Anda di halaman 1dari 29

melongena dan Solanum torvum

OLEH:
IRMA PEBRIYANI

Fusi protoplas dan regenerasi hasil fusi antara Solanum

Terung (Solanum melongena) merupakan tanaman sayuran yang penting di Indonesia dan sekarang menjadi salah satu komoditas ekspor. Masalah yang dihadapi dalam budi daya terung antara lain adalah serangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sulawesi, penyakit tersebut dapat mengakibatkan kehilangan hasil 15-95%

Fusi protoplas adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menggabungkan protoplasma(isi sel0 dari dua sel yang berbeda berasal dari tumbuhan tingkat inggi secara alami maupun secara Sengaja. Pada fusi protoplas ini biasanya digunakan sel tubuh (sel somatis)

biologis
kimiawi Varietas tahan

Hanya skala percobaan

Mahal
Hanya varietas lokal, tidak resisten di luar daerah

1. 2. 3.

S. glandiforum S. sanitwongsei

S. mammosum S. torvum

4.

S. glandiforum

S. sanitwongsei

S. mammosum

S. torvum

Memasukkan sifat tahan dari spesies liar ke dalam spesies budi daya melalui hibridisasi konvensional sering mengalami kegagalan akibat inkompatibilitas atau dihasilkan hibrida yang steril. Untuk mengatasi masalah tersebut, penggabungan sifat dari dua spesies yang berbeda sering dilakukan melalui kultur protoplas.

Selain meningkatkan keragaman genetik, kultur protoplas juga dapat digunakan untuk fusi protoplas. Dengan fusi protoplas, sifat-sifat genetik dari spesies atau genus yang berbeda dapat digabungkan

Electric

Chemical, PEG (PolyEthilen Glycol) Induksi Fusi Protoplas

PEG dapat berperan sebagai penginduksi fusi antara dua protoplas. Molekul HOCH2(CH-O-CH2) mempunyai polaritas yang cenderung bersifat negatif kemudian mampu membentuk ikatan nitrogen dengan kelompok polaritas positif dari substansi membran. Dengan demikian, PEG dapat bertindak sebagai molekul pengikat antara dua permukaan protoplas sehingga terjadi fusi

Prosedur kerja
Persiapan eksplan
Regenerasi tunas Persiapan larutan enzim

Pengenceran suspensi (koloni) sel

Isolasi protoplas

Kultur protoplas hasil fusi

Fusi protoplas

Benih dari kedua spesies tersebut disterilkan dalam alkohol 70%, kemudian dalam 0,05% HgCl2 dan 30% clorox masing-masing selama 3 menit. Setelah itu benih dicuci dengan akuades. Benih yang telah disterilisasi dikecambahkan dalam media MS + 20 g/l sukrosa dan 7 g/l agar. Media tersebut disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121oC selama 20 menit

Setelah berkecambah, benih disubkultur pada media baru dan diinkubasi pada suhu 25-27oC, dengan penyinaran 1.000 lux selama 12 jam tiap hari. Satu bulan setelah pengkulturan, daunnya digunakan sebagai sumber protoplas.

Enzim yang digunakan adalah enzim Sellulase Onozuka RS 0,5% (ml/l); 0,5% (M/v) macerozyme R-10 (Yakult Honssa Co.); 0,05% (M/v) MES; dan 9,1% (M/v) manitol. Senyawa tersebut dilarutkan dalam CPW (Sihachakr 1998) dan pH diatur 5,5-5,6 serta di- sterilisasi dengan filter ukuran 0,22 m. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 5 cm, masing-masing 5-6 ml setiap cawan.

Permukaan bagian bawah daun S. melongena dan S. torvum digores dengan pisau secara merata dengan jarak antaririsan 2-3 cm. Daun yang telah diiris ditempatkan dalam cawan petri yang berisi larutan enzim, kemudian diinkubasi dalam kamar gelap pada suhu 27oC selama 16 jam. Untuk membantu melepaskan protoplas, cawan petri digoyang selama 30 detik sehingga diperoleh larutan protoplas.

Larutan protoplas S. melongena dan S. torvum disaring dengan metalic sieve berukuran 100 m, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1.800 rpm selama 5 menit sampai dihasilkan pelet.

Selanjutnya larutan enzim dipisahkan dan protoplas dilarutkan dalam 21% sukrosa dan disentrifugasi kembali selama 10 menit. Protoplas murni kemudian diambil menggunakan pipet dan disentrifugasi kembali. Selanjutnya, protoplas dilarutkan dalam 0,5 M manitol + 0,5 mCaCl2 dan disentrifugasi selama 5 menit sampai terbentuk pelet protoplas. Akhirnya protoplas dicuci dan densitasnya diukur.

Protoplas S. melongena dan S. torvum yang telah dimurnikan seperti tersebut di atas masing-masing diencerkan dengan larutan pencuci sehingga densitasnya menjadi + 5 x 104 protoplas/ml. Selanjutnya suspensi protoplas dicampur dalam tabung reaksi dengan perbandingan volume yang sama dan di- resuspensi sampai homogen. Setelah homogen, suspensi protoplas diambil dengan pipet sebanyak 600-800 l kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 5 cm dan dibiarkan selama 5 menit sehing-ga protoplas mengendap.

Selanjutnya di sekeliling suspensi protoplas ditambahkan 100 l larutan PEG dengan konsentrasi 30% atau 50% sebagai perlakuan selama 10 dan 20 detik untuk menginduksi terjadinya fusi. Larutan PEG kemudian dibuang dan protoplas dibersihkan dengan larutan pencuci. Setelah itu dilakukan penghitungan secara mikroskopis terhadap protoplas yang mengalami fusi. Protoplas yang telah difusikan dikultur dalam media perlakuan untuk memacu pertumbuhannya.

Media yang digunakan adalah media dasar KM8P dan VKM, masing-masing diperkaya dengan 0,2 mg/l 2,4D + 0,5 mg/l zeatin + 0,1 mg/l NAA dengan pH 5,8. Media tersebut disterilisasi dengan filter ukuran 0,22 m. Masing-masing medium dipipet dan dimasukkanke dalam cawan petri yang berisi protoplas yang telah difusi, masing-masing 6 ml setiap cawan. Kultur dipelihara dalam ruangan tanpa atau dengan penyinaran 1.000 lux pada suhu 27oC sampai terbentuk koloni sel atau mikrokalus. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah koloni sel dan mikrokalus yang dihasilkan.

Untuk mendorong mikrokalus membentuk kalus, suspensi sel diencerkan dengan media dasar yang sama (KM8P dan VKM), tetapi zat pengatur tumbuhnya diganti dengan 0,1 mg/l 2,4-D + 2 mg/l BAP. Koloni atau mikrokalus dari setiap cawan petri dibagi menjadi mtiga kemudian setiap bagian dimasukkan ke dalam cawan petri baru yang telah berisi media pengenceran masing-masing 6 ml. Kultur disimpan kembali tanpa cahaya dalam inkubator bersuhu 27oC. Parameter yang diamati meliputi jumlah kalus yang dihasilkan dari setiap perlakuan.

Kalus yang dihasilkan dari setiap perlakuan dipindahkan ke dalam media padat MS + vitamin Morell + 0,1 mg/l IAA dan konsentrasi zeatin sebagai perlakuan (2, 4, dan 6 mg/l). Parameter yang diamati pada tahap ini adalah keberhasilan regenerasi kalus membentuk tunas. Tunas yang dihasilkan dipindahkan ke dalam media dasar yang sama, yaitu MS + vitamin Morell (padat) tanpa menggunakan zat pengatur tumbuh untuk induksi akar.

Gambar 1. Isolasi dan fusi protoplas Solanum melongena (sm), S. torvum (st), fusi biner (bf), dan multifusi (mf).

Gambar 4. Regenerasi tunas dan aklimatisasi hibrida somatik antara Solanum melongena dan S. torvum; a = kalus embriogenik, b = inisiasi tunas, c = penampakan daun hibrida dengan kedua tetuanya setelah aklimatisasi, d = planlet yang diaklimatisasi.

Protoplas Solanum melongena dan S. torvum dapat diisolasi dengan densitas yang tinggi (106 /ml) dengan larutan kombinasi enzim 0,5% Sellulase Onozuka RS + 0,5% macerozyme R-10 + 0,05% MES dan 9,1% manitol selama 16 jam dalam keadaan gelap. Untuk meng-induksi terjadinya fusi yang tidak menghambat viabilitas protoplas dapat dilakukan dengan larutan PEG 30%. Jenis fusi yang dihasilkan berupa fusi dua protoplas atau lebih.

Media dasar KM8P dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan protoplas membentuk koloni sel dengan penambahan 0,2 mg/l 2,4-D + 0,5 mg/l zeatin + 1 mg/l NAA. Penambahan 0,1 mg/l 2,4-D + 2 mg/l BAP dalam media pengenceran dapat mendorong pertumbuhan koloni sel membentuk mikrokalus dan kalus. Kalus dapat beregenerasi membentuk tunas pada media MS + vitamin Morel + 0,1 mg/l IAA + 2 mg/l zeatin. Terdapat perbedaan fenotipik daun hibrida yang dihasilkan dibandingkan dengan kedua tetuanya (S. melongena dan S. torvum).

DIFUSIKAN

Protoplast fusion, somatic hybridization

1. isolation of protoplast from suitable plants

2. Fusion of the protoplasts of desired species/varieties

3. Identification and Selection of somatic hybrid cells

4. Culture of the hybrid cells

5. Regeneration of hybrid plants

Anda mungkin juga menyukai