan relungnya adalah di dalam tanah. F. Tanah Meskipun tanah merupakan komponen abiotik, namun peranannya sangat penting bagi ekosistem sawah karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara danair sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme.

G. Air Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan. Dalam ekosistem sawah, air berperan dalam memberikan nutrisi terlarut dalam bentuk cairan yang diserap oleh makhluk hidup. Semua komponen biotik yang ada di sawah tidak akan dapat hidup tanpa mengkonsumsi air, karena sebagian besar penyusun tubuh makhluk hidup adalah air. Oleh karenanya air memiliki fungsi yang sangat penting. H. Cahaya Matahari Cahaya matahari adalah sumber utama kehidupan. Tanpa adanya cahaya matahari tanaman tidak dapat melakukan fotosintesis, sehingga rantai makanan akan terputus karena konsumen tidak bisa mendapatkan sumber makanan utama. KESIMPULAN 1. Pembagian ekosistem menurut asal terjadinya dibedakan menjadi dua, yaitu ekosistem alami / natral ecosystem (terjadi dengan sendirinya) dan ekosistem buatan / artificial ecosystem (terbentuk karena campur tangan manusia) 2. Komponen-komponen sawah meliputi komponen biotik (misalnya padi, belalang, katak, ular) dan komponen abiotik (misalnya tanah, air, cahaya matahari) 3. Pada intinya peran dari masing-masing komponen ekosistem sawah merupakan suatu sistem yang cukup kompleks dengan membentuk rantai makanan yang dapat membantu menjaga keseimbangan lingkungan. Semakin banyak keanekaragaman hayati yang berada pada suatu ekosistem, maka semakin seimbang pula ekosistem tersebut. DAFTAR PUSTAKA Sudarmaji.2004.Ekologi Ekosistem.Jember: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember. Heddy, Suwono.1994.Prinsi-Prinsip Dasar Ekologi.Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada. http://www.anneahira.com http://www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai