Anda di halaman 1dari 384

BIO 305: 3 (2-1) sks

KULTUR SEL & JARINGAN:


Teori Dasar dan Aplikasinya

Dosen:
1. Prof. Dr. Diah Ratnadewi (Koordinator)
2. Dr. Ence Darmo Jaya Supena
3. Ir. Sumaryono, MSc. (BP Perkebunan)
4. Dr Berry Juliandi
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Kultur Jaringan Tanaman?
 Upaya membiakkan sel/jaringan tanaman dalam
medium buatan yang diketahui komposisinya,
dalam kondisi lingkungan yang terkendali, untuk
mendapatkan pertumbuhan dan/atau
perkembangan yang diharapkan
Dasar:
Teori Totipotensi (Haberlandt, 1898)
Kemampuan sel tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang,
melengkapi dirinya, menjadi tumbuhan utuh kembali.
Pada HEWAN

1878: Claude Bernard


Melontarkan pemikiran bahwa sistem fisiologis suatu
organisme dapat dipelihara di dalam sistem hidup lainnya
bahkan setelah organisme tersebut mati

1975: Kohler and Milstein


Memproduksi hibridoma yang mampu menghasilkan antibody
monoclonal
Totipotensi sel tumbuhan in vitro

Manipulasi in vitro

►dediferensiasi ►rediferensiasi

Sel telah
terdiferensiasi, Proses Perkembangan Tanaman utuh/lengkap
sel → individu tumbuhan in vitro
masih (Sel terdiferensiasi)
mempunyai:
• membran plasma
• inti viabel
• sitoplasma

4
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Totipotensi protoplas tumbuhan in vitro

Kultur protoplas alfafa (Medicago sativa) (Levee et al., 2005)


5
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Embriogenesis mikrospora pada Brassica napus
►Totipotensi Sel Gamet Jantan (Mikrospora/Polen)

6
Departemen Biologi, FMIPA-IPB (Supena et al., 2008)
Sejarah singkat kultur in vitro tanaman
 1898: Haberlandt; kultur jaringan
palisade Lamium purpureum, Eichhornia crassipes.
 1922 – 1940an: Robbins, Kotte, White, Gautheret, Skoog;
mencoba berbagai jaringan meristematik & media.
 1930an: ditemukan auksin sebagai hormon & peran vit. B dalam
pertumbuhan.
 1941: Van Overbeek; air kelapa untuk kultur embrio muda.

 1950an: Limasset & Cornuet (1949): bagian apikal bebas virus; Morel &
Martin (1952,1955): kultur apeks utk tanaman bebas virus.
.
Sejarah singkat ... (lanjutan)
 1960an: Murashige, memperbaiki teknik & medium: perbanyakan
mikro
 1966-67: Maheshwari, kultur embrio muda & pembuahan buatan.
Guha & Maheshwari dan Bourgin & Nitsch, kultur serbuk sari dan
ovul.
 1953-54: Muir, kultur sel jaringan Tagetes erecta & N tabacum: isolasi
dan kultur sel tunggal menjadi koloni sel.
 1956: Miller, menemukan kinetin dalam DNA sperma ikan herring
yang memacu pembelahan sel.
 1957: Skoog & Miller, keseimbangan auksin/sitokinin.
 1958: Reinert & Steward, embriogenesis somatik dlm medium 100%
sintetik.
Sejarah Singkat (Lanjutan):

 1972: Cocking, isolasi protoplas, fusi sel, hibridisasi somatik N glauca


& N langsdorffii , hibridisasi paraseksual (juga dg organit asing).
 1980an - sekarang: Penyimpanan plasma nutfah, benih buatan, GMO
 Benih buatan: Kitto SK & Janick J (1982) – wortel
 Penyimpanan plasma nutfah in vitro: IBPGR (IPGRI, 1982)
 Rekayasa genetik: pada tembakau utk tahan antibiotik (1983)
BIOTEKNOLOGI TANAMAN

+ Genetika GMO dengan


+ Biologi Molekuler karakter baru
Anatomi
Kultur
Morfologi Sel/
Fisiologi Jaringan + Kimia/Biokimia Produksi
+ Biologi Molekuler metabolit
sekunder
tumbuhan

• Perbanyakan bibit
• Konservasi plasma nutfah
• Benih buatan
• Tanaman bebas penyakit
• Bahan untuk transformasi genetik
Penerapan Teknik Kultur In Vitro
Tanaman
 Perbanyakan klonal

 Produksi senyawa/metabolit tumbuhan: senyawa alami


dan biotransformasi
 Produksi tanaman bebas penyakit

 Konservasi plasma nutfah

 Mendukung program perbaikan/rekayasa genetik

 Sarana pendukung dalam penelitian biologi/pertanian.


Kultur in vitro pendukung
dalam penelitian Biologi/
Pertanian (... lanjutan)
Kultur kalus/planlet untuk menguji:
• Efek senyawa (pestisida, NaCl, ABA, zat osmotik), suhu
tinggi/rendah, kekeringan.
• Ketahanan tanaman terhadap toksin patogen

• Sifat kompatibel dalam sambung tanaman/grafting/okulasi

• Ekspresi gen dalam studi genetika molekuler (seleksi


promotor, faktor transkripsi)
Schematic presentation of the major areas of plant cell
and tissue cultures, and some fields of application
(Neumann et al., 2009)
BEBERAPA CONTOH PEMANFAATAN TEKNIK
KULTUR IN VITRO TANAMAN
Regeneration of Phalaenopsis
through in vitro culture of leaf
segment
(a) Induction of PLBs from explant
cultured on ½ MS + 2% sucrose + 2.0
mg/L BA + 0.5 mg/L NAA + 10% CW + 2
g/L peptone + 1 g/L AC.

(b) Development of shoots from the old


PLBs and proliferation of new PLBs from the
base of the old ones, cultured on ½ MS +
2%
sucrose + 150 mg/L l-glutamine + 10% CW
+ 2 g/L peptone + 1 g/L AC.

(c) A segment of (b) showing proliferation


of new PLBs.

(d) Eight-week-culture of regenerated


shoots with induction of roots as well as
shoot growth on ½ MS + 2% sucrose +
10% CW + 2 g/L peptone + 1 g/L AC + 50
g/L banana pulp.

(e) One-year-old regenerated plants.


15 (Castellanos et al. 2008)
Kultur nodus: mikropropagasi & produksi
umbi mini tanaman kentang PPSHB - IPB

BIO542 BKIVT: Kultur Meristem-Sel &


16 Organogenesis
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
(Kane, 2000) F
Kultur ujung apeks untuk tanaman bebas patogen
(virus/bakteri)

17
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Embrio somatik dan benih sintetik

www.flickr.com

www.seedbiology.de

Enkapsulasi dalam gel kalsium


alginat
18
Kultur antera pada media dua lapis:
Dari antera (mikrospora) menjadi tanaman HG

Homozigositas hanya dalam satu generasi


19 ► penting untuk percepatan pemuliaan
(Supena et al., 2006)
Perbaikan tanaman pisang dengan induksi
mutasi dikombinasikan dengan teknik in
vitro
(IAEA, Vienna-Austria)

20 Somaklonal, Mutagenesis & Seleksi In Vitro


BBM gene
induces somatic
embryo formation
in Arabidopsis
and Brassica
(Boutilier et al., 2002)

21 BIO 542 BKIVT: Embriogenesis Somatik


BIO 305: Kultur Sel & Jaringan
Materi Minggu II

PRINSIP DAN FAKTOR PENTING


DALAM
KULTUR JARINGAN TANAMAN
PRINSIP KULTUR JARINGAN
• Mempertahankan agar eksplan tetap hidup
dan tetap aktif dalam medium tumbuhnya.
• Memacu pembelahan sel.
 Struktur terorganisasi: tumbuh normal.
 Jaringan terdiferensiasi: de-diferensiasi
lalu re-organisasi.
Dediferensiasi & Rediferensiasi
dalam Kultur Jaringan Tanaman

Diferensiasi in planta: Zigot → Embrio Zigotik → Kecambah → Tanaman


(sel tunggal)

Eksplan: jaringan/organ

Dediferensiasi: Individu Sel →Suspensi Sel → Kalus


(somatik/gamet)

Rediferensiasi: Embrio Somatik Tunas dan/atau akar

Regenerasi:
Tanaman
FAKTOR-FAKTOR PENTING DALAM
KULTUR SEL/JARINGAN TANAMAN

I. Bahan eksplan
II. Media tumbuh
III. Kondisi kultur
IV. Keaseptikan kultur
 Peralatan dan Keterampilan teknis
I.Faktor Bahan Eksplan
• Jenis tanaman: spesies, varietas
• Jenis jaringan
• Konstitusi genetik: ploidi
• Kondisi fisiologis tanaman induk
• Fase perkembangan tanaman
induk
• Posisi jaringan pada tanaman
induk
• Ukuran eksplan
• Musim saat pengambilan eksplan
Faktor penting dalam pemilihan eksplan
terkait faktor fisiologis tanaman induk:
• Eksplan harus mengandung sel-sel hidup
• Lebih muda (meristimatik/juvenil) akan lebih
baik/ responsif, karena mengandung banyak sel
yang sedang aktif membelah
• Tanaman induk harus sehat, tidak terserang hama
dan penyakit
• Tanaman sedang aktif tumbuh, bukan masuk
periode dormansi atau penuaan/senesensi
Contoh:
pengaruh asal jaringan
eksplan pada pola
re-diferensiasi
kultur
II. Faktor Media Tumbuh
 Unsur mineral: makro dan mikro
 Vitamin B & mio-inositol
 Sumber C, energi & pemelihara osmolaritas media:
gula/karbohidrat
 Zat pengatur tumbuh: auksin, sitokinin, giberelin,
ABA
 Asam amino/peptida
 Bahan organik: air kelapa, YE, ME, sari buah
 Pemadat media
 pH medium
Media yang paling umum
digunakan
• Murashige T, Skoog F [MS]. 1962. A revised
medium for rapid growth and bio-assays with
tobacco tissue culture. Physiol Plant 15:473-
497.
• Schenk RU, Hildebrandt AC [SH]. 1972.
Medium and teshniques for induction and
growth of monocotyledonous plant cell
cultures. Can J Bot 50:199-204.
• Gamborg OL, Miller RA, Ojima K [GB5]. 1968.
Nutrient requirements of suspension culture
of soybean root cells. Exp Cell Res 50:151-
158.
• Woody Plant Media (WPM). Lloyd G,
McCown B. 1981. Comb Proc Intl Plant Prop
Soc 30:421-427
 Efek Hormon dalam fenomena fisiologis
kultur in vitro
AUKSIN
• Stimulasi pembelahan sel (berinteraksi dengan
sitokinin)
• Pemanjangan sel, batang dan ruas
• Diferensiasi akar (bersifat rhizogen)
• Dominansi apikal
• Memicu sintesis etilen (absisi)
• Perubahan permeabilitas sel
Mudah rusak oleh cahaya & IAA oksidase
Dilarutkan dalam Etanol atau NaOH
Auksin yang biasa digunakan:
 Indole acetic acid (IAA);
 Indole-3-butyric acid (IBA);
 1-Naphthalene acetic acid (NAA),
 2-Naphthoxyacetic acid (NOA),
 dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D),
 p-Chlorophenoxyacetic acid (p-CPA)

IAA NAA 2,4-D


SITOKININ

• Memacu pembelahan sel (berinteraksi dengan


auksin)
• Diferensiasi tunas adventif dari jaringan dan kalus
• Induksi perbanyakan pertunasan dari mata tunas
aksilar dengan cara melawan efek dominansi apikal
• Menghambat perakaran
Dilarutkan dalam HCl atau NaOH, kecuali TDZ dalam DMSO
Sitokinin yang umum digunakan:
 6-Benzylaminopurine (BAP); atau
Benzyl adenine (BA)
 Furfurylamino purine (Kinetin),
 Isopentenyl-adenine (2-iP);
 Thidiazuron (TDZ); and
 Zeatin.

Adenin Kinetin trans-Zeatin


Rasio Auksin dan Sitokinin dapat
mengontrol program organogenesis
AUXIN CYTOKININ
Rule of thumb
Auxin/cytokinin :
• 10:1 to 100:1 induces roots

• Intermediate ratios around


1:1 favor callus growth

• 1:10 to 1:100 induces


shoots
(Gaspar et al. 2003)
GIBERELIN (GA3)
• Pemanjangan ruas batang
• Memicu sintesis α-amilase pd biji serealia
perkecambahan
• Memicu sintesis auksin/penghambat auksin
oksidase
• Efek kompleks dalam perakaran
• Pematahan dormansi: biji, mata tunas
• Efek pada organogenesis: menghambat
dediferensiasi, tapi baik untuk eksplan
terorganisasi
Interaksi antara suplai hormon eksogen dan sistem hormon
endogen pada kultur kalus

(Neumann et al. 2009)


TEKNIK DASAR 3
-LANJUTAN-

Materi kuliah III


CARA PENGGUNAAN ZPT

• Buat larutannya dalam pelarut yang tepat


(NAA, 2,4-D dlm etanol; kinetin dlm HCl;
TDZ dlm DMSO)
• Disimpan di kulkas (4 oC), tidak terlalu lama
• Di dalam medium:
dicampurkan dan diautoklaf; atau disaring
dengan saringan milipore 0.45 µm (filter-steril),
dicampurkan dalam medium steril
pH Media
• pH normal media kultur in vitro: 5.5 – 5.9
sebelum di autoklaf
– Menciptakan suasana netral bagi sel
jaringan/tanaman → fungsi normal sel
– Mendukung ketersediaan hara bagi
sel/jaringan tanaman
Pemadat Media
• Untuk mengatasi masalah kekurangan
oksigen (pada kultur-cair yang statik)
• Penopang jaringan tanaman (lebih baik pada semi-padat)
• Persyaratan:
– Tahan sterilisasi dengan autoklaf
– Media harus cair ketika panas, tetapi menjadi
gel/semi-padat ketika dingin
– Pemadat Media yang umum digunakan:
• Agar: umumnya berasal dari algae, khususnya Gelidium amansii
– Agarose: hasil pemurnian agar untuk menghilangkan
agaropectins (untukpekerjaan molekuler)
• Gelrite atau Phytagel: polisakarida linier yang dimodifikasi,
misalnya oleh Pseudomonas elodea.
III. Kondisi Kultur
• Suhu:
– Temperatur terkontrol sekitar 25±2 °C,
umumnya menggunakan AC / heater
– Untuk keperluan perlakuan suhu lebih tinggi atau lebih
rendah biasanya terpisah menggunakan inkubator khusus
• Pencahayaan:
– Biasanya menggunakan diffuse light dengan intensitas 800-
3000 lux, pada kasus tertentu diperlukan intensitas lebih
tinggi, atau bahkan gelap total
– Fotoperiodisitas umumnya 16 jam terang/8 jam gelap
• Kelembaban:
– RH < 50% (tidak terlalu rendah → media mengering;
terlalu lembab → masalah kontaminasi)
IV. Kondisi Aseptik
 Sumber kontaminan:

• Tempat/botol/tabung/petri kultur
• Medium kultur
• Alat-alat yang digunakan untuk
isolasi/inokulasi/kultur
• Bahan tanaman/Eksplan
• Lingkungan/area transfer
• Lingkungan ruangan inkubasi/kultur
• Pekerja/operator
Sterilisasi yang diperlukan, mencakup:
• Eksplan
• Medium kultur
• Alat-alat
• Ruang kerja
• Ruang Kultur
• Laboran/Pekerja
Sterilisasi: udara, bahan & alat, manusia
• Senyawa kimia pembunuh mikroorganisme utk eksplan
Ca-hipoklorit, Na-hipoklorit, etanol (70%),
peroksida, Ag-nitrat, merkuri klorida,
antibiotika/bakterisida, fungisida.
•Nyala api: untuk peralatan & eksplan tertentu.
•Panas: lembab – autoklaf (120 oC, 15 psi, 20 – 30 mt)
kering – oven (180 oC, 60 mt)-utk alat
• Radiasi UV: untuk ruangan.
•Sistem penyaringan udara: laminar airflow cabinet
•Filter steril untuk bahan yang tidak tahan panas (heat-
labile)
Tingkat keefektifan beberapa zat pensteril
eksplan a

 Plant Preservative Mixture (PPM); Plant Cell Technology


 a broad-spectrum biocide/fungicide for plant tissue culture
Waktu minimum yang diperlukan
untuk sterilisasi media dengan
autoklaf (Biondi & Thorpe, 1981)
Bagaimana sterilisasi untuk bahan yang
heat-labile (tidak tahan panas)?
• Hormon/Zat Pengatur Tumbuh:
 Zeatin, 2-iP, IAA, GA3, ...
• Bahan Organik:
 Asam sitrat, asam askorbat, ....
• Cara sterilisasi dan penambahan ke
media:
– Bahan tersebut tidak di autoklaf tetapi
gunakan filter steril (pore size ≤ 0.45
µm)
– Medium yang sudah di autoklaf
didinginkan hingga 40–50 ◦C
– Bahan hasil filter steril ditambahkan ke
media yang sudah didinginkan tersebut
di dalam LAFC
Laminar air flow cabinet
Beberapa upaya pencegahan
kontaminasi
 Pencegahan kontaminasi mikroorganisme dari udara terhadap daerah
aseptik (pintu dan jendela selalu tertutup, membatasi orang yang berada di
ruang transfer, dst....)
 Semua alat/bahan hasil sterilisasi sedapat mungkin diletakkan jauh di
bagian dalam Laminar
 Perhatikan posisi dan gerak tubuh/muka/tangan ketika melakukan
kultur/transfer/isolasi/dll, untuk menghindari kontaminasi dari tubuh/cara
kerja.
 Keluarkan semua kultur yang terkontaminasi, dan
segera dilakukan killing, tidak dikumpulkan dulu
karena dapat memproduksi spora yang dapat
menyebar kemana-mana.
 Tidak menggunakan LAFC utk pekerjaan bakteri
dan cendawan
Permasalahan dalam kultur jaringan:
 Masalah Fisiologis:
– Respons lambat: umur sel, sifat genetik,
komposisi medium, perimbangan hormon,
kondisi kultur, infeksi virus.
– Organogenesis: kapasitas regenerasi menurun,
perakaran sulit.
– Browning/blackening.
– Vitrifikasi: nisbah NO3- / NH4+, bentuk medium.
Senyawa Antioksidan
untuk mengatasi pencoklatan jaringan
• Asam sitrat 100-150 ppm
• Asam askorbat 100-150 ppm
• Amonium sitrat 2-4 g/L
• PVP (Polivinil pirolidon)
Lainnya:
• Kafein
• Sistein klorhidrat
• Na dietil-ditiokarbamat
• Ditiotreitol
• Tiourea
Vitrifikasi jaringan
Permasalahan dalam kultur jaringan
(lanjutan):
 Masalah Teknis:
• Kontaminasi eksplan, medium.
• Kondisi aklimatisasi: hubungan fisiologi –
morfologi dengan lingkungan
• Keterampilan teknis tenaga kerja

 Masalah Genetik:
• Variasi genetik/somaklonal: stabilitas ploidi,
mutasi gen dan/atau kromosom
BIO 305 KULTUR SEL & JARINGAN
1 Kultur kalus dan organogenesis
2 Kultur sel tanaman
3 Embriogenesis somatik
4 Konservasi in vitro plasma nutfah

▪ Sumaryono
Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia
Jl. Taman Kencana No.1, Bogor
15/02/2022 1
Kultur Kalus
kalus: massa sel tak-terdiferensiasi yang tumbuh pesat

Inisiasi Kalus
• Sumber eksplan: hampir semua bagian tanaman, terutama yang
sedang tumbuh pesat (meristematik).
• Eksplan dari tanaman di lapang dan rumah kaca terkontaminasi
fungi dan bakteri.
• Sterilisasi eksplan: dicuci dengan air mengalir, direndam dalam
larutan deterjen, fungisida, NaOCl.
• Medium dasar: MS, DF, SH, Nitsch, WP, Y3.
• Medium untuk inisiasi, proliferasi, dan pemeliharaan kalus seringkali
berbeda. 2
• Inisiasi kalus pada umumnya memerlukan fitohormon eksogen,
terutama auksin.
• Komposisi medium dan genotipe berpengaruh terhadap inisiasi kalus.
• Lingkungan fisik: cahaya atau gelap, suhu 25-27 °C.
• Kalus dapat tumbuh dari seluruh bagian eksplan, terutama daerah
yang terpotong.

Kalus kelapa sawit Kalus sagu Kalus akasia


3
Jenis kalus berdasarkan tekstur dan sifat fisik
• Keras dan kompak (hard and compact) – bisa dibuat remah, poli-
sakarida pada dinding sel tinggi, lebih banyak pektin dan hemiselulosa.
• Remah (friable) – sesuai untuk kultur sel atau diinduksi ke embrio
somatik.
• Lembut dan basah (soft and watery) – sulit diinduksi membentuk
organ atau embrio.

Kalus keras & kompak Kalus remah Kalus basah


4
Subkultur dan pemeliharaan kalus
• Kalus yang ideal: berisi sel yang seragam, secara genetik stabil,
diploid, remah, potensi regenerasi tinggi, dan kondisi tersebut
mampu dipertahankan setiap kali subkultur.
• Kalus perlu dipindahkan ke medium baru setiap 4-6 minggu, kalau
tidak akan mati karena: kehabisan hara, akumulasi senyawa toksik,
atau medium mengering.
• Proliferasi kalus yang pesat hanya terjadi pada jaringan yang tidak
menyentuh medium.
• Kalus dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama tanpa
kehilangan viabilitasnya dengan kondisi minimum atau
cryopreservation.
5
Pengukuran pertumbuhan kalus
• Bobot segar – diletakkan di kertas saring, lalu timbang.
• Bobot kering – oven 60 °C selama 24 jam.
• Analisis pencitraan (imaging analysis).
• Pengukuran tiap minggu untuk menentukan periode subkultur terbaik
yakni sesaat sebelum puncak.
16
14
Callus fresh weight (g)

12
10
8
6
4
Picl 15 µM
2 Picl 30 µM
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Culture period (week)
Kurva tumbuh kalus C. ledgeriana 6
Perkembangan kalus
Proliferasi Tumbuh pesat Suspensi sel

Kalus Dome Organogenesis Tunas adventif

Embriogenesis Embrio somatik


Noduler
somatik

Kalus tumbuh pesat Organogenesis Embriogenesis somatik


7
Organogenesis
• Pembentukan organ tanaman (tunas, akar), tergantung pada zat
pengatur tumbuh: auksin dan sitokinin.
• Berasal dari satu (single) atau beberapa (multi) sel epidermis dan sub-
epidermis.
• Ciri awal diferensiasi kalus menjadi organ: terbentuk sel kecil
isodiametrik, sitoplasma rapat, tanpa vakuola.
• Tunas yang tumbuh dari sel kalus disebut tunas adventif.

8
A B

C D E

Photomicrography of callus development and early shoot formation in


Acacia melanoxylon. (A) Undifferentiated callus, (B) Early callus
differentiation, (C) Green patch, (D) & (E) Early shoot development.
9
Contoh organogenesis pada beberapa tanaman

Stevia (Naranjo et al., 2016) Porang (Zhong et al., 2017)

Tebu (Reis et al., 2016) Tanaman hias Cordyline 10


Faktor-faktor yang mempengaruhi organogenesis
1. Fitohormon
- auksin: tanpa atau konsentrasi rendah
- nisbah auksin/sitokinin: tinggi – pembentukan akar,
rendah – pembentukan tunas
- fitohormon lain: ABA, GA3

2. Faktor lain
- hara makro: fosfat (P), nitrogen (N)
- sukrosa, glukosa
- kondisi lingkungan: cahaya, suhu
11
Keragaman somaklonal
Larkin & Scowcroft (1981)
“Peningkatan keragaman genetik tanaman pada kultur in vitro”

• Karena terjadi perubahan pada jumlah atau struktur kromosom,


mutasi inti sel gen tunggal, DNA sitoplasma, metilasi DNA.
• Genotipe baru yang dihasilkan akan mewariskan sifat genetik ke
turunannya.
• Kultur kalus yang merupakan sel belum terdiferensiasi
kemungkinan menghasilkan keragaman somaklonal yang lebih
tinggi dibandingkan dengan embriogenesis somatik langsung
atau multiplikasi tunas.
12
• Sisi positif: meningkatnya keragaman genetik tanaman yang
penting untuk tujuan pemuliaan tanaman – seleksi in vitro untuk
sifat yang menguntungkan seperti ketahanan terhadap penyakit
dan kekeringan, kandungan gula tinggi, berubahnya warna bunga
(variegata), dll.
• Sisi negatif: sifat yang tidak dikehendaki seperti terjadinya bulai
pada planlet tebu, perubahan warna daun tan hias.
• Keragaman epigenetik: perubahan ekspresi gen, dapat-pulih, dan
tidak diwariskan ke turunannya. Salah satu contoh adalah
abnormalitas pembungaan/pembuahan pada tanaman kelapa
sawit yaitu buah bersayap (mantled fruits).

13
Contoh keragaman somaklonal dan epigenetik

Bulai pada planlet tebu Buah kelapa sawit normal Buah bersayap (mantled)

14
Kultur Suspensi Sel Tanaman
• Jenis kultur dimana sel tunggal atau agregat sel tumbuh dan
memperbanyak diri dalam medium cair pada lingkungan aseptik
dan terkendali.
• Kultur sel tanaman digunakan untuk:
o propagasi massal bahan tanaman unggul: true-to-type plants
o perbanyakan individu hasil rekayasa genetika: bahan untuk
transformasi
o sistem model untuk kajian biokimia dan fisiologi karena lingkungan
terkendali
o konservasi in vitro plasma nutfah tanaman
o produksi senyawa sekunder.

22/02/2022 1
Kultur Suspensi Sel Tanaman
• Dibuat dengan memindahkan kalus remah yang tumbuh-pesat ke
dalam medium cair pada labu Erlenmeyer.
• Umumnya digoyang (agitated) dengan kecepatan 90-120 rpm untuk
meningkatkan kadar O2 dalam medium dan memecah agregat sel.
• Pertama kali dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer baffles untuk
memperkecil ukuran agregat sel.
• Disaring untuk mendapatkan ukuran sel yang seragam.
• Volume medium 1/5 – 1/4 dari volume labu Erlenmeyer.
• Kerapatan awal (initial density) sel sangat penting untuk
pembentukan koloni dan untuk mendapatkan pertumbuhan berulang
dari suspensi baru.
2
Kultur Suspensi Sel Tanaman

Kalus remah Labu Erlenmeyer Shaker 90-120 rpm

Suspensi sel Pengukuran CVS Agregat sel 3


Pengukuran pertumbuhan sel
1. Jumlah sel
• kumpulan sel dipisah dengan larutan asam kromat, dipanaskan 70°C
5-10 menit, didinginkan, dikocok, lalu dihitung dg hemositometer.

4
Pengukuran pertumbuhan sel
2. Packed Cell Volume (PCV)
• volume tertentu suspensi sel dimasukkan ke dalam tabung
sentrifus 15 mL dan diputar 2000 x g selama 5 menit.
PCV = mL endapan sel per kultur atau %.
3. Bobot segar sel
• suspensi sel diletakkan pada kain nilon di corong, dibilas air
untuk menghilangkan medium, dikeringkan dengan vakum lalu
ditimbang.
4. Bobot kering sel
• suspensi sel diletakkan pada kertas filter yang telah ditimbang,
dikeringkan 60 °C selama 24 jam.
5
Pengukuran pertumbuhan sel
5. Cell Volume after Sedimentation (CVS)
• volume suspensi sel setelah diendapkan selama 5 -10 menit dalam
labu Erlenmeyer miring.
14
12

Fresh weight (g)


10
8
6
4
y = 0.4565x - 0.3252
2 2
R = 0.859
0
0 5 10 15 20 25
CVS (ml)
Korelasi antara CVS dan bobot segar
biomassa sel 6
Kurva pertumbuhan sel

Kurva sigmoid 7
Viabilitas sel
• Pengamatan persentase viabilitas (daya hidup) sel sangat penting untuk
mencegah tercampurnya kultur dengan sel mati.
• Sel dianggap viabel (hidup) bila mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan
berkembang.
• Uji viabilitas berdasarkan pada integritas membran sel atau aktivitas
metabolisme sel (enzim).
• Pewarnaan dengan larutan Evans blue - sel mati warna biru, sel hidup putih.
• Pewarnaan dengan larutan FDA (Fluorescein diacetate) - sel hidup berwarna
fluoresen hijau dengan UV.
• Tetrazolium: MTT (dimetiltiazol difenil tetrazolium bromida) dan TTC
(trifenil tetrazolium klorida)
- sel hidup berwarna merah, tetrazolium direduksi oleh enzim
dehidrogenase menjadi formazan (merah).
8
Contoh pewarnaan viabilitas sel

Sel Poplar albus dengan pewarnaan Evans blue


A. Sel hidup (viable), B. Sel mati.
(Macovei et al., 2010)
Protoplas tembakau dengan
pewarnaan FDA.
(Rei et al., 2015)
9
Kultur organ tanaman
Beberapa senyawa sekunder penting hanya diproduksi dalam sel
terdiferensiasi, oleh karena itu dikembangkan kultur organ
tanaman in vitro.
Kultur organ tanaman yang umum digunakan adalah:
- akar berambut atau akar transform (transformed roots, hairy
roots, atau transgenic hairy roots) – Agrobacterium rhizogenes
- tunas atau daun transform (shooty teratoma) – Agrobacterium
tumefaciens

10
Kultur organ tanaman

Akar berambut (hairy roots) Tunas transform


Solanum nigrum (shooty teratoma)
Atropa belladona
11
Kelebihan kultur organ dibanding kultur sel:
• kestabilan genetik lebih mantap,
• kandungan senyawa sekunder umumnya lebih tinggi,
• tingkat produksi lebih stabil dalam jangka panjang,
• laju tumbuh lebih tinggi,
• tidak diperlukan penambahan zat pengatur tumbuh.
Kelemahan kultur organ:
• umumnya hanya untuk tanaman dikotil,
• akar berambut mungkin tidak memproduksi senyawa yang
disintesis di bagian atas tanaman,
• Lebih sulit dalam meningkatkan skala produksi dalam bioreaktor.

12
Kultur sel skala-besar
• Peningkatan volume kultur sel dan organ tanaman sangat penting
dalam usaha komersialisasi produk.
• Penelitian awal skala kecil di labu Erlenmeyer 10 – 100 ml yang
diletakkan pada shaker, namun produksi komersial harus dilakukan di
bioreaktor.
• Suspensi sel tanaman berhasil dibiakkan dalam bioreaktor yaitu kultur
sel Echinacea purpurea dan Taxus brevifolia (sebagai anti-kanker).
• Masalah utama: perimbangan antara pengadukan untuk mencampur
medium dan mencegah sel menggumpal.
• Masalah lain: penggumpalan agregat sel, penempelan sel-sel pada
dinding bejana, dan terbentuk busa (foaming).
13
Berbagai jenis bioreaktor

Airlift
Stirred tank Bubble column Balloon-type bubble TIS

Bag line
TIS RITA Rotating drum
Sumber: Fei & Weathers (2016) 14
Komponen bioreaktor

Stirred Tank Reactor


(STR)
15
Kultur sel dan akar berambut di bioreaktor

16
Produksi paclitaxel melalui kultur sel tanaman Taxus di Phyton Biotech,
volume bioreaktor 75rb liter 17
Taxus sumatrana di Taman Nasional Kerinci Seblat

18
Embriogenesis Somatik (SE)
• SE adalah proses pembentukan embrio dari sel somatik (vegetatif),
ditandai adanya struktur bipolar dan tanpa ada hubungan pembuluh
dengan jaringan induk.
• Struktur bipolar: plumula (calon tunas) dan radikula (calon akar)
• Teknik propagasi klonal secara massal dan cepat terutama untuk
tanaman tahunan berkayu.
• Embrio somatik mirip embrio zigotik.

01/03/2022 1
Perkembangan kalus
Proliferasi Tumbuh pesat Suspensi sel

Kalus Dome Organogenesis Tunas adventif

Embriogenesis Embrio somatik


Noduler
somatik

Kalus tumbuh pesat Organogenesis Embriogenesis somatik


2
Pembentukan awal sel embrio somatik

daun -> embrio

daun -> kalus -> embrio 3


Pembelahan sel embriogenik

Pembelahan asimetri

Pembelahan simetri

4
Fase perkembangan embrio somatik
Tanaman Dikotil
• Globuler: embrio tumbuh ke segala arah (isodiametrik).
• Bentuk-jantung (heart-shape): mulai tumbuh melonjong (oblong).
• Torpedo: mulai terbentuk dua plumula (calon pucuk).
• Kotiledon: terbentuk plumula dan radikula (calon akar) yang jelas.

Tanaman Monokotil
• Globuler: bentuk membulat
• Elongated: embrio tumbuh memanjang
• Scutellar: terbentuk sumbu apikal dan skutelum
• Coleoptilar: terbentuk koleoptil

5
Fase perkembangan embrio somatik
Tanaman dikotil Tanaman monokotil

Globuler

Oblong

Globuler
Scutellar

Torpedo Bentuk-jantung Coleoptilar


6
Embriogenesis somatik vs zigotik

7
Jenis embriogenesis somatik

Tak-langsung
Kalus
Langsung
Eksplan Embrio somatik

Planlet

Bibit
8
Tahap regenerasi embriogenesis somatik
tak-langsung
1. Induksi (inisiasi) kalus embriogenik
(PEM = proembryogenic mass)
2. Seleksi kalus embriogenik
3. Proliferasi (perbanyakan) kalus embriogenik
4. Induksi (ekspresi) embrio somatik
5. Maturasi (pendewasaan) embrio somatik
6. Pembesaran tunas
7. Pembentukan akar planlet
9
Embriogenesis Somatik Langsung

Embrio somatik Histologi embrio somatik

Kecambah Pengakaran planlet


SE Kopi 10
Embriogenesis Somatik Tak-Langsung

Kalus primer Kalus embriogenik Embrio somatik

Kecambah/Tunas Pembesaran tunas Planlet berakar


SE Kelapa Sawit 11
Kiat-kiat menginduksi embrio somatik
1. Eksplan yang muda (juvenile)
2. Zat pengatur tumbuh
- Auksin: 2,4-D, IAA, IBA, NAA
- Sitokinin: BA, kinetin, TDZ, 2-iP
3. Garam mineral
- Penurunan hara makro & mikro
- Penurunan N dalam bentuk ion NH4
- Peningkatan K dan Ca
4. Faktor lingkungan
- Cahaya -- terang
- Suhu
5. Air kelapa 12
Keunggulan Embriogenesis Somatik
• Memungkinkan untuk otomatisasi dan scale-up (peningkatan skala
produksi).
• Laju multiplikasi lebih tinggi.
• Mempunyai akar tunggang – lebih kokoh dan lebih tahan terhadap
kekeringan.
• Memungkinkan perbanyakan tanaman monokotil secara vegetatif.
• Sesuai sebagai bahan tanaman (kalus embriogenik atau embrio
somatik fase awal) untuk kegiatan transformasi genetik dan
mutagenesis dalam program pemuliaan tanaman.

13
Kelemahan Embriogenesis Somatik
• Metode ini relatif sulit.
• Kemungkinan terjadinya mutasi lebih tinggi dibandingkan dengan
multiplikasi tunas, terutama SE tak-langsung.
• Subkultur berulang-ulang dalam jangka panjang akan
menurunkan kapasitas regenerasi dan meningkatkan
kemungkinan munculnya abnormalitas.
• Induksi embriogenesis somatik sangat sulit untuk spesies
tanaman tertentu.

14
SE Kopi Arabika

Eksplan daun Kalus Embrio somatik Kecambah

Bibit siap-salur Aklimatisasi Planlet


15
SE Kakao Sistem Cair

Kalus embriogenik Embrio somatik Kecambah

Bibit siap kirim Aklimatisasi Planlet


16
Kultur cair dalam labu Erlenmeyer 250-mL diletakkan di atas shaker 17
SE ginseng pada
balloon type
bubble reactor
(BTBR)

a. Kultur cair dalam


labu Erlenmeyer
b. BTBR 3 liter
c. BTBR 500 liter
d. Embrio somatik

Sumber: Fei & Weathers (2016)


18
Benih Sintetik dari Embrio Somatik
• Merupakan langkah selanjutnya dari embriogenesis somatik.
• Embrio somatik dibungkus dengan gel matriks menyerupai
benih biasa.
• Embrio somatik tunggal dicampur dengan Na Alginat
selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan CaCl2.
• Kegunaan: mudah dikirim, tahap in vitro lebih sedikit, gel dapat
ditambah pupuk, zat pengatur tumbuh dan pestisida.
• Merupakan wadah penyimpanan embrio somatik.

19
Benih sintetik teh

20
Sistem produksi benih sintetik

Sumber: Onishi et al. (1994) 21


Konservasi In Vitro Plasma Nutfah Tanaman

08/03/2022
1
Konservasi Tanaman
• Biodiversitas menurun dengan sangat cepat. Pada tahun 2014, >7.700
spesies tanaman dimasukkan ke dalam Red List of Endangered Species
dari IUCN (International Union for the Conservation of Nature).
• Sejak 2010, 4,7 juta ha areal hutan hilang tiap tahun. Sejak tahun 1900,
3 spesies tumbuhan berbiji hilang setiap tahun.
• Hilangnya plasma nutfah tumbuhan, binatang, dan mikroba disadari
sangat merugikan, terutama bagi para pemulia (breeders).
• Konservasi in situ: konservasi plasma nutfah tanaman di habitat
alaminya.
• Konservasi ex situ: plasma nutfah tanaman dikoleksi pada lokasi
tertentu (misalnya kebun raya) di luar habitat aslinya, termasuk
penyimpanan biji. 2
Konservasi In Situ Tanaman

Anggrek hitam (Coelogyne pandurata)


3
Cagar Alam Kersik Luwai, Kutai Barat, Kaltim 4
Konservasi Ex Situ Tanaman
• Konservasi plasma nutfah tanaman pada umumnya dilakukan
dengan metode koleksi ex situ dan penyimpanan biji.
• Contoh konservasi ex situ adalah kebun raya dan arboretum.
• Konservasi ex situ di lapang memiliki kelemahan:
o memerlukan lahan yang luas
o pemeliharaan relatif mahal
o rentan terhadap cuaca seperti angin kencang, hujan lebat,
kebakaran, kekeringan
o rentan terhadap serangan hama penyakit dan gangguan
manusia.
5
Kebun Raya Bogor

Konservasi ex situ tanaman 6


Kebun Raya Cibodas

Konservasi ex situ tanaman 7


Koleksi ubi jalar di KP Cikeumeuh, Bogor (Hidayatun et al., 2017)8
Konservasi dengan Penyimpanan Biji
• Tanaman yang berkembangbiak secara generatif dapat dikonservasi
dalam bentuk penyimpanan biji.
• Biji dikeringkan sampai kadar airnya 5-8% dan disimpan dalam
wadah tertutup pada suhu rendah (<-18ºC) dan kelembaban udara
rendah.
• Namun, metode ini tidak bisa untuk biji yang sulit berkecambah atau
daya hidupnya singkat (rekalsitran).
• Masalah koleksi ex situ dan penyimpanan biji untuk konservasi
tanaman dapat diatasi dengan cara konservasi in vitro.

9
Penyimpanan biji

10
Konservasi In Vitro Tanaman
• Sistem in vitro sangat sesuai untuk penyimpanan bahan tanaman
karena: skala kecil, bebas hama penyakit dan dilakukan pada
kondisi lingkungan yang akan memperlambat atau menghentikan
pertumbuhan.
• Syarat untuk penyimpanan in vitro:
o Stabilitas genetik harus tetap dipertahankan
o Harus dijamin bebas penyakit
o Potensi regenerasi tidak boleh hilang
o Kemungkinan kerusakan atau kematian sangat kecil.

11
Keunggulan Konservasi In Vitro Tanaman
• Kultur in vitro memungkinkan spesies tanaman langka untuk
dikonservasi.
• Memerlukan ruang yang kecil.
• Pemeliharaan lebih mudah dan terkontrol.
• Gangguan cuaca hampir tidak ada.
• Sesuai untuk tanaman yang steril, biji yang sulit berkecambah atau
biji rekalsitran.
• Karena kultur steril memungkinkan pengiriman bahan tanaman
bebas-penyakit ke lokasi atau negara lain.

12
Penyimpanan jangka pendek-menengah:
memperlambat pertumbuhan in vitro
• Merubah komposisi medium (gula rendah, senyawa penghambat,
cekaman osmotik) sehingga pertumbuhan menjadi sangat lambat.
• Gula rendah: sukrosa 10 g/L; senyawa penghambat: cycocel,
ancymidol, ABA; atau osmotikum: manitol, sorbitol.
• Penyimpanan hipobarik yakni menurunkan tekanan atmosfer.
Tekanan oksigen diturunkan, digantikan nitrogen.
• Menurunkan suhu, pada suhu 2-5 °C untuk tanaman temperate,
8-15 °C untuk tanaman (sub)tropis.
• Menurunkan intensitas cahaya.
13
Agrawal et al. (2019) 14
15
Penyimpanan jangka-panjang:
menghentikan pertumbuhan in vitro
• Penyimpanan jangka panjang dengan dibekukan dalam nitrogen
cair pada suhu minus 196 °C (cryopreservation). Pada suhu ini
pertumbuhan berhenti sama sekali.
• Ditambah cryoprotectant: DMSO (dimetil sulfoksida) + sorbitol,
gliserol, manitol, sukrosa untuk mempertahankan keutuhan
membran dan meningkatkan potensial osmotik.
• Penurunan suhu dan penghangatan suhu (thawing) harus
dilakukan secara perlahan.
• Stabilitas genetik tanaman lebih tinggi.

16
Penyimpanan jangka panjang:
menghentikan pertumbuhan in vitro (lanj…)
• Bahan tanaman tersedia kapan saja.
• Bahan tanaman tetap bersifat juvenil selama penyimpanan.
• Penyimpanan dapat sampai beberapa puluh tahun.
• Kelemahan penyimpanan suhu super rendah adalah biaya investasi
sangat mahal dan masih banyaknya masalah teknis. Tiap jenis
tanaman memerlukan kondisi yang spesifik untuk penyimpanan
dan regenerasi bahan tanaman yang dibekukan.
• Bahan tanaman dapat disimpan dalam bentuk protoplas, suspensi
sel, kalus, embrio, pucuk meristem, tunas, dan planlet.
17
Cryopreservation

18
Cryopreservation of papaya

19
Cryopreservation of Musa spp.

A. Kultur stock, B. Kultur meristem, C. Desikasi, D. Vitrifikasi tetes, E. Meristem di vial,


F. Regenerasi tunas, G. Tabung cryo, H. Tanaman di lapang (Agrawal et al., 2019).
20
Panis et al. (2020) 21
BIO 305: 3 (2-1) sks
KULTUR SEL & JARINGAN:
Teori Dasar dan Aplikasinya

Dosen:
1. Prof. Dr. Diah Ratnadewi (Koordinator)
2. Dr. Ence Darmo Jaya Supena
3. Ir. Sumaryono, MSc. (BP Perkebunan)
4. Dr Berry Juliandi
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Kultur Jaringan Tanaman?
 Upaya membiakkan sel/jaringan tanaman dalam
medium buatan yang diketahui komposisinya,
dalam kondisi lingkungan yang terkendali, untuk
mendapatkan pertumbuhan dan/atau
perkembangan yang diharapkan
Dasar:
Teori Totipotensi (Haberlandt, 1898)
Kemampuan sel tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang,
melengkapi dirinya, menjadi tumbuhan utuh kembali.
Pada HEWAN

1878: Claude Bernard


Melontarkan pemikiran bahwa sistem fisiologis suatu
organisme dapat dipelihara di dalam sistem hidup lainnya
bahkan setelah organisme tersebut mati

1975: Kohler and Milstein


Memproduksi hibridoma yang mampu menghasilkan antibody
monoclonal
Totipotensi sel tumbuhan in vitro

Manipulasi in vitro

►dediferensiasi ►rediferensiasi

Sel telah
terdiferensiasi, Proses Perkembangan Tanaman utuh/lengkap
sel → individu tumbuhan in vitro
masih (Sel terdiferensiasi)
mempunyai:
• membran plasma
• inti viabel
• sitoplasma

4
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Totipotensi protoplas tumbuhan in vitro

Kultur protoplas alfafa (Medicago sativa) (Levee et al., 2005)


5
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Embriogenesis mikrospora pada Brassica napus
►Totipotensi Sel Gamet Jantan (Mikrospora/Polen)

6
Departemen Biologi, FMIPA-IPB (Supena et al., 2008)
Sejarah singkat kultur in vitro tanaman
 1898: Haberlandt; kultur jaringan
palisade Lamium purpureum, Eichhornia crassipes.
 1922 – 1940an: Robbins, Kotte, White, Gautheret, Skoog;
mencoba berbagai jaringan meristematik & media.
 1930an: ditemukan auksin sebagai hormon & peran vit. B dalam
pertumbuhan.
 1941: Van Overbeek; air kelapa untuk kultur embrio muda.

 1950an: Limasset & Cornuet (1949): bagian apikal bebas virus; Morel &
Martin (1952,1955): kultur apeks utk tanaman bebas virus.
.
Sejarah singkat ... (lanjutan)
 1960an: Murashige, memperbaiki teknik & medium: perbanyakan
mikro
 1966-67: Maheshwari, kultur embrio muda & pembuahan buatan.
Guha & Maheshwari dan Bourgin & Nitsch, kultur serbuk sari dan
ovul.
 1953-54: Muir, kultur sel jaringan Tagetes erecta & N tabacum: isolasi
dan kultur sel tunggal menjadi koloni sel.
 1956: Miller, menemukan kinetin dalam DNA sperma ikan herring
yang memacu pembelahan sel.
 1957: Skoog & Miller, keseimbangan auksin/sitokinin.
 1958: Reinert & Steward, embriogenesis somatik dlm medium 100%
sintetik.
Sejarah Singkat (Lanjutan):

 1972: Cocking, isolasi protoplas, fusi sel, hibridisasi somatik N glauca


& N langsdorffii , hibridisasi paraseksual (juga dg organit asing).
 1980an - sekarang: Penyimpanan plasma nutfah, benih buatan, GMO
 Benih buatan: Kitto SK & Janick J (1982) – wortel
 Penyimpanan plasma nutfah in vitro: IBPGR (IPGRI, 1982)
 Rekayasa genetik: pada tembakau utk tahan antibiotik (1983)
BIOTEKNOLOGI TANAMAN

+ Genetika GMO dengan


+ Biologi Molekuler karakter baru
Anatomi
Kultur
Morfologi Sel/
Fisiologi Jaringan + Kimia/Biokimia Produksi
+ Biologi Molekuler metabolit
sekunder
tumbuhan

• Perbanyakan bibit
• Konservasi plasma nutfah
• Benih buatan
• Tanaman bebas penyakit
• Bahan untuk transformasi genetik
Penerapan Teknik Kultur In Vitro
Tanaman
 Perbanyakan klonal

 Produksi senyawa/metabolit tumbuhan: senyawa alami


dan biotransformasi
 Produksi tanaman bebas penyakit

 Konservasi plasma nutfah

 Mendukung program perbaikan/rekayasa genetik

 Sarana pendukung dalam penelitian biologi/pertanian.


Kultur in vitro pendukung
dalam penelitian Biologi/
Pertanian (... lanjutan)
Kultur kalus/planlet untuk menguji:
• Efek senyawa (pestisida, NaCl, ABA, zat osmotik), suhu
tinggi/rendah, kekeringan.
• Ketahanan tanaman terhadap toksin patogen

• Sifat kompatibel dalam sambung tanaman/grafting/okulasi

• Ekspresi gen dalam studi genetika molekuler (seleksi


promotor, faktor transkripsi)
Schematic presentation of the major areas of plant cell
and tissue cultures, and some fields of application
(Neumann et al., 2009)
BEBERAPA CONTOH PEMANFAATAN TEKNIK
KULTUR IN VITRO TANAMAN
Regeneration of Phalaenopsis
through in vitro culture of leaf
segment
(a) Induction of PLBs from explant
cultured on ½ MS + 2% sucrose + 2.0
mg/L BA + 0.5 mg/L NAA + 10% CW + 2
g/L peptone + 1 g/L AC.

(b) Development of shoots from the old


PLBs and proliferation of new PLBs from the
base of the old ones, cultured on ½ MS +
2%
sucrose + 150 mg/L l-glutamine + 10% CW
+ 2 g/L peptone + 1 g/L AC.

(c) A segment of (b) showing proliferation


of new PLBs.

(d) Eight-week-culture of regenerated


shoots with induction of roots as well as
shoot growth on ½ MS + 2% sucrose +
10% CW + 2 g/L peptone + 1 g/L AC + 50
g/L banana pulp.

(e) One-year-old regenerated plants.


15 (Castellanos et al. 2008)
Kultur nodus: mikropropagasi & produksi
umbi mini tanaman kentang PPSHB - IPB

BIO542 BKIVT: Kultur Meristem-Sel &


16 Organogenesis
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
(Kane, 2000) F
Kultur ujung apeks untuk tanaman bebas patogen
(virus/bakteri)

17
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Embrio somatik dan benih sintetik

www.flickr.com

www.seedbiology.de

Enkapsulasi dalam gel kalsium


alginat
18
Kultur antera pada media dua lapis:
Dari antera (mikrospora) menjadi tanaman HG

Homozigositas hanya dalam satu generasi


19 ► penting untuk percepatan pemuliaan
(Supena et al., 2006)
Perbaikan tanaman pisang dengan induksi
mutasi dikombinasikan dengan teknik in
vitro
(IAEA, Vienna-Austria)

20 Somaklonal, Mutagenesis & Seleksi In Vitro


BBM gene
induces somatic
embryo formation
in Arabidopsis
and Brassica
(Boutilier et al., 2002)

21 BIO 542 BKIVT: Embriogenesis Somatik


BIO 305: Kultur Sel & Jaringan
Materi Minggu II

PRINSIP DAN FAKTOR PENTING


DALAM
KULTUR JARINGAN TANAMAN
PRINSIP KULTUR JARINGAN
• Mempertahankan agar eksplan tetap hidup
dan tetap aktif dalam medium tumbuhnya.
• Memacu pembelahan sel.
 Struktur terorganisasi: tumbuh normal.
 Jaringan terdiferensiasi: de-diferensiasi
lalu re-organisasi.
Dediferensiasi & Rediferensiasi
dalam Kultur Jaringan Tanaman

Diferensiasi in planta: Zigot → Embrio Zigotik → Kecambah → Tanaman


(sel tunggal)

Eksplan: jaringan/organ

Dediferensiasi: Individu Sel →Suspensi Sel → Kalus


(somatik/gamet)

Rediferensiasi: Embrio Somatik Tunas dan/atau akar

Regenerasi:
Tanaman
FAKTOR-FAKTOR PENTING DALAM
KULTUR SEL/JARINGAN TANAMAN

I. Bahan eksplan
II. Media tumbuh
III. Kondisi kultur
IV. Keaseptikan kultur
 Peralatan dan Keterampilan teknis
I.Faktor Bahan Eksplan
• Jenis tanaman: spesies, varietas
• Jenis jaringan
• Konstitusi genetik: ploidi
• Kondisi fisiologis tanaman induk
• Fase perkembangan tanaman
induk
• Posisi jaringan pada tanaman
induk
• Ukuran eksplan
• Musim saat pengambilan eksplan
Faktor penting dalam pemilihan eksplan
terkait faktor fisiologis tanaman induk:
• Eksplan harus mengandung sel-sel hidup
• Lebih muda (meristimatik/juvenil) akan lebih
baik/ responsif, karena mengandung banyak sel
yang sedang aktif membelah
• Tanaman induk harus sehat, tidak terserang hama
dan penyakit
• Tanaman sedang aktif tumbuh, bukan masuk
periode dormansi atau penuaan/senesensi
Contoh:
pengaruh asal jaringan
eksplan pada pola
re-diferensiasi
kultur
II. Faktor Media Tumbuh
 Unsur mineral: makro dan mikro
 Vitamin B & mio-inositol
 Sumber C, energi & pemelihara osmolaritas media:
gula/karbohidrat
 Zat pengatur tumbuh: auksin, sitokinin, giberelin,
ABA
 Asam amino/peptida
 Bahan organik: air kelapa, YE, ME, sari buah
 Pemadat media
 pH medium
Media yang paling umum
digunakan
• Murashige T, Skoog F [MS]. 1962. A revised
medium for rapid growth and bio-assays with
tobacco tissue culture. Physiol Plant 15:473-
497.
• Schenk RU, Hildebrandt AC [SH]. 1972.
Medium and teshniques for induction and
growth of monocotyledonous plant cell
cultures. Can J Bot 50:199-204.
• Gamborg OL, Miller RA, Ojima K [GB5]. 1968.
Nutrient requirements of suspension culture
of soybean root cells. Exp Cell Res 50:151-
158.
• Woody Plant Media (WPM). Lloyd G,
McCown B. 1981. Comb Proc Intl Plant Prop
Soc 30:421-427
 Efek Hormon dalam fenomena fisiologis
kultur in vitro
AUKSIN
• Stimulasi pembelahan sel (berinteraksi dengan
sitokinin)
• Pemanjangan sel, batang dan ruas
• Diferensiasi akar (bersifat rhizogen)
• Dominansi apikal
• Memicu sintesis etilen (absisi)
• Perubahan permeabilitas sel
Mudah rusak oleh cahaya & IAA oksidase
Dilarutkan dalam Etanol atau NaOH
Auksin yang biasa digunakan:
 Indole acetic acid (IAA);
 Indole-3-butyric acid (IBA);
 1-Naphthalene acetic acid (NAA),
 2-Naphthoxyacetic acid (NOA),
 dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D),
 p-Chlorophenoxyacetic acid (p-CPA)

IAA NAA 2,4-D


SITOKININ

• Memacu pembelahan sel (berinteraksi dengan


auksin)
• Diferensiasi tunas adventif dari jaringan dan kalus
• Induksi perbanyakan pertunasan dari mata tunas
aksilar dengan cara melawan efek dominansi apikal
• Menghambat perakaran
Dilarutkan dalam HCl atau NaOH, kecuali TDZ dalam DMSO
Sitokinin yang umum digunakan:
 6-Benzylaminopurine (BAP); atau
Benzyl adenine (BA)
 Furfurylamino purine (Kinetin),
 Isopentenyl-adenine (2-iP);
 Thidiazuron (TDZ); and
 Zeatin.

Adenin Kinetin trans-Zeatin


Rasio Auksin dan Sitokinin dapat
mengontrol program organogenesis
AUXIN CYTOKININ
Rule of thumb
Auxin/cytokinin :
• 10:1 to 100:1 induces roots

• Intermediate ratios around


1:1 favor callus growth

• 1:10 to 1:100 induces


shoots
(Gaspar et al. 2003)
GIBERELIN (GA3)
• Pemanjangan ruas batang
• Memicu sintesis α-amilase pd biji serealia
perkecambahan
• Memicu sintesis auksin/penghambat auksin
oksidase
• Efek kompleks dalam perakaran
• Pematahan dormansi: biji, mata tunas
• Efek pada organogenesis: menghambat
dediferensiasi, tapi baik untuk eksplan
terorganisasi
Interaksi antara suplai hormon eksogen dan sistem hormon
endogen pada kultur kalus

(Neumann et al. 2009)


TEKNIK DASAR 3
-LANJUTAN-

Materi kuliah III


CARA PENGGUNAAN ZPT

• Buat larutannya dalam pelarut yang tepat


(NAA, 2,4-D dlm etanol; kinetin dlm HCl;
TDZ dlm DMSO)
• Disimpan di kulkas (4 oC), tidak terlalu lama
• Di dalam medium:
dicampurkan dan diautoklaf; atau disaring
dengan saringan milipore 0.45 µm (filter-steril),
dicampurkan dalam medium steril
pH Media
• pH normal media kultur in vitro: 5.5 – 5.9
sebelum di autoklaf
– Menciptakan suasana netral bagi sel
jaringan/tanaman → fungsi normal sel
– Mendukung ketersediaan hara bagi
sel/jaringan tanaman
Pemadat Media
• Untuk mengatasi masalah kekurangan
oksigen (pada kultur-cair yang statik)
• Penopang jaringan tanaman (lebih baik pada semi-padat)
• Persyaratan:
– Tahan sterilisasi dengan autoklaf
– Media harus cair ketika panas, tetapi menjadi
gel/semi-padat ketika dingin
– Pemadat Media yang umum digunakan:
• Agar: umumnya berasal dari algae, khususnya Gelidium amansii
– Agarose: hasil pemurnian agar untuk menghilangkan
agaropectins (untukpekerjaan molekuler)
• Gelrite atau Phytagel: polisakarida linier yang dimodifikasi,
misalnya oleh Pseudomonas elodea.
III. Kondisi Kultur
• Suhu:
– Temperatur terkontrol sekitar 25±2 °C,
umumnya menggunakan AC / heater
– Untuk keperluan perlakuan suhu lebih tinggi atau lebih
rendah biasanya terpisah menggunakan inkubator khusus
• Pencahayaan:
– Biasanya menggunakan diffuse light dengan intensitas 800-
3000 lux, pada kasus tertentu diperlukan intensitas lebih
tinggi, atau bahkan gelap total
– Fotoperiodisitas umumnya 16 jam terang/8 jam gelap
• Kelembaban:
– RH < 50% (tidak terlalu rendah → media mengering;
terlalu lembab → masalah kontaminasi)
IV. Kondisi Aseptik
 Sumber kontaminan:

• Tempat/botol/tabung/petri kultur
• Medium kultur
• Alat-alat yang digunakan untuk
isolasi/inokulasi/kultur
• Bahan tanaman/Eksplan
• Lingkungan/area transfer
• Lingkungan ruangan inkubasi/kultur
• Pekerja/operator
Sterilisasi yang diperlukan, mencakup:
• Eksplan
• Medium kultur
• Alat-alat
• Ruang kerja
• Ruang Kultur
• Laboran/Pekerja
Sterilisasi: udara, bahan & alat, manusia
• Senyawa kimia pembunuh mikroorganisme utk eksplan
Ca-hipoklorit, Na-hipoklorit, etanol (70%),
peroksida, Ag-nitrat, merkuri klorida,
antibiotika/bakterisida, fungisida.
•Nyala api: untuk peralatan & eksplan tertentu.
•Panas: lembab – autoklaf (120 oC, 15 psi, 20 – 30 mt)
kering – oven (180 oC, 60 mt)-utk alat
• Radiasi UV: untuk ruangan.
•Sistem penyaringan udara: laminar airflow cabinet
•Filter steril untuk bahan yang tidak tahan panas (heat-
labile)
Tingkat keefektifan beberapa zat pensteril
eksplan a

 Plant Preservative Mixture (PPM); Plant Cell Technology


 a broad-spectrum biocide/fungicide for plant tissue culture
Waktu minimum yang diperlukan
untuk sterilisasi media dengan
autoklaf (Biondi & Thorpe, 1981)
Bagaimana sterilisasi untuk bahan yang
heat-labile (tidak tahan panas)?
• Hormon/Zat Pengatur Tumbuh:
 Zeatin, 2-iP, IAA, GA3, ...
• Bahan Organik:
 Asam sitrat, asam askorbat, ....
• Cara sterilisasi dan penambahan ke
media:
– Bahan tersebut tidak di autoklaf tetapi
gunakan filter steril (pore size ≤ 0.45
µm)
– Medium yang sudah di autoklaf
didinginkan hingga 40–50 ◦C
– Bahan hasil filter steril ditambahkan ke
media yang sudah didinginkan tersebut
di dalam LAFC
Laminar air flow cabinet
Beberapa upaya pencegahan
kontaminasi
 Pencegahan kontaminasi mikroorganisme dari udara terhadap daerah
aseptik (pintu dan jendela selalu tertutup, membatasi orang yang berada di
ruang transfer, dst....)
 Semua alat/bahan hasil sterilisasi sedapat mungkin diletakkan jauh di
bagian dalam Laminar
 Perhatikan posisi dan gerak tubuh/muka/tangan ketika melakukan
kultur/transfer/isolasi/dll, untuk menghindari kontaminasi dari tubuh/cara
kerja.
 Keluarkan semua kultur yang terkontaminasi, dan
segera dilakukan killing, tidak dikumpulkan dulu
karena dapat memproduksi spora yang dapat
menyebar kemana-mana.
 Tidak menggunakan LAFC utk pekerjaan bakteri
dan cendawan
Permasalahan dalam kultur jaringan:
 Masalah Fisiologis:
– Respons lambat: umur sel, sifat genetik,
komposisi medium, perimbangan hormon,
kondisi kultur, infeksi virus.
– Organogenesis: kapasitas regenerasi menurun,
perakaran sulit.
– Browning/blackening.
– Vitrifikasi: nisbah NO3- / NH4+, bentuk medium.
Senyawa Antioksidan
untuk mengatasi pencoklatan jaringan
• Asam sitrat 100-150 ppm
• Asam askorbat 100-150 ppm
• Amonium sitrat 2-4 g/L
• PVP (Polivinil pirolidon)
Lainnya:
• Kafein
• Sistein klorhidrat
• Na dietil-ditiokarbamat
• Ditiotreitol
• Tiourea
Vitrifikasi jaringan
Permasalahan dalam kultur jaringan
(lanjutan):
 Masalah Teknis:
• Kontaminasi eksplan, medium.
• Kondisi aklimatisasi: hubungan fisiologi –
morfologi dengan lingkungan
• Keterampilan teknis tenaga kerja

 Masalah Genetik:
• Variasi genetik/somaklonal: stabilitas ploidi,
mutasi gen dan/atau kromosom
BIO 305 KULTUR SEL & JARINGAN
1 Kultur kalus dan organogenesis
2 Kultur sel tanaman
3 Embriogenesis somatik
4 Konservasi in vitro plasma nutfah

▪ Sumaryono
Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia
Jl. Taman Kencana No.1, Bogor
15/02/2022 1
Kultur Kalus
kalus: massa sel tak-terdiferensiasi yang tumbuh pesat

Inisiasi Kalus
• Sumber eksplan: hampir semua bagian tanaman, terutama yang
sedang tumbuh pesat (meristematik).
• Eksplan dari tanaman di lapang dan rumah kaca terkontaminasi
fungi dan bakteri.
• Sterilisasi eksplan: dicuci dengan air mengalir, direndam dalam
larutan deterjen, fungisida, NaOCl.
• Medium dasar: MS, DF, SH, Nitsch, WP, Y3.
• Medium untuk inisiasi, proliferasi, dan pemeliharaan kalus seringkali
berbeda. 2
• Inisiasi kalus pada umumnya memerlukan fitohormon eksogen,
terutama auksin.
• Komposisi medium dan genotipe berpengaruh terhadap inisiasi kalus.
• Lingkungan fisik: cahaya atau gelap, suhu 25-27 °C.
• Kalus dapat tumbuh dari seluruh bagian eksplan, terutama daerah
yang terpotong.

Kalus kelapa sawit Kalus sagu Kalus akasia


3
Jenis kalus berdasarkan tekstur dan sifat fisik
• Keras dan kompak (hard and compact) – bisa dibuat remah, poli-
sakarida pada dinding sel tinggi, lebih banyak pektin dan hemiselulosa.
• Remah (friable) – sesuai untuk kultur sel atau diinduksi ke embrio
somatik.
• Lembut dan basah (soft and watery) – sulit diinduksi membentuk
organ atau embrio.

Kalus keras & kompak Kalus remah Kalus basah


4
Subkultur dan pemeliharaan kalus
• Kalus yang ideal: berisi sel yang seragam, secara genetik stabil,
diploid, remah, potensi regenerasi tinggi, dan kondisi tersebut
mampu dipertahankan setiap kali subkultur.
• Kalus perlu dipindahkan ke medium baru setiap 4-6 minggu, kalau
tidak akan mati karena: kehabisan hara, akumulasi senyawa toksik,
atau medium mengering.
• Proliferasi kalus yang pesat hanya terjadi pada jaringan yang tidak
menyentuh medium.
• Kalus dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama tanpa
kehilangan viabilitasnya dengan kondisi minimum atau
cryopreservation.
5
Pengukuran pertumbuhan kalus
• Bobot segar – diletakkan di kertas saring, lalu timbang.
• Bobot kering – oven 60 °C selama 24 jam.
• Analisis pencitraan (imaging analysis).
• Pengukuran tiap minggu untuk menentukan periode subkultur terbaik
yakni sesaat sebelum puncak.
16
14
Callus fresh weight (g)

12
10
8
6
4
Picl 15 µM
2 Picl 30 µM
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Culture period (week)
Kurva tumbuh kalus C. ledgeriana 6
Perkembangan kalus
Proliferasi Tumbuh pesat Suspensi sel

Kalus Dome Organogenesis Tunas adventif

Embriogenesis Embrio somatik


Noduler
somatik

Kalus tumbuh pesat Organogenesis Embriogenesis somatik


7
Organogenesis
• Pembentukan organ tanaman (tunas, akar), tergantung pada zat
pengatur tumbuh: auksin dan sitokinin.
• Berasal dari satu (single) atau beberapa (multi) sel epidermis dan sub-
epidermis.
• Ciri awal diferensiasi kalus menjadi organ: terbentuk sel kecil
isodiametrik, sitoplasma rapat, tanpa vakuola.
• Tunas yang tumbuh dari sel kalus disebut tunas adventif.

8
A B

C D E

Photomicrography of callus development and early shoot formation in


Acacia melanoxylon. (A) Undifferentiated callus, (B) Early callus
differentiation, (C) Green patch, (D) & (E) Early shoot development.
9
Contoh organogenesis pada beberapa tanaman

Stevia (Naranjo et al., 2016) Porang (Zhong et al., 2017)

Tebu (Reis et al., 2016) Tanaman hias Cordyline 10


Faktor-faktor yang mempengaruhi organogenesis
1. Fitohormon
- auksin: tanpa atau konsentrasi rendah
- nisbah auksin/sitokinin: tinggi – pembentukan akar,
rendah – pembentukan tunas
- fitohormon lain: ABA, GA3

2. Faktor lain
- hara makro: fosfat (P), nitrogen (N)
- sukrosa, glukosa
- kondisi lingkungan: cahaya, suhu
11
Keragaman somaklonal
Larkin & Scowcroft (1981)
“Peningkatan keragaman genetik tanaman pada kultur in vitro”

• Karena terjadi perubahan pada jumlah atau struktur kromosom,


mutasi inti sel gen tunggal, DNA sitoplasma, metilasi DNA.
• Genotipe baru yang dihasilkan akan mewariskan sifat genetik ke
turunannya.
• Kultur kalus yang merupakan sel belum terdiferensiasi
kemungkinan menghasilkan keragaman somaklonal yang lebih
tinggi dibandingkan dengan embriogenesis somatik langsung
atau multiplikasi tunas.
12
• Sisi positif: meningkatnya keragaman genetik tanaman yang
penting untuk tujuan pemuliaan tanaman – seleksi in vitro untuk
sifat yang menguntungkan seperti ketahanan terhadap penyakit
dan kekeringan, kandungan gula tinggi, berubahnya warna bunga
(variegata), dll.
• Sisi negatif: sifat yang tidak dikehendaki seperti terjadinya bulai
pada planlet tebu, perubahan warna daun tan hias.
• Keragaman epigenetik: perubahan ekspresi gen, dapat-pulih, dan
tidak diwariskan ke turunannya. Salah satu contoh adalah
abnormalitas pembungaan/pembuahan pada tanaman kelapa
sawit yaitu buah bersayap (mantled fruits).

13
Contoh keragaman somaklonal dan epigenetik

Bulai pada planlet tebu Buah kelapa sawit normal Buah bersayap (mantled)

14
Kultur Suspensi Sel Tanaman
• Jenis kultur dimana sel tunggal atau agregat sel tumbuh dan
memperbanyak diri dalam medium cair pada lingkungan aseptik
dan terkendali.
• Kultur sel tanaman digunakan untuk:
o propagasi massal bahan tanaman unggul: true-to-type plants
o perbanyakan individu hasil rekayasa genetika: bahan untuk
transformasi
o sistem model untuk kajian biokimia dan fisiologi karena lingkungan
terkendali
o konservasi in vitro plasma nutfah tanaman
o produksi senyawa sekunder.

22/02/2022 1
Kultur Suspensi Sel Tanaman
• Dibuat dengan memindahkan kalus remah yang tumbuh-pesat ke
dalam medium cair pada labu Erlenmeyer.
• Umumnya digoyang (agitated) dengan kecepatan 90-120 rpm untuk
meningkatkan kadar O2 dalam medium dan memecah agregat sel.
• Pertama kali dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer baffles untuk
memperkecil ukuran agregat sel.
• Disaring untuk mendapatkan ukuran sel yang seragam.
• Volume medium 1/5 – 1/4 dari volume labu Erlenmeyer.
• Kerapatan awal (initial density) sel sangat penting untuk
pembentukan koloni dan untuk mendapatkan pertumbuhan berulang
dari suspensi baru.
2
Kultur Suspensi Sel Tanaman

Kalus remah Labu Erlenmeyer Shaker 90-120 rpm

Suspensi sel Pengukuran CVS Agregat sel 3


Pengukuran pertumbuhan sel
1. Jumlah sel
• kumpulan sel dipisah dengan larutan asam kromat, dipanaskan 70°C
5-10 menit, didinginkan, dikocok, lalu dihitung dg hemositometer.

4
Pengukuran pertumbuhan sel
2. Packed Cell Volume (PCV)
• volume tertentu suspensi sel dimasukkan ke dalam tabung
sentrifus 15 mL dan diputar 2000 x g selama 5 menit.
PCV = mL endapan sel per kultur atau %.
3. Bobot segar sel
• suspensi sel diletakkan pada kain nilon di corong, dibilas air
untuk menghilangkan medium, dikeringkan dengan vakum lalu
ditimbang.
4. Bobot kering sel
• suspensi sel diletakkan pada kertas filter yang telah ditimbang,
dikeringkan 60 °C selama 24 jam.
5
Pengukuran pertumbuhan sel
5. Cell Volume after Sedimentation (CVS)
• volume suspensi sel setelah diendapkan selama 5 -10 menit dalam
labu Erlenmeyer miring.
14
12

Fresh weight (g)


10
8
6
4
y = 0.4565x - 0.3252
2 2
R = 0.859
0
0 5 10 15 20 25
CVS (ml)
Korelasi antara CVS dan bobot segar
biomassa sel 6
Kurva pertumbuhan sel

Kurva sigmoid 7
Viabilitas sel
• Pengamatan persentase viabilitas (daya hidup) sel sangat penting untuk
mencegah tercampurnya kultur dengan sel mati.
• Sel dianggap viabel (hidup) bila mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan
berkembang.
• Uji viabilitas berdasarkan pada integritas membran sel atau aktivitas
metabolisme sel (enzim).
• Pewarnaan dengan larutan Evans blue - sel mati warna biru, sel hidup putih.
• Pewarnaan dengan larutan FDA (Fluorescein diacetate) - sel hidup berwarna
fluoresen hijau dengan UV.
• Tetrazolium: MTT (dimetiltiazol difenil tetrazolium bromida) dan TTC
(trifenil tetrazolium klorida)
- sel hidup berwarna merah, tetrazolium direduksi oleh enzim
dehidrogenase menjadi formazan (merah).
8
Contoh pewarnaan viabilitas sel

Sel Poplar albus dengan pewarnaan Evans blue


A. Sel hidup (viable), B. Sel mati.
(Macovei et al., 2010)
Protoplas tembakau dengan
pewarnaan FDA.
(Rei et al., 2015)
9
Kultur organ tanaman
Beberapa senyawa sekunder penting hanya diproduksi dalam sel
terdiferensiasi, oleh karena itu dikembangkan kultur organ
tanaman in vitro.
Kultur organ tanaman yang umum digunakan adalah:
- akar berambut atau akar transform (transformed roots, hairy
roots, atau transgenic hairy roots) – Agrobacterium rhizogenes
- tunas atau daun transform (shooty teratoma) – Agrobacterium
tumefaciens

10
Kultur organ tanaman

Akar berambut (hairy roots) Tunas transform


Solanum nigrum (shooty teratoma)
Atropa belladona
11
Kelebihan kultur organ dibanding kultur sel:
• kestabilan genetik lebih mantap,
• kandungan senyawa sekunder umumnya lebih tinggi,
• tingkat produksi lebih stabil dalam jangka panjang,
• laju tumbuh lebih tinggi,
• tidak diperlukan penambahan zat pengatur tumbuh.
Kelemahan kultur organ:
• umumnya hanya untuk tanaman dikotil,
• akar berambut mungkin tidak memproduksi senyawa yang
disintesis di bagian atas tanaman,
• Lebih sulit dalam meningkatkan skala produksi dalam bioreaktor.

12
Kultur sel skala-besar
• Peningkatan volume kultur sel dan organ tanaman sangat penting
dalam usaha komersialisasi produk.
• Penelitian awal skala kecil di labu Erlenmeyer 10 – 100 ml yang
diletakkan pada shaker, namun produksi komersial harus dilakukan di
bioreaktor.
• Suspensi sel tanaman berhasil dibiakkan dalam bioreaktor yaitu kultur
sel Echinacea purpurea dan Taxus brevifolia (sebagai anti-kanker).
• Masalah utama: perimbangan antara pengadukan untuk mencampur
medium dan mencegah sel menggumpal.
• Masalah lain: penggumpalan agregat sel, penempelan sel-sel pada
dinding bejana, dan terbentuk busa (foaming).
13
Berbagai jenis bioreaktor

Airlift
Stirred tank Bubble column Balloon-type bubble TIS

Bag line
TIS RITA Rotating drum
Sumber: Fei & Weathers (2016) 14
Komponen bioreaktor

Stirred Tank Reactor


(STR)
15
Kultur sel dan akar berambut di bioreaktor

16
Produksi paclitaxel melalui kultur sel tanaman Taxus di Phyton Biotech,
volume bioreaktor 75rb liter 17
Taxus sumatrana di Taman Nasional Kerinci Seblat

18
Embriogenesis Somatik (SE)
• SE adalah proses pembentukan embrio dari sel somatik (vegetatif),
ditandai adanya struktur bipolar dan tanpa ada hubungan pembuluh
dengan jaringan induk.
• Struktur bipolar: plumula (calon tunas) dan radikula (calon akar)
• Teknik propagasi klonal secara massal dan cepat terutama untuk
tanaman tahunan berkayu.
• Embrio somatik mirip embrio zigotik.

01/03/2022 1
Perkembangan kalus
Proliferasi Tumbuh pesat Suspensi sel

Kalus Dome Organogenesis Tunas adventif

Embriogenesis Embrio somatik


Noduler
somatik

Kalus tumbuh pesat Organogenesis Embriogenesis somatik


2
Pembentukan awal sel embrio somatik

daun -> embrio

daun -> kalus -> embrio 3


Pembelahan sel embriogenik

Pembelahan asimetri

Pembelahan simetri

4
Fase perkembangan embrio somatik
Tanaman Dikotil
• Globuler: embrio tumbuh ke segala arah (isodiametrik).
• Bentuk-jantung (heart-shape): mulai tumbuh melonjong (oblong).
• Torpedo: mulai terbentuk dua plumula (calon pucuk).
• Kotiledon: terbentuk plumula dan radikula (calon akar) yang jelas.

Tanaman Monokotil
• Globuler: bentuk membulat
• Elongated: embrio tumbuh memanjang
• Scutellar: terbentuk sumbu apikal dan skutelum
• Coleoptilar: terbentuk koleoptil

5
Fase perkembangan embrio somatik
Tanaman dikotil Tanaman monokotil

Globuler

Oblong

Globuler
Scutellar

Torpedo Bentuk-jantung Coleoptilar


6
Embriogenesis somatik vs zigotik

7
Jenis embriogenesis somatik

Tak-langsung
Kalus
Langsung
Eksplan Embrio somatik

Planlet

Bibit
8
Tahap regenerasi embriogenesis somatik
tak-langsung
1. Induksi (inisiasi) kalus embriogenik
(PEM = proembryogenic mass)
2. Seleksi kalus embriogenik
3. Proliferasi (perbanyakan) kalus embriogenik
4. Induksi (ekspresi) embrio somatik
5. Maturasi (pendewasaan) embrio somatik
6. Pembesaran tunas
7. Pembentukan akar planlet
9
Embriogenesis Somatik Langsung

Embrio somatik Histologi embrio somatik

Kecambah Pengakaran planlet


SE Kopi 10
Embriogenesis Somatik Tak-Langsung

Kalus primer Kalus embriogenik Embrio somatik

Kecambah/Tunas Pembesaran tunas Planlet berakar


SE Kelapa Sawit 11
Kiat-kiat menginduksi embrio somatik
1. Eksplan yang muda (juvenile)
2. Zat pengatur tumbuh
- Auksin: 2,4-D, IAA, IBA, NAA
- Sitokinin: BA, kinetin, TDZ, 2-iP
3. Garam mineral
- Penurunan hara makro & mikro
- Penurunan N dalam bentuk ion NH4
- Peningkatan K dan Ca
4. Faktor lingkungan
- Cahaya -- terang
- Suhu
5. Air kelapa 12
Keunggulan Embriogenesis Somatik
• Memungkinkan untuk otomatisasi dan scale-up (peningkatan skala
produksi).
• Laju multiplikasi lebih tinggi.
• Mempunyai akar tunggang – lebih kokoh dan lebih tahan terhadap
kekeringan.
• Memungkinkan perbanyakan tanaman monokotil secara vegetatif.
• Sesuai sebagai bahan tanaman (kalus embriogenik atau embrio
somatik fase awal) untuk kegiatan transformasi genetik dan
mutagenesis dalam program pemuliaan tanaman.

13
Kelemahan Embriogenesis Somatik
• Metode ini relatif sulit.
• Kemungkinan terjadinya mutasi lebih tinggi dibandingkan dengan
multiplikasi tunas, terutama SE tak-langsung.
• Subkultur berulang-ulang dalam jangka panjang akan
menurunkan kapasitas regenerasi dan meningkatkan
kemungkinan munculnya abnormalitas.
• Induksi embriogenesis somatik sangat sulit untuk spesies
tanaman tertentu.

14
SE Kopi Arabika

Eksplan daun Kalus Embrio somatik Kecambah

Bibit siap-salur Aklimatisasi Planlet


15
SE Kakao Sistem Cair

Kalus embriogenik Embrio somatik Kecambah

Bibit siap kirim Aklimatisasi Planlet


16
Kultur cair dalam labu Erlenmeyer 250-mL diletakkan di atas shaker 17
SE ginseng pada
balloon type
bubble reactor
(BTBR)

a. Kultur cair dalam


labu Erlenmeyer
b. BTBR 3 liter
c. BTBR 500 liter
d. Embrio somatik

Sumber: Fei & Weathers (2016)


18
Benih Sintetik dari Embrio Somatik
• Merupakan langkah selanjutnya dari embriogenesis somatik.
• Embrio somatik dibungkus dengan gel matriks menyerupai
benih biasa.
• Embrio somatik tunggal dicampur dengan Na Alginat
selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan CaCl2.
• Kegunaan: mudah dikirim, tahap in vitro lebih sedikit, gel dapat
ditambah pupuk, zat pengatur tumbuh dan pestisida.
• Merupakan wadah penyimpanan embrio somatik.

19
Benih sintetik teh

20
Sistem produksi benih sintetik

Sumber: Onishi et al. (1994) 21


Konservasi In Vitro Plasma Nutfah Tanaman

08/03/2022
1
Konservasi Tanaman
• Biodiversitas menurun dengan sangat cepat. Pada tahun 2014, >7.700
spesies tanaman dimasukkan ke dalam Red List of Endangered Species
dari IUCN (International Union for the Conservation of Nature).
• Sejak 2010, 4,7 juta ha areal hutan hilang tiap tahun. Sejak tahun 1900,
3 spesies tumbuhan berbiji hilang setiap tahun.
• Hilangnya plasma nutfah tumbuhan, binatang, dan mikroba disadari
sangat merugikan, terutama bagi para pemulia (breeders).
• Konservasi in situ: konservasi plasma nutfah tanaman di habitat
alaminya.
• Konservasi ex situ: plasma nutfah tanaman dikoleksi pada lokasi
tertentu (misalnya kebun raya) di luar habitat aslinya, termasuk
penyimpanan biji. 2
Konservasi In Situ Tanaman

Anggrek hitam (Coelogyne pandurata)


3
Cagar Alam Kersik Luwai, Kutai Barat, Kaltim 4
Konservasi Ex Situ Tanaman
• Konservasi plasma nutfah tanaman pada umumnya dilakukan
dengan metode koleksi ex situ dan penyimpanan biji.
• Contoh konservasi ex situ adalah kebun raya dan arboretum.
• Konservasi ex situ di lapang memiliki kelemahan:
o memerlukan lahan yang luas
o pemeliharaan relatif mahal
o rentan terhadap cuaca seperti angin kencang, hujan lebat,
kebakaran, kekeringan
o rentan terhadap serangan hama penyakit dan gangguan
manusia.
5
Kebun Raya Bogor

Konservasi ex situ tanaman 6


Kebun Raya Cibodas

Konservasi ex situ tanaman 7


Koleksi ubi jalar di KP Cikeumeuh, Bogor (Hidayatun et al., 2017)8
Konservasi dengan Penyimpanan Biji
• Tanaman yang berkembangbiak secara generatif dapat dikonservasi
dalam bentuk penyimpanan biji.
• Biji dikeringkan sampai kadar airnya 5-8% dan disimpan dalam
wadah tertutup pada suhu rendah (<-18ºC) dan kelembaban udara
rendah.
• Namun, metode ini tidak bisa untuk biji yang sulit berkecambah atau
daya hidupnya singkat (rekalsitran).
• Masalah koleksi ex situ dan penyimpanan biji untuk konservasi
tanaman dapat diatasi dengan cara konservasi in vitro.

9
Penyimpanan biji

10
Konservasi In Vitro Tanaman
• Sistem in vitro sangat sesuai untuk penyimpanan bahan tanaman
karena: skala kecil, bebas hama penyakit dan dilakukan pada
kondisi lingkungan yang akan memperlambat atau menghentikan
pertumbuhan.
• Syarat untuk penyimpanan in vitro:
o Stabilitas genetik harus tetap dipertahankan
o Harus dijamin bebas penyakit
o Potensi regenerasi tidak boleh hilang
o Kemungkinan kerusakan atau kematian sangat kecil.

11
Keunggulan Konservasi In Vitro Tanaman
• Kultur in vitro memungkinkan spesies tanaman langka untuk
dikonservasi.
• Memerlukan ruang yang kecil.
• Pemeliharaan lebih mudah dan terkontrol.
• Gangguan cuaca hampir tidak ada.
• Sesuai untuk tanaman yang steril, biji yang sulit berkecambah atau
biji rekalsitran.
• Karena kultur steril memungkinkan pengiriman bahan tanaman
bebas-penyakit ke lokasi atau negara lain.

12
Penyimpanan jangka pendek-menengah:
memperlambat pertumbuhan in vitro
• Merubah komposisi medium (gula rendah, senyawa penghambat,
cekaman osmotik) sehingga pertumbuhan menjadi sangat lambat.
• Gula rendah: sukrosa 10 g/L; senyawa penghambat: cycocel,
ancymidol, ABA; atau osmotikum: manitol, sorbitol.
• Penyimpanan hipobarik yakni menurunkan tekanan atmosfer.
Tekanan oksigen diturunkan, digantikan nitrogen.
• Menurunkan suhu, pada suhu 2-5 °C untuk tanaman temperate,
8-15 °C untuk tanaman (sub)tropis.
• Menurunkan intensitas cahaya.
13
Agrawal et al. (2019) 14
15
Penyimpanan jangka-panjang:
menghentikan pertumbuhan in vitro
• Penyimpanan jangka panjang dengan dibekukan dalam nitrogen
cair pada suhu minus 196 °C (cryopreservation). Pada suhu ini
pertumbuhan berhenti sama sekali.
• Ditambah cryoprotectant: DMSO (dimetil sulfoksida) + sorbitol,
gliserol, manitol, sukrosa untuk mempertahankan keutuhan
membran dan meningkatkan potensial osmotik.
• Penurunan suhu dan penghangatan suhu (thawing) harus
dilakukan secara perlahan.
• Stabilitas genetik tanaman lebih tinggi.

16
Penyimpanan jangka panjang:
menghentikan pertumbuhan in vitro (lanj…)
• Bahan tanaman tersedia kapan saja.
• Bahan tanaman tetap bersifat juvenil selama penyimpanan.
• Penyimpanan dapat sampai beberapa puluh tahun.
• Kelemahan penyimpanan suhu super rendah adalah biaya investasi
sangat mahal dan masih banyaknya masalah teknis. Tiap jenis
tanaman memerlukan kondisi yang spesifik untuk penyimpanan
dan regenerasi bahan tanaman yang dibekukan.
• Bahan tanaman dapat disimpan dalam bentuk protoplas, suspensi
sel, kalus, embrio, pucuk meristem, tunas, dan planlet.
17
Cryopreservation

18
Cryopreservation of papaya

19
Cryopreservation of Musa spp.

A. Kultur stock, B. Kultur meristem, C. Desikasi, D. Vitrifikasi tetes, E. Meristem di vial,


F. Regenerasi tunas, G. Tabung cryo, H. Tanaman di lapang (Agrawal et al., 2019).
20
Panis et al. (2020) 21
BIO 305: 3 (2-1) sks
KULTUR SEL & JARINGAN:
Teori Dasar dan Aplikasinya

Dosen:
1. Prof. Dr. Diah Ratnadewi (Koordinator)
2. Dr. Ence Darmo Jaya Supena
3. Ir. Sumaryono, MSc. (BP Perkebunan)
4. Dr Berry Juliandi
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Kultur Jaringan Tanaman?
 Upaya membiakkan sel/jaringan tanaman dalam
medium buatan yang diketahui komposisinya,
dalam kondisi lingkungan yang terkendali, untuk
mendapatkan pertumbuhan dan/atau
perkembangan yang diharapkan
Dasar:
Teori Totipotensi (Haberlandt, 1898)
Kemampuan sel tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang,
melengkapi dirinya, menjadi tumbuhan utuh kembali.
Pada HEWAN

1878: Claude Bernard


Melontarkan pemikiran bahwa sistem fisiologis suatu
organisme dapat dipelihara di dalam sistem hidup lainnya
bahkan setelah organisme tersebut mati

1975: Kohler and Milstein


Memproduksi hibridoma yang mampu menghasilkan antibody
monoclonal
Totipotensi sel tumbuhan in vitro

Manipulasi in vitro

►dediferensiasi ►rediferensiasi

Sel telah
terdiferensiasi, Proses Perkembangan Tanaman utuh/lengkap
sel → individu tumbuhan in vitro
masih (Sel terdiferensiasi)
mempunyai:
• membran plasma
• inti viabel
• sitoplasma

4
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Totipotensi protoplas tumbuhan in vitro

Kultur protoplas alfafa (Medicago sativa) (Levee et al., 2005)


5
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Embriogenesis mikrospora pada Brassica napus
►Totipotensi Sel Gamet Jantan (Mikrospora/Polen)

6
Departemen Biologi, FMIPA-IPB (Supena et al., 2008)
Sejarah singkat kultur in vitro tanaman
 1898: Haberlandt; kultur jaringan
palisade Lamium purpureum, Eichhornia crassipes.
 1922 – 1940an: Robbins, Kotte, White, Gautheret, Skoog;
mencoba berbagai jaringan meristematik & media.
 1930an: ditemukan auksin sebagai hormon & peran vit. B dalam
pertumbuhan.
 1941: Van Overbeek; air kelapa untuk kultur embrio muda.

 1950an: Limasset & Cornuet (1949): bagian apikal bebas virus; Morel &
Martin (1952,1955): kultur apeks utk tanaman bebas virus.
.
Sejarah singkat ... (lanjutan)
 1960an: Murashige, memperbaiki teknik & medium: perbanyakan
mikro
 1966-67: Maheshwari, kultur embrio muda & pembuahan buatan.
Guha & Maheshwari dan Bourgin & Nitsch, kultur serbuk sari dan
ovul.
 1953-54: Muir, kultur sel jaringan Tagetes erecta & N tabacum: isolasi
dan kultur sel tunggal menjadi koloni sel.
 1956: Miller, menemukan kinetin dalam DNA sperma ikan herring
yang memacu pembelahan sel.
 1957: Skoog & Miller, keseimbangan auksin/sitokinin.
 1958: Reinert & Steward, embriogenesis somatik dlm medium 100%
sintetik.
Sejarah Singkat (Lanjutan):

 1972: Cocking, isolasi protoplas, fusi sel, hibridisasi somatik N glauca


& N langsdorffii , hibridisasi paraseksual (juga dg organit asing).
 1980an - sekarang: Penyimpanan plasma nutfah, benih buatan, GMO
 Benih buatan: Kitto SK & Janick J (1982) – wortel
 Penyimpanan plasma nutfah in vitro: IBPGR (IPGRI, 1982)
 Rekayasa genetik: pada tembakau utk tahan antibiotik (1983)
BIOTEKNOLOGI TANAMAN

+ Genetika GMO dengan


+ Biologi Molekuler karakter baru
Anatomi
Kultur
Morfologi Sel/
Fisiologi Jaringan + Kimia/Biokimia Produksi
+ Biologi Molekuler metabolit
sekunder
tumbuhan

• Perbanyakan bibit
• Konservasi plasma nutfah
• Benih buatan
• Tanaman bebas penyakit
• Bahan untuk transformasi genetik
Penerapan Teknik Kultur In Vitro
Tanaman
 Perbanyakan klonal

 Produksi senyawa/metabolit tumbuhan: senyawa alami


dan biotransformasi
 Produksi tanaman bebas penyakit

 Konservasi plasma nutfah

 Mendukung program perbaikan/rekayasa genetik

 Sarana pendukung dalam penelitian biologi/pertanian.


Kultur in vitro pendukung
dalam penelitian Biologi/
Pertanian (... lanjutan)
Kultur kalus/planlet untuk menguji:
• Efek senyawa (pestisida, NaCl, ABA, zat osmotik), suhu
tinggi/rendah, kekeringan.
• Ketahanan tanaman terhadap toksin patogen

• Sifat kompatibel dalam sambung tanaman/grafting/okulasi

• Ekspresi gen dalam studi genetika molekuler (seleksi


promotor, faktor transkripsi)
Schematic presentation of the major areas of plant cell
and tissue cultures, and some fields of application
(Neumann et al., 2009)
BEBERAPA CONTOH PEMANFAATAN TEKNIK
KULTUR IN VITRO TANAMAN
Regeneration of Phalaenopsis
through in vitro culture of leaf
segment
(a) Induction of PLBs from explant
cultured on ½ MS + 2% sucrose + 2.0
mg/L BA + 0.5 mg/L NAA + 10% CW + 2
g/L peptone + 1 g/L AC.

(b) Development of shoots from the old


PLBs and proliferation of new PLBs from the
base of the old ones, cultured on ½ MS +
2%
sucrose + 150 mg/L l-glutamine + 10% CW
+ 2 g/L peptone + 1 g/L AC.

(c) A segment of (b) showing proliferation


of new PLBs.

(d) Eight-week-culture of regenerated


shoots with induction of roots as well as
shoot growth on ½ MS + 2% sucrose +
10% CW + 2 g/L peptone + 1 g/L AC + 50
g/L banana pulp.

(e) One-year-old regenerated plants.


15 (Castellanos et al. 2008)
Kultur nodus: mikropropagasi & produksi
umbi mini tanaman kentang PPSHB - IPB

BIO542 BKIVT: Kultur Meristem-Sel &


16 Organogenesis
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
(Kane, 2000) F
Kultur ujung apeks untuk tanaman bebas patogen
(virus/bakteri)

17
Departemen Biologi, FMIPA-IPB
Embrio somatik dan benih sintetik

www.flickr.com

www.seedbiology.de

Enkapsulasi dalam gel kalsium


alginat
18
Kultur antera pada media dua lapis:
Dari antera (mikrospora) menjadi tanaman HG

Homozigositas hanya dalam satu generasi


19 ► penting untuk percepatan pemuliaan
(Supena et al., 2006)
Perbaikan tanaman pisang dengan induksi
mutasi dikombinasikan dengan teknik in
vitro
(IAEA, Vienna-Austria)

20 Somaklonal, Mutagenesis & Seleksi In Vitro


BBM gene
induces somatic
embryo formation
in Arabidopsis
and Brassica
(Boutilier et al., 2002)

21 BIO 542 BKIVT: Embriogenesis Somatik


BIO 305: Kultur Sel & Jaringan
Materi Minggu II

PRINSIP DAN FAKTOR PENTING


DALAM
KULTUR JARINGAN TANAMAN
PRINSIP KULTUR JARINGAN
• Mempertahankan agar eksplan tetap hidup
dan tetap aktif dalam medium tumbuhnya.
• Memacu pembelahan sel.
 Struktur terorganisasi: tumbuh normal.
 Jaringan terdiferensiasi: de-diferensiasi
lalu re-organisasi.
Dediferensiasi & Rediferensiasi
dalam Kultur Jaringan Tanaman

Diferensiasi in planta: Zigot → Embrio Zigotik → Kecambah → Tanaman


(sel tunggal)

Eksplan: jaringan/organ

Dediferensiasi: Individu Sel →Suspensi Sel → Kalus


(somatik/gamet)

Rediferensiasi: Embrio Somatik Tunas dan/atau akar

Regenerasi:
Tanaman
FAKTOR-FAKTOR PENTING DALAM
KULTUR SEL/JARINGAN TANAMAN

I. Bahan eksplan
II. Media tumbuh
III. Kondisi kultur
IV. Keaseptikan kultur
 Peralatan dan Keterampilan teknis
I.Faktor Bahan Eksplan
• Jenis tanaman: spesies, varietas
• Jenis jaringan
• Konstitusi genetik: ploidi
• Kondisi fisiologis tanaman induk
• Fase perkembangan tanaman
induk
• Posisi jaringan pada tanaman
induk
• Ukuran eksplan
• Musim saat pengambilan eksplan
Faktor penting dalam pemilihan eksplan
terkait faktor fisiologis tanaman induk:
• Eksplan harus mengandung sel-sel hidup
• Lebih muda (meristimatik/juvenil) akan lebih
baik/ responsif, karena mengandung banyak sel
yang sedang aktif membelah
• Tanaman induk harus sehat, tidak terserang hama
dan penyakit
• Tanaman sedang aktif tumbuh, bukan masuk
periode dormansi atau penuaan/senesensi
Contoh:
pengaruh asal jaringan
eksplan pada pola
re-diferensiasi
kultur
II. Faktor Media Tumbuh
 Unsur mineral: makro dan mikro
 Vitamin B & mio-inositol
 Sumber C, energi & pemelihara osmolaritas media:
gula/karbohidrat
 Zat pengatur tumbuh: auksin, sitokinin, giberelin,
ABA
 Asam amino/peptida
 Bahan organik: air kelapa, YE, ME, sari buah
 Pemadat media
 pH medium
Media yang paling umum
digunakan
• Murashige T, Skoog F [MS]. 1962. A revised
medium for rapid growth and bio-assays with
tobacco tissue culture. Physiol Plant 15:473-
497.
• Schenk RU, Hildebrandt AC [SH]. 1972.
Medium and teshniques for induction and
growth of monocotyledonous plant cell
cultures. Can J Bot 50:199-204.
• Gamborg OL, Miller RA, Ojima K [GB5]. 1968.
Nutrient requirements of suspension culture
of soybean root cells. Exp Cell Res 50:151-
158.
• Woody Plant Media (WPM). Lloyd G,
McCown B. 1981. Comb Proc Intl Plant Prop
Soc 30:421-427
 Efek Hormon dalam fenomena fisiologis
kultur in vitro
AUKSIN
• Stimulasi pembelahan sel (berinteraksi dengan
sitokinin)
• Pemanjangan sel, batang dan ruas
• Diferensiasi akar (bersifat rhizogen)
• Dominansi apikal
• Memicu sintesis etilen (absisi)
• Perubahan permeabilitas sel
Mudah rusak oleh cahaya & IAA oksidase
Dilarutkan dalam Etanol atau NaOH
Auksin yang biasa digunakan:
 Indole acetic acid (IAA);
 Indole-3-butyric acid (IBA);
 1-Naphthalene acetic acid (NAA),
 2-Naphthoxyacetic acid (NOA),
 dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D),
 p-Chlorophenoxyacetic acid (p-CPA)

IAA NAA 2,4-D


SITOKININ

• Memacu pembelahan sel (berinteraksi dengan


auksin)
• Diferensiasi tunas adventif dari jaringan dan kalus
• Induksi perbanyakan pertunasan dari mata tunas
aksilar dengan cara melawan efek dominansi apikal
• Menghambat perakaran
Dilarutkan dalam HCl atau NaOH, kecuali TDZ dalam DMSO
Sitokinin yang umum digunakan:
 6-Benzylaminopurine (BAP); atau
Benzyl adenine (BA)
 Furfurylamino purine (Kinetin),
 Isopentenyl-adenine (2-iP);
 Thidiazuron (TDZ); and
 Zeatin.

Adenin Kinetin trans-Zeatin


Rasio Auksin dan Sitokinin dapat
mengontrol program organogenesis
AUXIN CYTOKININ
Rule of thumb
Auxin/cytokinin :
• 10:1 to 100:1 induces roots

• Intermediate ratios around


1:1 favor callus growth

• 1:10 to 1:100 induces


shoots
(Gaspar et al. 2003)
GIBERELIN (GA3)
• Pemanjangan ruas batang
• Memicu sintesis α-amilase pd biji serealia
perkecambahan
• Memicu sintesis auksin/penghambat auksin
oksidase
• Efek kompleks dalam perakaran
• Pematahan dormansi: biji, mata tunas
• Efek pada organogenesis: menghambat
dediferensiasi, tapi baik untuk eksplan
terorganisasi
Interaksi antara suplai hormon eksogen dan sistem hormon
endogen pada kultur kalus

(Neumann et al. 2009)


TEKNIK DASAR 3
-LANJUTAN-

Materi kuliah III


CARA PENGGUNAAN ZPT

• Buat larutannya dalam pelarut yang tepat


(NAA, 2,4-D dlm etanol; kinetin dlm HCl;
TDZ dlm DMSO)
• Disimpan di kulkas (4 oC), tidak terlalu lama
• Di dalam medium:
dicampurkan dan diautoklaf; atau disaring
dengan saringan milipore 0.45 µm (filter-steril),
dicampurkan dalam medium steril
pH Media
• pH normal media kultur in vitro: 5.5 – 5.9
sebelum di autoklaf
– Menciptakan suasana netral bagi sel
jaringan/tanaman → fungsi normal sel
– Mendukung ketersediaan hara bagi
sel/jaringan tanaman
Pemadat Media
• Untuk mengatasi masalah kekurangan
oksigen (pada kultur-cair yang statik)
• Penopang jaringan tanaman (lebih baik pada semi-padat)
• Persyaratan:
– Tahan sterilisasi dengan autoklaf
– Media harus cair ketika panas, tetapi menjadi
gel/semi-padat ketika dingin
– Pemadat Media yang umum digunakan:
• Agar: umumnya berasal dari algae, khususnya Gelidium amansii
– Agarose: hasil pemurnian agar untuk menghilangkan
agaropectins (untukpekerjaan molekuler)
• Gelrite atau Phytagel: polisakarida linier yang dimodifikasi,
misalnya oleh Pseudomonas elodea.
III. Kondisi Kultur
• Suhu:
– Temperatur terkontrol sekitar 25±2 °C,
umumnya menggunakan AC / heater
– Untuk keperluan perlakuan suhu lebih tinggi atau lebih
rendah biasanya terpisah menggunakan inkubator khusus
• Pencahayaan:
– Biasanya menggunakan diffuse light dengan intensitas 800-
3000 lux, pada kasus tertentu diperlukan intensitas lebih
tinggi, atau bahkan gelap total
– Fotoperiodisitas umumnya 16 jam terang/8 jam gelap
• Kelembaban:
– RH < 50% (tidak terlalu rendah → media mengering;
terlalu lembab → masalah kontaminasi)
IV. Kondisi Aseptik
 Sumber kontaminan:

• Tempat/botol/tabung/petri kultur
• Medium kultur
• Alat-alat yang digunakan untuk
isolasi/inokulasi/kultur
• Bahan tanaman/Eksplan
• Lingkungan/area transfer
• Lingkungan ruangan inkubasi/kultur
• Pekerja/operator
Sterilisasi yang diperlukan, mencakup:
• Eksplan
• Medium kultur
• Alat-alat
• Ruang kerja
• Ruang Kultur
• Laboran/Pekerja
Sterilisasi: udara, bahan & alat, manusia
• Senyawa kimia pembunuh mikroorganisme utk eksplan
Ca-hipoklorit, Na-hipoklorit, etanol (70%),
peroksida, Ag-nitrat, merkuri klorida,
antibiotika/bakterisida, fungisida.
•Nyala api: untuk peralatan & eksplan tertentu.
•Panas: lembab – autoklaf (120 oC, 15 psi, 20 – 30 mt)
kering – oven (180 oC, 60 mt)-utk alat
• Radiasi UV: untuk ruangan.
•Sistem penyaringan udara: laminar airflow cabinet
•Filter steril untuk bahan yang tidak tahan panas (heat-
labile)
Tingkat keefektifan beberapa zat pensteril
eksplan a

 Plant Preservative Mixture (PPM); Plant Cell Technology


 a broad-spectrum biocide/fungicide for plant tissue culture
Waktu minimum yang diperlukan
untuk sterilisasi media dengan
autoklaf (Biondi & Thorpe, 1981)
Bagaimana sterilisasi untuk bahan yang
heat-labile (tidak tahan panas)?
• Hormon/Zat Pengatur Tumbuh:
 Zeatin, 2-iP, IAA, GA3, ...
• Bahan Organik:
 Asam sitrat, asam askorbat, ....
• Cara sterilisasi dan penambahan ke
media:
– Bahan tersebut tidak di autoklaf tetapi
gunakan filter steril (pore size ≤ 0.45
µm)
– Medium yang sudah di autoklaf
didinginkan hingga 40–50 ◦C
– Bahan hasil filter steril ditambahkan ke
media yang sudah didinginkan tersebut
di dalam LAFC
Laminar air flow cabinet
Beberapa upaya pencegahan
kontaminasi
 Pencegahan kontaminasi mikroorganisme dari udara terhadap daerah
aseptik (pintu dan jendela selalu tertutup, membatasi orang yang berada di
ruang transfer, dst....)
 Semua alat/bahan hasil sterilisasi sedapat mungkin diletakkan jauh di
bagian dalam Laminar
 Perhatikan posisi dan gerak tubuh/muka/tangan ketika melakukan
kultur/transfer/isolasi/dll, untuk menghindari kontaminasi dari tubuh/cara
kerja.
 Keluarkan semua kultur yang terkontaminasi, dan
segera dilakukan killing, tidak dikumpulkan dulu
karena dapat memproduksi spora yang dapat
menyebar kemana-mana.
 Tidak menggunakan LAFC utk pekerjaan bakteri
dan cendawan
Permasalahan dalam kultur jaringan:
 Masalah Fisiologis:
– Respons lambat: umur sel, sifat genetik,
komposisi medium, perimbangan hormon,
kondisi kultur, infeksi virus.
– Organogenesis: kapasitas regenerasi menurun,
perakaran sulit.
– Browning/blackening.
– Vitrifikasi: nisbah NO3- / NH4+, bentuk medium.
Senyawa Antioksidan
untuk mengatasi pencoklatan jaringan
• Asam sitrat 100-150 ppm
• Asam askorbat 100-150 ppm
• Amonium sitrat 2-4 g/L
• PVP (Polivinil pirolidon)
Lainnya:
• Kafein
• Sistein klorhidrat
• Na dietil-ditiokarbamat
• Ditiotreitol
• Tiourea
Vitrifikasi jaringan
Permasalahan dalam kultur jaringan
(lanjutan):
 Masalah Teknis:
• Kontaminasi eksplan, medium.
• Kondisi aklimatisasi: hubungan fisiologi –
morfologi dengan lingkungan
• Keterampilan teknis tenaga kerja

 Masalah Genetik:
• Variasi genetik/somaklonal: stabilitas ploidi,
mutasi gen dan/atau kromosom
BIO 305 KULTUR SEL & JARINGAN
1 Kultur kalus dan organogenesis
2 Kultur sel tanaman
3 Embriogenesis somatik
4 Konservasi in vitro plasma nutfah

▪ Sumaryono
Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia
Jl. Taman Kencana No.1, Bogor
15/02/2022 1
Kultur Kalus
kalus: massa sel tak-terdiferensiasi yang tumbuh pesat

Inisiasi Kalus
• Sumber eksplan: hampir semua bagian tanaman, terutama yang
sedang tumbuh pesat (meristematik).
• Eksplan dari tanaman di lapang dan rumah kaca terkontaminasi
fungi dan bakteri.
• Sterilisasi eksplan: dicuci dengan air mengalir, direndam dalam
larutan deterjen, fungisida, NaOCl.
• Medium dasar: MS, DF, SH, Nitsch, WP, Y3.
• Medium untuk inisiasi, proliferasi, dan pemeliharaan kalus seringkali
berbeda. 2
• Inisiasi kalus pada umumnya memerlukan fitohormon eksogen,
terutama auksin.
• Komposisi medium dan genotipe berpengaruh terhadap inisiasi kalus.
• Lingkungan fisik: cahaya atau gelap, suhu 25-27 °C.
• Kalus dapat tumbuh dari seluruh bagian eksplan, terutama daerah
yang terpotong.

Kalus kelapa sawit Kalus sagu Kalus akasia


3
Jenis kalus berdasarkan tekstur dan sifat fisik
• Keras dan kompak (hard and compact) – bisa dibuat remah, poli-
sakarida pada dinding sel tinggi, lebih banyak pektin dan hemiselulosa.
• Remah (friable) – sesuai untuk kultur sel atau diinduksi ke embrio
somatik.
• Lembut dan basah (soft and watery) – sulit diinduksi membentuk
organ atau embrio.

Kalus keras & kompak Kalus remah Kalus basah


4
Subkultur dan pemeliharaan kalus
• Kalus yang ideal: berisi sel yang seragam, secara genetik stabil,
diploid, remah, potensi regenerasi tinggi, dan kondisi tersebut
mampu dipertahankan setiap kali subkultur.
• Kalus perlu dipindahkan ke medium baru setiap 4-6 minggu, kalau
tidak akan mati karena: kehabisan hara, akumulasi senyawa toksik,
atau medium mengering.
• Proliferasi kalus yang pesat hanya terjadi pada jaringan yang tidak
menyentuh medium.
• Kalus dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama tanpa
kehilangan viabilitasnya dengan kondisi minimum atau
cryopreservation.
5
Pengukuran pertumbuhan kalus
• Bobot segar – diletakkan di kertas saring, lalu timbang.
• Bobot kering – oven 60 °C selama 24 jam.
• Analisis pencitraan (imaging analysis).
• Pengukuran tiap minggu untuk menentukan periode subkultur terbaik
yakni sesaat sebelum puncak.
16
14
Callus fresh weight (g)

12
10
8
6
4
Picl 15 µM
2 Picl 30 µM
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Culture period (week)
Kurva tumbuh kalus C. ledgeriana 6
Perkembangan kalus
Proliferasi Tumbuh pesat Suspensi sel

Kalus Dome Organogenesis Tunas adventif

Embriogenesis Embrio somatik


Noduler
somatik

Kalus tumbuh pesat Organogenesis Embriogenesis somatik


7
Organogenesis
• Pembentukan organ tanaman (tunas, akar), tergantung pada zat
pengatur tumbuh: auksin dan sitokinin.
• Berasal dari satu (single) atau beberapa (multi) sel epidermis dan sub-
epidermis.
• Ciri awal diferensiasi kalus menjadi organ: terbentuk sel kecil
isodiametrik, sitoplasma rapat, tanpa vakuola.
• Tunas yang tumbuh dari sel kalus disebut tunas adventif.

8
A B

C D E

Photomicrography of callus development and early shoot formation in


Acacia melanoxylon. (A) Undifferentiated callus, (B) Early callus
differentiation, (C) Green patch, (D) & (E) Early shoot development.
9
Contoh organogenesis pada beberapa tanaman

Stevia (Naranjo et al., 2016) Porang (Zhong et al., 2017)

Tebu (Reis et al., 2016) Tanaman hias Cordyline 10


Faktor-faktor yang mempengaruhi organogenesis
1. Fitohormon
- auksin: tanpa atau konsentrasi rendah
- nisbah auksin/sitokinin: tinggi – pembentukan akar,
rendah – pembentukan tunas
- fitohormon lain: ABA, GA3

2. Faktor lain
- hara makro: fosfat (P), nitrogen (N)
- sukrosa, glukosa
- kondisi lingkungan: cahaya, suhu
11
Keragaman somaklonal
Larkin & Scowcroft (1981)
“Peningkatan keragaman genetik tanaman pada kultur in vitro”

• Karena terjadi perubahan pada jumlah atau struktur kromosom,


mutasi inti sel gen tunggal, DNA sitoplasma, metilasi DNA.
• Genotipe baru yang dihasilkan akan mewariskan sifat genetik ke
turunannya.
• Kultur kalus yang merupakan sel belum terdiferensiasi
kemungkinan menghasilkan keragaman somaklonal yang lebih
tinggi dibandingkan dengan embriogenesis somatik langsung
atau multiplikasi tunas.
12
• Sisi positif: meningkatnya keragaman genetik tanaman yang
penting untuk tujuan pemuliaan tanaman – seleksi in vitro untuk
sifat yang menguntungkan seperti ketahanan terhadap penyakit
dan kekeringan, kandungan gula tinggi, berubahnya warna bunga
(variegata), dll.
• Sisi negatif: sifat yang tidak dikehendaki seperti terjadinya bulai
pada planlet tebu, perubahan warna daun tan hias.
• Keragaman epigenetik: perubahan ekspresi gen, dapat-pulih, dan
tidak diwariskan ke turunannya. Salah satu contoh adalah
abnormalitas pembungaan/pembuahan pada tanaman kelapa
sawit yaitu buah bersayap (mantled fruits).

13
Contoh keragaman somaklonal dan epigenetik

Bulai pada planlet tebu Buah kelapa sawit normal Buah bersayap (mantled)

14
Kultur Suspensi Sel Tanaman
• Jenis kultur dimana sel tunggal atau agregat sel tumbuh dan
memperbanyak diri dalam medium cair pada lingkungan aseptik
dan terkendali.
• Kultur sel tanaman digunakan untuk:
o propagasi massal bahan tanaman unggul: true-to-type plants
o perbanyakan individu hasil rekayasa genetika: bahan untuk
transformasi
o sistem model untuk kajian biokimia dan fisiologi karena lingkungan
terkendali
o konservasi in vitro plasma nutfah tanaman
o produksi senyawa sekunder.

22/02/2022 1
Kultur Suspensi Sel Tanaman
• Dibuat dengan memindahkan kalus remah yang tumbuh-pesat ke
dalam medium cair pada labu Erlenmeyer.
• Umumnya digoyang (agitated) dengan kecepatan 90-120 rpm untuk
meningkatkan kadar O2 dalam medium dan memecah agregat sel.
• Pertama kali dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer baffles untuk
memperkecil ukuran agregat sel.
• Disaring untuk mendapatkan ukuran sel yang seragam.
• Volume medium 1/5 – 1/4 dari volume labu Erlenmeyer.
• Kerapatan awal (initial density) sel sangat penting untuk
pembentukan koloni dan untuk mendapatkan pertumbuhan berulang
dari suspensi baru.
2
Kultur Suspensi Sel Tanaman

Kalus remah Labu Erlenmeyer Shaker 90-120 rpm

Suspensi sel Pengukuran CVS Agregat sel 3


Pengukuran pertumbuhan sel
1. Jumlah sel
• kumpulan sel dipisah dengan larutan asam kromat, dipanaskan 70°C
5-10 menit, didinginkan, dikocok, lalu dihitung dg hemositometer.

4
Pengukuran pertumbuhan sel
2. Packed Cell Volume (PCV)
• volume tertentu suspensi sel dimasukkan ke dalam tabung
sentrifus 15 mL dan diputar 2000 x g selama 5 menit.
PCV = mL endapan sel per kultur atau %.
3. Bobot segar sel
• suspensi sel diletakkan pada kain nilon di corong, dibilas air
untuk menghilangkan medium, dikeringkan dengan vakum lalu
ditimbang.
4. Bobot kering sel
• suspensi sel diletakkan pada kertas filter yang telah ditimbang,
dikeringkan 60 °C selama 24 jam.
5
Pengukuran pertumbuhan sel
5. Cell Volume after Sedimentation (CVS)
• volume suspensi sel setelah diendapkan selama 5 -10 menit dalam
labu Erlenmeyer miring.
14
12

Fresh weight (g)


10
8
6
4
y = 0.4565x - 0.3252
2 2
R = 0.859
0
0 5 10 15 20 25
CVS (ml)
Korelasi antara CVS dan bobot segar
biomassa sel 6
Kurva pertumbuhan sel

Kurva sigmoid 7
Viabilitas sel
• Pengamatan persentase viabilitas (daya hidup) sel sangat penting untuk
mencegah tercampurnya kultur dengan sel mati.
• Sel dianggap viabel (hidup) bila mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan
berkembang.
• Uji viabilitas berdasarkan pada integritas membran sel atau aktivitas
metabolisme sel (enzim).
• Pewarnaan dengan larutan Evans blue - sel mati warna biru, sel hidup putih.
• Pewarnaan dengan larutan FDA (Fluorescein diacetate) - sel hidup berwarna
fluoresen hijau dengan UV.
• Tetrazolium: MTT (dimetiltiazol difenil tetrazolium bromida) dan TTC
(trifenil tetrazolium klorida)
- sel hidup berwarna merah, tetrazolium direduksi oleh enzim
dehidrogenase menjadi formazan (merah).
8
Contoh pewarnaan viabilitas sel

Sel Poplar albus dengan pewarnaan Evans blue


A. Sel hidup (viable), B. Sel mati.
(Macovei et al., 2010)
Protoplas tembakau dengan
pewarnaan FDA.
(Rei et al., 2015)
9
Kultur organ tanaman
Beberapa senyawa sekunder penting hanya diproduksi dalam sel
terdiferensiasi, oleh karena itu dikembangkan kultur organ
tanaman in vitro.
Kultur organ tanaman yang umum digunakan adalah:
- akar berambut atau akar transform (transformed roots, hairy
roots, atau transgenic hairy roots) – Agrobacterium rhizogenes
- tunas atau daun transform (shooty teratoma) – Agrobacterium
tumefaciens

10
Kultur organ tanaman

Akar berambut (hairy roots) Tunas transform


Solanum nigrum (shooty teratoma)
Atropa belladona
11
Kelebihan kultur organ dibanding kultur sel:
• kestabilan genetik lebih mantap,
• kandungan senyawa sekunder umumnya lebih tinggi,
• tingkat produksi lebih stabil dalam jangka panjang,
• laju tumbuh lebih tinggi,
• tidak diperlukan penambahan zat pengatur tumbuh.
Kelemahan kultur organ:
• umumnya hanya untuk tanaman dikotil,
• akar berambut mungkin tidak memproduksi senyawa yang
disintesis di bagian atas tanaman,
• Lebih sulit dalam meningkatkan skala produksi dalam bioreaktor.

12
Kultur sel skala-besar
• Peningkatan volume kultur sel dan organ tanaman sangat penting
dalam usaha komersialisasi produk.
• Penelitian awal skala kecil di labu Erlenmeyer 10 – 100 ml yang
diletakkan pada shaker, namun produksi komersial harus dilakukan di
bioreaktor.
• Suspensi sel tanaman berhasil dibiakkan dalam bioreaktor yaitu kultur
sel Echinacea purpurea dan Taxus brevifolia (sebagai anti-kanker).
• Masalah utama: perimbangan antara pengadukan untuk mencampur
medium dan mencegah sel menggumpal.
• Masalah lain: penggumpalan agregat sel, penempelan sel-sel pada
dinding bejana, dan terbentuk busa (foaming).
13
Berbagai jenis bioreaktor

Airlift
Stirred tank Bubble column Balloon-type bubble TIS

Bag line
TIS RITA Rotating drum
Sumber: Fei & Weathers (2016) 14
Komponen bioreaktor

Stirred Tank Reactor


(STR)
15
Kultur sel dan akar berambut di bioreaktor

16
Produksi paclitaxel melalui kultur sel tanaman Taxus di Phyton Biotech,
volume bioreaktor 75rb liter 17
Taxus sumatrana di Taman Nasional Kerinci Seblat

18
Embriogenesis Somatik (SE)
• SE adalah proses pembentukan embrio dari sel somatik (vegetatif),
ditandai adanya struktur bipolar dan tanpa ada hubungan pembuluh
dengan jaringan induk.
• Struktur bipolar: plumula (calon tunas) dan radikula (calon akar)
• Teknik propagasi klonal secara massal dan cepat terutama untuk
tanaman tahunan berkayu.
• Embrio somatik mirip embrio zigotik.

01/03/2022 1
Perkembangan kalus
Proliferasi Tumbuh pesat Suspensi sel

Kalus Dome Organogenesis Tunas adventif

Embriogenesis Embrio somatik


Noduler
somatik

Kalus tumbuh pesat Organogenesis Embriogenesis somatik


2
Pembentukan awal sel embrio somatik

daun -> embrio

daun -> kalus -> embrio 3


Pembelahan sel embriogenik

Pembelahan asimetri

Pembelahan simetri

4
Fase perkembangan embrio somatik
Tanaman Dikotil
• Globuler: embrio tumbuh ke segala arah (isodiametrik).
• Bentuk-jantung (heart-shape): mulai tumbuh melonjong (oblong).
• Torpedo: mulai terbentuk dua plumula (calon pucuk).
• Kotiledon: terbentuk plumula dan radikula (calon akar) yang jelas.

Tanaman Monokotil
• Globuler: bentuk membulat
• Elongated: embrio tumbuh memanjang
• Scutellar: terbentuk sumbu apikal dan skutelum
• Coleoptilar: terbentuk koleoptil

5
Fase perkembangan embrio somatik
Tanaman dikotil Tanaman monokotil

Globuler

Oblong

Globuler
Scutellar

Torpedo Bentuk-jantung Coleoptilar


6
Embriogenesis somatik vs zigotik

7
Jenis embriogenesis somatik

Tak-langsung
Kalus
Langsung
Eksplan Embrio somatik

Planlet

Bibit
8
Tahap regenerasi embriogenesis somatik
tak-langsung
1. Induksi (inisiasi) kalus embriogenik
(PEM = proembryogenic mass)
2. Seleksi kalus embriogenik
3. Proliferasi (perbanyakan) kalus embriogenik
4. Induksi (ekspresi) embrio somatik
5. Maturasi (pendewasaan) embrio somatik
6. Pembesaran tunas
7. Pembentukan akar planlet
9
Embriogenesis Somatik Langsung

Embrio somatik Histologi embrio somatik

Kecambah Pengakaran planlet


SE Kopi 10
Embriogenesis Somatik Tak-Langsung

Kalus primer Kalus embriogenik Embrio somatik

Kecambah/Tunas Pembesaran tunas Planlet berakar


SE Kelapa Sawit 11
Kiat-kiat menginduksi embrio somatik
1. Eksplan yang muda (juvenile)
2. Zat pengatur tumbuh
- Auksin: 2,4-D, IAA, IBA, NAA
- Sitokinin: BA, kinetin, TDZ, 2-iP
3. Garam mineral
- Penurunan hara makro & mikro
- Penurunan N dalam bentuk ion NH4
- Peningkatan K dan Ca
4. Faktor lingkungan
- Cahaya -- terang
- Suhu
5. Air kelapa 12
Keunggulan Embriogenesis Somatik
• Memungkinkan untuk otomatisasi dan scale-up (peningkatan skala
produksi).
• Laju multiplikasi lebih tinggi.
• Mempunyai akar tunggang – lebih kokoh dan lebih tahan terhadap
kekeringan.
• Memungkinkan perbanyakan tanaman monokotil secara vegetatif.
• Sesuai sebagai bahan tanaman (kalus embriogenik atau embrio
somatik fase awal) untuk kegiatan transformasi genetik dan
mutagenesis dalam program pemuliaan tanaman.

13
Kelemahan Embriogenesis Somatik
• Metode ini relatif sulit.
• Kemungkinan terjadinya mutasi lebih tinggi dibandingkan dengan
multiplikasi tunas, terutama SE tak-langsung.
• Subkultur berulang-ulang dalam jangka panjang akan
menurunkan kapasitas regenerasi dan meningkatkan
kemungkinan munculnya abnormalitas.
• Induksi embriogenesis somatik sangat sulit untuk spesies
tanaman tertentu.

14
SE Kopi Arabika

Eksplan daun Kalus Embrio somatik Kecambah

Bibit siap-salur Aklimatisasi Planlet


15
SE Kakao Sistem Cair

Kalus embriogenik Embrio somatik Kecambah

Bibit siap kirim Aklimatisasi Planlet


16
Kultur cair dalam labu Erlenmeyer 250-mL diletakkan di atas shaker 17
SE ginseng pada
balloon type
bubble reactor
(BTBR)

a. Kultur cair dalam


labu Erlenmeyer
b. BTBR 3 liter
c. BTBR 500 liter
d. Embrio somatik

Sumber: Fei & Weathers (2016)


18
Benih Sintetik dari Embrio Somatik
• Merupakan langkah selanjutnya dari embriogenesis somatik.
• Embrio somatik dibungkus dengan gel matriks menyerupai
benih biasa.
• Embrio somatik tunggal dicampur dengan Na Alginat
selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan CaCl2.
• Kegunaan: mudah dikirim, tahap in vitro lebih sedikit, gel dapat
ditambah pupuk, zat pengatur tumbuh dan pestisida.
• Merupakan wadah penyimpanan embrio somatik.

19
Benih sintetik teh

20
Sistem produksi benih sintetik

Sumber: Onishi et al. (1994) 21


Konservasi In Vitro Plasma Nutfah Tanaman

08/03/2022
1
Konservasi Tanaman
• Biodiversitas menurun dengan sangat cepat. Pada tahun 2014, >7.700
spesies tanaman dimasukkan ke dalam Red List of Endangered Species
dari IUCN (International Union for the Conservation of Nature).
• Sejak 2010, 4,7 juta ha areal hutan hilang tiap tahun. Sejak tahun 1900,
3 spesies tumbuhan berbiji hilang setiap tahun.
• Hilangnya plasma nutfah tumbuhan, binatang, dan mikroba disadari
sangat merugikan, terutama bagi para pemulia (breeders).
• Konservasi in situ: konservasi plasma nutfah tanaman di habitat
alaminya.
• Konservasi ex situ: plasma nutfah tanaman dikoleksi pada lokasi
tertentu (misalnya kebun raya) di luar habitat aslinya, termasuk
penyimpanan biji. 2
Konservasi In Situ Tanaman

Anggrek hitam (Coelogyne pandurata)


3
Cagar Alam Kersik Luwai, Kutai Barat, Kaltim 4
Konservasi Ex Situ Tanaman
• Konservasi plasma nutfah tanaman pada umumnya dilakukan
dengan metode koleksi ex situ dan penyimpanan biji.
• Contoh konservasi ex situ adalah kebun raya dan arboretum.
• Konservasi ex situ di lapang memiliki kelemahan:
o memerlukan lahan yang luas
o pemeliharaan relatif mahal
o rentan terhadap cuaca seperti angin kencang, hujan lebat,
kebakaran, kekeringan
o rentan terhadap serangan hama penyakit dan gangguan
manusia.
5
Kebun Raya Bogor

Konservasi ex situ tanaman 6


Kebun Raya Cibodas

Konservasi ex situ tanaman 7


Koleksi ubi jalar di KP Cikeumeuh, Bogor (Hidayatun et al., 2017)8
Konservasi dengan Penyimpanan Biji
• Tanaman yang berkembangbiak secara generatif dapat dikonservasi
dalam bentuk penyimpanan biji.
• Biji dikeringkan sampai kadar airnya 5-8% dan disimpan dalam
wadah tertutup pada suhu rendah (<-18ºC) dan kelembaban udara
rendah.
• Namun, metode ini tidak bisa untuk biji yang sulit berkecambah atau
daya hidupnya singkat (rekalsitran).
• Masalah koleksi ex situ dan penyimpanan biji untuk konservasi
tanaman dapat diatasi dengan cara konservasi in vitro.

9
Penyimpanan biji

10
Konservasi In Vitro Tanaman
• Sistem in vitro sangat sesuai untuk penyimpanan bahan tanaman
karena: skala kecil, bebas hama penyakit dan dilakukan pada
kondisi lingkungan yang akan memperlambat atau menghentikan
pertumbuhan.
• Syarat untuk penyimpanan in vitro:
o Stabilitas genetik harus tetap dipertahankan
o Harus dijamin bebas penyakit
o Potensi regenerasi tidak boleh hilang
o Kemungkinan kerusakan atau kematian sangat kecil.

11
Keunggulan Konservasi In Vitro Tanaman
• Kultur in vitro memungkinkan spesies tanaman langka untuk
dikonservasi.
• Memerlukan ruang yang kecil.
• Pemeliharaan lebih mudah dan terkontrol.
• Gangguan cuaca hampir tidak ada.
• Sesuai untuk tanaman yang steril, biji yang sulit berkecambah atau
biji rekalsitran.
• Karena kultur steril memungkinkan pengiriman bahan tanaman
bebas-penyakit ke lokasi atau negara lain.

12
Penyimpanan jangka pendek-menengah:
memperlambat pertumbuhan in vitro
• Merubah komposisi medium (gula rendah, senyawa penghambat,
cekaman osmotik) sehingga pertumbuhan menjadi sangat lambat.
• Gula rendah: sukrosa 10 g/L; senyawa penghambat: cycocel,
ancymidol, ABA; atau osmotikum: manitol, sorbitol.
• Penyimpanan hipobarik yakni menurunkan tekanan atmosfer.
Tekanan oksigen diturunkan, digantikan nitrogen.
• Menurunkan suhu, pada suhu 2-5 °C untuk tanaman temperate,
8-15 °C untuk tanaman (sub)tropis.
• Menurunkan intensitas cahaya.
13
Agrawal et al. (2019) 14
15
Penyimpanan jangka-panjang:
menghentikan pertumbuhan in vitro
• Penyimpanan jangka panjang dengan dibekukan dalam nitrogen
cair pada suhu minus 196 °C (cryopreservation). Pada suhu ini
pertumbuhan berhenti sama sekali.
• Ditambah cryoprotectant: DMSO (dimetil sulfoksida) + sorbitol,
gliserol, manitol, sukrosa untuk mempertahankan keutuhan
membran dan meningkatkan potensial osmotik.
• Penurunan suhu dan penghangatan suhu (thawing) harus
dilakukan secara perlahan.
• Stabilitas genetik tanaman lebih tinggi.

16
Penyimpanan jangka panjang:
menghentikan pertumbuhan in vitro (lanj…)
• Bahan tanaman tersedia kapan saja.
• Bahan tanaman tetap bersifat juvenil selama penyimpanan.
• Penyimpanan dapat sampai beberapa puluh tahun.
• Kelemahan penyimpanan suhu super rendah adalah biaya investasi
sangat mahal dan masih banyaknya masalah teknis. Tiap jenis
tanaman memerlukan kondisi yang spesifik untuk penyimpanan
dan regenerasi bahan tanaman yang dibekukan.
• Bahan tanaman dapat disimpan dalam bentuk protoplas, suspensi
sel, kalus, embrio, pucuk meristem, tunas, dan planlet.
17
Cryopreservation

18
Cryopreservation of papaya

19
Cryopreservation of Musa spp.

A. Kultur stock, B. Kultur meristem, C. Desikasi, D. Vitrifikasi tetes, E. Meristem di vial,


F. Regenerasi tunas, G. Tabung cryo, H. Tanaman di lapang (Agrawal et al., 2019).
20
Panis et al. (2020) 21

Anda mungkin juga menyukai