PENDAHULUAN
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Bab 1 Tipe Kultur Jaringan Tanaman
Bab 2 Desain dan Peralatan Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman
Bab 3 Preparasi dan Komposisi Media Nutrisi
Bab 4 Preparasi Eksplan
Bab 5 Propagasi In Vitro
Bab 6 Keragaman Genetik In Vitro
Bab 7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Morfogenesis
Bab 8 Teknik Aseptik dan Penggunaan Antibiotika
Bab 9 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Bab 10 Kultur Kalus dan Keragaman Somaklonal
Bab 11 Produksi Tanaman Bebas Virus
Bab 12 Produksi Tanaman Haploid Melalui Kultur Anter
Bab 13 Kultur Embrio
Bab 14 Teknik Sitologi untuk Kultur Jaringan
Bab 15 Metabolit Sekunder
Bab 16 Konservasi Plasmanutfah Secara In Vitro
Bab 17 Transfer Dari Media Nutrisi Ke Tanah (Aklimatisasi)
Terminologi Kultur Jaringan
Mikropropagasi
Kalus, organogenesis
Embriogenesis
Kultur meristem Direct
Grafting In vitro
Kultur Anter/microspore
Teknologi Pemuliaan Tanaman
Keragaman somaklonal
Seleksi In vitro
Mutagenesis
Kultur haploid (1N)
Fusi protopla
Hibrida somatik
Teknologi Gen
DNA rerkombinan = GMO
Pemuliaan Klasik
Mutagenesis
Rekayasa Genetika
Biositesis
Bioreaktor
Prospek Kultur Jaringan Tanaman
Kultur jaringan dapat dikatagorikan merupakan teknik atau metode
baru dalam perbanyakan tanaman.
Tanaman pertama yang pertama kali diperbanyak secara besar-
besaran melalui teknik ini adalah anggrek.
Menyusul tanaman hias dan tanaman hortikultura lainnya.
Sedangkan yang terakhir adalah perbanyakan tanaman kehutanan.
Kecepatan perbanyakan melalui kultur jaringan sangatlah
mengagumkan.
Morel pada tahun 1964 memproyeksikan sebanyak empat juta
tanaman anggrek cymbidium per tahun dari satu pucuk yang sehat.
Murashige memproyeksikan 700.000 tanaman asparagus per
tahun.
Kultur jaringan pisang di Taiwan memproyeksikan kira-kira sejuta
tanaman per tahun.
Angka-angka tersebut merupakan jumlah yang tidak mungkin dicapai
dengan metode konvensional.
Prospek Kultur Jaringan Tanaman
Y = A n x B x F 1 x F2 x F3
HAPLOID METABOLIT
SEKUNDER
SUSPENSI SEL
TRANSFORMASI PROTOPLAS
FUSI PROTOPLAS
KULTIVAR BARU
Jenis-jenis /
Tipe Kultur Jaringan
KULTUR EMBRIO
a. merupakan isolasi dan pertumbuhan aseptik
embrio zigotik matur dan immatur yang bertujuan
mendapatkan tanaman yang viabel.
b. Mengatasi aborsi embrio karena hambatan
inkompatibilitas
c. Mengatasi dormansi biji dan self-sterility dari biji
(mendapatkan tanaman yang viabel setelah
persilangan sendiri)
d. Penyelamatan embrio pada hibridisasi jarak jauh
(interspecific or intergeneric) dimana
perkembangan endospermanya kurang baik
e. Mempersingkat siklus pemuliaan/ Mempercepat
siklus pemuliaan melalui pengkulturan in vitro bagi
embrio yang lambat berkembang
KULTUR MERISTEM
a. Merupakan isolasi dan
pertumbuhan aseptik
ujung tunas (shoot-tips)
atau merisem secara in
vitro
b. Produksi plasma nutfah
bebas virus
c. Produksi massal genotipe
yg diinginkan
d. Memfasilitasi pertukaran
Penggunaan Kultur Meristem untuk
plasmanutfah antar lokasi
Propagasi Klon Secara Massal
e. Kriopreservasi (cold (Pierik, 1987)
storage) atau konservasi
in vitro plasmanutfah
KULTUR KALUS
a. Merupakan induksi dan pertumbuhan aseptik kalus
(sekelompok sel yang tidak terorganisir) secara in vitro
b. Menghasilkan varian genetik baru yang berguna (variasi
somaklonal)
c. Penyaringan sel-sel secara in vitro bagi tipe-tipe yang
memiliki karakter berguna
d. Memproduksi produk kimia yang bermanfaat (metabolit
sekunder)
e. Regenerasi melalui embriogenesis somatik atau
organogenesis
Pembentukan PLB dan
regenerasi planlet pada
tiap tahap perkembangan
kalus Oncidium ‘Gower
Ramsey’.
(A) Kalus berbentuk granular
dan proembriogenesis. (B)
Regenerasi kalus terlihat
lebih kompak dan hijau (C)
Formasi PLB dan
pemunculan tunas setelah 2
bulan dikulturkan. (D) Tunas
setelah 4 bulan. (E)
Regenerasi setalah 6 bulan.
(F) Propagasi massal
tanaman dari kalus setelah 6
bulan pembentukan PLB
(bar = 1 mm pada A–E; 1 cm
pada F).
Fang-Yi Jheng, Yi-Yin Do, Yuh-Waan Liauh, Jen-Ping Chung, Pung-Ling Huang (2006)
KULTUR ANTER
a. Merupakan isolasi steril dan perkembangan kultur kalus
haploid dari polen secara in vitro.
b. Kultur anther adalah kultur yang diinisiasi dari seluruh
kepala sari. Produksi tanaman haploid
c. Produksi galu-galur diploid homozigot melalui
penggandaan kromosom, dg demikian mereduksi waktu
yg dibutuhkan untuk memproduksi galur inbred
d. Mengungkap mutasi atau fenotipe resesif
e. Seleksi bentuk-bentuk mutan
Teknik untuk mendapatkan tanaman homozigot adalah melalui
penanaman anther tanaman F 1 setelah dilakukan persilangan
dari tetua tanaman yang kita kehendaki. Kalus haploid yasng
terbentuk kemudian diseleksi. Tanaman homozigot diperoleh
melalui aplikasi kolkisin (penggandaan kromosom).
Tahapan kultur antter
gandum durum.
(A) Anter dari lapang pada
media induksi 3 minggu
setelah kutur menunjuk-
kan bakal embrio dan
kalus.
(B) Anter lain yang berasal
dari greenhouse.
(C) Berbagai anter dari
lapang.
(D) Kalus dari anter green
house.
(E) Kalus dari anter asal
lapang.
(F) Massa tunas dan akar
dari anter asal
greenhouse.
(G) Planlet albino.
(H) Planlet sehat pada media
regenerasi MS 8 minggu
setelah kultur awal.
(I) Tanaman kimera
KULTUR OVARI
a. Produksi tanaman haploid
b. Eksplan yg biasa digunakan untuk inisiasi kultur
embriogenik somatik
c. Mengatasi aborsi embrio hibrida pada tahap
perkembangan awal karena hambatan inkompatibilitas
d. Fertilisasi in vitro untuk memproduksi hibrida yang
berkerabat jauh mencegah inkompatibilitas stigma dan
stilus yg menghambat perkecambahan polen dan
pertumbuhan tabung polen
Regenerasi Tanaman A.
chinense melalui kultur
ovari:
(a) bunga; (b) potongan ovari; (c)
organogenesis setelah 4 minggu;
(d) inisiasi tunas setelah 5
minggu; (e) pembentukan tunas
setelah 8 minggu; (f) (g)
pebentukan bulblet pada bebera
tunas; (h) pembungaan in vitro .
KULTUR PROTOPLASMA
Mikropropagasi
Penggunaan Kultur Kalus untuk Seleksi Tanaman Toleran
terhadap Herbisida
Kultur Anter
Tanaman Haploid
Induksi poliploidi
Introduksi keragaman genetik
Pembungaan in vitro
Biosintesis
Bioreaktor
History of plant tissue culture
•
Morel (1960) : mikropropagasi
Melchers (1978) : fusi protoplas “Pomato”
Nickell
Produksi metabolit sekunder
* *
laminar flows
Beberapa Istilah dalam Kultur
Jaringan
DESAIN &
FASILITAS
LABORATORIUM
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Laboratorium Kultur
Jaringan
Agar pelaksanaan kultur jaringan dapat
berjalan dengan baik, maka diperlukan
laboratorium dengan segala fasilitasnya.
1. Gelas piala
2. Labu ukur
3. Erlenmeyer
4. Gelas ukur
5. Petridish
6. Tabung reaksi
7. Botol kultur
Ruang cuci
1. Autoklaf
2. Bak cuci
3. Rak-rak
4. Ala cuci otomatis
5. Bahan-bahan pembersih (Bayclin dll)
6. Deterjen
7. Alat-alat pembersih (Gundar, spon
dll)
8. Kompor Gas
Ruang Isolasi dan Penanama
1. LAFC
2. AC
3. Mikroskop
4. Bunsen
5. Kertas saring
6. Petri dish
7. Gunting, pisau, pinset
8. Peralatan sterilisasi kering
Sentrifus kecepatan rendah
Sodium hipoklorit
Tissue
Alkohol
Spiritus
Ruang penyimpan bahan-bahan
kimia
1. Lemari
2. Kulkas
3. Timbangan analitik 0,01 g
Ruang lain-lain
PREPARASI &
KOMPOSISI MEDIA
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Pendahuluan
Tingkat keberhasilan kultur sel atau kultur jaringan
tanaman sangat ditentukan oleh media yang
digunakan
Media nutrisi yang digunakan dalam kultur jaringan
biasanya terdiri atas garam-garam inorganik,
sumber karbon (karbohidrat), viamin, zat pengatur
tumbuh
Komponen-komponen lain seringkali ditambahkan
untuk tujuan tertentu seperti senyawa-senyawa
nitrogen organik, senyawa-senyawa asam
trikarbosilat dan ekstrak tanaman.
Nutrisi penting pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Tanaman tidak akan mampu hidup tanpa
ada air dan nutrisi mineral, in vivo, maupun in vitro
tidak sepenuhnya autotrof.
Faktor fisik juga penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan
tanaman in vitro dan in vivo.
Faktor-faktor fisik tersebut memiliki
efek terhadap proses-proses fisiologis,
seperti pengambilan air dan mineral,
evapotranspirasi, fotosintesis,
respirasi dan pertumbuhan
Faktor penting lainnya yang menentukan
pertumbuhan in vitro adalah kelompok senyawa
organik yang termasuk zat pengatur tumbuh.
Senyawa kimia tersebut hanya dibutuhkan dalam
konsentrasi rendah.
Zat pengatur tumbuh seperti, sitokinin dan auksin
mengatur perkembangan organ jaringan yang
ditumbuhkan secara in vitro.
Zat pengatur tumbuh juga sangat penting untuk
perkembangan struktur perkembangan embrio
dalam kultur suspensi dan kultur kalus.
Pengetahuan mengenai kebutuhan media dan
kebutuhan metabolisme dalam kultur jaringan
sangatlah berharga, bukan hanya untuk
menentukan tipe media yang akan digunakan, tetapi
juga bagaimana mempersiapkan media tersebut.
Komposisi Media
a.Gula (sakarosa) : 1 – 2 - 4%
b.Garam makro(MS) : 1/4 - ½ - 1
c.Auksin(misalnya IBA : 0.01 - 0.5 - 5.0 mg/L
d.Sitokinin(misanya BAP: 0.01 - 0.5 - 5.0 mg/L
Masing-masing komponen dari 4 kelas
komponen yang diuji terdiri atas tiga
konsentrasi sehingga akan diperoleh 81
kombinasi untuk mendapatkan konsentrasi
yang optimal.
Selanjutnya sangatlah perlu untuk untuk
melakukan percobaan yang lebih kritis.
Sebagai contoh, dari hasil penelitian
pertama diperoleh bahwa 0.5 mg/L
merupakan konsentrasi auksin yang
optimal.
Untuk memperoleh konsentrasi auksin yang
lebih kritis lagi, maka perlu diuji dalam
selang konsentrasi yang lebih kecil
yaitu:0.05-0.1-0.3-0.8-1.0-1.8 mg/L
Wadah(Botol)Kultur
Kultur in vitro dapat dilakukan dengan mengunakan
wadah berbahan baku plastik atau gelas /kaca.
Bentuk dan ukuran wadah juga sangat bervariasi.
Wadah gelas memiliki beberapa keuntungan, seperti
dapat lebih lama digunakan dan tahan diotoklaf.
Wadah terbuat dari plastik biasanya hanya digunakan
sekali dan kebanyakan tidak diotoklaf.
Wadah plastik yang tahan otoklaf harganya relatif mahal.
Lama pengunaanya wadah kultur tergantung pada
resistensi terhadap panas(otoklaf) dan terhadap
deterjen (bahan pencuci).
Pengunaan wadah plastik juga dapat merugikan, karena
dapat mengakumulasi etilen yang dapat meruak
eksplant/planlet.
Pemilihan wadah kultur berbahan baku
gelas juga bergantung pada bermacam-
macam penelitian yang dilakukan.
Untuk penelitian-penelitian , seperti
protoplas, kultur sel tunggal, dan kultur
meristem disarankan untuk menggunakan
Pyrex.
Perlu diketahui bahwa beberapa wadah
gelas plastik dapat bersifat toksik, kerena
mengeluarkan senyawa toksik (misalnya
arsenik) ke dalam media.
Untuk kebutuhan partikal, tidak diperlukan wadah
gelas seperti Pyrex.
Wadah glas yang lebih murah dapat dignakan tanpa
mengakibatkan kerusakan.
Untuk kebutuhan yang sama , wadah plastik juga dapat
digunakan.
Perlu diperhatikan bahwa wadah plastik seringkali
tertutup dengan rapat. Hal tersebut dapat
mengakibatkan akumulasi etilen dan CO2 yang
berlebihan.
Wadah gelas seringkali digunakan dalam kultur
jaringan.
1. Tabung reaksi
2. Cawan petri
3. Botol erlenmeyer
4. Botol bekas jeli, jus, atau bahan lainnya.
Pada laboratorium kultur jaringan
komersial, khususnya untuk perbanyakan ,
seringkali menggunakan wadah pastik.
Apabila wadah plastik tidak diotoklaf, maka
sterilisasinya dilakukan dengan
memasukkan wadah tersebut kedalam
kantung plastik (tanpa media) dan
disterilisasi dengan menggunkan sinar
gamma.
Selanjutnya media yang telah
disterilisasikan ke dalam wadah yang sudah
steril di dalam laminar air flow cabinet.
Ukuran dan bentuk wadah juga memiliki
konsekuensi yang tinggi.
Contoh: penggunaan tabung reaksi dan cawan
petri.
Tabung reaksi memiliki volume yang luas dan
area permukaan yang sangat kecil, sehingga
proses aerasi dan pengeringan sangat kecil.
Dengan demikian , tingkat kontaminasinya juga
rendah.
Sebaliknya, cawan petri memilki volume yang
kecil dan memilki area permukaan yang luas.
Akibatnya , kontaminasi relatif tinggi.
Secara umum kultur dalam wadah yang
berukuran besar menghasilkan
pertumbuhan dan perkembangan lebih baik
dibandingkan dengan wadah berukuran
kecil.
Hal ini dapat disebabkan oleh: a. volumenya
luas, sehingga toksisitas (oleh etilen dan
CO2) dapat dihindarai dan atau b. tersedia
nutrisi yang lebih banyak.
Sebagai bahan penutup wadah kultur
dapat digunakan alumunium foil atau
plastik bening.
Beberapa wadah kultur memiliki tutup
botol plastik berulir.
Penggunaan tutup plastik mempunyai
keuntungan dalam manfaat cahaya.
Akan tetapi, penggunaan kurang
praktis
Preparasi Media
Media nutrisi tersusun atas sejumlah
senyawa kimia dan sering kali merupakan
campuran senyawa.
Untuk mencegah kontaminasi disarankan
untuk menggunakan spatula yang berbeda
untuk tiap senyawa yang akan digunakan.
Senyawa yang tersisa tidak dikembalikan ke
wadah penyimpanan.
Konsentrasi senyawa dapat disajikan
dengan berbagai cara, antara lain:
Persentase volume: Digunakan untuk air kelapa, jus
tomat, dan lain-lain, 5% air kelapa sama dengan 50 ml air
kelapa ditambahkan kedalam 950 ml air.
Persentase bobot:Digunakan bila menggunakan agar
atau gula; 2% gula sama dengan 20 g gula tiap 1000g
(liter) media nutrisi.
Molar: 0.01 sama dengan 1/1000 mol per liter (I mol =
gram bobot molekul). Serengkali digunakan untuk zat
pengatur tumbuh.
Miligram per liter (mg/L): 10-7 sama dengan 0.1 mg/L,
10-6 sama dengan 1 mg/l. Seringkali digunakan untuk
zat pengatur tumbuh.
Mikrogram per liter (mg/L) : 10-7 sama dengan 0.1 mg/L,
10-6 sama dengan 1 mg/l. Seringkali digunakan untuk
zat pengatur/l
Parts per milion(ppm): 1 ppm sama dengan I mg/l.
Sehubungan dengan hal diatas, konsentrasi senyawa
tertentu dalam media perlu dipertimbangkan. Untuk
tujuan tersebut, dapat dilakukan dengan dua cara:
Unit Bobot
Misalnya mg/l atau g/l. Di dalam literatur konsentrasi 1
mg/L ditulis dengan 10-3 dan konsentrasi 1 mg/L ditulis
10-6.
Demikian juga dengan ppm: 1 ppm ditulis 10-6 atau 1
mg/L.
Ahli fisiologis berpendapat bahwa penggunaan unit
bobot tidak dapat diterima, karena untuk
membandingkan aktivitas fisiologis tidak dapat
dilakukan dengan membandingkan 1 mg/L IAA dan 1
mg/L IBA.
Perbandingan yang betul adalah 1µM IAA dengan 1µM
IBA, karena 1µM IAA memiliki jumlah molekul yang sama
dengan 1µM IBA.
Hal ini disebabkan bobot molekul IAA dan IBA tidaklah
sama.
Untuk kebanyakan senyawa terutama zat pengatur
tumbuh disarankan untuk menggunakan konsentrasi
molar.
Konsentrasi
Molar(M), milimolar(mM), atau mikromolar (µM): Satu
molar larutan (M) mengandung jumlah gram yang sama
dengan bobot molekul; 1 milimolar (mM) = 10-3 M dan 1
mikromolar (µM) = 10-6 M = 10-3 mM
Konsentrasi dalam Molar ini seringkali digunakan dalam
kultur jaringan tanaman. Berikut ini disajikan contohnya:
Bobot molekul IAA = 175.18
1 M larutan IAA mengandung 175.18g/L
1 mM IAA mengandung 0.17518 g/L = 175.18 mg/L
1 µM larutan IAA mengandung 0.00017518 g/L =
0.17518 mg/L.
Untuk membandingkan dua media yang berbeda
dengan adil, maka sangat penting untuk menghitung
jumlah mg per liter dalam mM, seperti pada contoh
berikut in:
Perbandingan Dua Macam Media Kultur
Medium X Medium Y
1650 m/l NH4NO3 500 mg/l NH4NO3
1900 mg/l KNO3 500 mg/l KNO3
440 mg/l CaCl2.2H2O 347 mg/l Ca(NO3)2
PREPARASI
EKSPLAN
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Eksplan
Eksplan adalah sepotong jaringan tanaman
yang diletakkan pada media kultur jaringan.
Eksplan dapat berkembang menjadi kalus
sebagai respon dari pelukaan yang
mengandung sel-sel yang aktif membelah
yang tidak terorganisir.
Kalus dapat juga diproduksi tanpa adanya
pelukaan, yaitu melalui perkecambahan
beberapa biji pada media yang mengandung
zat pengatur tumbuh, seperti 2,4-D.
Eksplan
Sel kalus lebih variatif dalam hal ukuran, bentuk,
pigmentasi, dan kadang-kadang ekspresi genetiknya.
Karakteristik sel-sel kalus adalah memiliki vakuola
sentral yang besar dan nukleus terletak pada bagian
tepi.
Sebaliknya sel-sel meristematik yang tidak
berdiferensiasi adalah isodiametrik, kecil, jarang
memiliki vakuola, sitoplasmik, dan memiliki nukleus
sentral yang besar.
Sel-sel meristematik kadang-kadang dapat diinisiasi dari
massa kalus dan menjadi daerah meristemoid. Dari
daerah meristemoid dapat muncul akar adventif, tunas
ad-ventif, atau embrio somatik adventif.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pemilihan Eksplan
Umur fisiologis (ontogenik) yang akan
digunakan sebagai sumber eksplan
Musim pada saat eksplan diambil
Ukuran dan lokasi eksplan
Kualitas tanaman induk
Tujuan dari kultur sel
Umur Fisiologis Eksplan
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Teknik aseptik…….
Volume of Volume of
Minimum Minimum
medium per medium per
Autoclaving ---- Autoclaving
vessel vessel
(min)* (min)*
(ml) (ml)
25 20 500 35
50 25 1000 40
100 28 2000 48
250 31 4000 63
*Minimum autoclaving times include the time required for the medium to
reach 121 Degrees Celcius. Nevertheless, autoclaving times may vary due
to autoclave differences and may require your validation
Working
Sterilizing
Component Type Solvent Conc. Comments
Method
(mg/L)
ETOH /
2,4-D Autoclave 0.01-5.0
1N NaOH
Auxins 2-4 times less active than 2,
Picloram Autoclave Water 0.002-20.0
4-D
NAA Autoclave 1N NaOH 0.1-10.0
Calcium
Filter
pantothenate
Coconut Complex
Autoclave 10-20%
water Additive
Activated
Autoclave 0.2%
Charcoal
Degradation of sucrose into
Carbon Autoclave, D-glucose and D-fructose
Sucrose Water 2-3%
Source Filter may be inhibitory to some
cultures
Sterilisasi Bahan Tanaman
Bahan tanaman (eksplan) yang bebas
kontaminasi merupakan langkah awal dalam
keberhasilan kultur jaringan.
Bahan tanaman yang berasal dari lapang
mengandung berbagai kontaminan, baik
dipermukaan luar maupun kontaminan internal.
Tingkat kontaminasi permukaan bahan tanaman
tergantung pada : (a) jenis tanaman; (b) bagian
yang dipergunakan; (c) morfologi permukaan;
(d) lingkungan tumbuh; (e) musim; (f) umur
tanaman; dan (g) kondisi tanaman.
Kultur nonsteril
PROPAGASI
IN VITRO
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Perbanyakan In Vitro
Metode in vitro memiliki beberapa keuntungan dibandingkan metode
konvensional, yaitu:
1. Kultur dimulai dari sepotong kecil tanaman (eksplan), setelah itu tunas-
tu-nas yang berukuran kecil diperbanyak. Sehingga digunakan
terminologi mikropropagasi. Ini berarti hanya perlu sedikit ruang untuk
menjaga dan memperbanyak sejumlah besar tanaman
2. Propagasi berlangsung dalam kondisi aseptik, bebas dari patogen. Sekali
saja tanaman bisa dikulturkan, maka tidak mungkin hilang karena
serangan pe-nyakit. Planlet yang dihasilkan pada akhirnya akan bebas
bakteri dan fungi
3. Metode kultur jaringan dapat digunakan untuk membebaskan tanaman
dari virus
4. Lingkungan pertumbuhan tanaman da-pat diatur
5. Mampu menghasilkan klon tanaman yang secara secara konvensional sulit
diperbanyak secara vegetatif
6. Produksi tanaman dapat dilakukan sepanjang tahun, tidak bergantung
musim
7. Bahan tanaman dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama
8. Efisien dalam penggunaan tenaga kerja
Perbanyakan In Vitro
Metode in vitro memiliki beberapa kerugian, yaitu:
KERAGAMAN
GENETIK IN VITRO
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Penyebab Keragaman
Tanaman-tanaman yang dihasilkan melalui
mikropropagasi secara genetik sama dengan
tanaman induknya.
Akan tetapi, dari hasil penelitian diperoleh bahwa
ada populasi dari klon tanaman yang berbeda
diban-dingkan induknya.
Derajat keragaman tanaman in vitro biasanya tidak
lebih besar bila dibandingkan mutasi yang terjadi
pada propagasi konvensional (makropropagasi).
Penyebab Keragaman
Keragaman genetik pada populasi tanaman yang
dihasilkan melalui mikropropagasi dapat terjadi karena:
1. Tingginya laju multiplikasi. Bila eksplan tunas yang
ditanam pada kultur ujung tunas terdiri atas beberapa
varian, maka melalui subkultur berulang varian
tersebut akan dengan cepat menjadi banyak.
Sehingga planlet off type yang dihasilkan akan banyak
juga. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam
mereinisiasi kultur dari induk dengan interval waktu
tertentu.
2. Penggunaan teknik yang tidak sesuai. Varian dapat
diperoleh melalui multiplikasi tanaman secara in vitro
yang akan menghasilkan perubahan genetik
Penyebab Keragaman
Pada keadaan normal, perbanyakan vegetatif
tanaman akan menghasilkan klon tanaman yang
merupakan duplikat atau merupakan kopi dari
tanaman induknya.
Keragaman genetik dalam hal ini biasanya sangat
tidak diinginkan.
Sebaliknya, variasi genetik amat diinginkan untuk
seleksi galur sel dalam upaya meningkatkan
kapasitas sintesis metabolisme sekunder atau
sebagai sumber mutan tanaman dalam program
pemuliaan tanaman.
Keragaman Genetik
Modifikasi Genom.
PERTUMBUHAN &
MORFOGENESIS
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Pertumbuhan dan Morfogenesis
Pertumbuhan dan morfogenesi tanaman secara in
vitro dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Genotipe
2. Media kultur
3. Lingkungan fisik
4. Fisiologi jaringan eksplan
Faktor Genotipe
Genotipe dari sumber bahan tanaman yang
digunakan kerapkali amat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan morfogenesis secara in vitro.
Komposisi media dan lingkungan fisik yang
dibutuhkan kerapkali berbeda, baik untuk satu
genus dengan genus lain, atau antara satu species
tanaman tertentu dengan species tanaman yang
lain.
Kerapkali juga dijumpai kebutuhan yang berbeda
antara varietas yang memiliki karakter/sifat yang
dekat
Faktor Genotipe
Inisiasi Kultur
Keberhasilan inisiasi kultur antara lain ditentukan oleh
daya tahan eksplan (bahan tanam) terhadap perlakuan
sterilisasi (sterilisasi permukaan).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa beberapa species
Eucalyptus marginata memiliki ketahanan yang berbeda
terhadap sterilisasi yang berbeda.
Pada beberapa kultivar peach juga diperoleh adanya
perbedaan ketegaran tunas yang dihasilkannya.
Sedangkan pada tanaman kentang, meskipun daya
multiplikasi tunasnya hampir sama, akan tetapi terjadi
perbedaan pola inisiasi tunasnya.
Faktor Genotipe
Pertumbuhan Kalus
Ada juga tanaman yang secara in vivo sulit membentuk tunas secara
langsung (dari jaringan daun, petiol, batang, atau bagian pedikel
bunga dan tunas bunga yang muda), akan tetapi pembentukan tunas
secara in vitro jauh lebih mudah.
Hal ini terjadi pada tanaman Chrysanthemum morifolium.
Pembentukan tunas secara langsung biasanya terjadi pada tanaman
dikotil. Hal tersebut sangat jarang terjadi pada tanaman monokotil.
Kemampuan pembentukan tunas juga ditentukan oleh bagian
tanaman yang digunakan sebagai eksplan.
Species tanaman yang berbeda juga menunjukkan kemampuan
pembentukan akar yang berbeda. Setiap species tanaman
membutuhkan nutrisi dan lingkungan fisik yang berbeda.
Pembentukan akar juga dipengaruhi oleh juvenilitas eksplan.
Faktor Genotipe
Morfogenesis Secara Tidak Langsung
Ekspresi Genetik
Ekspresi Genetik
FAKTOR LINGKUNGAN
YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Ruang Kultur
Ruang kultur (ruang inkubasi) harus
dilengkapi dengan cahaya dan suhu
yang dapat dikontrol
Satu ruang kultur tidaklah memadai
terutama bila bekerja dengan berbagai
species yang memiliki kebutuhan suhu
yang berbeda
Untuk pengatur suhu dilakukan
dengan AC dan untuk pengatur cahaya
digunakan lampu neon.
Untuk negara subtropik diperlukan
alat pemanas ruangan
Posisi rak kultur harus tidak
mengganggu ventilasi yang
mengakibatkan kekurangan oksigen
dan CO2 untuk respirasi dan
fotosintesis
Lampu neon diletakkan di bawah rak
atau di atas kultur, cahaya lebih
seragam tetapi suhu lebih tinggi
Lampu neon diletakkan diantara rak
secara sentral, suhu tinggi dapat
dihindari tetapi iradiasi menjadi
kurang baik.
Sulit untuk menentukan apakah kultur
akan ditumbuhkan pada kondisi gelap
atau terang ?.
Kultur akan ditumbuh pada suhu
rendah atau tinggi ?.
Untuk memutuskan keadaan tersebut
adalah dengan mencobakan secara in
vitro.
Faktor fisik
Cahaya merupakan masalah yang
rumit : panjang hari, intensitas cahaya
dan kualitas cahaya.
Panjang hari yang umum digunakan 12
– 16 jam per hari, meskipun ada kultur
yang diberi cahaya terus menerus.
Pada beberapa kasus pertumbuhan
dilakukan pada keadaan gelap terus
menerus seperti eksplan yang
mengalami pencoklatan atau kalus.
Pada dasarnya panjang hari yang
terbaik secara in vitro akan sama
dengan pertumbuhan stek atau
tanaman utuh.
Iradiasi
Iradiasi memiliki informasi yang lebih
banyak, iradiasi yng tinggi biasa
terjadi di lapang atau pada fitotron
(300 – 700 µmol m-2 s-1) tanpa kecuali
akan merusak pada kultur in vitro.
Pertumbuhan umumnya berlangsung
pada iradiasi 80 – 150 µmol m-2 s-1
Lampu neon (mengeluarkan cahaya
UV) hampir selalu digunakan untuk
kultur in vitro.
Cahaya UV dapat menghambat
pertumbuhan tunas.
Pertumbuhan jaringan tembakau + IAA
lebih baik pada cahaya merah
daripada cahaya biru.
Pada beberapa kasus penggunaan
lampu sodium dengan tekanan tinggi
memberikan pertumbuhan yang cukup
baik.
Cahaya merah menstimulir
perumbuhan akar adventif.
Pertumbuhan kalus lebih baik pada
cahaya putih dan biru daripada cahaya
merah.
Suhu
Suhu biasanya diatur 24 - 28°C.
Suhu < 18°C dan > 28°C tergantung pada
species.
Suhu optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan in vitro umumnya 3 - 4°C > in
vivo.
Suhu rendah atau sangat rendah dapat
digunakan untuk menghentikan
pertumbuhan kultur in vitro (freezing).
Kelembaban
Sangat sedikit yang diketahui mengenai
kelembaban ruang inkubasi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
secara in vitro.
Kelembaban dalam tabung reaksi relatif
tinggi.
Kelembaban yang tinggi dalam ruang
inkubasi akan mengakibatkan tingginya
infeksi.
Air
Ketersediaan air (yang dapat dikintrol
melalui konsentrasi agar)
mempengaruhi vitrifikasi
Secara umum ketersediaan air hanya
berpengaruh kecil pada pertumbuhan
kultur
Oksigen
Aerasi yang baik merupakan faktor
penting untuk pertumbuhan sel,
jaringan, dll.
Pasokan oksigen pada tabung reaksi
dapat disokong melalui penggunaan
tutup metal, tidak menggunakan tutup
kapas dan menggunakan media cair.
Pembentukan organ, khususnya
pembentukan akar adventif disokong
oleh pasukan oksigen yang baik.
Pertumbuhan kalus juga disokong
melalui aerasi wadah kultur
Karbondioksida
Meskipun CO2 dapat digunakan sebagai
sumber karbon bagi kultur in vitro, akan
tetapi kenyataan sukrosa merupakan
sumber karbon yang lebih baik.
Penambahan CO2 in vitro tidaklah terlalu
memberipengaruh karena [CO2] dalam
tabung sangat tinggi
Fs in vitro < kondisi normal
Arus/Aliran Listrik
Apabila arus lemah (1µA) dilewatkan
diantara jaringan dan media kultur, akan
terlihat pertumbuhan kalus yang dramatik.
Efek tersebut bergantung pada arah arus,
bila kalus dibuat negatif maka laju
pertumbuhan meningkat 70 %.
Bila arus dibalik hanya sedikit pertambahan
pertumbuhan kalus
Komponen lain
Etilen, etanol, dan asetaldehid senyawa
yang didapatkan daam kultur in vitro.
Pengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tergantung konsentrasi,
jaringan dan species yang dikultur
Pada umumnya senyawa ini menghambat.
Kultur Jaringan Tanaman
KULTUR KALUS,
KULTUR SUSPENSI,
DAN SELEKSI IN VITRO
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Kalus……..?
Kalus pada dasarnya merupakan kumpulan
sel-sel yang tidak/belum terorganisir.
Secara alamiah kalus dapat muncul dari
pelukaan jaringan atau organ.
Pada banyak spesies tanaman pertumbuhan
dan perkembangan kalus dapat dirangsang
melalui pemberian zat pengatur tumbuh dan
media tertentu.
Kalus dapat terus dipertahankan dan
diperbanyak dengan pengaturan
media.
Pada kondisi tertentu dan kerapkali
secara spontan, kalus mampu
bergenerasi membentuk organ-organ
adventif dan /atau emrio.
Tiga Tahapan Kultur Kalus
E. Sutton, UC Davis
Diferensiasi
Organogenesis
Embriogenesis Somatik
Berbagai tipe organ (akar, batang, daun,
bunga) dan jaringan dapat digunakan
sebagai bahan awal pembentukan kalus
Bahan yang digunakan, umur dan posisi asal
bahan tanaman amat berpengaruh terhadap
proses pembentukan kalus, sekaligus
mempengaruhi pembentukan organ.
Respon pembentukan kalus pada tanaman
monokotil berbeda dibandingkan tanaman
dikotil.
Hal ini mengakibatkan perlunya
penambahan auksin sebagai stimulus untuk
induksi kalus.
Karena amat sulit untuk membentuk kalus
pada tanaman monokotil, maka kerapkali
digunakan emrio, bibit atau bunga muda
untuk bahan awal inisiasi kalus.
Umumnya tanaman memerlukan tambahan zat
pengatur tumbuh untuk menginisiasi kalus.
Zat pengatur tumbuh eksogen yang dibutuhkan
sangat bergantung pada genotipe dan
kandungan zat pengatur tumbuh endogen.
Untuk inisiasi kalus kebanyakan tanaman
memerlukan auksin, tanaman lain memerlukan
auksin dan sitokinin, atau sitokinin saja.
Komponen lain seperti sumber dan konsentrasi
karbohidrat, senyawa aditif media (cesein
hydrolysate, malt extract, air kelapa dll.) amat
penting dalam pembentukan kalus.
Kultur Kalus
Setelah induksi , kalus selanjutnya
ditumbuhkan pada media baru.
Subkultur pertama biasanya dilakukan
pada media solid dengan kondisi
pertumbuhan sama seperti untuk
induksi kalus. Hanya saja konsentrasi
auksin dan sitokininnya lebih rendah.
Jaringan kalus yang berasal dari spesies
tanaman yang berbeda akan memiliki
struktur dan pertumbuhan kalus yang
berbeda juga.
Warna dan kekerasan kalus juga
berbeda.
Pertumbuhan kalus pada tanaman yang
sama juga seringkali berbeda
bergantung pada posisi asal eksplan dan
kondisi pertumbuhan.
Kultur kalus pada media solid umumnya
lebih lambat dibandingkan media cair
(dengan di shaker).
Laju pertumbuhan yang berbeda dapat
disebabkan oleh kontak antara kalus
dengan media serta pengambilan
oksigen yang lebih baik pada media cair.
Pembentukan organ-organ adventif
dan/atau emrio somatik dapat terjadi
bergantung pada spesies tanaman dan
asal kalus muncul.
Kapasitas regenerasi jaringan kalus
dapat berkurang atau sama sekali hilang
jika pertumbuhan kultur berlangsung
terlalu lama. Sejauh ini tidak diketahui
penyebabnya.
Kalus biasanya lebih mudah untuk
beregenerasi menjadi akar adventif
dibandingkan tunas adventif.
Pembentukan akar biasanya berlangsung
pada media yang mengandung konsentrasi
auksin tinggi dan konsentrasi sitokinin
rendah.
Sebaliknya pembentukan tunas dapat terjadi
pada jaringan kalus yang ditumbuhkan pada
media yang mengandung konsentrasi auksin
rendah dan sitokinin tinggi.
Embrio yang dihasilkan dari kalus disebut
dengan embrio somatik.
Emrio somatik memiliki kemiripan yang amat
besar dengan embrio zigotik.
Sel-sel kalus yang akan membentuk embrio
seringkali berukuran kecil, sitoplasmanya
tebal, nukleus besar, nukleoli jelas, vakuola
kecil dan banyak mengandung butiran pati.
Perkembangan embrio dari sel-sel
embriogenik umumnya terjadi pada media
yang tidak mengandung auksin.
Embriogenesis sangat jarang
digunakan untuk tujuan propagasi.
Teknik ini seringkali digunakan untuk
menghasilkan mutan atau somaklon
yang digunakan untuk program
pemuliaan tanaman.
Kultur Suspensi
Kultur suspensi sel tanaman secara luas
digunakan sebagai model untuk
mempelajari lintasan motabolisme
sekunder, ekspresi gen, dan amat
berguna pada tahap seleksi in vitro dan
transfer gen.
Kebanyakan kultur suspensi diperoleh
melalui kelompok kalus yang diagitasi
pada media cair dengan komposisi media
yang sama dengan komposisi media
untuk pertumbuhan kalus.
Laju agitasi berkisar antara 30-150pm
Pada media tahap awal subkultur ke
media baru, kalus yang berukuran besar
sebaliknya dipisahkan menjadi kalus
yang berukuran kecil.
Untuk setiap kultur sel terdapat ukuran
minimal kalus, apabila dibawah ukuran
tersebut maka kultur tidak akan tumbuh
Jumlah sel pada kultur suspensi dapat
ditentukan/ dihitung dengan
haeomocytometer.
Seleksi In Vitro
Seleksi terhadap sel-sel yang dikulturkan dapat
menghasilkan mutan dalam jumlah yang amat
banyak.
Mutan-mutan yang dihasilkan umumnya
diseleksi untuk melihat tingkat resistensinya.
Sel-sel resisten dalam jumlah yang banyak
dapat diseleksi dengan melihat kemampuannya
untuk tumbuh pada media yang mengandung
inhibitor, sel-sel yang sensitif tertentu tidak
akan tumbuh.
Percobaan seleksi in vitro telah banyak
dilakukan untuk menghasilkan tanaman tahan
herbisida serta tanaman tahan kekeringan dan
kadar aram yang tinggi.
Prosedur seleksi sel-sel tanaman yang
resisten terhadap inhibitor melalui kalus
agak lebih sulit dibandingkan seleksi pada
tingkat sel.
Pada prosedur ini potongan kecil kalus yang
seragam (25-250mg bobot basah) diletakkan
pada media solid yang telah diberi
perlakuan inhibitor dengan konsentrasi
letal, subletal, dan borderline lethal.
Selama inkubasi, sel resiten biasanya
diketahui dengan melihat bagian yang
tumbuh lebih vigor.
Seleksi resistensi galur sel yang berasal
dari sel atau protoplas memilki beberapa
keuntungan.
Kultur protoplas dan kultur sel dapat
langsung disiapkan langsung dari
seluruh bagian tanaman.
Klon yang berasal dari galur sel yang
didapatkan dari seleksi dengan
menggunakan sel tunggal lebih pasti
hasilnya dibandingkan yang berasal dari
kultur kalus.
Kultur Jaringan Tanaman
KERAGAMAN
SOMAKLONAL
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Keragaman Somaklonal
Genetic Cause
Penyebab Fisiologis
Kondisi kultur
Penyebab Genetis
Change in DNA
Detection of altered fragment size by using Restriction
enzyme
Change in Protein
Loss or gain in protein band
Alteration in level of specific protein
Methylation of DNA
Methylation inactivates transcription process.
Penyebab Biokimia
Nitrogen metabolism
Antibiotic resistance.
Deteksi dan Isolasi Keragaman
Somaklonal
1. Analisis Karakter Morfologi
Karakter kualitatif: tinggi tanaman, waktu
pematangan, waktu pembungaa, luas daun
Karakter kuantitatif: hasil bunga, biji dan kandungan
wakx di berbagai bagian tanaman
PRODUKSI
TANAMAN BEBAS
VIRUS
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Infeksi Virus
Virus adalah paket kecil informasi genetik (RNA atau DNA) yang
merupakan benda asing bagi tanaman inang.
Tanaman-tanaman budidaya yang terinfeksi patogen selain
mengakibatkan penurunan vigor, kualitas, dan hasil panen juga
merupakan penghalang bagi pertukaran plasmanutfah
internasional.
Tidak seperti fungi dan bakteri yang menyerang tanaman,
penyakit akibat virus bersifat persisten dan tidak dapat diobati
dengan perlakuan pestisida.
Replikasi virus dalam tanaman inang memiliki pengaruh yang
amat besar.
Gejala-gejala yang muncul lebih banyak disebabkan oleh
kejadian-kejadian sekunder daripada oleh replikasi virus itu
sendiri. B
eberapa virus yang memiliki tingkat replikasi tinggi ternyata
hanya memunculkan gejala yang ringan, bahkan tanpa gejala.
Kadang-kadang manipulasi lingkungan atau penyemprotan zat
pengatur tumbuh dapat membantu memperbaiki/menghilangkan
gejala tanpa mereduksi replikasi virus.
Infeksi Virus
Hingga saat ini sudah dibuktikan bahwa virus tanaman tidak mengandung
enzim, toksin, atau senyawa lain yang terlibat dalam patogenisitas dan
mengakibatkan berbagai gejala pada inangnya.
Satu-satunya determinan penyakit tersebut adalah asam nukleat virus (RNA
atau DNA). Pada umumnya virus akan mengakibatkan penurunan
fotosintesis melalui penurunan jumlah klorofil per daun, efisiensi klorofil, dan
luas daun per tanaman. Kerapkali virus mengakibatkan penurunan jumlah
zat pengatur tumbuh endogen dalam tanaman dan sebaliknya meningkatkan
senyawa penghambat tumbuh. Fenomena lain pada tanaman terinfeksi virus
adalah adanya penurunan nitrogen terlarut pada saat sintesis virus. Di
samping itu, tanaman yang memunculkan gejala mosaik biasanya terjadi
penurunan jumlah karbohidrat pada jaringannya
Untuk meningkatkan keberhasilan eliminasi virus dari tanaman diperlukan
beberapa tahapan yang harus dikembangkan: a) metodologi untuk
mengidentifikasi tanaman yang terinfeksi virus harus tersedia (seperti ELISA
atau hibridisasi dot blot asam nukleat) dan b) teknik kultur jaring-an untuk
eliminasi virus harus dikembangkan (kultur tunas aseptik atau kultur kalus
embrionik).
Eliminasi Penyakit Melalui Kultur
Jaringan
Kultur Meristem
SAP
KULTUR HAPLOID
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Tanaman Haploid
Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai
jumlah kromosom sama dengan kromosom gamet.
Tanaman haploid memiliki banyak kegunaan dalam
penelitian genetika dan pemuliaan tanaman, antara
lain: pada keadaan monohaploid semua sifat dapat
ditampilkan (resesif/dominan), pada tingkat haploid
(mono/di) seleksinya jauh lebih mudah dibandingkan
tingkat ploidi yang lebih tinggi, penggandaan
monohaploid menghasilkan tanaman dihaploid
homozizot.
Penggandaan selanjutnya menghasilkan tetraploid
homozigot, hibridisasi seksual atau somatik tetraploid
x diploid menghasilkan tanaman triploid, kultur haploid
digunakan untuk menghasilkan tanaman super jantan
(asparagus), dan tanaman diploid dan tetraploid dapat
dirilis sebagai kultivar baru.
Tanaman Haploid
Telah diketahui banyak cara untuk mendapatkan
individu-individu haploid.
Pada sejumlah species, haploid terjadi secara
spontan.
Produksi individu haploid dapat dilakukan melalui
seleksi kembar (twin selection), persilangan
dengan species liar, dan melalui teknik in vitro.
Melalui teknik in vitro, haploid dapat diperoleh
melalui kultur anter, kultur polen, dan kultur ovul
bergantung kepada kemampuan kita untuk
mendapatkan jaringan dengan jumlah kromosom
haploid (n).
Haploid untuk Genetika dan
Pemuliaan Tanaman
Tanaman haploid dapat digunakan untuk mendeteksi
besarnya interaksi gen, keterkaitan, pendugaan jumlah gen
yang mempengaruhi ciri-ciri kuantitatif dan lokasi
Quantitative Trait Loci atau QTL.
Pada program pemuliaan tanaman kita dapat
menggandakan jumlah kromosom individu-individu tersebut
dan dengan segera dapat menghasilkan galur-galur
homozigot tanpa membutuhkan 6 – 8 generasi hasil
persilangan sendiri.
Dengan demikian penggunaan tanaman haploid dapat
mempercepat proses pemuliaan tanaman.
Berikut ini disajikan contoh program pemuliaan tanaman
Brassica napus.
Haploid untuk Genetika dan
Pemuliaan Tanaman
Pendekatan Konvensional
Biji F1
Tahun 2 Progeni F2
Anter F1
KULTUR EMBRIO
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Prinsip Dasar Kultur Embrio
Kultur embrio merupakan isolasi steril dan pertumbuhan
embrio muda atau embrio matang secara in vitro, yang
bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang viabel.
Hannig (1904) adalah ilmuwan yang pertama mendapatkan
tanaman viabel dari embrio Cruciferae secara in vitro.
Tahun 1924 dilakukan upaya pertama untuk memecah
dormansi embrio secara in vitro
Tahun 1929 upaya pertama untuk mengisolasi embrio Linum
yang gugur in vivo dan diselamatkan serta tumbuh hingga
matang secara in vitro.
Tahun 1932, Tuckey berhasil mendapatkan hormon tanaman
dari ribuan embrio yang gugur dari kultivar berbagai stone-
fruit.
Prinsip Dasar Kultur Embrio
Pada prinsipnya ada dua tipe kultur embrio, yaitu:
1. Kultur embrio muda yang berasal dari biji-biji yang
belum matang. Tipe kultur embrio ini terutama
digunakan untuk mencegah keguguran embrio (tahap
awal kematian embrio) dengan tujuan untuk
mendapatkan tanaman viabel. Tipe kultur ini amat sulit,
bukan hanya karena pekerjaan diseksinya, akan tetapi
juga karena kompleknya kebutuhan media nutrisi.
2. Kultur embrio matang yang berasal dari biji-biji yang
matang. Tipe kultur ini relatif mudah dan biasanya
digunakan untuk mengeliminasi penghambatan
perkecambahan biji. Penggunaan media yang
sederhana dengan agar dan gula serta mineral pada
tipe kultur ini umumnya sudah mencukupi.
Prinsip Dasar Kultur Embrio
Jika beberapa embrio muda in vitro dan in vivo di
bandingkan dimulai dari tahap globular, maka embrio in
vitro biasanya memiliki:
1. Pertumbuhanya lebih besar dan berbentuk pear
2. Ekpresi morfogenetik dihambat, tahap globular lebih
lama
3. Pada awalnya hanya terbentuk satu kotiledon (pada
tanaman dikotil), kemudian muncul dua kotiledon
secara simultan
4. Kemungkinan menunjukkan perkembangan
polikotiledon (lebih dari dua kotiledon) yang sangat
jarang terjadi secara in vivo
Embrio yang diseleksi secara in vitro biasanya
menunjukkan perkembangan yang cepat karena hilangnya
inhibitor bila kulit biji dihilangkan.
Teknik Kultur Embrio
Kultur embrio biasanya tidak akan menghadapi
masalah desinfeksi.
Biji yang telah matang didesinfeksi secara eksternal,
kemudian embrio dikeluarkan setelah kulit biji
dibuka.
Diseksi embrio menghasilkan lebih banyak masalah.
Mendeseksi embrio yang berukuran besar dapat
dilakukan tanpa menggunakan mikroskop.
Akan tetapi, untuk embrio berukuran kecil perlu
menggunakan mikroskop dengan sumber cahaya
yang dingin.
Selama tahapan deseksi diperlukan jarum inokulasi
dan pisau yang khusus. Perlu kehati-hatian pada
saat memotong kulit biji, karena akan dengan mudah
merusak embrio.
Teknik Kultur Embrio
Beberapa contoh prosedur isolasi embrio adalah sebagai
berikut:
1. Isolasi embrio cherry. Biji dikeluarkan dari buah,
kemudian biji dimasukkan ke dalam wadah air untuk
melihat apakah biji tanaman memiliki embrio yang baik
atau tidak. Bila biji tenggelam, maka diduga embrionya
baik. Biji tersebut kemudian didesinfeksi. Biji cherry steril
kemudian dipecah dan embrio akan terlihat. Embrio
dikeluarkan dengan bantuan forcep dan diinokulasikan ke
media padat.
2. Tanaman barley. Buah dicuci dengan air steril dan
diletakkan di petridis dengan bagian rachilla di bawah
serta bagian lemma di atas. Setelah lemma, dinding buah,
dan kulit biji dibuang, maka embrio akan terlihat. Embrio
dipotong dengan pisau dan diinokulasikan ke media
Kultur Ovari/Ovul
METABOLIT
SEKUNDER
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Produk/Metabolit Sekunder
Banyak tanaman yang memiliki kandungan
senyawa kimia yang secara tidak langsung
berhubungan dengan proses-proses metabolisme
utama (primer).
Senyawa-senyawa kimia itu biasanya disebut
metabolit sekunder atau produk sekunder.
Metabolit sekunder biasanya dihasilkan oleh famili
atau genus tanaman tertentu.
Fungsi metabolit sekunder dalam tanaman itu
sendiri tidak begitu jelas.
Fungsi Metabolit Sekunder
Beberapa fungsi metabolit sekunder bagi tanaman
adalah:
1. Mempunyai peran dalam pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
2. Memberi perlindungan terhadap tanaman untuk
melawan jamur dan bakteri
3. Membuat tanaman tidak enak untuk dimakan
hewan
4. Bertindak sebagai repelan insek atau insektisida
Produk/Metabolit Sekunder
Kultur mikroorganisme (misalnya Penicillin) telah lama
menjadi industri yang digunakan untuk mendapatkan
senyawa tertentu, seperti penicillin dan streptomycin
yang penting untuk bahan baku obat-obatan (antibiotika).
Tanaman tingkat tinggi juga merupakan sumber penting
berbagai jenis senyawa kimia.
Secara konvensional tanaman dibudidayakan dan
kemudian senyawa aktifnya diekstrak.
Banyak metabolit sekunder yang memiliki nilai ekonomis
tinggi.
Metabolit sekunder yang diekstrak dari tanaman dapat
dipergunakan untuk berbagai keperluan, antara lain:
aditif dan aroma makanan, vitamin, obat-obatan,
insektisida, dan parfum
Produk/Metabolit Sekunder
Produksi bahan tanaman secara konvensional
memiliki banyak kendala. Untuk itu diperlukan cara
lain untuk memperoleh senyawa tersebut. Kendala
yang dihadapi dalam budidaya konvensional dalam
hal ini adalah:
1. Budidaya in vivo bergantung musim, iklim, hama,
dan penyakit
2. Sumber-sumber alam menjadi amat berkurang
3. Kendala teknik dan ekonomi
4. Kendala tenaga kerja yang mahal
5. Ketidakstabilan politik di negara produsen
Produk/Metabolit Sekunder
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas,
maka diperlukan cara lain untuk mendapatkan
senyawa yang kita kehendaki, antara lain melalui
kultur sel suspensi.
Hal ini dapat dilakukan melalui akumulasi dalam
sel atau melalui pelepasan senyawa tersebut ke
dalam media nutrisi.
Terminologi metabolit sekunder dipergunakan
untuk menyatakan senyawa yang diproduksi oleh
sel tanaman in vivo atau in vitro yang secara
langsung tidak dibutuhkan oleh tanaman itu
sendiri
Produk/Metabolit Sekunder
KONSERVASI
IN VITRO
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Plasmanutfah
Plasmanutfah tumbuhan mempunyai fungsi
dan peran yang penting bagi kehidupan
manusia.
Karena berbagai faktor, seperti perusakan
lingkungan hidup dan serangan penyakit,
secara berangsur keanekaragaman
plasmanutfah semakin berkurang.
Kehilangan sumber suatu plamanutfah akan
sangat merugikan terutama bagi para pemulia
tanaman yang ingin merakit varietas baru
untuk peningkatan kualitas tanaman di
kemudian hari.
Plasmanutfah
Dalam upaya untuk menyelamatkan dan
mempertahankan keanekaragaman plasmanutfah
tumbuhan tersebut perlu dilakukan upaya konservasi.
Secara konvensional, upaya konservasi plasmanutfah
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) in situ (di
habitat aslinya) dan 2) ex situ (di luar habitat aslinya,
seperti kebun raya dan kebun koleksi).
Plasmanutfah tanaman dapat juga disimpan dalam
bentuk benih/biji.
Hanya saja, ada beberapa species tanaman, seperti
kakao, mangga, kelapa, dan karet, yang tidak dapat
disimpan dengan cara tersebut karena bijinya bersifat
rekalsitran.
Demikian pula, beberapa tanaman yang diperbanyak
secara vegetatif, seperti kentang dan ubi kayu
Metode Konservasi In Vitro
Sistem koleksi dan konservasi plasmanutfah secara
konvensional memiliki kendala yang cukup besar, seperti
memakan banyak waktu, tenaga, biaya, dan tempat.
Untuk itu diperlukan upaya konservasi plasmanutfah
melalui metode selain metode konvensional.
Metode koleksi dan konservasi plasmanutfah dapat
dilakukan melalui metode in vitro.
Imelda dan Soetisno (1992) membagi konservasi in vitro
berdasarkan jenis tanaman, yaitu: 1) kelompok yang
diperbanyak dengan biji (berbiji rekalsitran), seperti
kelapa, kakao, rambutan, mangga, dan alpukat dan 2)
kelompok yang diperbanyak secara vegetatif, meliputi
tanaman yang tidak berbiji (steril), hanya berbiji pada saat
tertentu, biji heterozigot, dan tanaman umbi-umbian,
seperti ubi kayu, talas, pisang, dan kentang.
Metode Konservasi In Vitro
Beberapa keunggulan metode in vitro terutama
untuk tanaman tahunan adalah:
HIBRIDISASI SOMATIK
(FUSI PROTOPLAS)
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Fusi Protoplas
Protoplas + protoplas
Protoplas + subprotoplas
Subprotoplas + subprotoplas
Protoplas + mikroprotoplas
4 Jenis Subprotoplas
Mitokondria
Kloroplas
Fusi Protoplas
Mengatasi keterbatasan hibridisasi seksual
(penyilangan) karena dapat mengadakan
hibridisasi pada:
1. isolation of protoplast
Release of protoplasm
Cutting cell wall with knife
Collection of protoplasm
1. Mechanical Method
Plasmolysed Plasmolysed
cells cells
Release of Protoplasm
Protoplasm released released
isolated cells
cellulase
Isolated
Protoplasm
Enzymatic Method
Chemofusion Mechanical
Intraspecific Intergeneric Electrofusion
Fusion
Spontaneous Fusion
Protoplast fuse spontaneously during
isolation process mainly due to physical
contact
Induced Fusion
Chemofusion- fusion induced by chemicals
• Types of fusogens
• PEG
• NaNo3
• Ca 2+ ions
• Polyvinyl alcohol
Induced Fusion
Mechanical Fusion- Physical fusion of
protoplasts under microscope by using
micromanipulator and perfusion micropipette
Electrofusion- Fusion induced by electrical
stimulation
• Pearl chain of protoplasts is formed by low strength
electric field (10kv m-1)
• Fusion of protoplasts of pearl chain is induced by the
application of high strength electric field (100kv m-1) for
few microseco
Identification and Selection of somatic
hybrid cells
Hybrid identification- Based on difference
between the parental cells and hybrid cell
with respect to
• Pigmentation
• Cytoplasmic markers
• Fluorochromes like FITC (fluoroscein isothiocyanate) and
RITC (Rhodamine isothiocyanate) are used for labelling of
hybrid cells
• Presence of chloroplast
• Nuclear staining
• Heterokaryon is stained by carbol-fuschin, aceto-carmine
or aceto-orcein stain
Hybrid Selection
(Several markers are used )
• Genetic complementation
• Phytotoxins
• Specific amino acid
• Auxin autotrophy
• Antibiotics
• Auxotrophic and metabolic mutants
• Chromosomal analysis
• Herbicides
Culture of the hybrid cells
After plating
cell wall formation
wall starts to form immediately, takes 2-7 days to
form a complete new wall
loss of spherical shape is a visual indicator
Protoplast Isolation and Culture
After plating
cell wall formation
only cells forming walls will divide
cell division and callus formation
plating efficiency is extremely variable
PE = no. of dividing colonies per field divided by
no. of live protoplasts at plating
after 2 wks, multicellular colonies form
AKLIMATISASI
Irfan Suliansyah
PS. Agroekoteknologi
Karakteristik Tanaman Hasil
Kultur Jaringan
Tanaman yang dibudidayakan dengan teknik kultur jaringan
umumnya mengalami abnormalitas anatomis dan fisiologis
selama berada dalam kultur in vitro.
Abnormalitas tersebut antara lain adalah: lapisan lilin
epitikultulas yang tipis, stomata yag terus membuka, tingkat
fotosintesis yang rendah, sel-sel palisade yang kecil dan
jarang dan rongga mesofil yang besar.
Ketidaknormalan tersebut menjadi factor pembatas bagi
tanaman untuk dapat hidup dilingkungan tumbuhnya yang
baru yaitu di lapangan.
Oleh karena itu, agar tidak terjadi kematian, tanaman harus
melewati masa transisi klimatis melalui proses aklimatisasi.
Karakteristik Tanaman Hasil
Kultur Jaringan
Tanaman yang ditumbuhkan dalam tabung reaksi biasanya lapisan
kutikula atau lapisan lilinnya tidak berkembang dengan baik. Hal
tersebut disebabkan oleh kelembaban relatif dalam tabung reaksi
amatlah tinggi, berkisar 90-100%. Tipisnya lapisan kutikula
memudahkan hilangnya air melalui evaporasi apabila tanaman
ditransfer ke kondisi in vivo yang kelembabannya lebih rendah.
Daun-daun tanaman in vitro seringkali tipis, lunak, dan tidak aktif
berfotosintesis, sehingga tidak terlalu baik diadaptasikan pada iklim
in vivo. Tanaman in vitro memiliki sel-sel palisade yang kecil dan
sedikit serta ruang udara mesofil yang besar sehingga kurang efektif
dalam menggunakan cahaya. Demikian pula halnya dengan stomata
tanaman in vitro yang belum bekerja dengan baik, sehingga
memudahkan tanaman kehilangan air. Pada tanaman in vitro,
hubungan vaskular antara tunas dan akar juga kurang baik sehingga
akan mereduksi konduksi air. Pada kenyataannya perlu diingat
bahwa tanaman in vitro ditumbuhkan sebagai organisme heterotrof,
sehingga harus dirubah menjadi autotrof.
Karakteristik Tanaman Hasil
Kultur Jaringan
Tanaman yang dibudidayakan dengan teknik kultur jaringan
umumnya mengalami abnormalitas anatomis dan fisiologis
selama berada dalam kultur in vitro. Abnormalitas tersebut
antara lain adalah: lapisan lilin epitikultulas yang tipis, stomata
yag terus membuka, tingkat fotosintesis yang rendah, sel-sel
palisade yang kecil dan jarang dan rongga mesofil yang besar.
Ketidaknormalan tersebut menjadi factor pembatas bagi
tanaman untuk dapat hidup dilingkungan tumbuhnya yang
baru yaitu di lapangan. Oleh karena itu, agar tidak terjadi
kematian, tanaman harus melewati masa transisi klimatis
melalui proses aklimatisasi.
Karakteristik Tanaman Hasil
Kultur Jaringan
Tanaman yang ditumbuhkan dalam tabung reaksi biasanya lapisan
kutikula atau lapisan lilinnya tidak berkembang dengan baik. Hal
tersebut disebabkan oleh kelembaban relatif dalam tabung reaksi
amatlah tinggi, berkisar 90-100%. Tipisnya lapisan kutikula
memudahkan hilangnya air melalui evaporasi apabila tanaman
ditransfer ke kondisi in vivo yang kelembabannya lebih rendah.
Daun-daun tanaman in vitro seringkali tipis, lunak, dan tidak aktif
berfotosintesis, sehingga tidak terlalu baik diadaptasikan pada iklim
in vivo. Tanaman in vitro memiliki sel-sel palisade yang kecil dan
sedikit serta ruang udara mesofil yang besar sehingga kurang efektif
dalam menggunakan cahaya. Demikian pula halnya dengan stomata
tanaman in vitro yang belum bekerja dengan baik, sehingga
memudahkan tanaman kehilangan air. Pada tanaman in vitro,
hubungan vaskular antara tunas dan akar juga kurang baik sehingga
akan mereduksi konduksi air. Pada kenyataannya perlu diingat
bahwa tanaman in vitro ditumbuhkan sebagai organisme heterotrof,
sehingga harus dirubah menjadi autotrof.
Karakteristik Tanaman Hasil
Kultur Jaringan
Dengan kondisi tersebut di atas, maka tanaman in vitro memerlukan waktu
untuk menjadi in vivo dan dibiarkan untuk beraklimatisasi dan menjadi
menguat. Pada saat aklimatisasi tanaman dibiarkan secara berangsur
beradaptasi pada kondisi kelembaban relatif yang rendah. Perkembangan
mekanisme penutupan stomata merupakan komponen aklimatisasi yang amat
penting. Aklimatisasi dapat dilakukan dengan tetap menjaga kelembaban
cukup tinggi dan menjaga iradiasi dan suhu yang rendah (Gambar 17.1).
Metode aklimatisasi yang lain adalah dengan membiarkan tabung reaksi
terbuka untuk beberapa hari untuk menyesuaikan kondisi in vivo. Untuk
mencegah kehilangan air yang berlebihan, tanaman in vitro dapat juga
disemprot dengan antitranspiran.
Akar tanaman in vitro amatlah rentan dan tidak berfungsi seperti halnya akar
in vivo (hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki rambut akar). Akar
tanaman in vitro mudah sekali mati, sehingga perlu digantikan dengan akar-
akar yang baru. Perkembangan akar rambut tanaman in vitro kadang-kadang
dapat disokong dengan menumbuhkannya pada media cair.
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan perlakuan adapatasi klimatis dari suatu organisme
hidup, termasuk tanaman, yang dipindahkan dari lingkungan yang lama ke
lingkungan yang baru. Kegiatan aklimatisasi dilakukan untuk menyesuaikan secara
bertahap kesiapan bibit tanaman dalam menerima perubahan dari kondidisi
lingkungan tumbuh pada media perbanyakan in vitro kepada kondisi lingkungan
tumbuh dilapangan.
Aklimatisasi merupakan tahapan yang sangat penting untuk dilalui dalam prose
perbanyakan invitro. adanya perbanyakan yang sangat tajam terutama kelembaban
dan intensitas cahaya antara lingkungan didalam botol dan diluar botol menyebabkan
proses aklimatisasi ini merupakaan tahapan yang kritis. Dengan demikian
keberhasilan perbanyakan invitro tanaman juga ditentukan oleh keberhasilan
tanaman dalam melalui ini.
Secara keseluruhan perlakuan yang diberikan selama pelaksanaan aklimatisasi
meliputi perlakuan fisik langsung dan tidak langsung terhadap tanaman. Perlakuan
fisik langsung meliputi penyiraman, pemupukan serta pemberantasan hama dan
penyakit. Sedangkan perlakuan tidak langsung meliputi pengolahan dan pengelolaan
tempat tumbuh yang terdiri dari atas pengolahan media tumbuh, penyiangan atau
pemberantasan gulma serta perlakuan terhadap sarana pengkondisian lingkungan
buatan seperti bak semai, sangkup plastic dan green house atau screen house
Sarana dan Prasarana
Green house/Sreen House
Sreen House didefinisikan sebagai struktur lingkungan yang terutup oleh
bahan transparan (tembus cahaya) dengan memanfaatkan radiasi surya
untuk pertumbuhan tanaman (Widyastuti, 1994).
Fungsi green house adalah untuk melindungi tanaman dari factor alam
yang tidak menguntungkan seperti terpaan air hujan langsung, tiupan
angina yang kencang dan intensitas sinar matahari yang berlebihan. Selain
itu penggunaan green house akan mengurangi intensitas serangan hama
penyakit. Penyebabnya antara lain karena pola kerja yang higenis dan
tanaman terlindung karena berada dalam ruangan tertutup. Sedangkan
screen house adalah suatu bentuk green house yang beratapkan peranet
dan umunya tanpa penutup samping. Dalam aklimatisasi screen house dan
biasanya digunakan pada tahap penyapihan/pendewasaan
Sarana dan Prasarana
Ruang peralatan dan bahan
Tidak jauh dari green house hendaknya disediakan
ruangan khusus tempat penyimpanan alat-alat dan
bahan diantaranya: sprayer, pupuk , pestisida dan
sebagainya. Ruangan ini juga bisa digunakan sebagai
ruang ganti pakaian bila akan bekerja di green house.
Sarana dan Prasarana
Peralatan dan bahan
Alat-alat yang dibutuhkan antara lain: bak semai, polybag, alat
semprot/sparayer, gembor, plastic untuk sungkup dan lain-lain.
Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain:media tumbuh, pupuk
dan pestisida.
Media tumbuh untuk proses aklimatisasi adalah tanah topsil,
pupuk kandang dan sekam baker atau pasir yang sudah
disentralisasi.
Untuk pupuk dapat digunakan pupuk NPK dan pupuk pelengkap
cair/pupuk daun seperti gandasil.
Pestisida yang dibutuhkan yaitu:insektisida, fungisida, dan
bakterisida.
Tahap-Tahap Aklimatisasi
Pembersihan agar-agar
Tahap awal aklimatisasi adalah pembersihan agar-agar yang masih
melekat pada planlet. Bila agar-agar ini dibiarkan jamur atau
bakteri akan tumbuh pada agar-agar dan bisa menyeababkan
tanaman busuk. Planlet yang telah mengalami perakaran yang baik
dikeluarkan dari tabung kultur menggunakan pinset secara hati-hati.
Kemudian planlet dicuci dengan air bersih, tidak perlu steril.
Supaya bersih pencucian dilakukan dibawah air mengalir. Pada
tahap ini juga dilakukan pengurangan daun-daun tua dan
pengelompokan planlet berdasarkan ukurannya supaya tampak
beragam
Tahap-Tahap Aklimatisasi
Sterilisasi
Sebelum planlet ditanam pada bak persemaian terlebih
dahulu dilakukan sterilisasi. Tujuannya adalah untuk
membunuh cendawan dan bakrei yang melekat pada
planlet. Sterilisasi dilakukan dengan merendam dalam
larutan fungisida Benlate ( 1 gr/liter) atau Dithane M-45(2
gr/liter) dan Agrept 20WP (1 gr/liter). Lama peredaman
hanya dua menit, setelah itu planlet ditiriskan. Setelah
selesai tahap ini planlet siap ditanami di media
persemaian.
Tahap-Tahap Aklimatisasi
Penyemaian Pertama
Pada tahap ini plantlet di tanam pada baki peneymaian dengan media pupuk
kandang : pasir yang telah steril tau sekam kasr dengan perbandingan 1:1.
Sterilisasi media dilakukan dengan sistem penguapan pada temperatur konstan 80-
100°C selama satu jam. Jarak tanaman 5 x 5 cm. Lubang tanaman dibuat sedalam
2 cm dengan cara menekan media dengan ujung jari. Planlet tidak dapat beradaptasi
langsung dengan kelembaban diluar persemaian dan cahaya matahari langsung.
Karena bak semai diletakan dalam green house dengan inensitas cahaya ± 40%.
Kelembaban udara dijaga sekitar 90% untuk itu bak semai ditutup dengan sungkup
plastic bening. Pembukaan sungkup plastic dilakukan secara bertahap, yaitu ½
bagian, ¾ bagian dan kemudian dibuka penuh. Pada saat ini bibit sangat rentan
terhadap kekeringan atu kelebihan air sehingga perlu perhatian khusus dengan
penyiraman yang tepat.
Setelah sungkup dibuka penuh tanaman sudah siap menerima pupuk daun. Untuk
pupuk daun dapat digunakan Gandasil D dengan dosis 2-3 gr/l, dengan cara
disemprotkan pada permukaan bawah daun. Pada akhir tahap ini (sekitar 3-4
minggu setelah tanam) bibit sudah memperlihatkan vigor tanaman yang baik dan siap
dipindahkan ke tahap penyemaian kedua
Tahap-Tahap Aklimatisasi
Penyemaian kedua
Untuk penyemaian kedua terlebih dahulu disiapkan media tanam berupa campuran tanah: pupuk
kandang, pasir/sekam baker (1:1:1). Media dimasukkan kedalam polybagdengan ukuran sesuai
dengan kebutuhan. Juga dapat ditambahkan pupuk dasar NPK 25:7:7 2 gr per polybag (Anonim,
1997). Setelah media siap berulah tanaman dipindahkan. Pemindahan plamlet hanya dapat
dilakukan terhadap planlet yang pertumbuhannya sehat dan tidak ada tanda-tanda terserang
hama/penyakit. Sebelum dipindahkan bak semai harus disiram terlebih dahulu. Hal ini
dimaksudkan agar pada saat planlet dicabut akarnya tidak banyak yang putus, disamping agar
planlet tidak mudah layu.Planlet yang sudah dicabut akarnya sebaiknya segera ditanam pada
polybag. Sebelum ditanami, media polybag harus disiram agar kapasitas lapang dengan gembur
dan halus. Penyemaian masi dalam green house selanjutnya tanaman yang telah dipindahkan
harus dirawat secara teratur. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Pada saat cuaca
cerah penyiraman dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Pada cuaca mendung
penyiraman tanaman cukup sekali saja pada pagi hari. Untuk memacu pertumbuhan bibit
dilakukan pemupukan daun tanah dan daun. Pemupukan lewat tanah dilakukan dengan cara
membenamkan 1 gram pupuk NPK 25:7:7 untuk setiap polybag. Pemupuka lewat daun
dilakukan dengan menggunakan pupuk Gandasil D sebanyak 2 gram /l air yang disemprotkan ke
daun. Pemupukan lewat daun dilakuakn anatara pemupkan lewat tanah dan pemupukan lewat
daun setiap seminggu sekali. Untuk pencegahan terhadap serangan cendawan seminggu sekali
bibit disemprot dengan fungisida Dithane M-45 atau Antracol sesuai dengan dosis anjuran.
Perawatan lainnya yaitu pembuangan daun-daun tua, penyiangan dan perambahan meia bila
terjadi penyusutan akibat penyiraman. Jangan sampai lupa menjaga kebersihan lingkungan
green house. Waktu yang diutuhkan untuk tahap ini ± 1 bulan
Tahap-Tahap Aklimatisasi
Penyapihan/Pendewasaan
Dalam tahap ini bibit dipindahl\kan keluar dari green house dan ditempatkan
dalan screen house atau dibawah naungan pohon. Pada tahapan ini
perlindungan tanaman semakin berkurang sehingga ,mencapai minimum,
tetapi perlindungan tetap diberikan untuk menghadapi kondisi lingkungan
yang ekstrim. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari. Pemupukan pada tahap
penyemaian kedua tahap ini. Pengendalian hama dan penyakit dilakuakn
apbila terlihat gejala-gejala serangandengan penyemprotan insektisida dan
fungisida. Lama proses penyapihan tergantung pada kesiapan tanaman
untuk dipindahkan ke lapang. Bibit yang akan ditanam ke lapang dipilih
ukurannya
Hubungan Simbiotik
Beberapa tanaman pada kondisi normal bersimbiosis dengan jamur
(mikoriza) atau bakteri (Rhizobium) selama fase hidupnya. Pada
keadaan in vitro proses simbiosis tersebut tidak berlangsung,
karena organisme simbiotiknya tidak ada. Sehingga tanaman-
tanaman tersebut perlu diinokulasi dengan fungi atau bakteri untuk
menstimulir pertumbuhan dan perkembangannya.
Kondisi Lingkungan
Untuk mencegah kerusakan akar sebaiknya tanah yang
digunakan adalah tanah hasil ayakan. Kadang-kadang
diperlukan perlakuan dingin pada saat in vitro atau
segera setelah transfer ke kondisi in vivo untuk
mematahkan dormansi tunas. Apabila tanaman in vitro
ditransfer ke glasshouse, maka kelembaban relatif dan
iradiasi perlu diturunkan.