Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh
karena adanya cedera atau pembedahan (Agustina, 2010). Luka ini
bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses
penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat
luka dibedakan atas abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka,
penetrasi, puncture, sepsis, dan lain-lain. Klasifikasi berdasarkan
struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan
epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan
dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis,
lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang (Agustina,
2010). Luka bakar merupakan klasifikasi luka berdasarkan struktur
lapisan kulit.
Luka bakar disebabkan oleh

perpindahan energi dari

sumber panas kepada tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Penyebab


luka bakar antara lain luka bakar karena api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2009). Penyebab luka bakar
yang paling sering disebabkan karena api. Luka bakar perlu
mendapatkan perhatian karena angka kejadiannya terus meningkat
dan memerlukan perawatan di rumah sakit.
Menurut Syamsuhidayat dan Jong dalam Septiningsih,
(2008) prinsip penanganan

luka bakar antara lain mencegah

infeksi dan memberi kesempatan sisa sel epitel untuk berpoliferasi

dan menutup permukaan kulit. Peatalaksanaan luka bakar selama


ini

disesuaikan

dengan

kedalaman

luka

bakar,

apabila

kedalamannya melebihi drajat II dalam (Deep partial thickness


burn) akan dilakukan skin graft.
Skin graft adalah salah satu prosedur pembedahan yang
rutin dilakukan dalam suatu rangkaian pengelolaan pasien luka
bakar. Tindakan ini memberi hasil yang sangat baik bila dilakukan
sedini mungkin pasca trauma, sehingga prosedur ini sering disebut
sebagai prosedur pembedahan dini pada luka bakar. Indikasi skin
graft pada luka bakar adalah menutup luka yang tidak mampu
menutup sendiri secara primer. Pada luka bakar yang mengalami
kontraktur skin graft dilakukan apabila didapat jaringan parut yang
lebar (Heriady, 2005).
Perawatan skin graft yang dilakukan di Ruang Burn Unit
RSUP Sanglah Denpasar selama ini menggunakan metode
konvensional, yaitu perawatan dengan menggunakan tulle, kasa
betadin dan kasa kering yang akan dilakaukan perawatan pada hari
ke lima atau bila kasa jenuh. Hasilnya banyak skin graft yang gagal
oleh karena adanya hematoum diantara donor dengan resipien,
sehingga skin graft tidak dapat hidup 100%. Saat ini sedang
berkembang metode modern menggunakan vacuum bertekanan
negatif. Metode ini dikenal dengan Vacum Assisted Clousere
(VAC).VAC merupakan pengembangan teknologi canggih dari
prosedur perawatan luka. Penggunaan vakum drainase membantu

untuk menghilangkan darah atau cairan dari bagia luka (Muptadi,


2013).
VAC

digunakan

untuk

manajemen

luka

dengan

menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat


luka. VAC adalah terapi adjuvant noninvasif yang menggunakan
kontrol tekanan negatif menggunakan vakum untuk membantu
penyembuhan luka dengan menghilangkan cairan yang dihasilkan
dari luka terbuka melalui sealed dressing dan tube yang
disambungkan dengan kontainer penampung (Mubtadi, 2013).
VAC atau penutupan luka dengan vacuum menggunakan
spons pada luka ditutup dengan dressing ketat kedap udara,
kemudian vakum dipasang. VAC memberikan tekanan sub
atmosfer secara intermiten atau terus-menerus dengan tekanan
sebesar 50-175. VAC paling bagus dilakukan pada luka granulasi
yang buruk serta banyak terdapat eksudat. Diantara berbagai cara
pengobatan tambahan yang tersedia untuk penanganan luka
kronis, terapi vacuum assited closure (VAC) menunjukan hasil
menjanjikan (Suryadi,2011).
Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian yaitu hasil
studi dilakukan di RS Sarjito dimana tiga pasien dengan luka kronis
datang ke divisi Bedah Plastik Rumah Sakit dr Sarjito pada awal
tahun 2010 dilakukan perawatan dengan menggunakan simplest
modified vacuum assisted closure (VAC) didapatkan hasil semua
pasien mengalami proses penyembuhan luka dengan baik dan

dilaporkan puas terhadap hasil yang didapatkan (Mahandaru,


2010).

B. Konsep Dasar Skin Graft


1. Definisi
Skin graft yaitu tindakan

memindahkan sebagian atau

seluruh tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat lain supaya


hidup di tempat yang baru tersebut dan dibutuhkan suplai darah
baru (revaskularisasi) untuk menjamin kelangsungan hidup kulit
yang dipindahkan tersebut (Lubis, 2008). Skin graft merupakan
teknik untuk melepaskan potongan kulit dari suplay darahnya
sendiri dan kemudian memindahkannya sebagai jaringan bebas
ke lokasi yang dituju (Sudarth dan Bruner, 2002).
2. Tujuan dilakukan skin graft (Bisono, 2008).
a. Menutup luka yang tidak dapat ditutup secara primer
b. Menutup luka supaya penyembuhan luka tersebut lebih
cepat.
c. Menutup luka secara permanen atau sementara (pada crush
trauma

untuk

penilaian

vitalitas

atau

mengontrol

pertumbuhan bakteri).
3. Indikasi skin graft (Bisono, 2008)
a. Luka yang luas
b. Luka dengan vaskularisasi yang adekuat
c. Luka tanpa infeksi yang jelas (atau hitung kuman kurang dari
1 x 100.000 koloni kuman/gram jaringan).
4. Klasifikasi Skin Graft
Menurut (Lubis,2008) skin graft dapat
berdasarkan asal dan ketebalan.
a. Berdasarkan asal / spesies

diklasifikasikan

1) Autograft : graft bersal dari individu yang sama


(berasal dari tubuh yang sama)
2) Homograft : graft berasal dari individu lain yang sama
spesiesnya (berasal dari tubuh lain).
3) Heterograft (Xenograft) : graft berasal dari makhluk
lain yang berbeda spesiesnya.
b. Berdasarkan Ketebalan
1) Split Thickness Skin Graft (STSG) : graft ini
mengandung epidermis dan sebagian dermis. Tipe ini
dibagi 3 :
a) Thin Split Thickness Skin Graft, ukuran 8-12/1000
inci.
b) Intermediet (medium) Split Thickness Skin Graft,
ukuran 14-20/1000 inci
c) Thick Split Thickness Skin Graft, ukuran 2228/1000 inci.
d) Full Thickness Skin Graft: graft ini terdiri dari
epidermis dan seluruh ketebalan dermis.
5. Vaskularisasi dan Kehidupan Graft
Skin graft membutuhkan vaskularisasi yang cukup untuk
dapat hidup sebelum terjadi hubungan yang erat dengan
resipien. Setelah kulit dilepas dari donor akan berubah pucat
karena terputus dari suplai pembuluh darah. Terjadi kontraksi
kapiler pada graft dan sel eritrosit terperas keluar. Setelah graft
ditempelkan ke resipien tampak perubahan-perubahan sebagai
berikut (Heriady, 2005) :
a. Proses Imbibisi Plasma (8-12 jam pertama)
1) Yaitu keadaan graft secara pasif menyerap nutrisi melalui
lapisan fibrin (menyerap seperti spon).

2) Graft tampak udem, berat graft naik lebih kurang 40%


dari berat awal.
b. Proses Inoskulasi (22 jam 72 jam berikutnya)
1) Proses terjadinya hubungan atau anastomosis langsung
antara graft dengan pembuluh darah resipien.
2) Pertumbuhan pembuluh darah resipien kedalam saluran
endothelial graft.
3) Penetrasi pembuluh darah resipien kedalam dermis
graft yang akan membentuk saluran endothelial baru.
4) Kulit lebih pink sampai merah cherri dan udem graft
berkurang.
c. Proses Angiogenesis/ Revaskularisasi dan Maturasi (hari ke4 sampai hari ke-9).
1) Epitel graft telah bisa mitosis sendiri.
2) Ketebalan kulit mulai meningkat (sampai 7x) dan
ketebalan normal lagi mulai hari ke-10 setelah proses
deskuamasi terjadi.
3) Graft mengalami maturasi komplit setelah hari ke-12
6. Perawatan Skin Graft
Menurut Bisono (2008) perawatan skin graft dapat dilakukan
sebagai berikut:
a. Bila hemostasis dan fiksasi resipien baik, balutan dibuka
hari ke5-7, untuk mengevaluasi Take (kehidupan) graft dan
membuka jahitan/benang fiksasi.
b. Bila ada hematom/seroma/bekuan

darah,

dilakukan

penggantian kassa lebih sering dan drainase cairan .


c. Bila Take baik, ganti balutan tiap 2-3 hari, bersihkan graft
dari debris dan krusta.
d. Bila graft telah matur, graft bisa diberi pelicin/pelunak dan
pasien boleh mandi.

e. Mobilisasi jalan bisa dilakukan pada minggu ke-3-4


7. Syarat-syarat Skin Graft yang baik:
a. Vaskularisasi resipien bed yang baik
b. Kontak yang akurat antara skin graft dengan resipien
c. Hindari kontaminasi atau infeksi.
8. Sebab-sebab kegagalan Tindakan Skin Graft:
a. Hematom dibawah skin graft.
b. Pergeseran skin graft
c. Resipien bed tidak baik

TREND DAN ISU


Perawatan luka skin graft dengan Vacum Assisted closure (VAC)
1. Definisi
Vacum assisted closure (VAC) merupakan pengembangan
yang canggih dari prosedur perawatan luka. Penggunaan vakum
drainase membantu untuk menghilangkan darah atau cairan serosa
(nanah) dari bagian luka. VAC digunakan untuk manajemen luka
dengan menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer
di tempat luka (Muptadi, 2013)
2. Komponen Vacum Assisted Closure (VAC) menurut Muptadi
2013 yaitu:
a. Vaccum pump
Vaccum pump berfungsi untuk vakum drainase
membantu untuk menghilangkan darah atau cairan serosa
(nanah) dari bagian luka menggunakan tekanan negatif atau
tekanan sub-atmosfer di tempat luka.

b. Disposable Canisters
Disposable Canisters berfungsi menampung darah atau
cairan serosa (nanah)
c. Drainage tubing
Drainage tubing berfungsi untuk mengalirkan tekanan negatif
dari vaccum pump ke daerah luka dan mengalirkan darah
atau cairan serosa (nanah) ke Disposable Canisters
d. Non-adherent wound contact layer or foam
Merupakan lapisan semipermeabel yang mampu ditembus
darah atau cairan lain pada luka.
e. Antimicrobial gause
Digunakan sebagai antibiotic
f. Round or flat wound drain
Menghubungkan drainage tubing dengan luka
g. Transparent occlusive dressing
Digunakan untuk menutup luka
h. Barrier skin prep wipes
Perekat transparant dressing
i. Steril Salin
Untuk irigasi sebelum memasang non-adherent wound
contact layer.
j. Surgical tape
3. Cara Kerja VAC menurut (Muptadi 2013)
Pada dasarnya teknik ini sangat sederhana. Sepotong busa
dengan struktur pori pori terbuka dimasukkan ke dalam luka dan
menguras luka dengan perforasi lateral diletakkan di atasnya.
Seluruh

area

kemudian

ditutup

dengan

perekat

membran

transparan, yang tegas dijamin ke kulit sehat di sekitar tepi luka .


Drainage tubbing dihubungkan ke sumber vakum, cairan diambil
dari luka melalui busa ke dalam reservoir untuk pembuangan.

Membran plastik mencegah masuknya udara dan cairan dari luar.


Pastikan seluruh permukaan luka terkena efek tekanan negatif.
a. Aplikasi Metode Vac Dalam Perawatan Skin Graft Pada
Pasien Luka Bakar
Sistem VAC adalah suatu alat membantu menutup luka,
pertama kali dipublikasikan oleh Argenta dan Morykwas pada
tahun

1997.

Tekanan

subatmosferik

(tekanan

negative)

diaplikasikan pada suatu luka sulit sembuh dengan tujuan


mempercepat pembentukan jaringan granulasi. Sistem VAC
dapat dipakai sebagai terapi adjuvant sebelum atau setelah
operasi atau sebagai alternative bagi pasien yang kondisinya
tidak memungkinkan untuk pembedahan. Sistem VAC sudah
terbukti efetktif untuk menangani luka akut maupun kronis,
misalya ulkus kronis, kaki diabetic, ulkus diabetikus, mediastinis,
juga dilaporkan untuk meningkatkan keberhasilan prosedur skin
graft pada lokasi yang sulit dan permukaan yang tidak
beraturan.
Sistem ini merupakan salah satu cara mempercepat
penyembuhan luka melalui mekanisme mengurangi edema
jaringan,

memacu

pertumbuhan

kapiler-kapiler

sehingga

meningkatkan aliran nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolisme.


Argenta dan Morywas mempostulasikan beberapa faktor
mendasari kesuksesan teknik VAC yaitu : pembuangan cairan
interstiil berlebih, peningkatan vaskularisasi dan penurunan

kolonisasi bakteri dan respons jaringan sekitar luka terhadap


gaya mekanik yang diberikan.
Metode ini menggunakan open cell foam steril dari bahan
polyurethane atau polyvinyl alcohol di dalam defek, permukaan
superficial disiolasi dengan pembungkus adhesive kemudian
diberi tekanan subatmofer melalui suction tube pada luka
tersebut. Tekanan atmosfer ini member gaya kontrol secara
merata ke seluruh permukaan jaringan di bagian luka.
Mekanisme kerja VAC dalam mempercepat penyembuhan
luka telah mulai dikembangkan, dan salah satu yang paling
terkenal adalah teori model micro mechanical force. Saxena, et
al (dalam Rini, 2005) dari Harvard Medical School melaporkan
pengamatan tentang perubahan tingkat seluler akibat proses
mekanis, dengan membuat suatu model simulasi komputer.
Model ini memprediksi perubahan mikro (microdeformation)
dasar luka dibandingkan dengan perubahan histologis pada
luka secara klinis yang diberi sistem VAC dan dianalisis dengan
komputer. Sesuai hipotesa, adanya kekuatan mekanis pada
luka mampu mendorong perubahan tidak saja pada tingkat
jaringan tetapi juga pada tingkat sel meregang. Sel yang
mampu meregang akan berpoliferasi dan secara signifikan
merangsang

angiogenesis

untuk

meningkatkan

proses

penyembuhan luka. Pada model hasil konversi dengan


komputer tampak bahwa akibat adanya perbedaan tekanan dan

perbedaan perbandingan elastisitas luka dan penopang busa


menghasilkan gelombang pada permukaan luka dan tegangan
secara

mikroskopis.

Aplikasi

VAC

setelah

tujuh

hari

menunjukkan peningkatan undulasi dan vaskularisasi pada area


luka yang sama, berbeda dengan permukaan luka yang tidak
diberi sistem VAC.
Disimpulkan oleh Rini (2005) dengan efek dari terjadinya
proses micromechanical force diantaranya adalah mampu
menstimulai proliferasi sel, mempercepat penyembuhan luka.
Mampu meningkatkan ketegangan jaringan 5 hingga 20%,
tergantung dari stadium penyembuhan luka yang konsisten
dengan tingkat peregangan sel merangsang proliferasi sel.
Growth factor atau matriks protein ekstraseluler meskipun
esensial tetapi tidak cukup menstimulasi proliferasi sel. Agar
kedua unsur kimia ini dapat direspons, sel membutuhkan
konteks fisik yang sesuai. Pada luka, struktur secara fisik sudah
tidak beraturan/terputus putus, sehingga proses peregangan
sel dan tegangan isometric pada permukaan sel tidak
berlangsung.
Modifikasi VAC yang pernah dilakukan di Negara lain,
diantaranya Jepang pada tahun 2003 menggunakan drainage
punch pada jaringan sekitar yang diundermind akibat tidak
berfungsinya sponge akibat tersumbat oleh jaringan nekrotik
yang banyak. Italia pada tahun 2001, sebuah botol drainage

suction yang diberi tekanan awal 300 mmHg, kemudian pasien


bisa pulang. Tekanan akan turun dalam 1 minggu menjadi 150
mmHg. Pasien datang lagi untuk menambah tekanan negatifnya
menjadi 300 mmHg. Di Inggris pada tahun 2001 sebuah
drainage suction tertutup konvensional dipasang melewati tepi
luka abdomen, dengan trochart menembus kulit ditutup dengan
tegaderm/opsite.

Ujung

kateter

mm

suction

drainage

dihubungan dengan 40 ml compressed bellow reservoir untuk


aplikasi tekanan negatif kemudian difiksasi dengan abdominal
binder.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina,
H.R.
(2010).
Perawatan
Luka
Modern.
(http://www.fkep.unpad.ac.id), diakses : 30 desember 2015.

(online),

Bisono ( 2008 ). Skin Grafting : petunjuk penting. Jakarta : EGC

Kowalak, Welsh & Mayer. (2011). Buku Ajar Pathofisiologi. Jakarta: EGC
Lubis,
Ramona
Dumasari.
(2008).
Skin
Graft.
(online),
(http://www.respiratory.usu.ac.id) diakses : 28 desember 2015.
Moenadjat, Yefta. (2009). Luka Bakar Masalah dan Tatalaksana. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Septiningsih . (2008). Efek penyembuhan luka bakar ekstrak etanol 70%
daun papaya (carica papaya ) dalam sediaan gel pada kulit punggung
kelinci new Zealand.
Smeltzer dan Bare. (2001). Keperawatan Medical Bedah edisi 8 volume 3.
Jakarta: EGC
Syamsu Hidayat dan Jong. (1997). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta : EGC

Lampiran 11
Gambar 1.Luka bakar sebelum di lakukan skin graft

Gambar 2. Luka bakar setelah di skin graft dan dirawat dengan metode VAC
modifikasi

Gambar 3. Take graft pada hari ke 5

TRAND ISU PERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM


INTEGUMEN
PEARATAN LIKA BAKAR DENGAN VAC

OLEH KELOMPOK 4:
KOMANG YOGI CAHYANI

(15.322.2157)

MADE OKTRIANI

(15.322.2158)

LUH PUTU ARIES SETIAWATI

(15.322.2159)

MADE TEGUH WIRA TANAYA

(15.322.2160)

NI KOMANG AYU HUMALARAS SANTHI

(15.322.2161)

NI KOMANG PRIYANI

(15.322.2162)

NI LUH KOMANG TRY WIDYANTARI

(15.322.2163)

NI LUH PUTU ARDINI

(15.322.2164)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2015-2016

Anda mungkin juga menyukai