Anda di halaman 1dari 35

BAB I LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan (agustina,2010). Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat luka dibedakan : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dan lain-lain. Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang (Agustina,2010). Luka bakar merupakan bentuk luka yang termasuk dalam klasifikasi diatas. Luka bakar adalah cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber panas ke kulit (Smeltzer & Bare, 2002). Penyebab luka bakar antara lain yaitu luka bakar termal, luka bakar kimia, luka bakar elektrik, luka bakar radiasi serta luka bakar akibat suhu yang sngat rendah (frost bite). Penyebab luka bakar yang paling sering disebabkan karena api. Luka bakar perlu mendapatkan perhatian karena angka kejadiannya terus meningkat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh American burn association tahun 2000-2004 rata-rata jumlah penderita luka bakar yang dirawat di instalasi kesehatan mencapai angka 500.000 orang pertahun (American burn association

2005 report). Sekitar 12.000 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya akibat luka dan cidera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar (Smeltzer dan Bare, 2001). Berdasarkan data pada RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2004 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat dengan angka kematian 37,38%. Penyebab tersering adalah api (55.1%) dan terjadi dirumah (72.4%) (pongki, 2008). Sementara pasien yang dirawat di burn unit RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2012 sebanyak 103 orang penyebab terbanyak oleh karena api, penyebab lainnya karna listrik,air panas, minyak dan zat kimia. Menurut Syamsuhidayat dan Jong dalam Septiningsih, (2008) prinsip penanganan luka bakar antara lain mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa sel epitel untuk berpoliferasi dan menutup permukaan kulit. Peatalaksanaan luka bakar selama ini disesuaikan dengan kedalaman luka bakar, apabila kedalamannya melebihi drajat II dalam (Deep partial thickness burn) akan dilakukan skin graft. Skin graft adalah salah satu prosedur pembedahan yang rutin dilakukan dalam suatu rangkaian pengelolaan pasien luka bakar. Tindakan ini memberi hasil yang sangat baik bila dilakukan sedini mungkin pasca trauma, sehingga prosedur ini sering disebut sebagai prosedure pembedahan dini pada luka bakar. Indikasi skin graft pada luka bakar adalah menutup luka yang tidak mampu menutup sendiri secara primer. Luka bakar yang kontraktur skin graft dilakukan apabila didapat jaringan parut yang lebar.(Heriady, 2005). Perawatan skin graft yang dilakukan di burn unit RSUP Sanglah Denpasar selama ini menggunakan metode konvensional, yaitu perawatan dengan

menggunakan tulle, kasa betadin dan kasa kering yang akan dilakaukan perawatan pada hari ke lima atau bila kasa jenuh. Hasilnya banyak skin graft yang gagal oleh karena adanya hematoum diantara donor dengan resipien, sehingga skin graft tidak dapat hidup 100%. Namun saat ini sedang berkembang metode modern menggunakan vacuum bertekanan negatif. Metode ini dikenal dengan Vacum Assisted Clousere (VAC). VAC merupakan pengembangan teknologi canggih

dari prosedur perawatan luka. Penggunaan vakum drainase membantu untuk menghilangkan darah atau cairan dari bagia luka (Muptadi, 2013). VAC digunakan untuk manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka. VAC adalah terapi adjuvant noninvasif yang menggunakan control tekanan negative menggunakan vacuum untuk membantu penyembuhan luka dengan menghilangkan cairan yang dihasilkan dari luka terbuka melalui sealed dressing dan tube yang disambungkan dengan kontaeiner penampung (Mubtadi, 2013). VAC atau penutupan luka dengan vacuum menggunakan spons pada luka ditutup dengan dressing ketat kedap udara , dimana kemudian vacuum dipasang. VAC bisa digunakan untuk luka dengan kebocoran limfa yang besar dengan fistula . Mekanisme utama VAC adalah untuk menghilangkan edema. VAC menghilangkan cairan darah atau limfa yang berada di intertisiil, sehingga meningkatkan difusi intertisiil oksigen ke dalam sel. VAC juga menghilangkan enzim-enzim kolagenase dan MMP yang kadarnya meningkat pada luka kronis (Suryadi, 2011). VAC memberikan tekanan

subatmosfer secara intermiten atau terus-menerus dengan tekanan sebesar 50-175.

vac paling bagus dilakukan pada luka granulasi yang buruk serta banyak terdapat eksudat. Diantara berbagai cara pengobatan tambahan yang tersedia untuk penanganan luka kronis, terapi vacuum assited closure (VAC) menunjukan hasil menjanjikan (Suryadi,2011) Hasil studi dilakukan di RS Sarjito tiga pasien dengan luka kronis datang ke divisi Bedah Plastik Rumah Sakit dr Sarjito pada awal tahun 2010 dilakukan perawatan dengan menggunakan simplest modified vacuum assisted closure (VAC) didapatkan hasil semua pasien mengalami proses penyembuhan luka dengan baik dan dilaporkan puas terhadap hasil yang didapatkan (Mahandaru, 2010). Demikian juga didukung oleh penelitian yang dilakukan ASERNIPS (Australian Safety and Efficacy Register of New Internasional Prosedur Surgical) dimana perawatan luka kronis dan kompleks dengan VAC meningkat secara signifikan 28.4% dibandingan dengan menggunakan natrium clorida (Nacl 0.9%) (Arsenip s, 2003). Sejak 6 bulan yang lalu penerapan VAC modifikasi di ruang burn unit RSUP Sanglah Denpasar diindikasikan pada pasien luka bakar yang dilakukan skin graft. Berdasarkan pengamatan peneliti tidak semua pasien yang dilakukan skin graft dirawat dengan VAC dikarnakan keterbatasan alat yang ada di burn unit. Sampai sekarang belum pernah dilakukan studi evaluasi terhadap penerapan metode VAC modifikasi pada pasien luka bakar yang dilakukan skin graft. peneliti tertarik melakukan studi tentang

Berdasarkan hal tersebut diatas

efektifitas metode vacuum assisted closure modifikasi terhadap penyembuhan

luka skin graft pada pasien luka bakar diruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut Bagaimana efektifitas metode vacum assisted closure modifikasi terhadap penyembuhan luka skin graft pada pasien luka bakar diruang burn unit RSUP Sanglah Denpasar 2014 ? .

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui efektifitas metode vacum assisted closure modifikasi terhadap penyembuhan luka skin graft pada pasien luka bakar diruang burn unit RSUP Sanglah Denpasar 2014.

1.3.2 a.

Tujun Khusus

Mengidentifikasi karakteristik luka skin graft sebelum dilakukan perawatan luka dengan metode VAC.

b.

Mengidentifikasi karakteristik luka skin graft sebelum dilakukan perawat luka tanpa metode VAC.

c.

Mengidentifikasi karakteristik luka skin graft setelah perawatan luka dengan metode VAC.

d.

Mengidentivikasi karakteristik luka skin graft setelah perawatan luka tanpa metode VAC.

e.

Menganalisa efektifitas terapi perawatan luka dengan metode VAC yang dilakukan skin graft, terhadap proses penyembuhan skin graft pada pasien luka bakar.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam mengembangkan dan memperkaya khasanah keilmuan dengan memperkuat teori yang telah ada dan dapat memberikan masukan bagi penelitian berikutnya mengenai proses penyembuhan skin graft pada pasien luka bakar dengan metode VAC modifikasi

1.4.2 a.

Manfaat Praktis

Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi penerapan terapi VAC dalam proses penempelan kulit pada pasien yang dilakukan tindakan skin graft di ruangan dan rumah sakit.

1.5 Keaslian Penelitian 1.5.1 Mahandaru (2012) dalam penelitian yang berjudul the Simplest

Modifield Vacuum Assisted Closure to treat chronic wound ; SERIAL CASE REPORT Rancangan penelitian case control sampel diambil menggunakan metode total sampling dengan jumlah sampel 3 orang. Analisa data yang

digunakan adalah chi-squre dan hasilnya adalah terapi vacuum assited closure (vac) efektif dalam proses penempelan kulit dengan p = 0,004 . dengan derajat kemaknaan (besarnya hubungan) berdasarkan interpretasi nilai (p) adalah sedang.

Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada variable terikat yang diteliti, teknik pengambilan sampel dan rancangan penelitian yang digunakan. 1.5.2 ASERNIP (2013) dalam penelitian yang berjudul Vacuum-assisted

closure for the management of wound: anaccelerated systematic. Rancangan penelitian case control sampel diambil menggunakan metode simple random sampling dengan jumlah sampel 15 orang. Analisa data yang digunakan adalah chi-squre dan hasilnya adalah terapi vacuum assited closure (vac) efektif dalam proses penempelan kulit dengan p = 0,002 . dengan derajat kemaknaan (besarnya hubungan) berdasarkan interpretasi nilai (p) adalah sedang. Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada variable terikat yang diteliti, teknik pengambilan sampel dan rancangan penelitian yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Luka Bakar 2.1.1 Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah (Moenadjat, 2009:1). Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan suhu tinggi, syok listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001). Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer & Bare, 2002:1912)

2.1.2 Patofisiologi Luka Bakar Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Kulit akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas (Smeltzer & Bare, 2002). Kedalaman luka bakar mempengaruhi kerusakan integritas kulit dan kematian sel. Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak, semakin berat kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat, 2009:19). Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel. Sebagian sel akan mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama

proses denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotik dan hidrostatik yang abnormal. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke unit intersitisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara lokal. Namun pada luka bakar yang berat, mediator inflamasi akan menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011:618). Hipovolemia yang timbul berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan. Sel darah merah dan sel lainnya tetap di dalam intravaskuler. Hanya cairan yang meninggalkan unit intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi dan hipovolemia menyebabkan sirkulasi terganggu. Perfusi sel tidak terselenggara dengan baik. Kondisi ini dikenal dengan syok hipovolemia (Moenadjat, 2009:63). Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon sistemik. Respon Kardiovaskuler; curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terjadi. Curah jantung menurun maka tekanan darah menurun. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik (Smeltzer & Bare, 2002:1913) Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem pernafasan yang menyelenggarakan pertukaran karbondioksida dengan oksigen mengadakan

10

kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Dengan mekanisme kompensasi ini, timbul hiperventilasi yang memiliki dampak terhadap keseimbangan asam-basa dan metabolisme secara keseluruhan (Moenadjat, 2009:65). Respon renalis, penurunan sirkulasi renal menyebabkan iskemia ginjal. Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemia ini adalah penurunan ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan anuria. Hipoksia parenkim ginjal merupakan stimulasi dilepaskannya renin dan angiotensin oleh sel-sel juxtaglomerulus renalis yang merangsang Anti Diuretic Hormone (ADH) dan kelenjar anak ginjal memproduksi hormon kortisol dan glukagon. Rangkaian selanjutnya adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk melepaskan Adeno Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang merupakan stimulan bagi sistem saraf parasimpatik dan ortosimpatik dalam teori berkembangnya stres metabolisme. Bila tidak segera ditangani, terjadi akut tubular nekrosis dan berlanjut dengan acute renal failure (Moenadjat, 2009:69). Respon gastrointestinal, terganggunya sirkulasi splangnikus, terjadi

perubahan degeneratif bersifat akut pada organ-organ yang diperdarahi antara lain saluran cerna bagian atas. Gangguan perfusi menyebabkan terjadinya iskemia mukosa saluran cerna yang mengakibatkan integritasnya terganggu (disrupsi mukosa). Dengan terjadinya disrupsi mukosa, lamina muskularis mukosa dan kapiler submukosa terpapar pada lumen. Kerapuhan dinding pembuluh kapiler menyebabkan pecahnya kapiler lambung. Perdarahan dapat terjadi sedemikian masif dan menyebabkan penderita jatuh kedalam syok (Moenadjat, 2009:68).

11

Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas kulit diperburuk dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal.

Perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis (Smeltzer & Bare, 2002:1916) Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhu. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar. Namun setelah keadaan hipermetabolisme akan mengatur kembali suhu tubuh. Pasien luka bakar akan mengalami hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar meskipun tidak terdapat infeksi (Smeltzer & Bare, 2002:1916).

2.1.3

Derajat Luka Bakar

Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan menurut Moenadjat (2009) : a. Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis (superficial), kulit kering, hiperemik memberikan floresensi berupa eritema, tidak dijumpai bulae. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari. Karena derajat kerusakan yang ditimbulkannya tidak merupakan masalah klinik yang berarti dalam kajian terapetik, luka bakar derajat satu tidak dicantumkan dalam perhitungan luas luka bakar.

12

b.

Luka bakar derajat II (partial thickness burn) : kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis dan sebagian superfisial dermis. Respon yang timbul berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Nyeri karena ujungujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar derajat II dapat dibedakan menjadi dua:

1)

Derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn): kerusakan mengenai epidermis dan sepertiga bagian superfisial dermis. Dermal- epidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bulae). Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar derajat II dangkal. Bila epidermis terlepas, terlihat dasar luka berwarna kemerahan, kadang pucat-edematus dan eksudatif. Apendises kulit

(integumen, adneksa kulit) seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya memerlukan waktu antara 10-14 hari. 2) Derajat II dalam (Deep partial thickness burn): kerusakan mengenai hampir seluruh (duapertiga bagian superficial) dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Sering dijumpai eskar tipis di permukaan. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan memerlukan waktu lebih dari dua minggu. c. Luka bakar derajat III (Full thickness burn): Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Tidak

13

dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna pucat atau lebih putih. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri bahkan hilang sensasi karena ujungujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epithelialisasi spontan baik dari tepi luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit yang memiliki potensial epithelialisasi.

Gambar 2.1 Lapisan Kulit Normal Dengan Apendisesnya

Gambar 2.2 Kedalaman Luka Bakar

2.1.4

Kategori Penderita Luka Bakar

Menurut Moenadjat (2009:12), luka bakar dapat dikategorikan berdasarkan berat dan ringan luka bakar adalah:

14

a.

Luka bakar ringan dengan kriteria luka bakar derajat II; derajat III<10% pada kelompok usia <10th >50th, luka bakar derajat II dan derajat III<15% pada kelompok usia lain, luka bakar derajat II dan derajat III<10% pada semua kelompok usia; tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum

b.

Luka bakar sedang atau moderat dengan kriteria luka bakar derajat II dan derajat III 10-20% pada kelompok usia<10th >50th; luka bakar derajat II dan derajat III 15-25% pada kelompok usia lain; luka bakar derajat 3<10% pada semua kelompok usia tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum.

c.

Luka bakar kritis atau luka bakar berat dengan kriteria luka bakar derajat II dan derajat III>20% pada kelompok usia<10 th dan >50th, luka bakar derajat II dan derajat III>25% pada kelompok usia lain, terjadi trauma inhalasi serta luka bakar akibat tegangan tinggi, luka bakar pada populasi resiko tinggi, luka bakar pada tangan, kaki, dan perineum.

2.1.5

Penatalaksaaan Luka Bakar

Menurut Syamsuhidayat dan Jong dalam septiningsih, (2008) penanganan dalam penyembuhan luka bakar antara lain mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa sisa sel epitel untuk berpoliferasi dan menutup permukaan kulit. Skin graft adalah salah satu prosedur pembedahan yang rutin dilakukan dalam suatu rangkaian pengelolaan pasien luka bakar. Tindakan ini memberi arti yang sangat penting bila dilakukan sedini mungkin pasca trauma, sehingga prosedur ini sering disebut sebagai prosedure pembedahan dini pada luka bakar.

15

2.2 Konsep Dasar Skin Graft 2.2.1 Definisi

Skin graft yaitu tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat lain supaya hidup ditempat yang baru tersebut dan dibutuhkan suplai darah baru (revaskularisasi) untuk menjamin kelangsungan hidup kulit yang dipindahkan tersebut (Lubis, 2008). Skin graft merupakan teknik untuk melepaskan potongan kulit dari suplay darahnya sendiri dan kemudian memindahkannya sebagai jaringan bebas ke lokasi yang dituju ( Sudarth dan Bruner, 2002)

2.2.2 a. b. c.

Tujuan dilakukan skin graft (Bisono, 2008)

Menutup luka yang tidak dapat ditutup secara primer Menutup luka supaya penyembuhan luka tersebut lebih cepat. Menutup luka secara permanen atau sementara ( pada crush trauma untuk penilaian vitalitas atau mengontrol pertumbuhan bakteri).

2.2.3 a. b. c.

Indikasi skin graft (Bisono, 2008)

Luka yang luas Luka dengan vaskularisasi yang adekuat Luka tanpa infeksi yang jelas ( atau hitung kuman kecil dari 1 x 100.000 koloni kuman/gram jaringan ).

2.2.4

Klasifikasi Skin Graft

Menurut (Lubis,2008) skin graft dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan ketebalan.

16

a.

Berdasarkan asal / spesies

1) Autograft : graft bersal dari individu yang sama (berasal dari tubuh yang sama) 2) Homograft : graft berasal dari individu lain yang sama spesiesnya (berasal dari tubuh lain). 3) Heterograft (Xenograft) : graft berasal dari makhluk lain yang berbeda spesiesnya. b. Berdasarkan Ketebalan

1) Split Thickness Skin Graft (STSG) : graft ini mengandung epidermis dan sebagian dermis. Tipe ini dibagi 3 : a. b. c. d. Thin Split Thickness Skin Graft, ukuran 8-12/1000 inci. Intermediet (medium) Split Thickness Skin Graft, ukuran 14-20/1000 inci Thick Split Thickness Skin Graft, ukuran 22-28/1000 inci. Full Thickness Skin Graft : graft ini terdiri dari epidermis dan seluruh ketebalan dermis.

2.2.5

Vaskularisasi dan Kehidupan Graft

Skin graft membutuhkan vaskularisasi yang cukup untuk dapat hidup sebelum terjadi hubungan yang erat dengan resipien. Setelah kulit dilepas dari donor akan berubah pucat karena terputus dari suplai pembuluh darah. Terjadi kontraksi kapiler pada graft dan sel eritrosit terperas keluar. Setelah graft ditempelkan keresipien tampak perubahan-perubahan sebagai berikut (Heriady, 2005) : a. Proses Imbibisi Plasma ( 8-12 jam pertama)

17

1) Yaitu keadaan graft secara pasif menyerap nutrisi melalui lapisan fibrin ( menyerap seperti spon). 2) Graft tampak udem, berat graft naik lebih kurang 40% dari berat awal. b. Proses Inoskulasi ( 22 jam 72 jam berikutnya)

1) Proses terjadinya hubungan atau anastomosis langsung antara graft dengan pembuluh darah resipien. 2) Pertumbuhan pembuluh darah resipien kedalam saluran endothelial graft. 3) Penetrasi pembuluh darah resipien kedalam dermis graft yang akan membentuk saluran endothelial baru. 4) Kulit lebih pink sampai merah cherri dan udem graft berkurang. c. Proses Angiogenesis / Revaskularisasi & Maturasi (hari ke-4 sampai hari ke-9). 1) Epitel graft telah bisa mitosis sendiri. 2) Ketebalan kulit mulai meningkat ( sampai 7x ) dan ketebalan normal lagi mulai hari ke-10 setelah proses deskuamasi terjadi. 3) Graft mengalami maturasi komplit setelah hari ke-12

2.2.6

Perawatan Skin Graft

Menurut Bisono,( 2008) perawatan skin graft dapat dilakukan sebagai berikut: a. Bila hemostasis dan fiksasi resipien baik, balutan dibuka hari ke5-7, untuk mengevaluasi Take (kehidupan) graft dan membuka jahitan/benang fiksasi. b. Bila ada hematom/seroma/bekuan darah, dilakukan penggantian kassa lebih serng dan drainase cairan2 tsb.

18

c.

Bila Take baik, ganti balutan tiap 2-3 hari, bersihkan graft dari debris dan krusta.

d.

Bila graft telah matur, graft bisa diberi pelicin/pelunak dan pasien boleh mandi.

e.

Mobilisasi jalan bisa dilakukan pada minggu ke-3-4

2.2.7 a. b. c.

Syarat-syarat Skin Graft yang baik:

Vaskularisasi resipien bed yang baik Kontak yang akurat antara skin graft dengan resipien Hindari kontaminasi atau infeksi.

2.2.8 a. b.

Sebab-sebab kegagalan Tindakan Skin Graft:

Hematom dibawah skin graft. Pergeseran skin graft

c. Resipien bed tidak baik

2.3 Konsep Dasar Vacum Assisted closure (VAC) 2.3.1 Definisi

Vacum assisted closure merupakan pengembangan yang canggih dari prosedur perawatan luka. Penggunaan vakum drainase membantu untuk menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka . VAC digunakan untuk manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka (Muptadi, 2013)

19

2.3.2

Ada beberapa komponen Vacum Assisted Closure (VAC) menurut

Muptadi 2013 yaitu: a. Vaccum pump Vaccum pump berfungsi untuk vakum drainase membantu untuk

menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka. b. Disposable Canisters Disposable Canisters berfungsi menampung darah atau cairan serosa (nanah) c. Drainage tubing Drainage tubing berfungsi untuk mengalirkan tekanan negatif dari vaccum pump ke daerah luka dan mengalirkan darah atau cairan serosa (nanah) ke Disposable Canisters d. Non-adherent wound contact layer or foam Merupakan lapisan semipermeabel yang mampu ditembus darah atau cairan lain pada luka . e. Antimicrobial gause Digunakan sebagai antibiotik f. Round or flat wound drain Menghubungkan drainage tubing dengan luka g. Transparent occlusive dressing Digunakan untuk menutup luka h. Barrier skin prep wipes Perekat transparant dressing

20

i.

Steril Salin Untuk irigasi sebelum memasang non-adherent wound contact layer

j.

Surgical tape

2.3.3

Prinsip Kerja Vacum Assisted closure (VAC) menurut (Rini, 2010) oleh Argenta dan Morywas pada

Sistem VAC pertama kali dipublikasan

tahun 1977, dan dipakai sebagai terapi ajuvan sebelum atau setelah operasi atau sebagai alternative bagi pasien yang kondisinya tidak memungkinkan untuk pembedahan. Sistim VAC memberikan kondisi tekanan negatif selama proses penyembuhan luka. Tekanan negatif yang ditimbulkan sistim VAC pada daerah luka akan menarik cairan sehinggadapat mengurangi edema jaringan. Hal ini memacu pertumbuhan kapiler dan meningkatkan aliran nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolism. Argenta dan Morywas (1977) menyatakan beberapa faktor yang mendasari mekanisme tehnik VAC antara lain : a. Pembuangan cairan intertisiil yang berlebihan, b. Peningkatan vaskularisasi dan penurunan kolonisasi bakteri, c. Respon jaringan sekitar luka terhadap gaya mekanik yang diberikan. Aplikasi VAC adalah dengan menggunakan open sell foam steril dari bahan polyurethane atau polyvinyl alkohol di dalam defek , permukaan superficial diisolasi dengan pembungkus adesif kemudian diberikan tekanan subatmosfer melalui suction tube pada luka tersebut. Tekanan subatmosfer ini memberi gaya terkontrol secara merata keseluruh permukaan jaringan di bagian luka. Adanya kekuatan mekanis pada luka mampu mendorong perubahan baik pada tingkat jaringan maupun juga tingkat sel untuk meregang. Sel yang mampu meregang

akan berproliferasi dan secara signifikan merangsang angiogenesis untuk

21

menigkatkan proses penyembuhan luka. Hanya sel yang mampu matur saja yang dapat membelah dan berproliferasi sebagai respon dari solube growth factor, sedangkan sel yang tidak mampu meregang akan mengalami penghentian siklus dan mengalami apoptosis. Arah pertumbuhan angiogenesis kapiler kearah tiga demensi juga dipengaruhi oleh tekanan yang mengarah ke sel endotel vascular yang alirannya statis, laminar atau turbulen. Hal ini tampak jelas pada elemen sitoskeletal membrane basal. Itu menandakan bahwa sel dapat dipengaruhi oleh tekanan mekanik dan memberikan respon melalui gen spesifik dan induksi program seluler. Dengan mempelajari model ini secara seksama ditemukan efek mechanical force terhadap karakteristik microenviroment sel sebagai berikut (Rini 2010) : a. Variasi Karakteristik Ketegangan Luka (strain) terhadap efek aplikasi spons Model stimulasi komputer dapat mewakili sistem VAC mengenali karakteristik ketegangan luka yaitu melalui potongan histology jaringan setelah VAC 11. Dari stimulasi computer dapat disimpulkan bahwa ketegangan luka terhadap tekanan mekanis dapat ditingkatkan dengan cara : 1) Peningkatan tekanan 2) Peningkatan diameter pori-pori 3) Menurunkan ketebalan penopang pori-pori 4) Menurunkan pengaruh mekanis kekuatan luka 5) Menurunkan kemampatan luka

22

b.

Adanya variasi ketegangan pada permukaan luka Tekanan atmosfer sebesar 125 mmhg akan menyebabkan kenaikan

ketegangan permukaan disekitar luka (0.15 mm) dan segera mencapai puncaknya. Ini terjadi karena adanya resultan gaya yang berlawanan cukup besar antara gaya kompresi dan gaya penyedot vakum, terutama didaerah tepi pori-pori busa. Sedangkan jaringan pada bagian tengah pori-pori busa memiliki ketegangan permukaan yang paling rendah (kurang dari 5%). Ketegangan permukaan juga dipengaruhi oleh ketebalan luka. Pada luka dengan ketebalan 1 mm ketegangan bagian tengah pori-pori busa adalah 0.67 % sedangkan luka yang lebih tipis (superfisial) ketegangan semakin tinggi yaitu 5.1% c. Proses penyembuhan luka mempengaruhi ketegangan jaringan Selama proses penyembuhan luka berlangsung, terjadi perubahan elastic dan kemampuan jaringan. Dalam pengaruh VAC proses ini tampaknya sangat tergantung pada waktu. Bila luka sembuh luka cenderung menjadi fibrotic dan peningkatan kemampuan /stiffness, sekaligus penurunan ketegangan secara keseluruhan. Ketegangan luka sangat peka terhadap perubahan

tekananKetegangan luka sangat peka terhadap perubahan tekanan. Peningkatan tekanan dari 10 kpa menjadi 20 kpa meningkatkan ketegangan permukaan hingga 2 kali lipat. Tetapi peningkatan pori dari 0,8 mm menjadi 1.6 mm hanya meningkatkan ketegangan permukaan sebesar 50% selanjutnya penurunan ketebalan luka akan menurunkan ketegangan permukaan luka.

23

2.3.4

Teori micromechanical force: fisiologi dasar system VAC

Sudah banyak teori dikembangkan untuk menerangkan bagaimana VAC berperan dalam perbaikan klinis luka. Dari analisis dapat disimpulkan bahwa; a. Pengaruh mikromekanis sel , menstimulasi proliferasi sel, mempercepat penyembuhan luka b. Mampu meningkatkan ketegangan jaringan 5 hingga 20% tergantung dari stadium penyembuhan luka. Konsisten dengan tingkat peregangan sel merangsang proliferasi sel. c. Growth factor atau matriks protein ekstraseluler meskipun esensial tetapi tidak cukup untuk menstimulasi proliferasi sel.

2.3.5

Cara Kerja VAC menurut (Muptadi 2013)

Pada dasarnya teknik ini sangat sederhana. Sepotong busa dengan struktur pori pori terbuka dimasukkan ke dalam luka dan menguras luka dengan perforasi lateral diletakkan di atasnya. Seluruh area kemudian ditutup dengan perekat membran transparan, yang tegas dijamin ke kulit sehat di sekitar tepi luka. Drainage tubbing dihubungkan ke sumber vakum, cairan diambil dari luka melalui busa ke dalam reservoir untuk pembuangan. Membran plastik mencegah masuknya udara dan cairan dari luar. Pastikan seluruh permukaan luka terkena efek tekanan negatif.

2.4 Aplikasi Metode Vac Dalam Perawatan Skin Graft Pada Pasien Luka Bakar

Pada pasien luka bakar dengan kedalaman luka diatas grade II b memerlukan waktu penyembuhan luka yang lama dan hasil penyembuhan luka yang tidak baik,

24

seperti timbulnya jaringan parut dan keloid. Untuk mempercepat proses penyembuhan luka bakar dan mencegah terjadinya jaringan parut dapat dilakukan tindakan skin graft. Penggunaan metode VAC pada pasien yang dilakukan skin graft dapat memberikan hasil yang memuaskan karena dengan VAC ini akan menarik cairan yang keluar dari luka operasi. Akumulasi cairan tersebut menjadi media yang baik untuk berkembangnya bakteri penyebab infeksi. Selain itu VAC juga memberikan tekanan negatif terhadap skin graft canalisasi pembuluh darah pada kulit yang di graft. sehingga mempercepat

BAB III KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pasien luka bakar yang menjalani skin graf memerlukan perawatan yang tepat agar terjadi granulasi yang maksimal. Metode perawatan luka yang dapat dipakai salah satunya adalah Vacum Assisted closure (VAC). Dimana metode Vacum Assisted closure (VAC) dapat membuang cairan interstisial berlebihan,meningkatkan vascularisasi dan penurunan jumlah bakteri sehingga proses granulasi terjadi secara maksimal. Penjelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar 3.1.

Pasien luka bakar yang dilakukan skin graft Umur 18-60 tahun

Teknik perawatan skin graft 1. VAC modifikasi 2. Konvensional

Proses penyembuhan 1. Infeksi 2. Take graft 1. 3. Waktu penyembuhan 2. Tidak sembuh Sembuh Kesembuhan skin graft

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Efektifitas Metoda Vacum Assisted Closure Modifikasi Terhadap Penyembuhan luka skin graft pada pasien Luka Bakar Diruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014.

25

26

3.2 Variabel Penelitian dan Operasional Variabel 3.2.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2010). a. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2010). Jadi, variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode perawatan dengan Vacum Assisted closure (VAC) modifikasi. b. Variabel Terikat Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2010). Jadi, variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyembuhan luka skin graft pada pasien luka bakar.

27

3.3

Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional Efektifitas Metode Vacum Assisted Closure Modifikasi Terhadap Penyembuhan luka skin graft Pada Pasien Luka Bakar Diruang Burn Unit RSUP Sanglag Denpasar

Variabel Penelitian (Variabel bebas) Vacum Assisted closure (VAC)

Definisi Operasional Manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka. Menggunaan berupa vakum drainase membantu untuk menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka

Cara Ukur Observasi

Hasil Ukur 1 = Ya 0 = Tidak

Skala Nominal

(Variabel terikat) Penyembuhan skin graft pada pasien luka bakar

Proses penyembuhan luka yang terjadi berdasarkan penilaian pada saat perawatan luka pertama dan kedua dengan aspek penilaian infeksi, teke graft

Observasi

1 = Sembuh 0 = Tidak sembuh

Nominal

Sub Variabel 1. Infeksi Ada tidaknya infeksi pada skin graft berdasarkan munculnya salah satu tanda infeksi Menyatunya kulit dengan resipien Observasi 1= Tidak 0= Infeksi Nominal

2.

Take graft

Observasi

1= Take 0= Tidak

Nominal

3.3 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah Metode Vacum Assisted closure (VAC) efektif Terhadap Penyembuhan Luka Skin Graft pada Pasien Luka Bakar di RSUP Sanglah Denpasar.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk kedalam penelitian pra eksperimental dengan desain static group comparison. Terdapat kelompok eksperiment dan kelompok control. Kelompok eksperiment menerima perlakuan (x) yang diikuti dengan observasi (O1). Hasil observasi ini kemudian dibandingkan dengan hasil observasi pada kelompok control yang tidak menerima intervensi (02) (Notoatmojo, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Metode Vacum

Assisted closure (VAC) Terhadap Penyembuhan Luka Skin Graft pada Pasien Luka Bakar di RSUP Sanglah Denpasar. Rancangan ini dapat diilustrasikan seperti Gambar 4.1. Perlakuan Kelompok eksperimen X Post test 01

Kelompok kontrol
Gambar 4.1 Desain Penelitian Keterangan :

02

static group comparison (Sumber: Notoatmodjo, 2005)

= Perlakuan

O1 = nilai post test (setelah diberi perawatan luka skin graft menggunakan metode Vacum
assisted closure/ VAC) pada kelompok perlakuan

O2 = nilai post test (setelah diberi perawatan luka skin graft menggunakan metode Vacum
assisted closure/ VAC) pada kelompok kontrol

28

29

4.2 Kerangka Kerja


Populasi Seluruh pasien luka bakar yang menjalani skin graft di ruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar

Sampling Non probability sampling dengan teknik consecutive sampling

Sampel Seluruh populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel non intervensi (dengan perawatan luka konvensional)

Sampel intervensi (dengan perawatan luka menggunakan metode VAC

Post Test Observasi adanya tanda-tanda infeksi

Post Test Observasi adanya tanda-tanda infeksi Analisis Data Uji statistik Proses Penyembuhan Skin Graft pada Pasien Luka Bakar Dengan Metode Vacum Assisted closure (VAC) Modifikasi dengan mann-whitney test menggunakan program SPSS for windows (Tk. Kepercayaan 95%, p< 0,05)

Penyajian Hasil Penelitian

Gambar 4.2 Efektifitas Metoda Vacum Assisted Closure Modifikasi Terhadap Penyembuhan Luka Skin Graft Pada Pasien Luka Bakar Diruan Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014

30

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

4.3.1

Karakteristik Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar. Hal tersebut karena di ruang Burn Unit sejak enam bulan yang lalu pasien yang dilakukan tindakan skin graft dirawat mengguanakan metode Vacum Assisted closure (VAC) serta belum pernah dilakukan evaluasi.

4.3.2

Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilakukan selama satu bulan, pada bulan Januari 2014.

4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian 4.4.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh pasien luka bakar yang menjalani skin graft di ruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar.

4.4.2

Unit Analisis atau Sampel

Unit analisis atau sampel dalam hal ini adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian (Tim Penyusun PSIK, 2010). dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

31

eksklusi. Subyek penelitian ini ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. a. Kriteria Inklusi Pasien luka bakar yang dilakukan Sanglah Denpasar b. Kriteria Eksklusi a) Adanya keganasan b) Osteomylitis c) Jaringan necrotic skin graft di ruang Burn Unit RSUP

4.4.3

Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah Nonprobability Sampling dengan teknik consecutive sampling yaitu pemilihan sempel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu (Nursalam, 2001). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data hasil penilaian (observasi) tingkat penyembuhan luka skin graft melalui munculnya tanda infeksi atau tidak (suhu, jumlah leukosit,eksudat ), take graft pada pasien luka bakar yang dilakukan tindakan skin graft di Unit Luka Bakar RSUP Sanglah Denpasar.

32

4.5.2

Cara Pengumpulan Data dengan lembar observasi.

Pengambilan data dilakukan melalui observasi

Data yang diambil adalah data pasien yang dilakukan tindakan skin graft dengan perawatan menggunakan metode konvensional dan menggunakan metode VAC. Pelaksanaan penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti, dibantu perawat di Unit Luka Bakar. Alokasi waktu pengumpulan data sesuai dengan lama waktu perawatan luka yang dilaksanakan. Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu: a. Tahap Persiapan :

1) Mengajukan surat ijin penelitian yang dipersiapkan oleh institusi kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar. 2) Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan sosialisasi pada teman/perawat luka bakar tentang penelitian yang akan dilakukan 3) Melakukan pendekatan kepada pasien luka bakar yang mendapat tindakan skin graft yang memenuhi kriteria inklusi dan memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan. Pasien menandatangani informed consent (persetujuan) sebagai subjek penelitian. 4) Persiapan alat meliputi persiapan alat untuk perawatan luka dan persiapan alat untuk memasang VAC sesuai dengan prinsip kerja serta lembar observasi yang akan digunakan.

33

b.

Tahap Pelaksanaan

Lakukan perawatan luka pasien skin graft dengan menggunakan 2 metode perawatan luka yaitu metode perawatan luka konvensional dan metode VAC sesuai prinsip kerja yang ada. 1) Lima hari kemudian dilakukan evaluasi luka skin graft dengan lembar observasi yang telah disiapkan pada pasien yang dilakukan perawatan luka dengan metode konvensional dan metode VAC. 2) Observasi ini akan dilakukan setiap kali perawatan luka. 3) Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi ke dalam matriks pengumpulan data yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti.

4.6 Etika Penelitia Selama penelitian, peneliti sangat memperhatikan etika penelitian antara lain :

4.6.1

Lembar Persetujuan (Informed Concent)

Lembar persetujuan diberikan pada subyek yang akan diteliti, tujuannya adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampaknya selama pengumpulan data. Informed Concent akan diberikan kepada sampel.

4.6.2

Kerahasiaan (Confidentiality) Semua informasi yang telah didapatkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti dan hanya data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian.

34

4.6.3

Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

lembar observasi. Instrumen penelitian yang digunakan seperti pada Lampiran 6.

4.7 Pengolahan dan Analisis Data 4.7.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul akan dikelompokkan berdasarkan variabel yang ada, kemudian data diolah dengan cara antara lain : a. Editing Editing yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau yang dikumpulkan (Hidayat, 2007). Pada tahap ini peneliti memeriksa semua data yang terkumpul dari setiap hasil observasi adanya tanda-tanda infeksi, take graft. b. Koding Koding yaitu member kode dengan menggunakan angka atau huruf untuk responden. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengkodean: 1) 1= perawatan skin graft dengan VAC modifikasi 0= perawatan skin graft dengan konvensional 2) 1= tidak ada tanda-tanda infeksi 0= ada tanda-tanda infeksi 3) 1= take graft 0= tidak take graft

35

c.

Processing/Entry Entry data yaitu kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam

master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2007). Pada tahap ini peneliti memasukkan semua data dan akan dipindahkan ke komputer untuk dianalisis.

4.7.2 a.

Teknik Analisis Data

Analisis Univariat Teknik analisis data untuk menggambarkan atau mengidentifikasi data

dilakukan dengan analisis univariat menggunakan analisis deskriptif untuk mencari persentasi b. Analisis Bivariat Teknik analisa data dalam penelitian ini, digunakan untuk mengidentifikasi dan mengetahui perbedaan tingkat penyembuhan luka skin graft pada pasien yang dirawat dengan VAC modifikasi dan pasien yang dirawat hanya dengan perawatan luka konvensional. Untuk itu dilakukan analisis bivariat dengan statistik inferensial non parametrik yaitu uji beda yang menggunakan uji chikuadrat dan skala data yang digunakan adalah skala nominal. Semua proses ini dilakukan dengan program computer.

Anda mungkin juga menyukai