Anda di halaman 1dari 19

MATA KULIAH ORGANISASI KOMPUTER

SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN

Disusun Oleh Rezkiana (1229040027) Aditya Martha Pratama (1229042039) Raiz Karman (1229042040)

PROGRAM STUDI PEND. TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2013

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas Rahmat dan Karunia-Nya kita berada dalam keadaan sehat walafiat sehingga kita masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan segala kesederhanannya. Makalah ini secara garis besar membahas tentang Sistem Bilangan dan Pengkodean. Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa serta dapat membuka wawasan kita. Penyusunan makalah kami upayakan semaksimal mungkin. akan tetapi, kami pun menyadari akan kelemahan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki oleh karena itu, kami akan sangat berterima kasih dan menerima dengan senang hati masukanmasukan dan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca guna kesempurnaan makalah ini. Demikianlah makalah ini kami susun ,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita. Makassar, September 2013

Penyusun

ii i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................... Daftar Isi......................................................................................................... Bab 1 Pendahuluan ......................................................................................... A. Latar Belakang .......................................................................................... B. Pokok Permaslahan ................................................................................... Bab 2 Pembahasan ......................................................................................... A. Sistem Bilangan ........................................................................................ B. Pengkodean ............................................................................................... Bab 3 Penutup ................................................................................................ A. Kesimpulan ............................................................................................... Daftar Pustaka ................................................................................................

i ii 1 1 1 2 2 4 16 16 17

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem bilangan yang digunakan dalam sistem komputer ada 4, yaitu : bilangan desimal, bilangan biner, bilangan oktal, dan bilangan heksadesimal. Sedangkan sistem kode yang digunakan ada 4 yaitu : kode EBC, kode EBCDIC, kode ASCII. Selanjutnya akan dijelaskan satu persatu. Komputer mengolah data yang ada adalah secara digital, melalui sinyal listrik yang diterimanya atau dikirimkannya. Pada prinsipnya, komputer hanya mengenal dua arus, yaitu on atau off, atau istilah dalam angkanya sering juga dikenal dengan 1 (satu) atau 0 (nol) atau yang biasa disebut bilangan Biner. Kombinasi dari arus on atau off inilah yang yang mampu membuat komputer melakukan banyak hal, baik dalam mengenalkan huruf, gambar, suara, bahkan film-film menarik yang anda tonton dalam format digital. Jika penyajian data hanya menggunakan sistem bilangan, maka penyajian tersebut sangat terbatas, yakni hanya dapat menyajikan data dalam bentuk bilangan positif saja. Dengan menggunakan sistem pengkodean, dapat disajikan berbagai macam jenis data seperti bilangan, simbol, maupun huruf ke dalam besaran digital. Selain itu, dengan sistem pengkodean juga dapat disajikan bilangan positif maupun bilangan negatif dan bahkan bilangan pecahan dengan titik desimal. B. Pokok Pembahasan 1. Sistem Bilangan dalam Organisasi Komputer 2. Pengkodean dalam Organisasi Komputer

BAB II PEMBAHASAN A. Sistem Bilangan Sistem bilangan (number system) adalah suatu cara untuk mewakili besaran dari suatu item phisik. Didalam pemrograman dengan bahasa assembler, bisa digunakan berbagai jenis bilangan. Jenis bilangan yang bisa digunakan, yaitu: bilangan biner, oktaf, desimal dan hexadesimal. Pemahaman terhadap jenisjenis bilangan ini adalah penting, karena akan sangat membantu kita dalam pemrograman yang sesungguhnya.

1. BILANGAN BINER Sebenarnya semua bilangan, data maupun program itu sendiri akan diterjemahkan oleh komputer ke dalam bentuk biner. Jadi pendefinisisan data dengan jenis bilangan apapun(Desimal, oktaf dan hexadesimal) akan selalu diterjemahkan oleh komputer ke dalam bentuk biner. Bilangan biner adalah bilangan yang hanya terdiri atas 2 kemungkinan(Berbasis dua), yaitu 0 dan 1. Karena berbasis 2, maka pengkorversian ke dalam bentuk desimal adalah dengan mengalikan suku ke-N dengan 2N. Contohnya: bilangan biner 01112 = (0 X 23)+(1 X 22)+(1 X 21)+(1 X 20) = 710. 2. BILANGAN DESIMAL Tentunya jenis bilangan ini sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Bilangan Desimal adalah jenis bilangan yang paling banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kebanyakan orang sudah akrab dengannya. Bilangan desimal adalah bilangan yang terdiri atas 10 buah angka(Berbasis 10), yaitu angka 0-9. Dengan basis sepuluh ini maka suatu angka dapat dijabarkan dengan perpangkatan sepuluh. Misalkan pada angka 12310 =(1 X 102)+(2 X 101)+(3 X 100).

3. BILANGAN OKTAL Bilangan oktal adalah bilangan yang berbasis 8 dan mempunyai delapan seimbol yang berbeda yaitu:0,1,2,3,4,5,6,7. Sama halnya dengan jenis bilangan yang lain, suatu bilangan oktal dapat dikonversikan dalam bentuk desimal dengan mengalikan suku ke-N dengan 8 N.Contohnya bilangan 128 =(1 X 81)+(2 X 80)= 1010.

4. BILANGAN HEXADESIMAL Bilangan hexadesimal merupakan bilangan yang berbasis 16. Dengan angka yang digunakan berupa: 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,A,B,C,D,E,F. Dalam pemrograman assembler, jenis bilangan ini boleh dikatakan yang paling banyak digunakan. Hal ini dikarenakan mudahnya pengkonversian bilangan ini dengan bilangan yang lain, terutama dengan bilangan biner dan desimal. Karena berbasis 16, maka 1 angka pada hexadesimal akan menggunakan 4 bit. Bila komputer menangani bilangan dalam bentuk binari yang diorganisasikan dalam bentuk group 4 bit, akan lebih memudahkan untuk menggunakan suatu simbol yang mewakili sekaligus 4 digit binari tersebut. Kombinasi dari 4 bit akan didapatkan sebanyak 16 kemungkinan kombinasi yang dapat diwakili, sehingga dibutuhkan suatu sistem bilangan yang terdiri dari 16 simbol atau yang berbasis 16, yaitu sistem bilangna hexadesimal. Digit 0 sampai dengan 9 tidak mencukupi, maka huruf A, B, C, E, F dipergunakan. Misalnya bilangna binari 11000111 dapat diwakili dengan bilangan hexadecimal menjadi C7 Nilai bilangan hexadesimal C7 tersebut dalam sistem bilangan desimal bernilai : C716 = C X 161 + 7 X 160 = 12 X 16 + 7 X 1 = 192 + 7 = 19910

B. Pengkodean Data yang diproses dalam sistem digital, mikrokontroler, maupun komputer digital umumnya dipresentasikan dengan menggunakan kode tertentu. Terdapat berbagai macam sistem kode seperti Binary-Coded Decimal (BCD), gray, excess-3, kode 7-segment display, dan kode alfanumerik (ASCII dan EBCDIC). Kode-kode tersebut disusun dengan suatu cara menggunakan bilangan biner yang membentuk kelompok tertentu. Kelompok bilangan biner yang membentuk suatu kode dibedakan penyebutnya. Kode biner 4-bit dinamakan nibble, contoh: 11012, 10102, dan 10012. Kode biner 8-bit dinamakan byte, contoh: 100111002 dan 101010102. Dalam hal ini, 1 byte = 8-bit, 1 KiloByte = 1KB = 1024 byte = 210 byte. Kode biner 16-bit dinamakan word, contoh: 10011100101010102. Dan kode biner 32-bit dinamakan double word. 1. Kode BCD (Binary-Coded Decimal) Kode BCD atau bilangan desimal yang dikodekan kedalam bilangan biner, sering ditulis dalam bentuk BCD-8421 menggunakan kode biner 4-bit untuk mempresentasikan masing-masing digit desimal dari suatu bilangan.

Dalam sistem kode BCD, terdapat 6 buah kode yang tidak dapat digunakan (invalid code), yakni: 10102, 10112, 11002, 11012, 11102, 11112. Sehingga hanya ada 10 kode BCD yang valid, yakni kode-kode untuk merepresentasikan bilangan desimal dari 0 sampai dengan 9. Untuk lebih memahami kode BCD, coba perhatikan contoh konversi berikut ini. Contoh: 1. Konversi bilangan desimal 105,37510 ke bentuk kode BCD
1 0 5 ,3 7 5

0001 0000 0101 , 0011 0111 0101

105,37510 = 100000101,001101110101BCD 2. Konversi kode BCD 100000101,001101110101BCD ke bentuk bilangan desimal 0001 0000 0101 , 0011 0111 0101

,3

100000101,001101110101BCD = 105,37510 Walaupun kode BCD nampak seperti sistem bilangan biner, namun keduanya berbeda, karena BCD merupakan sistem pengkodean, sedangkan biner adalah sistem bilangan. 2. Kode Excess-3 (XS-3) Sistem pengkodean lain yang mirip dengan BCD adalah Excess-3. Untuk menyusun kode XS-3 dari suatu bilangan desimal, masing-masing digit dari suatu bilangan desimal yang akan dikodekan dengan XS-3, ditambah dengan bilangan desimal 3, kemudian hasilnya dikonversi seperti cara pada konversi BCD. Pada XS-3, terdapat 6 kode yang tidak dapat digunakan, yakni: 00002, 00012, 00102, 11012, 11102, 11112. Untuk lebih jelasnya, silahkan perhatikan contoh berikut ini. Contoh: 1. Konversi bilangan desimal 1210 ke bentuk kode XS-3 1 3+ 4 5 Sistem kode XS-3 2 3+ Sistem bilangan desimal

0100 0101

1210 = 01000101XS-3

2. Konversi kode BCD 100111000101XS-3 ke bentuk bilangan desimal 1001 1100 0101 Sistem kode XS-3 9 3 6 9 12 3 2 5 3 Sistem bilangan desimal

100111000101XS-3 = 69210

3. Kode Gray Kode gray memiliki keunikan, yakni setiap kali kode itu berubah nilainya secara berurutan misalnya dari 2 ke 3 atau dari 5 ke 6, hanya terdapat 1-bit saja yang berubah. Contoh: jika nilai kode gray berubah dari 2 ke 3, maka kode gray berubah dari 0011GRAY ke 0010GRAY. Kode gray biasanya digunakan sebagai data yang menunjukkan posisi dari suatu poros mesin yang berputar. Contoh: 1. Konversi bilangan desimal 1310 ke kode gray 1310 = 11012 Konversi desimal ke biner 1 + 1 + 0 + 1 Sistem bilangan biner 10 1 1 Carry hasil penjumlahan diabaikan Sistem kode gray

1310 = 1011GRAY

2. Konversi kode gray 1011GRAY ke bentuk bilangan decimal 1 1+ 0 1+ 1 0+ 1 Sistem kode gray Carry hasil penjumlahan diabaikan 1 Sistem bilangan biner Konversi biner ke decimal

11012 = 1310 1011GRAY = 1310

4. Kode 7-Segment Display Hasil pemrosesan sinyal dari suatu rangkaian digital merupakan sinyal digital dalam bentuk kode-kode biner. Jika hasil tersebut tetap disajikan dalam bentuk aslinya yakni kode biner, maka kita akan mengalami kesulitan dalam membacanya karena kita tidak terbiasa menggunakan kode biner dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan kita adalah menggunakan sajian bilangan dalam bentuk bilangan desimal. Agar menjadi mudah dibaca, maka kode-kode biner tersebut perlu diubah tampilannya menggunakan tampilan desimal. Piranti yang digunakan untuk menampilkan data dalam bentuk desimal adalah LED 7-Segment Display.

Untuk menampilkan bilangan desimal, display ini memerlukan penggerak berbentuk kode-kode biner. Bentuk display 7-segment ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

7-segment display Setiap segment dari tampilan tersebut berupa LED yang susunannya membentuk suatu konfigurasi tertentu. Gambar (a) menunjukkan wujud dari 7-segment display dilihat dari atas, sedangkan gambar (b) menunjukkan segmen-segmen peraga 7segment jenis common cathode. Pada jenis ini, diperlukan sinyal high (1) untuk menyalakan setiap segmennya. Pada gambar (c) ditunjukkan segmen-segmen peraga 7-segment jenis common anode, dimana diperlukan sinyal low (0) untuk menyalakan setiap segmennya. 1 byte dapat mengkodekan keadaan penuh sebuah 7-segment display. Pengkodean bit yang paling populer adalah gfedcba dan abcdefg, dimana pada kedua pengkodean tersebut biasanya menganggap 0 adalah off dan 1 adalah on. Tabel pengkodean heksa untuk menampilkan 0 s/d F Digit gfedcba abcdefg a 0 1 2 3 4 5 0x3F 0x06 0x5B 0x4F 0x66 0x6D 0x7F 0x30 0x6D 0x79 0x33 0x5B on b on c on on d on E on f on g off

off on on on on on

off off off off on off on

off on on on on

off off on on on

off on on

off off on on off on

off on

6 7 8 9 A B C D E F

0x7D 0x07 0x7F 0x6F 0x77 0x7C 0x39 0x5E 0x79 0x71

0x5F 0x70 0x7F 0x7B 0x77 0x1F 0x4E 0x3D 0x4F 0x47

on on on on on

off on on on on on on on on on

on

on

on

on

off off off off on on on on on on on on off

off on on on on

off on on on on on on

off off on on

off off on on on

off on on on

off on on on on on

off off on

off off off on

Agar setiap segmen beroperasi dengan benar, maka setiap segmen membutuhkan tegangan setidaknya 2 volt, dan arus 5 mA. Jika kita memiliki sumber tegangan DC 5 volt (Vcc = 5 volt), maka nilai resistor disetiap segmennya adalah: R = (Vcc - 2 volt)/5 mA = 600 Menggunakan resistor 680 akan bekerja baik.

5. Kode Alfanumerik (ASCII dan EBCDIC) Dalam penggunaan komputer secara umum, walaupun kode yang diolah dalam komputer itu sendiri adalah bilangan biner, tetapi selain bilangan desimal juga diproses huruf dan tanda baca/tanda khusus lainnya. Untuk memroses data seperti ini, tentunya diperlukan sistem pengkodean yang lebih luas dari pada sistem-sistem pengkodean yang telah dibahas sebelumnya. Kode ini disebut kode "Alphanumeric" dan sering disingkat dengan nama "Alphameric". Dua jenis kode alfanumerik yang paling umum dipakai dalam dunia komputer sekarang ini adalah: ASCII (American Standard Code for Information Interchange) dan EBCDIC (Extended Binary Coded Decimal Interchange Code).

ASCII terdiri atas 7-bit bilangan biner yang dapat mengkodekan semua angka desimal, huruf abjad (baik huruf besar maupun kecil), tanda-tanda khusus dan

tanda baca, dan beberapa kode kendali/kontrol yang umum dipakai dalam komunikasi data. Dalam prakteknya, walaupun kode ASCII terdiri dari 7-bit, kebanyakan kode ASCII menggunakan 8-bit dengan 1-bit tambahan yang dipakai sebagai bit parity. Sistem kode EBCDIC terdiri atas 8-bit, digunakan dalam komputer-komputer IBM tipe 360 dan 370. Pada tabel dibawah ini akan ditunjukkan kedua jenis kode alfanumerik yang disebut di atas. Dalam EBCDIC, untuk 4-bit paling kiri, angka dinyatakan dengan 11112 (F16), huruf kapital dinyatakan dengan C16 sampai E16, dan untuk huruf kecil dinyatakan dengan bilangan heksadesimal 8 sampai A, sedangkan untuk tanda lainnya dinyatakan dengan 01xx2, dengan x dapat berarti 0 atau 1. Dalam ASCII, karakter dengan kode dibawah 2016 digunakan sebagai kode kendali komunikasi, angka dikodekan dengan 3016 sampai 3916, huruf kapital dikodekan dengan 4116 sampai 5A16, huruf kecil dikodekan dengan 6116 sampai 7A16, dan kode yang lainnya digunakan untuk tanda-tanda baca. Dengan demikian, sudah jelas bahwa kode ASCII lebih mudah untuk diingat.

Tabel ASCII (American Standard Code for Information Interchange)

Tabel EBCDIC (Extended Binary Coded Decimal Interchange Code)

10

6. Penggunaan Sistem Pengkodean Sejak ditemukannya radio maka penggunaannya semakin lama semakin banyak dan berbagai macam. Hal ini menimbulkan permasalahan yaitu padatnya jalur komunikasi yang menggunakan radio. Bisa dibayangkan jika pada suatu kota terdapat puluhan stasiun pemancar radio FM dengan bandwidth radio FM yang disediakan antara 88 MHz 108 MHz. Tentunya ketika knob tunning diputar sedikit maka sudah ditemukan stasiun radio FM yang lain. Ini belum untuk yang lain seperti untuk para penggemar radio kontrol yang juga menggunakan jalur radio. Bahkan untuk pengontrollan pintu garasi juga menggunakan jalur radio. Jika kondisi ini tidak ada peraturannya maka akan terjadi tumpang tindih pada jalur radio tersebut. Alternatifnya yaitu dengan menggunakan cahaya sebagai media komunikasinya. Cahaya dimodulasi oleh sebuah sinyal carrier seperti halnya sinyal radio dapat membawa pesan data maupun perintah yang banyaknya hampir tidak terbatas dan sampai saat ini belum ada aturan yang membatasi penggunaan cahaya ini sebagai media komunikasi.

a. Spektrum Cahaya dan Respon Mata Manusia Pada dasarnya penggunaan modulasi cahaya penggunaannya tidak ada batasnya namun modulasinya harus menggunakan sinyal carrier yang

frekuensinya harus sangat tinggi yaitu dalam orde ribuan megahertz. Biasanya modulasi dengan frekuensi carrier yang tinggi ini digunakan untuk madulasi sinar laser atau pada transmisi data yang menggunakan media fiberoptic sebagai media perantaranya. Untuk transmisi data yang menggunakan media udara sebagai media perantara biasanya menggunakan frekuensi carrier yang jau lebih rendah yaitu sekitar 30KHz sampai dengan 40KHz. Infra merah yang dipancarkan melalui udara ini paling efektif jika menggunakan sinyal carrier yang mempunyai frekuensi di atas.

11

b. Cara Kerja Remote Infra Merah Semua remote kontrol menggunakan transmisi sinyal infra merah yang dimodulasi dengan sinyal carrier dengan frekuensi tertentu yaitu pada frekuensi 30KHz sampai 40KHz. Sinyal yang dipancarkan oleh transmitter diteria oleh receiver infra merah dan kemudian didecodekan sebagai sebuah paket data biner. Panjang sinyal data biner ini bervariasi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain sehingga suatu remote kontrol hanya dapat digunakan untuk sebuah produk dari perusahaan yang sama dan pada tipe yang sama. Hal ini dapat dicontohkan pada remote TV SONY hanya bisa digunakan untuk remote VCD SONY dan sebaliknya tetapi tidak dapat digunakan untuk TV merek yang lain. Pada transmisi infra merah terdapat dua terminologi yang sangat penting yaitu : space yang menyatakan tidak ada sinyal carrier dan pulse yang menyatakan ada sinyal carrier.

c. Pulse-Space Terminologi Pengkodean pada remote infra merah pada dasarnya ada tiga macam dan semuanya berdasarkan pada panjang jarak antar pulsa atau pergeseran urutan pulsa. Pulse-Width Coded Signal. Pada pengkodean ini panjang pulsa merupakan kode informasinya. Jika panjang pulsa pendek (kira-kira 550us) maka dikatakan sebagai logika L tetapi jika panjang pulsa panjang (kira-kira 2200us) maka menyatakan logika H. Pulse Width Coded Signals Space-Coded Signals. Pada pengkodean ini didasarkan pada panjang/pendek space. Jika panjang pulsa sekitar 550us atau kurang maka dinyatakan sebagai logika L sedangkan jika panjang space lebih dari 1650us maka dinyatakan sebagai logika H. Space Width Coded Signal Shift Coded Signal. Pengkodean ini ditentukan pada urutan pulsa dan space. Pada saat space pendek, kurang dari 550us dan pulse panjang, lebih dari 1100us maka dinyatakan sebagai logika H. Tetapi sebaliknya jika space panjang dan pulse pendek maka dinyatakan sebagai logika L.

12

d. Shift Coded Signal Pengkodean ini merupakan hal yang sangat penting karena tanpa mengetahui sistem pengkodean pada sisi transmitter infra merah maka disisi receiver tidak bisa mendekodekan data/perintah apa yang dikirmkan. Selain itu didalam pengkodean ini perlu disisipkan suatu data yang dinamakan sebagai device address sebelum data atau perintah. Device addres ini menyatakan nomor alamat peralatan jika terdapat lebih dari satu alat yang dapat dikendalikan oleh sebuah remote kontrol pada suatu area tertentu.

e. Transmitter Infra Merah Infra merah dapat digunakan baik untuk memancarkan data maupun sinyal sura. Keduanya membutuhkan sinyal carrier untuk membawa sinyal data maupun sinyal suara tersebut hingga sampai pada receiver.

f. Konverter Sinyal Suara Menjadi Frekuensi Untuk transmisi sinyal suara biasanya digunakan rangkaian voltage to frequency converter yang berfungsi untuk merubah tegangan sinyal suara menjadi frekuensi. Dan jika sinyal ini dimodulasikan sengan sinyal carrier maka akan menghasilkan suatu modulasi FM. Modulasi jenis ini lebih disukai karena paling kebal terhadap perubahan amplitudo sinyal apabila sinyal mengalami gangguan di udara. Untuk transmisi data biasanya sinyal ditransmisikan dalam bentuk pulsapulsa seperti telah dijelaskan di atas. Ketika sebuah tombol ditekan pada remote kontrol unti maka IR akan mentransmitkan sebuah sinyal yang akan dideteksi sebagai urutan data biner.

g. Penerima Infra Merah Untuk aplikasi jarak jauh maka perlu adanya pengumpulan sinar termodulasi yang lemah. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan photodioda yang sudah mempunyai semacam lensa cembung yang akan mengumpulkan sinar termodulasi tersebut. Biasanya menggunakan lensa tambahan yang dinamakan dengan lensa FRESNEL yang terbuat dari bahan plastik dan kemudian

13

diumpankan ke photodioda dengan jarak tertentu pada fokus lensa FRESNEL ini. Untuk aplikasi remote ontrol biasanya cukup menggunakan lensa yang dimiliki oleh photodioda/phototransistor dengan penguatan tertentu. Untuk penggunaan yang harus dapat menerima pancaran sinyal infra merah yang sudut datangnya besar maka harus menggunakan dua atau lebih photodioda. Photodioda yang baik adalah photodioda yang mampu mengumpulkan sinar termodulasi tepat pada wafer silikonnya dan hal inilah yang mempengaruhi kualitas

photodioda/phototransistor yang dibeli di pasaran. Pada saat photodioda mendeteksi adanya sinar infra merah maka akan terdapat arus bocor sebesar 0.5 uA dan ini juga tergantung pada kekuatan sinar infra merah yang datang dan sudut datangnya. Kekuatan sinar dan sudut datang merupakan faktor penting dalam keberhasilan transmisi data melalui infra merah selain filter dan penguatan pada bagian receivernya.

14

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sistem Bilangan adalah (number system) adalah suatu cara untuk mewakili besaran dari suatu item phisik. Sistem bilangan antara lain Bilangan Biner, Desimal, Oktal, dan Hexadesimal 2. Pengkodean (Encoding) adalah proses perubahan karakter data yang akan dikirim dari suatu titik ke titik lain dengan kode yang dikenal oleh setiap termianal yang ada, dan menjadikan setiap karakter data dalam sebuah informasi digital ke dalam bentuk biner agar dapat ditransmisikan. Suatu terminal yang berbeda menggunakan kode biner yang berbeda untuk mewakili setiap karakter.

15

DAFTAR PUSTAKA Bahrul. 2010. Sistem Bilangan dan Kode. www.bkomps.blogspot.com, diakses 25 Oktober 2013. Bonatia, Wahyu. 2012. Sistem Pengkodean Bilangan. community.blogspot.com, diakses 25 Oktober 2013. www.bespus-

Ibrahim, KF. 1991. Teknik Digital. Yogyakarta: PT. Andi Yogyakarta. Maulana. 2010. Sistem Bilangan dan Kode. www.maulanahrp.wordpress.com, diakses 25 Oktober 2013. Netvy, Vitri. 2009. Sistem Pengkodean www.vitrinetyysiskom.blogspot.com, diakses 25 Oktober 2013. Data.

16

Anda mungkin juga menyukai