Anda di halaman 1dari 19

PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA

PADA TUMBUHAN TERONG

Dosen Pembimbing : Ir. H. ZAMHIR BASEM, M.M

DISUSUN OLEH :
ERA FIZIRA : 19100915302107

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BANGKINANG


TAHUN 2022
A. PENDAHULUAN
Rekayasa Genetik dan Kultur Jaringan
Terung (Solanum melongena L.) merupakan tanaman sayuran yang
sangat populer. Di Indonesia, terung dikonsumsi sebagai sayur, lalapan atau
dipanggang. Di Jepang, terung biasanya digunakan untuk makanan tempura dan
terung panggang, sedangkan di Amerika biasanya terung dipanggang kemudian
dimakan bersama siraman keju, susu, dan tepung. Selain rasanya enak, terung
mengandung gizi yang memadai, antara lain protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, B, dan C (Hardiansyah dan Briawan
1990). Salah satu faktor penghambat dalam pengembangan dan peningkatan
produksi terung di Indonesia adalah serangan penyakit layu bakteri yang
disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Pemberantasan penyakit ini biasanya
dilakukan secara biologis, kimiawi, dan kultur teknis, namun cara ini tidak
efektif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan
varietas/kultivar tahan, namun sifat ketahanan yang baik hanya terdapat pada
kultivar liarnya. Untuk memasukkan sifat ketahanan tersebut ke dalam varietas
komersial tidak dapat dilakukan melalui pemuliaan konvensional karena adanya
ketidaksesuaian secara genetik. Persilangan antarspesies atau yang memiliki
kekerabatan yang jauh juga sangat sulit dilakukan (Gleba dan Shlumukov 1990;
Grosser et al. 1990).
Kemajuan di bidang bioteknologi telah membuka peluang untuk
mentransformasikan sifat-sifat tertentu dari tanaman donor ke tanaman penerima
sehingga dapat dihasilkan tanaman dengan sifat-sifat genetik yang diinginkan
(Rangahau 1999). Varietas/kultivar yang tahan dapat diperoleh melalui
manipulasi genetik seperti penyelamatan embrio, fusi protoplas, keragam- an
somaklonal (kultur protoplas, kultur sel), dan transformasi. Salah satu penentu
keberhasilan pemuliaan tanaman secara bioteknologi adalah sistem regenerasi.
Sumber eksplan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
keberhasilan regenerasi terutama pada kultur in vitro. Protoplas dapat digunakan
sebagai sumber eksplan karena protoplas merupakan sel tanpa dinding, hanya
dilindungi oleh membran plasma, sehingga peluang mendapatkan keragaman
tanaman cukup tinggi (Margara 1982). Protoplas yang mempunyai daya
regenerasi tinggi sangat potensial digunakan sebagai bahan untuk perbaikan
tanaman melalui hibridisasi somatik, transformasi, dan seleksi in vitro
(Karamian dan Ebrahimzadeh 2001).
Peningkatan keragaman genetik melalui variasi somaklonal
menggunakan protoplas telah berhasil dilakukan pada beberapa tanaman, seperti
variasi pertumbuhan dan pembentukan umbi pada tanaman ubi jalar (Sihachakr
et al. 1994), variasi sifat ketahanan terhadap penyakit Phytophthora infestan dan
Alter- naria solanii pada tanaman kentang (Takebe et al. 1971), serta variasi
multiploidi (Datta et al. 1992) dan ketahanan Al pada tanaman padi (Utomo,
1997). Banyak lagi tanaman lain hasil kultur protoplas yang tahan terhadap
penyakit dan toleran terhadap herbisida (Evans dan Sharp 1986).
Protoplas juga dapat digunakan untuk mendapatkan hibrida baru dari dua
individu yang secara genetik tidak kompatibel melalui hibridisasi somatik
dengan fusi protoplas. Fusi protoplas dapat menggabungkan seluruh genom
dari kultivar yang berlainan (intra- specific), atau antarspesies dalam genus
yang sama (interspecific), atau antargenus dalam satu famili (intergeneric)
(Wattimena 1999). Selain itu, fusi proto- plas juga dapat digunakan untuk
mentransfer gen-gen yang belum teridentifikasi, serta memodifikasi dan
memperbaiki sifat-sifat yang diturunkan secara poli- genik (Milam et al. 1995;
Waara dan Glimileus 1995). Melalui teknik ini telah dihasilkan hibrida terung
baru, antara lain S. tuberosum dengan L. pimpinellifolim (Tan 1987), S.
khasianum dengan S. aculestiasimum (Stattmann et al. 1994), S. khasianum
dengan S. laciniatum (Sihachakr et al. 1995), S. melongena dengan S.
aetovicum (Sihachakr 1998), S. khasianum dengan S. mammosum (Priyanto
1996), dan S. tube- rosum BF15 dengan S. phureza SVP5 (Purwito 1999).
Keberhasilan kultur protoplas sangat ditentukan oleh kemampuan
regenerasi protoplas. Kemampuan regenerasi protoplas dipengaruhi oleh jenis
eksplan (Bajaj 1977; Binding et al. 1978; Tan 1987), jenis dan komposisi media
kultur, kondisi fisik media (Gosch et al. 1975), dan zat pengatur tumbuh yang
digunakan (Nagata dan Takebe 1971). Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan keragaan genetik tanaman terung melalui kultur protoplas.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Balai Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor pada tahun 2000-2002
Bahan tanaman
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas adalah biakan
in vitro tiga varietas terung yaitu Dourga (berbuah putih), Kopek (berbuah
ungu), dan Medan (berbuah hijau). Biakan ditanam dalam media MS
(Murashige dan Skoog 1962) dengan penambahan vitamin MW (Morel dan
Wetmore 1951), 20 g sukrosa, dan 7 g agar. Kultur disimpan dalam ruang
inkubasi pada suhu 25-27oC dengan penyinaran lampu fluorescen 1.000 lux
selama 12 jam/hari. Setelah kultur menghasilkan 4-5 helai daun (4 minggu),
helaian daun diambil dengan gunting sebagai sumber protoplas.
Larutan enzim yang digunakan
Komposisi larutan enzim yang digunakan adalah 0,5% selulase Onozuka
RS, 0,5% macerozim R-10 (Yakult Honsha Co), 0,05% MES, dan 9,1%
manitol dalam larutan CPW (Sihachakr 1998). Larutan enzim dipertahankan pH-
nya sekitar 5,5-5,6 dan disterilisasi dengan filter berukuran 0,22 Mm.
Selanjutnya, larutan dipipet 6 ml dan dimasukkan ke dalam cawan-cawan petri
berukuran 60 mm x 15 mm.
Isolasi protoplas
Daun yang digunakan sebagai sumber protoplas berasal dari biakan in
vitro dengan bobot 1 g setiap varietas. Tahapan isolasi protoplas meliputi peng-
goresan bagian bawah daun, inkubasi dalam larutan enzim, pencucian,
pemurnian, dan penghitungan jum- lah protoplas.
Penggoresan daun dan inkubasi
Bagian bawah daun terung digores secara merata dengan pisau dengan
jarak 2-3 mm di dalam lamianair- flow. Daun yang telah digores dimasukkan ke
dalam cawan petri (Iwaki, Japan) yang berisi 6 ml larutan enzim, masing-masing
8-10 lembar daun setiap cawan (Gambar 1). Setiap kultivar terdiri atas empat
cawan petri. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam inkubator tanpa cahaya
pada suhu 27oC selama 16 jam (overnight). Pada akhir inkubasi, cawan digoyang
secara perlahan dengan tangan selama 20-30 detik untuk melepaskan protoplas
dari jaringan daun. Selanjutnya protoplas disaring dan dimurnikan dengan
larutan sukrosa 21%.
Pemurnian protoplas

Larutan enzim yang berisi protoplas disaring dengan metallic sieve


ukuran 100 mm kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifus ukuran 15 ml.
Selanjutnya larutan disentrifugasi (Hettich, EBA 8S) dengan ke- cepatan 1.800
rpm selama 5 menit untuk mengendapkan protoplas. Larutan enzim (supernatan)
dibuang de- ngan cara memipetnya secara hati-hati agar endapan tidak terbawa.
Selanjutnya endapan diresuspensi dengan 10 ml larutan sukrosa 21% untuk
pemurnian protoplas dan disentrifugasi dengan kecepatan 1.800 rpm selama 10
menit. Protoplas yang mengapung diambil dengan pipet steril dan dipindahkan
ke dalam tabung sentrifus baru untuk proses pencucian.

Pencucian Protoplas
Protoplas murni hasil pengapungan dimasukkan ke dalam tabung
sentrifus yang berisi 2-5 ml larutan pencuci (0,5 M manitol + 0,5 mM CaCl2)

untuk menghilangkan pengaruh enzim dan sukrosa. Sentrifugasi dilakukan


pada kecepatan 1.800 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dengan cara
memipetnya secara hati-hati sehingga tinggal endapan protoplas. Pencucian
dilakukan dua kali dengan larutan dan cara yang sama.
Penghitungan protoplas
Protoplas yang telah dicuci diambil 0,1 ml dan diencer- kan 10 kali (0,9
ml) dengan larutan pencuci, kemudian dimasukkan ke dalam gelas
haemositometer untuk dilakukan penghitungan protoplas. Haemositimeter yang
digunakan (Optik Labour, France) mempunyai bidang pandang volume 1,25
mm3 (10 mm x 0,5 mm x 0,25 mm). Protoplas dihitung pada setiap bidang
pandang volume tersebut sebanyak 3 kali. Penghitungan dilakukan dengan
inverted microscope (Olymphus).
Kultur protoplas
Kultur protoplas dilakukan dengan metode Sihachakr (1998). Jumlah
protoplas yang dihasilkan (105) masing- masing kultivar diencerkan satu kali
sehingga jumlah- nya menjadi 104. Suspensi protoplas selanjutnya di- taburkan
pada cawan petri yang berisi 6 ml media cair, masing-masing 0,1 ml setiap
cawan. Setiap kultivar terdiri atas 3 cawan petri. Medium awal yang
digunakan untuk menumbuhkan protoplas adalah KM8P dan VKM dengan
penambahan ZPT 0,2 mg/l 2,4-D + 0,5 mg/l zeatin + 1,0 mg/l NAA dengan pH
5,7-5,8. Selanjutnya media disterilisasi dengan filter ukuran 0,22 m.
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah atau persentase protoplas yang
membentuk dinding, sel yang membelah, dan koloni sel pada setiap perlakuan
media.
Pengenceran kultur
Pengenceran media dilakukan untuk mendorong pertumbuhan dan
perkembangan sel membentuk koloni dan mikrokalus. Pengenceran dilakukan
dengan cara membagi suspensi protoplas/sel dari tiap cawan menjadi tiga
sehingga untuk setiap kultivar diperoleh 9 cawan petri. Suspensi ditempatkan
pada cawan petri baru yang berisi 10 ml media KM8P dan VKM dengan
penambahan 0,1 mg/l 2,4-D + 2,0 mg/l BA. Selanjutnya kultur disimpan dalam
ruang inkubasi yang diberi cahaya 1.000 lux selama 12 jam sampai terbentuk
mikrokalus dan kalus. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah atau persentase
protoplas yang membentuk mikrokalus.
Regenerasi tunas
Mikrokali/kalus yang berukuran 3-5 mm (4 minggu dalam media
pengenceran) diambil dengan pinset dan dipindahkan ke dalam cawan petri 90
mm x 15 mm yang berisi medium regenerasi (padat). Media regenerasi yang
digunakan adalah MS + vitamin MW + 20 g/l sukrosa + 2 g/l gelrite + 0,1 mg/l
IAA dengan penam- bahan 2, 4, dan 6 mg/l zeatin sebagai perlakuan. Kultur
disimpan dalam ruang inkubasi yang diberi cahaya 1.000 lux dengan suhu ruang
25-27oC sampai terbentuk tunas (selama 12 jam).
Untuk mempercepat pertumbuhan dan perkem- bangan regeneran (klon),
setiap tunas diisolasi dan dipindahkan ke dalam botol kultur yang berisi media
MS + vitamin MW + 30 g/l sukrosa + 2 g/l gelrite. Pengamatan dilakukan
terhadap jumlah tunas, efisien- si keberhasilan regenerasi, dan penampakan
visual tunas.
Gambar 1. Inkubasi daun terung dalam larutan enzim selama 16 jam dalam keadaan gelap.
Fig. 1. Incubation of leaf eggplant in enzyme solution at 16-hour dark condition.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Isolasi protoplas
Penggunaan metode Sihachakr (1998) dalam larutan 0,5% selulase
Onozuka RS dan 0,5% macerozim R-10 dengan inkubasi 16 jam dapat

menghasilkan protoplas yang viabel dengan jumlah yang tinggi (105). Hal ini
terlihat dari bentuk protoplas yang bulat sempurna.
Jumlah protoplas paling banyak dihasilkan oleh kultivar Kopek (14,27 x
105 protoplas/g daun), diikuti oleh kultivar Dourga (14,07 x 105) dan Medan

(12,91 x 105). Jumlah protoplas yang dihasilkan kultivar Kopek dan Dourga
tidak terlalu berbeda, sedangkan rata-rata jumlah protoplas kultivar Medan lebih
sedikit dibanding kultivar Kopek dan Dourga. Perbedaan tersebut diduga karena
daya tumbuh kultivar Medan dalam media perbanyakan lebih lambat dibanding
kultivar Kopek dan Dourga, serta luas daunnya juga lebih kecil. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Purwito (1999) pada tanaman kentang; tanaman yang
mempunyai daya tumbuh cepat dan berdaun lebar menghasilkan protoplas yang
lebih banyak dibanding tanaman yang daya tumbuhnya lemah. Sihachakr (1998)
dapat mengisolasi protoplas S. melongena cv Dourga dan S. aethiopicum gr
aculeatum dengan jumlah yang tinggi menggunakan metode dan komposisi
enzim yang sama.
Kultur protoplas
Protoplas hanya dapat membentuk dinding sel pada media yang
diinkubasi dalam keadaan tanpa cahaya, baik pada media KM8P maupun VKM
dengan pe- nambahan 0,2 mg/l 2,4-D + 0,5 mg/l zeatin + 1 mg/l NAA. Kultur
protoplas yang disimpan dengan pem- berian cahaya 1.000 lux selama 12
jam/hari tidak dapat membentuk dinding sel.
a b

c d

Gambar 2. Tahapan pertumbuhan protoplas terung sampai terbentuk mikrokalus; a = protoplas hasil isolasi,
b = protoplas yang telah membelah, c = mikrokalus, dan d = mikrokalus pada media regenerasi.
Fig. 2. Growth and development of eggplant protoplast to microcalli; a = freshly isolated protoplast, b =
cell division, c = microcalli, and d = microcalli in regeneration medium.

Perkembangan protoplas semua kultivar pada media dasar KM8P lebih


baik dibanding pada media VKM. Persentase protoplas yang dapat membentuk
dinding sel dan melakukan pembelahan tertinggi pada kultivar Kopek, diikuti
oleh kultivar Medan dan Dourga.
Dinding sel mulai terbentuk setelah 24 jam pada media penaburan yang
ditandai dengan bentuk proto- plas yang tidak bulat lagi. Menurut Sihachakr
(1998), pemberian cahaya pada sel protoplas yang telah membentuk dinding sel
dapat mempercepat penebalan dinding sel dan pembelahan sel. Pada minggu
pertama setelah penaburan, sudah terlihat beberapa koloni sel dengan bentuk sel
yang lebih panjang. Pada protoplas tanaman Crocus caucellatus, pembelahan sel
dimulai pada hari ke-5 sampai ke-6 setelah kultur (Karamian dan Ebrahimzadeh
2001).
Pada tahap ini dapat dilihat perbedaan antara sel yang viabel dan yang
tidak viabel. Sel yang viabel ditandai dengan semakin banyaknya jumlah sel
muda berwarna bening pada setiap koloni dengan inti yang besar. Sel atau
koloni yang tidak viabel berwarna cokelat kehitaman. Pada minggu kedua se-
telah penaburan, warna media berubah dari jernih menjadi keruh karena jumlah
sel yang bertambah banyak akibat pembelahan sel yang terus-menerus.
Sihachakr (1998) menyatakan bahwa jumlah sel yang terlalu banyak dalam
medium akan menurunkan kemampuan sel untuk melakukan pembelahan. Untuk
mempertahankan kemampuan sel terus tumbuh dan berkembang, media perlu
diencerkan. Hal yang sama juga dilakukan Purwito (1999) pada studi regenerasi
protoplas tanaman kentang. Kemampuan protoplas membentuk koloni sel
setelah 2 minggu penaburan Kultivar lebih banyak dibanding media VKM. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitan Purwito (1999) pada tanaman kentang.
Penggunaan komposisi zat pengatur tumbuh yang sama memberikan hasil yang
terbaik untuk pembentukan mikrokalus dengan efisiensi 59,3% pada kultivar
BF15 dan 47,2% pada kultivar SPV10.
Pengenceran kultur
Pengenceran kultur dimaksudkan untuk memper- tahankan viabilitas sel
serta memacu pertumbuhan dan perkembangan koloni sel membentuk
mikrokalus dan kalus. Suspensi koloni sel diencerkan dengan media dasar yang
sama setelah kultur berumur 2 minggu. Namun ZPT yang digunakan diganti
dengan 0,1 mg/l 2,4-D + 2 mg/l BAP (Sihachakr 1998).
Mikrokalus dapat terlihat dengan kasat mata pada satu minggu setelah
pengenceran dengan warna putih kekuningan. Kecepatan pertumbuhan dan
perkembangan sel membentuk mikrokalus dipengaruhi oleh jenis media dasar
yang digunakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Purwito (1999) pada
tanaman kentang di mana pembelahan sel semakin cepat setelah media
diencerkan. Semakin lama waktu inkubasi, semakin banyak mikrokalus yang
terbentuk. Mikrokalus yang terbentuk setelah peng- enceran pada umur 1 dan 3
minggu. Jumlah mikrokalus yang dihasilkan pada media KM8P dan VKM
sebanyak 64 mikrokalus, yang terdiri atas 52 mikrokalus kultivar Kopek dan 12
mikrokalus kultivar Medan.
Regenerasi tunas
Penambahan zeatin 1 dan 2 mg/l pada media regenerasi masing-masing
dapat menghasilkan 5 dan 13 tunas pada kultivar Kopek, sedangkan pada
kultivar Medan masing-masing hanya 1 dan 2 tunas. Kalus yang dapat
beregenerasi membentuk tunas berasal dari kalus embriogenik, yang ditandai
dengan adanya nodul yang mengkilap berwarna hijau kekuningan (Gambar 3a)
dan kemudian membentuk bakal tunas dan tunas Kalus yang tidak dapat
beregenerasi umumnya berbentuk kompak dan kering dengan warna keputihan
atau kuning ke- cokelatan. Berdasarkan penampakan visual tunas, 2 tunas
memiliki warna daun putih kehijauan yang berasal dari perlakuan zeatin 2 mg/l,
sedangkan tunas lainnya berwarna hijau (Gambar 4).
Tunas yang dihasilkan diisolasi dan dipindahkan ke dalam media
regenerasi baru tanpa penambahan ZPT. Pada media tersebut terjadi
pemanjangan tunas dan pembentukan akar yang sangat menentukan
keberhasilan regeneran dalam aklimatisasi. Jumlah re- generan yang dihasilkan
mencapai 21 tunas, terdiri atas 18 regeneran kultivar Kopek dan 3 regeneran
kultivar Medan. Regeneran yang dihasilkan selanjutnya diperbanyak secara in
vitro untuk keperluan aklimatisasi serta pengamatan dan pengujian selanjutnya.

PERTANIAN ORGANIK
Tanaman terong dalam bahasa latinnya Solanum melongena, adalah
tanaman sayuran yang dapat hidup sampai 1 tahun dalam sekali tanam. Tinggi
tanaman dapat mencapai 160 cm ditanah yang subur, tanah humus. Tanaman
terung dimanfaatkan buahnya sebagai sayur atau lalapan. Terdapat banyak
ragam terong yang dibudidayakan di Indonesia, mulai dari terong lokal seperti
terong gelatik, terong kopek, terong bogor, terong medan hingga terong impor
seperti terong Jepang. Bentuk dan warna buah terong cukup beragam ada yang
putih, hijau hingga ungu. Bentuknya pun ada yang bulat, lonjong besar, hingga
lonjong dengan ujung lancip.
Syarat tumbuh tanaman terong yakni : beriklim tropis, didataran rendah
hingga tinggi mencapai  1200 m dpl. Tanah yang ideal untuk budidaya terong
adalah tanah lempung, lempung berpasir, berhumus yang mengandung cukup
kandungan unsur hara. Tata laksana air yang baik, Ph tanah antara  5,6-7. Suhu
optimal pertumbuhan antara 25–30 derajat celcius.
Prospek budidaya tanaman terong sangat baik dan sudah banyak petani
yang mengusahakannya namun hasil rata-ratanya masih rendah. Hal ini
disebabkan karena Teknik budidaya yang belum optimal diterapkan
Teknis Budidaya Terong
Persiapan Lahan
Tanah digemburkan dengan di cangkul/di bajak sedalam 20 cm–30 cm.
Sebelumnya campurkan pupuk kandang dari kotoran ayam dengan
menggunakan trichoderma sp. Fungsi dari Trichoderma sp sebagai organisme
pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan
tanaman. Trichoderma sp dapat menghambat pertumbuhan serta penyebaran
racun jamur penyebab penyakit bagi tanaman seperti cendawan
Rigdiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Fusarium
monilifome, sclerotium rolfsii dan cendawan Sclerotium rilfisil. Trochoderma sp
ditambahkan 100 gram ke dalam 20-50 kg pupuk kandang ayam. Kemudian
tebarkan kotoran ayam yang telah di campur Trichoderma sp sebanyak 5 ton/ha,
kemudian dibuat bedengan dengan tinggi 25 cm – 30 cm, lebar  bedengan  85
cm – 95 cm, jarak bedengan  50 cm–60 cm.
Permukaan bedengan dibuat melengkung  agar mulsa dapat menutupi
bedengan dengan rapat. Kemudian pasang mulsa pada bedengan  dengan
ukuran  110 cm – 120 cm. Mulsa berfungsi untuk menjaga kelembaban tanah,
mengendalikan pertumbuhan gulma, mengurangi resiko terhadap hama dan
penyakit memantulkan cahaya matahari ke buah/tanaman agar tetap bersih dari
embun dan air hujan.
Penyemaian Benih Terong
Benih yang baik untuk budidaya terong memilki daya tumbuh di atas
75%. Dengan benih seperti itu, kebutuhan benih untuk satu hektar mencapai
300-500 gram. Sebelum ditanam di lahan terbuka, benih terong sebaiknya
disemaikan terlebih dahulu.
Wadah semai yang perlu disediakan adalah kotak kayu, atau polybag
berukuran 10 x 12 cm² (berdiameter 5 cm) atau gelas aqua yang sudah dilubangi
bagian bawah sisi kiri dan kanan sebanyak 3-4 lubang. Masukan media semai
berupa campuran tanah dan pupuk kandang/kompos dengan perbandingan 1:3
kedalam wadah persemaian. Bila tanahnya berliat bisa ditambah pasir.
Sebelum disemai, biji/benih terung direndam dahulu di dalam air hangat
(50°C) selama 1 jam. Kemudian biji/benih yang sudah direndam dibenamkan di
dalam media semai kotak kayu dengan jarak 1-3 cm. Bila menggunakan polybag
atau gelas aqua biji dibenamkan 1-2 biji per polybag atau per gelas aqua. Tutup
biji dengan lapisan tanah tipis atau kompos.
Biji yang telah dibenam disiram sampai basah kemudian ditutup dengan
daun pisang selama 3-5 hari. Wadah tersebut diteduhkan di rumah persemaian.
Penyiraman dilakukan setiap hari. Bila bibit terung sudah berumur 6 minggu
(1,5 bulan) atau sudah memiliki daun 4-5 helai, bibit tersebut sudah siap untuk
ditanam di bedengan.
Penanaman Terong
Penanaman dilakukan setelah tanah lokasi bibit sudah disiram terlebih
dahulu. Dalam hal ini penanaman sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari.
Adapun Langkah-langkah dalam penanaman yakni :
Genangi parit dengan air setinggi bedengan, kemudian kurangi air
hingga ½ dari tinggi bedengan.
Lubangi mulsa dengan jarak 50 cm X 60 cm,
Masukan bibit yang sudah berumur 25 hari  atau sudah berdaun 4 helai
kedalam lubang mulsa,
Bila bagian bawah polybag sudah berlubang langsung masukan bibit
beserta polybagnya atau di robek agar akar dapat berkembang ketanah.
Kemudian tutup dengan sedikit tanah dan padatkan.
Pemupukan Terong
Pemupukan Dasar  
Pemupukan ini dilakukan pada saat olah tanah sebelum bedengan
dikerjakan, agar pupuk dasar terpendam dalam bedengan. Komposisinya :
Phonska 120 kg/ha,  ZA 150 kg/ha, phospat 100 kg/ha.
Pemupukan Lanjutan 1
Pemupukan ini dilakukan pada saat tanaman umur 7 hst – 30 hst, dengan
cara  campuran air dan pupuk dikocorkan kelubang  tanaman dengan takaran
200ml – 250 ml setiap lubang tanaman. Komposisi : NPK  35 – 45 kg/ha,
insektisida berbahan aktif karbofuran 7kg/ha.
Pemupukan ini dilakukan 1 minggu sekali. Untuk pemupukan minggu 2,
3, dan 4, sudah tidak memakai  Insektisida,  fungsi  insektisida  untuk
membasmi  hama yang ada didalam tanah.
Pemupukan lanjutan 2
Pemupukan dilakukan pada saat tanaman umur 30 hst dan seterusnya . 
komposisi : NPK  280 kg/ha atau campuran Phonska + ZA  300 kg/ ha. Cara
pemupukan : tanah ditugal sedalam 5 cm pupuk dimasukan kedalm lubang
kemudian ditutup dengan tanah. Jarak pupuk dengan batang tanaman sekitar 5
cm. pemupukan dilakukan dengan interval 7- 10 hari.
Pemeliharaan Tanaman Terong
Supaya tanaman terong dapat berkembang dan tumbuh dengan baik dan
maksimal perlu dilakukan pemeliharaan yang intensif. Berupa
Penyulaman/penggantian tanaman yang mati akibat baru diambil dari
pemindahan, lakukan diawal masa tanam. Penyiangan dan pembersihan gulma
yang dilakukan 2 minggu sekali.  Pada waktu musim hujan tidak diperlukan
penyiraman, Waktu musim kemarau penyiraman dilakukan 1 hari 2x pagi dan
sore atau apabila tanah bedengan terlihat kering dan juga setelah pemberian
pupuk. Caranya  parit dialiri air 1/2 dari tinggi bedengan. Pemasangan tajuk
dilakukan ketika tanaman berumur 7  hst. Tinggi tajuk 150 cm–200 cm.
Pemasangan tajuk berfungsi  agar batang dan daun dapat berkembang dengan
baik dan tidak roboh.
Pemangkasan/perempelan dilakukan mulai tunas-tunas liar yang tumbuh
mulai dari ketiak daun pertama hingga bunga pertama atau batang yang
bercabang kembar.
Hama Dan Penyakit Terong
Hama yang menyerang tanaman terong antara lain : Kumbang Daun
(Epilachna sp), Kutu Daun (Aphis gossypii Glover), Tungau (Tetranynichus sp),
Ulat Tanah ( Agrotis ipsilon Hufn), Ulat Grayak (Spodoptera litura F.),. Ulat
Buah (Helicoverpa armigera Hubn), Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulzer),
Lalat Buah (Bactrocera sp.), thrips (Thrips parvispinus Karny). Pengendaliannya
disemprot dengan insektisida berbahan aktif : abamectin, klorpenapir,
imidakloprit.
Penyakit tanaman ini antara lain : Layu Bakteri, Busuk Buah, Bercak
Daun, Antraknose, Busuk Leher Akar, Rebah Semai, Mosaik, Busuk Daun,
Penyakit Tepung. Pengendalian penyakit ini semprot dengan fungisida berbahan
aktif : mankozeb, iprodium, Streptomisin sulfat, Klorotalonil, benomil.  
Pemanenan Terong
Tanaman terong  mulai dapat di panen umur 45 hst. Buah yang siap
dipetik berwarna hijau pudar/keputih putihan untuk yang terung hijau dan ungu
agak pudar untuk terung ungu. Panen dilakukan dengan interval 3-4 hari. Panen
dapat dilakukan sampai 24x panen dalam satu kali budidaya, tergantung jenis,
musim, varietas dan perawatan.
HIDROPONIK TANAMAN TERONG
Tanaman terong memiliki banyak manfaat, oleh karena itu banyak
masyarakat yang suka. Selain rasanya yang enak, terong juga dapat di gunakan
sebagai obat. Karena kandungan antioksidan, vitamin dan zat besi yang tinggi di
dalam buahnya. Berikut beberapa langkah cara menanam terong hidroponik.
1. Pemilihan Benih Terong yang Berkualitas
Langkah awal sebelum menanam terong hidroponik adalah memilih
benih yang berkualitas untuk ditanam. Bibit terong hidroponik bisa anda
dapatkan dari toko pertanian atau dari petani lokal yang mempunyai tanaman
terong. Benih yang bagus berasal dari tanaman terong yang subur dan
buahnya tua, jika anda mendapat terong dari petani lokal.
Jika anda membeli dari toko pertanian pilihlah benih yang kondisinya
bersih dan mengkilap, kadar air dalam cukup serta ukuran, bentuk dan warna
benih sama. Jika bibit anda dari petani lokal anda bisa melakukan seleksi
benih dengan cara merendam benih dengan air dan buang benih yang
terapung, bibit yang tenggelam berarti berkualitas baik.
2. Persiapan media untuk menanam terong
Cara menanam terong hidroponik yang kedua yaitu mempersiapkan
media tanam. Setelah memiliki benih yang siap untuk di tanam, sebelumnya
sediakan media untuk menanam terong hidroponik. Alat dan bahan yang anda
butuhkan untuk membuat media tanam adalah tanah, kompos, sekam padi,
pot atau polybag sediakan dua ukuran yaitu sedang dan besar, sekop dan juga
air.
Cara pembuatan media tanam terong ini mudah, anda hanya perlu
mencampur tanah dengan bahan lainnya sampai rata. Kemudian masukkan ke
dalam polybag ukuran sedang dan besar menggunakan sekop. Siram dengan
sedikit air sebelum anda gunakan media untuk menyemai benih.
3. Menyemai benih terong pada polybag
Menyemai benih terong merupakan Setelah media semai dan media
tanam siap, lakukan penyemaian benih terong hidroponik pada polybag
ukuran sedang. Sebelumnya rendamlah benih terong hidroponik
menggunakan air hangat selama 15 menit. Buatlah lubang kecil pada polybag
dengan jarak 1 senti meter. Kemudian letakkan benih terong hidroponik pada
setiap lubang yang anda buat dan tutup dengan pupuk kompos.
Setelah di tutup padatkan media tanam dalam polybag dengan cara
menekan bagian atas media. Jangan lupa letakkan media yang sudah berisi
benih di tempat yang terkena sinar matahari cukup dan siram dengan sedikit
air secara rutin pada pagi dan sore. Lakukan penyiraman dengan pelan dan
tunggu hingga benih tumbuh.
4. Pemindahan bibit terong ke media tanam
Setelah benih terong hidroponik tumbuh ditandai dengan terlihatnya
tunas atau beberapa daun yang masih muda. Menandakan terong hidroponik
ini siap untuk di pindahkan ke dalam media tanam yang lebih besar. Dalam
pemindahan terong hidroponik setelah di semai, satu polybag untuk satu
pohon terong.
Cara pemindahannya adalah dengan mencabut bibit terong hidroponik
dari tempat semai secara perlahan atau di angkat beserta media tanamnya.
Sebelum di pindah anda harus membuat lubang dengan kedalaman kurang
lebih 5 senti meter untuk menanam bibit terong. Siramlah dengan air
secukupnya setiap pagi dan sore.
5. Pemeliharaan tanaman terong hidroponik
Setelah terong hidroponik di tanam pada media baru, anda perlu
melakukan perawatan rutin agar anda memperoleh hasil panen yang baik.
perawatan pertama adalah siram tanaman anda setiap pagi dan sore secara
rutin agar kebutuhan airnya terpenuhi. Kemudian berikan pupuk secara
bertahap, gunakan pupuk organik agar lebih aman.
Lakukan pemeriksaan rutin untuk mencegah adanya hama atau
penyakit, pemeriksaan yang dilakukan adalah memeriksa daun terong apakah
di makan oleh ulat dan hama lain atau terjadi kerontokan. Jika anda
menemukan daun yang kering sebaiknya segera ambil dan buang.
Apabila anda menemukan tumbuhan terong anda layu atau kering
segera cabut dan buang agar tidak menular ke terong hidroponik yang lain.
selain itu jika ada rumput liar di sela – sela tanaman terong anda segera cabut,
agar nutrisi untuk terong tidak terbagi dengan rumput liar.
Selain itu, kadang diperlukan tiang penyangga ketika tanaman terong
hidroponik anda mulai berbuah. Pasang tiang penyangga dari bambu agar
tanaman tetap berdiri tegak dan buahnya tetap bagus. Anda dapat
memberikan nutrisi lain yang khusus untuk tanaman sayur hidroponik, supaya
sayuran anda tetap sehat dan berbuah lebat.
6. Panen terong hidroponik
Terong hidroponik dapat di panen ada usia kurang lebih 3 bulan.
Waktu yang tepat untuk panen adalah pagi dan sore hari setiap 3 hari sekali.
Buah terong tidak dapat bertahan lama oleh karena itu harus segera dipanen
jika sudah mulai usia panen.

PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN TERONG


Cara Ampuh Mengendalikan Hama Terong
1. ULAT GRAYAK
Pengendalian ulat grayak pada tanaman terong dapat dilakukan dengan cara
berikut :
 Rotasi tanaman Adalah menanam tanaman secara bergilir disuatu lahan
dengan jenis tanaman berbeda. Manfaat dari rotasi tanaman adalah dapat
meminimalisir gangguan ulat grayak.
 Membersihkan lahan dari gulma atau rumput liar
 Semprotkan Insektisida, jenis insektisida yang bagus untuk
mengendalikan hama ulat grayak sangat banyak salah satunya adalah
curacron
2. ULAT TANAH
Untuk mengendalikan ulat tanah sebenarnya hampir sama dengan ulat grayak,
bisa dengan cara rotasi tanaman, membersihkan gulma disekeliling tanaman,
dan menyemprotkan insektisida, serta mengambil secara manual hama ulat
tanah tersebut dan dimusnahkan.
3. ULAT PENGGEREK BATANG
Untuk mengendalikan ulat penggerek batang pada tanaman terong bisa
dilakukan dengan cara berikut :
 Lakukan sanita lahan/ membersihkan lahan
 Lakukan penyemprotan insektisida yang berbahan aktif metomil dan
dicampur dengan insektisida yang berbahan aktif profenofos.
4. KUTU DAUN
 Rotasi tanaman Adalah menanam tanaman secara bergilir disuatu lahan
dengan jenis tanaman berbeda. Manfaat dari rotasi tanaman adalah dapat
meminimalisir gangguan ulat grayak.
 Membersihkan lahan dari gulma atau rumput liar
 Semprotkan Insektisida, jenis acarisida seperti curacron, alfamex,
bamex , demolish.
5. KUTU KEBUL
 Rotasi tanaman Adalah menanam tanaman secara bergilir disuatu lahan
dengan jenis tanaman berbeda. Manfaat dari rotasi tanaman adalah dapat
meminimalisir gangguan ulat grayak.
 Membersihkan lahan dari gulma atau rumput liar
 Semprotkan Insektisida, jenis acarisida seperti curacron, alfamex,
bamex , demolish.
KESIMPULAN
Kombinasi enzim 0,5% selulase Onozuka RS + 0,5% macerozim R-10 +
0,05% MES + 9,1% manitol dalam larutan CPW pada pH 5,5-5,6 dapat
mengisolasi protoplas terung varietas Kopek, Medan, dan Dourga dengan
jumlah mencapai 105. Inkubasi kultur tanpa cahaya pada media KM8P dan
VKM + 0,2 mg/l 2,4-D + 0,5 mg/l zeatin + 1 mg/l IAA dapat mendorong
pembentukan dinding sel dan pembelahan protoplas membentuk koloni sel.
Pengenceran media penaburan dengan media dasar yang sama dengan
penambahan 0,1 mg/l 2,4-D + 2 mg/l BAP dapat mendorong per- tumbuhan sel
membentuk mikrokalus.
Penambahan 2 mg/l zeatin pada media regenerasi (VKM dan KM8P)
menghasilkan 13 tunas pada varie- tas Kopek dan 2 tunas pada varietas Medan
dengan efisiensi keberhasilan masing-masing 86,67% dan 50%. Total regeneran
yang dihasilkan mencapai 21 tunas, terdiri atas 18 regeneran kultivar Kopek dan
3 regeneran kultivar Medan.
DAFTAR PUSTAKA
Binding, H., R. Nehls, O. Schieder, K. Sopory, and G. Wenzel. 1978. Regeneration of
mesophyl protoplasts isolated from dihaploid clones of Solanum tuberosum.
Physiol. Plant. 43: 52-54.
Datta K., I. Potrykus, and S.K. Datta. 1992. Efficient fertile plant regeneration
protoplast of indica rice breeding line IR72 (Oryza sativa L.). Plant Cell Report 11:
229-233.
Evans, D.A. and W.R. Sharp. 1986. Somaclonal and gametoclonal.
p. 97-132. In D.A. Dian, W.R. Sharp, V.P. Ammirato, and
Y. Yamada (Eds.). Hand Book of Plant Cell Culture I. Mc Millan Pub. Co., New York.
Gleba, Y.Y. and L.R. Shlumukov. 1990. Somatic hybridization and cybridization. p.
316-345. In S.S. Bhojwani (Ed.). Plant Tissue Culture: Application and limitation,
Development in Crop Science 19. Elsevier, Amsterdam.
Gosch, G., Y.P.S. Bajaj, and J. Reinert. 1975. Isolation, culture and fusion studies from
different species. Protoplasma 85: 327-336.
Grosser, J.W., F.G. Gmitter, J.R.N. Tusa, and T.L. Chandler. 1990. Somatic hybrid
plants from sexually incompatible woody species: Citrus reticulata and Citropsii
gilletiana. Plant Cell Reports. 8: 658-659.
Hardiansyah dan D. Briawan. 1990. Penilaian dan perencana- an konsumsi pangan.
Skripsi Jurusan Gizi Masyarakat dan Sekeluarga. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Karamian, R. and H. Ebrahimzadeh. 2001. Plantlet regenera- tion from protoplast-
derived embriogenic calli of Crocus canellatus. Plant Cell, Tissue Organ Culture 65:
115-121.
Margara, J. 1982. Gonslagen van Vegetative Vermerdering. Nederlands Vereninging
van Plantecel en Weefselkweek (NVPM), Wageningen. p. 23-26.
Milam, S., L.A. Payne, and G.R. Mackay. 1995. The integra- tion of protoplast
fusion-derived material into a potato breeding programme: A review of progress and
problems. Euphytica 85: 451-455.

Anda mungkin juga menyukai