Anda di halaman 1dari 25

MEMORI JANGKA PANJANG (Using Long-Term Memory) MAKALAH KAJIAN BAB Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Psikologi Perkembangan Kognitif dosen p engampu Prof. Dr. Kusdwiratri Setiono oleh Afianti Sulastri Maryana Ade C Zamzam Nursani 1201043 1201164 1201493 Kelas B Program Magister Pendidikan PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN IND ONESIA 2012

MEMORI JANGKA PANJANG A. PENGKODEAN DALAM MEMORI JANGKA PANJANG Long term memory (memori jangka panjan g) adalah sebuah kapasitas besar,berisi memori kita untuk pengalaman-pengalaman dan informasi yang kita telah dikumpulkan seumur hidup. Dengan kata lain memori jangka panjang adalah sebuah sistem di otak kita yang berfungsi untuk menyimpan secara permanen, mengatur, dan memanggil kembali informasi-informasi diwaktu ber ikutnya. Seringkali informasi yang disimpan di long-term memory akan dapat kita ingat sepanjang hidup Memori jangka panjang dapat dibagi dalam tiga kategori : 1 . Memori episodik, berfokus pada ingatan Anda untuk peristiwa yang terjadi pada Anda, yang memungkinkan Anda untuk melakukan perjalanan mundur untuk mengenang e pisode sebelumnya dalam kehidupan Anda. memori episodic termasuk memori Anda unt uk kejadian yang terjadi sepuluh tahun yang lalu, serta percakapan anda 10 menit yang lalu. 2. Memori semantik, menggambarkan pengetahuan terorganisir Anda tent ang dunia, termasuk pengetahuan Anda tentang kata-kata dan informasi fakta lainn ya. Sebagai contoh, Anda tahu bahwa kata semantic berhubungan dengan kata meanin g, dan anda tahu bahwa Ottawa adalah ibukota dari Kanada. 3. Memori prosedural, mengacu pada pengetahuan umum anda tentang bagaimana melakukan sesuatu. Misalnya , anda tahu cara mengendarai sepeda, dan anda tahu cara mengirim pesan e-mail ke teman. 1. Level Pengolahan Tahun 1972, Fergus Craik dab Robert Lockhart menulis sebuah artikel tentang the depth-of-processing approach (kedalaman pendekatan pengolaha n). Artikel ini menjadi salah satu publikasi yang paling berpengaruh dalam sejar ah penelitian tentang memori (Roediger, Gallo & Geraci,2002). Level pendekatan p engolahan berpendapat bahwa ,pemaknaan dari

pengolahan informasi menyebabkan penyimpan lebih bertahan, jenis sensori dari pe ngolahan. (teori ini disebut juga depth-of-processing approach) Level pendekatan pengolahan memperkirakan bahwa ingatan anda akan relatif tepat ketika anda meng gunakan level yang mendalam dari pengolahan. Level-pendekatan pengolahan memperk irakan ingatan anda akan lebih buruk ketika anda menggunakan level dangkal dari pengolahan. Misalnya, anda akan cendrung kurang mengingat satu kata ketika anda mempertimbangkan penampilan fisiknya (contoh: apakah itu berbentuk huruf besar) atau suaranya (contoh:apakah itu bersajak dengan kata lain) Secara umum, orang m encapai level yang lebih dalam dari pengolahan ketika mereka menggali makna yang lebih dari suatu stimuli. ketika anda menganalisa makna, anda mungkin berfikir hubungannya dengan yang lain, gambar dan pegalaman masa lalu terkait stimuli itu . Anda sangat mungkin untuk mengingat suatu rangsangan jika anda menganalisis ny a pada level yang sangat mendalam (Roedider, Gallo & Geraci, 2002). Seperti yang akan kita lihat pada bab 6, sebagian memori-menekankan strategi peningkatan sec ara mendalam, pengolahan penuh makna. Level pengolahan dan memori untuk materi u mum. Hipotesis utama yang muncul dari Craik dan Lockharts (1972) bahwa level yang lebih dalam dari pengolahan menghasilkan recall yang lebih baik. Craik dan Tulv ing (1975) menemukan bahwa orang-orang sekitar tiga kali lebih mungkin untuk men gingat kata jika mereka awalnya menjawab pertanyaan tentang maknanya dibandingka n mereka awalnya menjawab pertanyaan tentang kata secara tampilan fisiknya saja (Craik, 1999, 2006; Lockhart, 2011; Roediger & Gallo, 2001) Level kedalaman peng olahan mendrong recall disebabkan oleh dua faktor: kekhasan (distinctiveness) da n elaborasi. 1. Kekhasan bermakna bahwa suatu rangsangan berbeda dari jejak memo ri lain. Seandainya anda sedang diwawancarai untuk suatu pekerjaan. Anda baru sa ja belajar bahwa seseorang begitu penting dalam menentukan apakah anda akan dite rima, dan anda ingin mengingat betul namanya. Anda harus menggunakan pengolahan mendalam dan menghabiskan ekstra waktu pengolahan untuk namanya. Anda akan menco ba memahami sesuatu yang tidak biasa tentang namanya itu sehingga membuatnya berbed a dari nama lain yang pernah anda dengar dalam konteks wawancara ini (hurt, 2006 ).

Selanjutnya, ketika anda memberikan sebuah kode kekhasan untuk sebuah nama orang , hal itu akan memudahkan untuk menginterverensinya dari nama lain (Craik,2006; Schacter & Wiseman, 2006; Tulving & Rosenbaum, 2006). 2. Elaborasi, yang mana membutuhkan pengolahan yang kaya dari segi makna dan kon sep yang saling berhubungan Misalnya. Jika anda ingin memahami level pengolahan, Anda harus memahami bagaimana konsep ini berkaitan antara kekhasan dengan elabo rasi. Berfikir tentang cara anda memproses kata bebek, mungkin anda Anda berfiki r tentang fakta bahwa anda memang melihat bebek di kolam dan bahwa sebuah restor an mempunyai daftar menu bebek dengan saus jeruk. Pengkodean semantis semacam in i mendorong pengolahan yang kaya. Sebaliknya, jika intruksi untuk item tersebut meminta kata bebek dicetak dalam huruf kapital, anda dengan mudah akan menjawab y a atau tidak. Anda tidak perlu menghabiskan waktu yang lebih pada saat elaborasi. a. Tingkat pengolahan dan efek self-reference. Menurut efek self-reference, anda akan mengingat lebih banyak informasi jika anda mencoba menghubungkan informasi kepada diri anda sendiri (Burns, 2006, Gillihan & Farah, 2005; Rogers et al., 1 977; Schmidt, 2006). Tugas self-reference cendrung mendorong kedalaman pengolaha n. Berikut ini beberapa penelitian rujukan pada the self-reference effect : 1. T .B Rogers dan rekan tulisnya (1977) meminta partisipan untuk memproses daftar ka ta sesuai dengan tiga jenis instruksi yang biasanya dipelajari di level peneliti an pemrosesan. Tiga instruksi ini meliputi: (1) Karakteristik visual kata, (2) Kara kteristik akuistik (suara), atau (3) Karakteristik semantis (makna kata). Kelomp ok lain memproses kata secara self-reference : (4) para partisipan diberitahu un tuk memutuskan apakah kata tertentu dapat diterapkan untuk diri mereka sendiri. Hasilnya menunjukkan bahwa mengingat kembali kurang baik untuk dua tugas yang me nggunakan pengolahan secara dangkal, pengolahan dalam hal karakteristik visual a tau karakteristik akustik. Megingat kembali menjadi lebih baik ketika orang memp roses secara karakteristik semantis. Meskipun demikian, tugas self-reference men ghasilkan recall yang lebih baik daripada semua tugas yang lain.

Tampaknya, ketika kita berfikir tentang sebuah kata dan menghubungkannya dengan diri kita, kita membangun suatu pengkodean yang sangat mengesankan untuk kata it u. Misalnya, anda sedang mencoba untuk menentukan apakah kata pemurah berlaku untu k diri anda sendiri. Anda mungkin ingat bagaimana anda meminjamkan catatan kepad a seorang teman yang tidak masuk kelas, dan anda membagikan sekotak permen kepad a teman anda-ya, penerapan pemurah. Tugas self-reference membutuhkan organisasi dan elaborasi. Proses mental ini kemungkinan meningkatkan recall suat u item. 2. Bellezza (1992) partisipan di Bellazzas (1992) penelitian recall 46% d ari kata sifat yang diterapkan pada diri mereka sendiri, dibandingkan 34% kata s ifat yang tidak diterapkan. Dalam penelitian self-reference, orang lebih mungkin untuk me-recall sebuah kata yang diterapkan dalam diri mereka daripada sebuah k ata yang tidak diterapkan (Bellezza, 1992; Ganellen & Carver, 1985; Roedier & Ga llo, 2001). 3. Thompson dkk, pada tahun 1996, penelitiannya menunjukkan bahwa efek self refe rence meningkatkan recall untuk partisipan dari kelompok usia yang berbeda, meng gunakan beragam insrtuksi dan stimuli. 4. Symons dan Johson (1997) menyimpulkan hasil dari 129 kajian berbeda yang tela h dilakukan pada efek self reference, dan mereka menunjukkan sebuah meta analisi s. Tehknik meta analisis adalah sebuah metode analisis untuk sintesis banyak stu di pada satu topik. Perhitungan meta analisis sebuah indek statistik yang mengat akan kepada kita apakah sebuah variabel mempunyai efek yang signifikan secara st atistik. Meta analisis milik Symons dan Johnson menegaskan pola yang di deskrips ikan : orang me recall secara signifikan banyak item ketika mereka menggunakan t ekhnik self reference, dariapda pengolahan semanris arau metode pengolahan yang lainnya. b. Faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk efek self reference. T iga faktor yang berkontribusi dalam efek self reference yaitu : 1. Orang menghasilkan seper angkat kaya akan isyarat. Anda dapat dengan mudah dengan informasi baru yang sed ang Anda coba untuk menghubungkan isyarat ini pelajari. Isyarat ini juga khas: kelihatan sangat berbeda satu dengan yang lainn ya. Misalnya, sifat kejujuran anda kelihatan berbeda dari sifak kecerdasan anda (Bellezza, 1984 & Hoyt, 1992).

2. Intruksi self reference mendorong orang untuk memperhatikan bagaimana sifat p ribadi mereka terkait dengan yang lainya. Sebagai hasil,pengaktifan kembali akan lebih mudah dan lebih efektif (Burns, 2006; Klein & Kihlstrom, 1986; Thompson d kk 1996). 3. Berlatih materi lebih sering jika itu dihubungkan dengan diri anda sendiri.anda juga lebih mungkin menggunakan beranekaragam, latihan yang kompleks ketika anda mengaitkan materi dengan diri ada sendiri (Thompson dkk, 1996). Str ategi Latihan ini memudahkan recall nantinya. Singkatnya, beberapa faktor utama bekerja sama membantu anda me-recall materi yang berkaitan dengan diri anda send iri. Beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian juga menyarankan korelasi neuralogikal untuk efek self reference (misalnya, Craik dkk 1999; Kircher dkk 2000; Macrae dkk 2004). 2. Efek konteks: kekhususan pengkodean Prinsip kekhususan pengkodean yaitu Recal l lebih baik jika konteks pengambilan kembali (retrieval) serupa dengan konteks pengkodean (encoding). (Brown & Craik, 2000; Naire, 2005; Tulving & Rosenbaum, 2 006). Misalnya, Anda berada di kamar tidur dan menyadari bahwa anda membutuhkan sesuatu dari dapur. Anda tiba di dapur,namun, anda tidak mempunyai pikiran menga pa anda melakukan perjalanan. tanpa konteks di mana Anda mengkodekan item yang A nda inginkan, anda tidak dapat mengaktifkan memori ini. Anda kembali ke ruang ti dur yang penuh dengan isyarat kontekstual, dan anda seketika ingat apa yang anda inginkan. Melupakan sering terjadi jika dua konteks tidak cocok a. Penelitian p ada kekhususan pengkodean. Dalam sebuah studi representatif , Viorica Marian dan Caitlin Fausey (2006) menguji orang-orang yang tinggal di Chili yang fasih berb ahasa Inggris dan Spanyol. Partisipan mendengarkan empat cerita tentang topik se perti kimia dan sejarah. Merika mendegarkan dua cerita dalam bahasa Inggris dan dua dalam bahasa Spanyol. Setelah penundaan sebentar, partisipan mendengarkan pe rtanyaan tentang masingmasing cerita. Sebagian pertanyaan bertanya dalam bahasa yang sesuai dengan bahasa asli cerita (misalnya, Inggris-Spanyol), dan sebagian lagi tidak sesuai antara bahasa cerita dengan bahasa pertanyaan (misalnya, Spany ol-Inggris). Partisipan diintruksikan untuk menjawab

dalam bahasa yang sama dengan pertanyaan. Misalnya, orang relatif tepat jika mer eka mendengarkan cerita dalam bahasa Spanyol dan mereka juga menjawab pertanyaan dalam bahasa Spanyol. Mereka kurang tepat jika mereka mendengar cerita dalam ba hasa Spanyol dan menjawab pertanyaan dalam bahasa Inggris. Sebelumnya, studi kon septual serupa, partisipan relatif tepat ketika gander dari suara selama pengkod ean cocok dengan gander selama pengaktifan kembali. (Geiselman & Glenny, 1977). Mereka kurang akurat ketika gander dari suara tidak cocok. Pada dasarnya, kita s ering lupa materi yang terkait dengan konteks lain daripada konteks kita sekaran g. Akhirnya, kita tidak perlu mengingat banyak informasi yang mengkin penting da lam pengaturan sebelumnya tapi tidak relefan pada waktu sekarang (Bjork & Bkork, 1988) . Efek konteks mudah ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, efek konteks sering tidak konsisten di dalam laboratorium (mis. Baddeley, 2004; Nair e, 2005; Roediger & Guynn, 1996). Hal ini dikarenakan beberapa hal berikut ini: 1. Berbagai jenis tugas memori. Satu penjelasan mengenai perbedaan antara kehidu pan nyata dengan laboratorium adalah dua situasi khas menguji berbagai jenis mem ori (Roediger & Guynn, 1996). untuk mengeksplorasi poin ini, kita perlu mengenal dua istilah penting: recall dan recognition. Ketika para peneliti memori menguji re call, para partisipan harus mengembangkan item yang mereka pelajari sebelumnya. Sebalikya, ketika peneliti memori menguji recognition, para partisipan harus men gidentifikasi apakah mereka melihat suatu item tertentu pada waktu sebelumnya. Contoh kehidupa n nyata kita sering menggambarkan suatu situasi dimana kita merecall pengalaman sebelumnya, dan pengalaman yang terjadi beberapa tahun sebelumnya (Roediger & Gu ynn, 1996). Kekhususan pengkodean biasanya kuat dalam kehidupan nyata, situasi p enundaan dalam waktu lama. Misalnya, ketika mencium sebuah verbena, saya secara langsung mengantarkan kembali pada suasana masa kanak-kanak di taman nenek saya. Saya khususnya me-recall perjalanan melewti taman bersama sepupu saya, pengalam an yang terjadi sepuluh tahun yang lalu. Sebaliknya, penelitian laboratirium fok us pada recognotion daripada recall: adakah kata ini muncul pada daftar yang anda lihat sebelumnya? Daftar yang umumnya disajikan kurang dari satu jam sebelumnya. Kekhususan pengkodean umumnya lemah dalam laboratorium,situasi penundaan singka t. Ringkasnya, kemudian, efek kekhususan pengkodean kemungkinan besar berlangsung dalam tugas memori sebagai berikut (a) mengakses recall anda, (b)

menggunakan peristiwa kehidupan nyata, dan (c) mengkaji peristiwa yang telah lam a terjadi. 2. Konteks fisik vs mental. Dalam studi mereka pada kekhususan pengko dean, peneliti sering memanifulasi konteks fisik dalam materi disandikan dan dia mbil. Namun, kontek fisik mungkin tidak sepenting konteks mental. Hal ini dikare nakan mungkin karena konteks fisik seperti karakteristik sebuah ruangan relatif sepele dalam menentukan apakah conteks pengkodean cocok dengan pengaktifan kemba li konteks.Sebaliknya, Eich (1995) menunjukkan seberapa baik transfer informasi d ari satu lingkungan ke yang lainnya tergantung pada seberapa mirip lingkungan te rasa daripada seberapa mirip mereka terlihat(p.293). Komentar Eich mengingatkan a nda akan studi Foley dan rekannya (1999), yang mana aktivitas mental partisipan seringkali tidak cocok dengan intruksi khusus peneliti (lihat halaman 125-126, p ada chapter ini). peneliti perlu melihat melampaui variabel bahwa mereka memanip ulasi dan memperhatikan proses yang terjadi di dalam kepala partisipanini kepent ingan dari aktivitas mental yang juga krusial untuk topik berikutnya, yang memba wa kita kembali pada isu level pengolahan. b. Level pengolahan dan kekhususan Pengkodean. Craik dan Lockharts (1972) mendesk ripsikan sebenarnya pendekatan tingkat pengolahan yang menekankan pada pengkodea n atau bagaimana item tersimpan di dalam memori.Bukan pada pengaktifan kembali a tau bagaimana item diaktifkan kembali dari memori. Orang me-recall lebih banyak materi jika kondisi pengaktifan kembali cocok dengan kondisi pengkodean (Moscovi tch & Craik, 1976). Faktanya, pengolahan secara dangkal dapat lebih efektif dari pengolahan secara mendalam ketika tugas pengaktifan kembali menekankan pada inf ormasi yang dangkal. Memperlihatkan bahwa poin ini tidak konsisten dengan rumsan asli dari pendekatan level pengolahan. Memori kadang-kadang ditingkatkan ketika konteks pengaktifan kembali sesuai dengan konteks pengkodean (Nairne,2005). Nam un, manfaat dari kekhususan pengkodean lebih mungkin ketika item diuji dengan re call (daripada rekognisi), ketika stimuli merupakan kejadian kehidupan nyata, da n ketika item telah di memori dalam waktu yang sangat lama. Kekhususan pegkodean tergantung pada konteks mental daripada konteks fisik.

3. Emotions, Mood, and Memory Sejak dekade terakhir, jumlah penelitian psikology tentang emotions, mood dan memory telah meningkat dengan cepat (Uttl, Siegentha ler & Ohta, 2006). Dalam berbicara sehari-hari, kita sering tertukar saat menggu nakan bentuk emotions dan mood, karena bentuknya hampir sama. Ahli psikologi men gartikan emotions sebagai suatu reaksi terhadap stimulus tertentu. Sebaliknya, m oods bersifat lebih umum, yaitu pengalaman yang melekat dalam (Bower & Fogas, 20 00). Sebagai contoh, anda akan memiliki reaksi emosi negatif saat mencium bau ya ng tidak enak dalam sebuah lemari, padahal anda mungkin sedang memiliki mood yan g baik. Psikologi kognitif mengakui bahwa emotions dan mood dapat mempengaruhi p roses kognitif kita. Ada 2 hal yang dapat menyebabkan emotions dan mood mempenga ruhi memori kita: 1. Kita mengingat dengan jelas rangsangan bahagia dengan lebih akurat dari pada rangsangan lain. 2. Kita mengingat materi lebih akurat jika mo od kita sesuai dengan emotional alami dari materi tersebut, suatu efek yang dise but kesesuaian mood. Memori untuk item berbeda dalam emotion. Prinsip Pollyanna me ngatakan bahwa item yang disenangi biasanya diproses lebih efisien dan lebih aku rat dari pada item yang kurang disenangi. Prinsip ini sangat betul dalam variasi yang luas dari phenomena dalam persepsi, bahasa dan membuat keputusan (Matlin, 2004). Beberapa hal yang menyebabkan rangsangan emotional alami dapat mempengaru hi memori: 1. Ingatan yang lebih akurat untuk item yang disenangi. Dalam studi k husus , orang belajar daftar huruf yang disenangi, netral atau tidak disenangi. Setelah itu ingatan mereka di uji setelah jeda beberapa menit sampai beberapa bu lan. Setelah di review kembali, kita menemukan bahwa item yang disenangi diingat lebih baik dari pada item yang negative, terutama jika jedanya panjang (Matlin 2004, Matlin & Stang, 1978). Sebagai contoh 39 dari 52 penelitian yang kita loka sikan pada memori jangka panjang, item yang disenangi diingat dengan signifikan dan lebih akurat dari pada item yang kurang disenangi. Dan secara kebetulan, ite m netral diingat paling tidak akurat dari semuanya. jadi intensitas dari item na da emotional juga penting (Bohanek dkk, 2005; Talariko dkk, 2004)

Selanjutnya, orang secara umum mengingat event yang disenangi dari pada event ya ng tidak disenangi (Mather, 2006; Welker dkk, 1997). Satu penjelasan yang pasti yaitu memori orang tentang event yang disenangi lebih hidup dan jelas dari event yang tidak disenangi (D Argembeau dkk, 2003; Levine & Bluck, 2004). Di temukan h ubungan bahwa pengemudi dengan cepat lupa kecelakaan terdekatnya, dan faktanya m ereka hanya mengingat 20% dari kecelakaan tersebut hanya 2 minggu kemudian (Chap man & Underwood, 2000). 2. Ingatan yang lebih akurat untuk stimuli netral yang b erasosiasi dengan stimuli yang disenangi. Kekerasan media merupakan persoalan pe nting dalam budaya Amerika Utara. Survey menunjukkan bahwa 60% dari program tele visi menggambarkan kekerasan. Selanjutnya, beberapa studi menunjukkan bahwa keke rasan media berdampak pada agresi anak-anak (Bushman 2003; Bushman & Huesmann, 2 001; Kirsh, 2006). Bushman (1998) merekam 15 menit bagian dari 2 video. Satu vid eo, Karate Kid III, memperlihatkan pertarungan keras dan menghancurkan properti. Video lain, Gorillas in the Mist, yang di nilai oleh mahasiswa tapi tidak ada a degan kekerasan. Bushman kemudian memasukkan 30 detik iklan dengan item netral p ada masing2 kedua video tersebut. Mahasiswa perguruan tinggi menonton film yang ada kekerasan dan tidak ada kekerasan, kemudian mereka diminta untuk mengingat 2 nama produk yang telah ditampilkan dalam iklan dan menulis apa pun yang bisa me reka ingat tentang iklan tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan signikan , yaitu ingatan tentang iklan yang diperlihatkan pada film tanpa kekerasan. Pene litian terbaru menunjukkan bahwa kemarahan dan kekerasan mengurangi ketelitian m emori (Bushman, 1998, 2003, 2005; Gunter dkk, 2005; Levine & Burgess, 1997). Ses eorang yang peduli tentang kekerasan social akan tertarik pada penelitian Bushma n, karena mereka bisa menggunakan penelitian ini untuk membujuk pemasang iklan u ntuk memsang iklan yang tidak mengandung kekerasan. Pemasang iklan ingin penonto n mengingat nama produk mereka, juga informasi tentang produk mereka. sorotan da ri penelitian ini, pemasang iklan mulai ragu-ragu untuk menjadi sponsor program kekerasan. 3. Seiring waktu, memori yang tidak disenangi memudar dengan cepat. R ichard Walker dkk (1997) meminta mahasiswa untuk merekam kejadian personal stiap hari selama 14 minggu dan menilai kenyamanan dengan intesitas kegiatan tersebut . 3 bulan kemudian, partisipan tersebut kembali, pada satu waktu, dalam sesi ked ua. Seorang peneliti

membaca masing-masing kejadian dari daftar sebelumnya, dan mahasiswa tersebut di suruh untuk menghitung jumlah kesenangan dari kegiatan tersebut. Dalam analisa d ari hasil penelitian, hitungan tidak berubah dari kejadian yang bernilai netral. Bagaimanapun, kejadian yang awalnya menyenangkan, sekarang berubah menjadi kura ng menyenangkan. Dan sebaliknya, kejadian yang awalnya tidak menyenangkan, berub ah menjadi kejadian yang lebih menyenangkan. Sesuai dengan prinsip Polliyanna, o rang-orang cendrung menilai masa lalu lebih positif seiring dengan berjalannya w aktu, sebuah fenomena yang disebut efek positivity. Penelitian terkini menunjukk an bahwa orang tua lebih suka menunjukkan efek positivity (Kennedy dkk, 2004; Ma ther, 2006). Selanjutnya Walker dkk (2003) mempelajari 2 grup pelajar; satu grup terdiri dari yang tidak pernah mengalami tekanan depresi, dan grup lain pernah mengalami tekanan depresi. Kelompok yang tidak pernah mengalami tekanan depresi menunjukkan efek positifity. Sebaliknya, pelajar dengan tekanan depresi memperli hatkan keseimbangan antara kejadian yang menyenangkan dengan yang tidak menyenan gkan. Dengan kata lain, ketika orang yang mengalami depresi melihat masa lalu me reka, kejadian yang tidak menyenangkan akan tetap tidak menyenangkan. Seperti ya ng bisa anda bayangkan , penelitian ini memiliki implikasi yang penting untuk ps ikologi klinik. Terapi harus sesuai dengan interpretasi masa lalu pasien, atau s ituasi tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stimuli rasa senang mempengaru hi daya ingat. Stimuli rasa senang jauh lebih baik dari rasa kurang senang: (1) kita mengingatnya dengan teliti; (2) kita cendrung melupakan informasi yang berh ubungan dengan kekerasan, stimuli yang tidak nyaman; dan (3) seiring waktu, memo ri yang menyenangkan akan pudar lebih lama dari pada memori yang tidak menyenang kan. Kesesuaian Mood. Kategori kedua dari penelitian tentang mood dan memori dis ebut kesesuaian mood. Kesesuaian mood artinya anda mengingat materi lebih akurat jika sesuai dengan mood anda (Fiedler dkk, 2003; Joorman & Siemer, 2004; Schwar z, 2001). Sebagai contoh, seseorang dalam mood bahagia akan mengingat lebih baik kenangan yang bahagia dari pada kenangan yang kurang bahagia, begitu juga seseo rang dengan mood kurang bahagia akan lebih baik mengingat kenangan yang kurang b ahagia. Dalam penelitian tentang kesesuai mood ini, Orang yang tidak mengalami t ekanan depresi cendrung mengingat lebih banyak materi positif dari materi negati ve. Sebaliknya, orang dengan tekanan depresi akan mengingat lebih banyak materi negative (Fiedler dkk,

2003; Mather, 2006; Parrot & Spackman, 2000; Schwarz, 2001). Seperti hasil dari penelitian Walker dan koleganya (2003), penemuan ini penting untuk psikologi kli nik. Jika orang depresi cendrung melupakan pengalaman positif yang pernah mereka alami, tingkat depresinya akan jauh meningkat (Schacter, 1999). 4. Perbedaan Individu: Tujuan Sosial dan Memori Tujuan sosial berarti gaya berin teraksi kita dengan orang lain, dalam bentuk persahabatan dan hubungan antar per sonal lainnya. Jika anda mendapat skor tinggi dalam tujuan pendekatan sosial, an da cendrung menekankan hubungan yang dekat dengan orang lain. Dalam pertanyaan s tandar dalam memperkirakan tujuan sosial, anda akan mendapat pertanyaan tingkat tinggi seperti saya akan mencoba memperdalam hubungan saya dengan teman saya dala m 4 bulan ini dan saya akan menguatkan ikatan dan keseriusan dalam hubungan terdek at saya (Strachman & Gable, 2006, p. 1449. Jika anda memiliki skor tertinggi dala m penghindaran tujuan sosial, seperti namanya, anda akan cendrung menghindari hu bungan dekat dengan orang lain. Dalam sebuah pertanyaan, anda akan mendapat pert anyaan tingkat tinggi seperti saya akan menghindari pertemuan memalukan, dikhiana ti atau disakiti oleh teman saya dan saya akan mencoba memastikan bahwa tidak ada kejadian buruk yang terjadi pada hubungan dekat saya(p. 1449). Amy Strachman and Shelly Gable (2006) meminta mahasiswa untuk membaca sebuah cerita yang berfokus pada hubungan anter personal. Cerita ini melingkupi berbagai jenis pendapat dari 3 kategori emotional, positif, netral dan negatif. Setelah selesai membaca, mah asiswa disuruh mengingat essay tersebut dengan sebaik mungkin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan sosial tidak berhubungan dengan banyaknya item yang bis a diingan mahasiswa dengan benar. Bagaimanapun, mahasiswa yang pendekatan tujuan sosial yang tinggi cendrung mengingat statement netral menjadi lebih positif di banding dalam cerita tadi, sebaliknya, mahasiswa yang memiliki skor tertinggi da lam menhindari tujuan sosial cendrung mengingat statemen netral dan positif menj adi lebih negatif disbanding dari dalam cerita tadi. Grup ini juga mengingat leb ih dari statemen negatif dan sedikit statement positif, membandingkan pada kita siapa yang tertinggi pendekatan tujuan sosialnya. Penelitian juga menunjukkan ba hwa perbedaan dalam mengingat tidak bisa dijelaskan oleh mood partisipan.

Kesimpulan, karakteristik personal seseorang menolong untuk menjelaskan pola pem ikirannya. Khususnya, tujuan sosialnya berpengaruh dengan item yang akan mereka ingat. Tujuan sosial ini juga mempengaruhi apakah mereka mengingat item menjadi lebih positif atau negatif dari pada yang sebenarnya. B. PEMANGGILAN MEMORI JANGKA PANJANG Jika diibaratkan dengan komponen komputer, short-term memory mirip dengan RAM (Random Access Memory) yakni tempat penyimpan an data sementara sebelum diproses di CPU (Central Processing Unit), data yang t ersimpan di RAM akan terhapus atau hilang tertulis ulang dengan data-data beriku tnya; sedangkan long-term memory mirip dengan harddisk yakni tempat penyimpanan permanen data. Seperti halnya otak, apapun yang di-inputkan ke sebuah komputer a kan masuk dan diproses di RAM (short-term memory) tetapi tidak semua input atau hasil pengolahan akan disimpan di hard-disk (long-term memory). Short-term memory dan long-term memory juga dapat dianalogikan seperti dua buah kamar dengan lorong sempit penghubung antar kedua ruangan. Hampir semua informas i yang kita terima akan masuk dan mampir ke kamar short-term memory kita untuk dip roses, namun apakah hasil pemrosesan akan disimpan di kamar long-term memory membu tuhkan usaha lebih dari otak kita. David Sousa (2001) and Patricia Wolfe (2001) menggambarkan bagaimana otak kita mengambil informasi dari lingkungan untuk kemu dian memprosesnya dan menyimpannya

dalam bentuk memori hingga kemudian berwujud sebagai suatu konsep diri, diilustr asikan dalam gambar di bawah ini. Hasil-hasil penelitian meyakini bahwa kemampuan seseorang menyelesaikan permasalahan erat kaitannya dengan banyaknya informasi yang dia miliki dan mampu dia panggil dari long-term memory-nya. Sebagai contoh, seorang grand-master catur mudah mengalahkan berbagai lawan caturnya karena beratus-ratus bahkan mungkin b eribu-ribu kombinasi posisi catur yang telah tersimpan di long-term memory-nya y ang otomatis akan terpanggil saat berpikir menyelesaikan masalah. Contoh lain yang diangkat dalam penelitian adalah seorang sopir yang telah berpengalaman puluhan tahun akan dengan santai dan mudah melakukan banyak hal selagi menyopir kendara an, seperti menghidupkan radio, mengganti saluran radio, bercakap-cakap dengan p enumpang, bahkan sambil menentukan arah kendaraan. Semua informasi tentang tekni k menyetir, arah jalan, dan masalah-masalah di jalan telah tersimpan di long-ter m memory dia dan otomatis akan terpanggil manakala menyetir. Hal yang sama tidak dijumpai pada seseorang yang baru saja belajar menyetir. Dalam proses pemanggila n memori, ada dua macam tugas memori terkait hal ini, terdiri atas tugas memori e ksplisit dan implisit. Tes Memori eksplisit menilai memori secara langsung. Tes yang paling umum adalah Recall (mengingat). Tes recall menuntut peserta untuk me reproduksi item yang telah dipelajari sebelumnya. Tes Memori eksplisit yang lain adalah pengenalan (recognition), di mana peserta harus mengidentifikasi item ya ng pernah disajikan sebelumnya. Tugas memori eksplisit meliputi memori episodic dan semantic.

Sebaliknya, Tugas Memori implisit menilai memori secara tidak langsung. Pada seb uah Tugas Memori implisit, orang-orang melihat materi (biasanya serangkaian kata -kata atau gambar), kemudian, selama tahap Uji coba, peserta diperintahkan untuk menyelesaikan Tugas kognitif yang secara tidak langsung menuntut kemampuan inga tan atau pengenalan mereka (Lockhart, 2000; Roediger & Amir, 2005). Misalnya, di bagian Bl Demonstrasi 5.3, Anda mengisi kekosongan dalam beberapa kata. Pengala man sebelumnya dengan materi tersebut, kata-kata yang pernah diterima pada awal Demonstrasi-memfasilitasi memori Anda untuk menyelesaikan tugas tersebut (Roedig er & Amir, 2005). Tugas memori implisit meliputi memori prosedural, emotional co nditioning, primming repetition, dan condition reflex. Beberapa penelitian tenta ng memori eksplisit dan implisit mengilustrasikan suatu pola yang disebut para p eneliti sebagai disosiasi. Sebuah disosiasi terjadi saat suatu variabel memiliki efek luas pada tes A, tetapi sedikit atau tidak ada efek pada Uji B; sebuah dis osiasi juga terjadi ketika sebuah variabel memiliki efek jika diukur dengan Uji A, dan efek sebaliknya jika diukur dengan test B. Dalam hal ini, seseorang dapat menunjukkan hasil yang positif terhadap tugas memori eksplisit, namun sebalikny a pada tugas memori implisit. Dalam proses pemanggilan memori, tidak selamanya s etiap orang dapat melakukannya dengan mulus. Pada individu tertentu dapat mengal ami gangguan memori yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang dikenal deng an istilah amnesia. Amnesia merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melakukan tugas memorinya akibat kehilangan kemampuan untuk melakukan proses pem anggilan memori episodiknya kembali. Ada dua tipe amnesia, yaitu amnesia retrogra de dan amnesia anterograde. Amnesia retrograde merupakan kehilangan memori tenta ng kejadian yang terjadi sebelum kerusakan otak (Brown, 2002; meeter et all, 200 6; Meeter & Murre, 2004). Sebagai contoh,seorang wanita dikenal dengan inisial L T tidak dapat merecall peristiwa dalam kehidupannya yang terjadi sebelum kecelakaan yang melukai otaknya, meskipun memo rinya normal untuk peristiwa setelah cedera (Conway & Fthenaki, 2000; Riccio et al., 2003). Sedangkan anterograde amnesia,adalah bentuk kehilangan memori untuk peristiwaperistiwa yang terjadi setelah kerusakan otak (Kalat, 2007). Selama beb erapa dekade, peneliti telah mempelajari seorang pria dengan amnesia anterograde yang hanya diketahui inisial namanya, HM. (James & MacKay, 2001; Milner, 1966). H.M. memiliki epilepsi serius sehingga dokternya kemudian mengoperasi otaknya p ada tahun 1953 dengan menghapus

sebagian dari daerah lobus temporalnya, serta hippocampus, sebuah struktur di ba wah korteks yang penting dalam proses belajar dan tugas-tugas memori (Thompson, 2005). Operasi berhasil menyembuhkan epilepsi HM, namun menyebabkan kehilangan m emori parah pada dirinya. H.M. memiliki memori semantik yang normal, dan ia seca ra akurat dapat mengingat (recall) peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum oper asinya. Namun, ia tidak bisa belajar atau mempertahankan informasi baru. Sebagai contoh, pada tahun 1980, ia pindah ke panti jompo. Empat tahun kemudian, ia mas ih belum bisa menggambarkan di mana dia tinggal. Selama bertahun-tahun setelah o perasi, dia terus melaporkan bahwa tahun saat itu masih 1953 (Corkin, 1984). Sem entara itu, para peneliti telah mempelajari sisi lain dari memori yang menunjukk an kehebatan yang mengesankan. Mereka mempelajari bagaimana memori para ahli di berbagai bidang, seperti catur, olahraga, balet, peta, notasi musik, dan para pe nghapal urutan angka yang sangat panjang. Secara umum, para peneliti telah menem ukan sebuah korelasi positif antara pengetahuan tentang suatu bidang dan kerja m emori dalam bidang tersebut (Schraw, 2005; Vicente & Wang, 1998). Para ahli mamp u mengingat materi lebih akurat secara bermakna daripada orang lain yang bukan a hli, baik dalam recognition maupun recall (Brdt et al., 2005). Selain itu, memor i ahli lebih akurat segera setelah materi disajikan, dan juga setelah penundaan yang lama (Noice & Noice, 2002). Yang menarik dalam hal ini adalah, orang-orang yang ahli dalam satu bidang jarang menampilkan kemampuan memori yang luar biasa (Kimball & Holyoak, 2000; Wilding & Valentine, 1997). Dengan kata lain, master c atur yang memiliki kemampuan memori luar biasa dalam untuk posisi catur, namun d alam segi kemampuan kognitif dasar dan persepsi mereka mereka tidak berbeda dari orang lain yang bukan ahli catur (Criberg & Albert, 1988). Ada beberapa alasan mengapa seorang ahli mampu memiliki kemampuan memori yang lebih dibandingkan ora ng biasa lainnya, antara lain : 1. Para ahli memiliki organisasi yang baik, memp elajari struktur pengetahuan dengan hatihati, yang membantu mereka selama melaku kan keduanya, baik encoding dan retrieval. Misalnya, pemain catur menyimpan seju mlah pola umum mengenai langkah-langkah catur yang dapat mereka akses dengan cep at. 2. Para ahli mungkin lebih suka mereorganisasi materi baru yang harus mereka ingat, membentuk keping-keping potongan materi bermakna yang saling terkait unt uk kemudian dikelompokkan bersama.

3. Para ahli biasanya memiliki lebih banyak gambar visual yang hidup untuk item yang harus mereka ingat (recall). 4. Para ahli bekerja keras untuk menekankan ke khasan stimulus masing-masing selama encoding, dimana dalam hal ini kekhasan san gat penting untuk menghasilkan memori yang akurat. 5. Para ahli berlatih dengan cara yang berbeda. Misalnya, seorang aktor dapat melatih jalurnya dengan berfoku s pada kata-kata yang mungkin memicu ingatan (recall). 6. Para ahli memiliki kem ampuan lebih baik dalam merekonstruksi bagian yang hilang dari informasi yang be rasal dari pasangan materi yang sebagiannya mereka ingat. 7. Para ahli lebih ter ampil memprediksi kesulitan tugas dan memonitoring kemajuan mereka pada tugas ya ng terkait dengan bidangnya. Dari penelitian juga diketahui adanya kemampuan mem ori dalam mengenali wajahterhadap orang-orang yang berasal dari kelompok etnis m ereka sendiri, yang disebut dengan istilah own race bias. Hal ini merupakan keah lian memori dalam membuat wajah tertentu menjadi lebih khas. Penelitian ini seca ra umum menunjukkan beberapa dukungan untuk hipotesis contact, meskipun bukti ti dak kuat (Brigham et al, 2007;. Meisser & Brigham, 2001; Wright et al, 2003.). L uasnya frekuensi kontak yang terjadi akan sangat memungkinkan memori untuk merek am lebih akurat dari kekhasan wajah di dalam kelompok etnis yang sama. 3. MEMORI AUTOBIOGRAFI Memori autobiografi adalah memori tentang peristiwa dan i su-isu yang berkaitan dengan diri sendiri. Memori autobiografi biasanya mencakup narasi lisan, tetapi juga dapat mencakup citra (memori visual) tentang peristiw a, reaksi emosional, dan informasi prosedural. Memori autobiografi merupakan bag ian penting dari identitas diri, membentuk sejarah dan konsep tentang diri setia p individu. Kajian mengenai memori autobiografi secara umum menggunakan pendekat an kuantitaif dengan variabel bebas berupa sejumlah item yang berkaitan dengan p roses mengingat sesuatu. Sedangkan variabel terikatnya adalah akurasi memori. Me mori autobiografi biasanya fokus pada keterkaitan antara suatu peristiwa aktual dan memori individu mengenai peristiwa tersebut. Penelitian memori autobiografi biasanya memiliki

validitas ekologi yang tinggi, hal ini berkaitan dengan kondisi di mana peneliti an dibuat mirip dengan kondisi alami yang kemudian hasilnya dapat diterapkan. Be berapa topik kajian dalam penelitian mengenai memori autobiografi terakhir ini d iantaranya adalah : 1. Ingatan para migran Latin tentang kisah hidup mereka yang diungkapkan dalam bahasa Inggris dan Spanyol (Schrauf & Rubin, 2001). 2. Waktu yang diperlukan orang dewasa dalam menggambarkan tema dalam cerita hidup mereka (Bluck & Habermas, 2001; Pasupathi, 2001). 3. Memori tentang kegagalan yang dial ami seseorang dalam kehidupan sehari-hari mereka (Gennaro et al, 2005;. Herrmann & Gruneberg, 2006). 4. "Earwitness"atau ketepatan dalam mengidentifikasi suara seseorang (Kerstholt et al, 2006;. Yarmey, 2007). 5. Studi pencitraan otak memor i autobiografi (Conway, 2001; Lieberman, 2007) Pembahasan memori autobiografi me nggambarkan beberapa karakteristik penting dari ingatan kita tentang peristiwa d alam kehidupan, yakni bahwa : 1. Meskipun kita kadang-kadang membuat kesalahan, ingatan kita sering akurat untuk beberapa hal tertentu 2. Ketika orang membuat k esalahan, mereka umumnya mengaitkan rincian informasi perifer dan informasi spes ifik tentang peristiwa biasa, daripada informasi utama tentang peristiwa-peristi wa penting. 3. Ingatan kita sering berbaur dengan berbagai informasi yang dipero leh. 1. Skema dan Memori autobiografi Pembahasan tentang skema dalam memori autobiogr afi ini menekankan pada bagaimana seseorang memiliki ingatan yang umum mengenai peristiwa biasa. Skema terdiri dari pengetahuan umum atau harapan, yang diperole h dari pengalaman masa lalu seseorang , baik tentang peristiwa yang dialaminya m aupu yang dialami orang lain. Skema digunakan untuk memandu ingat kita. Seiring waktu berlalu, kita masih ingat inti dari suatu peristiwa, meskipun kita mungkin lupa informasi yang relevan dengan skema ingatan kita. Selama proses pemanggila n kembali memori (recall), seseorang sering mengalami bias konsistensi, yaitu, k ecenderungan membesar-besarkan konsistensi antara perasaan masa lalu

seseorang dan keyakinan dan sudut pandang saat ini. Akibatnya, ingatan seseorang tentang masa lalu mungkin terdistorsi. Sebagai hasilnya, seseorang dapat mereme hkan bagaimana dirinya telah berubah sepanjang hidupnya. Bias konsistensi dapat muncul saat seseorang menceritakan kisah-kisah hidupny sehingga mereka konsisten dengan skema pemikirannya saat ini tentang dirinya sendiri. Dalam konteks bias konsistensi, seseorang tidak menciptakan pengalaman masa lalunya, melainkan menc eritakan kembali pengalaman mereka dengan bahasa, persepsi, dan mandat sesuai de ngan sudut pandang mereka saat ini. 2. Pemantauan Sumber Proses mencoba untuk me ngidentifikasi asal memori dan keyakinan akan suatu informasi disebut pemantauan sumber. Sebagai contoh, Anda meminjam sebuah buku dari seorang dan Anda ingat d engan jelas telah mengembalikannya. Namun, keesokan harinya, Anda menemukan bahw a buku ini masih di meja Anda. Rupanya, Anda hanya membayangkan telah kembali buku. Maka Anda akan mencoba untuk mengingat di mana Anda mempelajari beberapa informasi yang menjadi latar belakang tentang langkah yang Anda lihat. Menurut Marcia Johnson dan Carol Raye (2000), s eseorang sering mencoba untuk memilah sumber informasi dalam ingatannya. Seseora ng selalu menyertakan isyarat seperti skema dan harapan, serta sifat dari rincia n. Sayangnya, terkadang pemantauan sumber ini kerap kali menghasilkan kesalahan. Sebagai contoh, misalkan kita sedang bekerja pada sebuah proyek dengan teman se kelas, dan kita mencoba untuk mengantisipasi berbagai saran yang dapat muncul da ri teman sekelas kita. Kemudian, kita mungkin ingat bahwa teman tersebut benarbenar melakukan memberikan saransaran, padahal semua hanya ada dalam benak kita, tidak benar benar terjadi. Kesalahan dalam pemantauan sumber seringkali membingungkan. Seseorang bahkan dapat sampai sulit membedakan apa yang benar-ben ar dikatakannya, dibandingkan dengan apa yang orang lain katakan. Menurut Defeld re (2005), orang juga dapat menjiplak secara tidak sengaja. Sebagai contoh, seor ang siswa percaya bahwa ia telah menyusun sebuah lagu yang benar-benar baru. Nam un, dalam kenyataannya, melodi dari lagu didasarkan pada melodi disusun oleh pen ulis lagu yang lain.

Dalam beberapa kasus, kesalahan dalam pemantauan sumber dapat memiliki konsekuen si jauh lebih serius. Selama bertahun-tahun, Marcia Johnson (1996, 1998, 2002) t elah menekankan bahwa sumber-monitoring kesalahan terjadi pada tingkat masyaraka t, bukan hanya pada tingkat individu. Pemerintah, media, dan perusahaan harus te rlibat dalam pemantauan sumber yang kuat untuk menentukan peristiwa benar-benar terjadi dan yang fiktif. Sayangnya, orang jarang menyadari pemantauan sumber sam pai mereka membuat kesalahan. Demikian pula, masyarakat jarang menyadari penting nya pemantauan sumber sampai mereka menemukan bahwa pemantauan ini telah gagal. Kasus terbesar dalam pemantauan sumber diantaranya adalah penanganan tragedi ser angan teroris pada 9 september 2001 di Amerika Serikat. Pada saat itu pemerintah AS mengaitkan tragedi tersebut dengan kepemilikan senjata nuklir Irak dan mengg unnakan informasi intelejen yang kemudian terbukti keliru untuk menginvasi Irak. Pada awalnya masyarakat AS percaya akan kebenaran informasi tentang senjata nuk lir tersebut, namun kemudian informasi tersebut terbukti keliru. Ini merupakan c ontoh bahwa kesalahan dalam pemantauan sumber informasi dapat terjadi di masyara kat dan menimbulkan dampak yang besar. 3. Memori Flashbulb Memori flashbulb mengac u pada memori seseorang untuk keadaan di mana orang tersebut untuk pertama kali belajar tentang peristiwa yang sangat mengejutkan dan membangkitkan emosi. Banya k orang percaya bahwa mereka dapat secara akurat mengingat detail sepele tentang apa yang mereka lakukan pada saat peristiwa tersebut. Roger Brown dan James Kul ik (1977) menemukan bahwa memori flushbulb seseorang akan lebih akurat daripada memori peristiwa kurang mengejutkan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa banyak kemudian orang membuat banyak kesalahan dalam mengingat rincian peristiwa, meski pun mereka mengklaim bahwa memori mereka untuk peristiwa tersebut sangat emosion al. Sebuah studi menunjukkan bahwa terjadi penurunan akurasi memori siswa ketika secara periodik diminta menjelaskan informasi yang mereka ketahui mengenai peri stiwa tragedi 9/11. Studi lain menunjukkan bahwa mahasiswa di sebuah perguruan t inggi di New York City mengingat rincian signifikan lebih faktual tentang traged i itu daripada mahasiswa di perguruan tinggi di California dan Hawaii.Temuan ini masuk akal karena New York adalah kota dimana mahasiswa tersebut berada rata-ra ta hanya 27 blok dari World Trade Center pada saat mereka belajar tentang serang an itu.

Pezdek menunjukkan bahwa mahasiswa New York fokus pada latihan dan mengingat rin cian peristiwa tentang tragedi itu, karena rincian obyektif dapat mempengaruhi k ehidupan orang-orang yang mereka kenal. Sebaliknya, sebagian besar mahasiswa dar i California dan Hawaii merasa tidak perlu tahu detail-detail, sehingga mereka b isa fokus pada memori pribadi mereka sendiri yang berfokus pada bagaimana mereka pertama kali belajar tentang tragedi itu. Jadi, simpulan dari semua informasi t entang memori flashbulb ini adalah bahwa kita tidak perlu menciptakan mekanisme khusus untuk menjelaskan suatu kondisi yang emosional. Memori ini kadang-kadang bisa lebih akurat daripada ingatan kita untuk peristiwa yang biasa. Namun, memor i ini pun dapat ditingkatkan oleh mekanisme standar seperti frekuensi latihan, k ekhasan, dan elaborasi. Selain itu, baik memori flashbulb maupun "memori biasa" akan menjadi kurang akurat dengan berlalunya waktu. 4. Kesaksian seorang Saksi Mata Topik yang paling ekstensif diteliti dalam domai n dari memori autobiografi adalah kesaksian saksi mata dalam persidangan suatu p erkara. Skema memori dapat mengubah kesaksian para saksi. Kita pun dapat melihat bahwa beberapa kesalahan dalam kesaksian saksi mata dapat ditelusuri sebagai be ntuk kesalahan dalam pemantauan sumber. Kesaksian saksi mata membutuhkan kemampu ang dalam mengingat rincian spesifik tentang orang dan peristiwa. Dalam kasus in i, kesaksian saksi mata yang tidak akurat, dapat menyebabkan orang yang tidak be rsalah bisa masuk penjara atau bahkan dihukum mati. Efek Misinformasi Pasca -per istiwa. Kesalahan dalam kesaksian saksi mata seringkali dapat ditelusuri dari in formasi yang salah. Dalam efek missinformasi pasca-peristiwa, orang pertama meli hat peristiwa, dan kemudian setelah itu mereka diberi informasi yang menyesatkan mengenai peristiwa tersebut, maka saksi akan keliru dengan lebih mengingat info rmasi yang menyesatkan, daripada peristiwa yang mereka benar-benar lihat. Efek i ni juga berkaitan dengan gangguan proaktif, yang berarti bahwa seseorang dapat m engalami kesulitan memperlajari materi yang baru karena ingatan mengenai materi yang lama. Efek misinformasi menyerupai jenis lain dari gangguan yang disebut ga ngguan retroaktif. Dalam gangguan retroaktif, seseorang mengalami kesulitan meng ingat materi lama karena adanya beberapa materi baru yang

dipelajari, yang kemudian mengganggu memori lama. Sebagai contoh, misalkan seora ng saksi mata melihat kejahatan, dan kemudian disediakan beberapa informasi yang salah saat mengajukan pertanyaan. Kemudian, saksi mata mungkin mengalami kesuli tan mengingat peristiwa yang benar-benar terjadi di TKP, karena gangguan yang di timbulkan oleh kesalahan dalam informasi baru. Efek informasi yang salah setidak nya dapat dilacak sebagai kesalahan dalam pemantauan sumber (Davis & Loftus, 200 7;. Schacter et al, 1998). Sebagai contoh, dalam studi oleh Loftus dan rekan-rek annya (1978), informasi pasca-peristiwa dalam kondisi tidak konsisten dapat mend orong orang untuk menciptakan citra mental yang keliru. Penelitian tentang efek misinformasi menekankan sifat aktif konstruktif memori. Pendekatan konstruktivis tentang memori berpendapat bahwa seseorang membangun pengetahuan dengan mengint egrasikan apa yang ia ketahui, sehingga menciptakan pemahaman tentang suatu peri stiwa atau topik menjadi koheren dan masuk akal. Singkatnya, memori tidak terdir i dari daftar fakta yang semua disimpan dalam bentuk utuh dan siap untuk diputar seperti rekaman video. Sebaliknya, kita membangun memori dengan memadukan infor masi dari berbagai sumber. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akurasi Kesaksian saksi mata. Berbagai faktor da pat mempengaruhi akurasi kesaksian saksi mata, hal ini didasarkan pada tiga masa lah potensial dalam kesaksian saksi mata, yaitu: (1) Orang dapat menciptakan mem ori yang konsisten dengan skema mereka, (2) orang dapat membuat kesalahan dalam pemantauan sumber, dan (3) informasi pasca-peristiwa yang salah dapat mendistors i ingatan. Berikut adalah beberapa variabel penting lainnya: 1. Kesalahan lebih mungkin bila ada penundaan yang lama antara peristiwa asli dan saat kesaksian. S eiring dengan berjalannya waktu, akurasi recall menurun untuk sebagian besar mem ori. Penundaan yang lama dalam kesaksian saksi mata juga memungkinkan lebih bany ak kesempatan untuk "kontaminasi" dari informasi pascaperistiwa yang salah. 2. K esalahan lebih mungkin jika informasi yang keliru tersebut masuk akal. Orang jug a cenderung untuk mengatakan bahwa suatu peristiwa terjadi dalam

kehidupan mereka sendiri (padahal tidak benar-benar terjadi) jika peristiwa ters ebut tampaknya konsisten dengan pengalaman serupa lainnya. 3. Kesalahan lebih mu ngkin jika ada tekanan sosial.Orang-orang membuat banyak kesalahan dalam kesaksi an jika mereka telah ditekan untuk memberikan jawaban yang spesifik (misalnya, " Tepatnya kapan Anda pertama kali melihat tersangka?"). Sebaliknya, testimoni akan lebih akurat ketika orang diizinkan unt uk melaporkan dalam kata-kata mereka sendiri, ketika mereka diberikan waktu yang cukup, dan ketika mereka diizinkan untuk mengatakan, "Saya tidak tahu". 4. Kesa lahan lebih mungkin jika saksi mata telah diberi umpan balik positif. Saksi mata jauh lebih yakin tentang keakuratan keputusan mereka jika mereka terusmenerus d iberi umpan balik positif. Hubungan Antara Keyakinan Memory dan Akurasi Memory. Dalam beberapa studi, peneliti meminta peserta untuk menilai seberapa yakin mere ka pada akurasi kesaksian yang mereka lakukan. Menariknya, dalam banyak situasi, peserta hampir sama yakin akan informasi yang mereka ingat bahkan termasuk info rmasi yang sebelumnya diidentifikasi sebagai informasi yang salah (Koriat et al, 2000;. Penrod & Cuder, 1999, Sempurna, 2004, Wells & Olson, 2003). Dengan kata lain, kepercayaan masyarakat tentang kesaksian mereka tidak berkorelasi kuat den gan akurasi kesaksian mereka. Penelitian ini memiliki aplikasi praktis untuk sis tem hukum. Dimana anggota juri cenderung jauh lebih mungkin untuk percaya seoran g saksi mata yang tampil percaya diri. Sayangnya, bagaimanapun, penelitian ini p un menunjukkan bahwa seorang saksi mata yang tampil percaya diri tidak lantas me rupakan seorang saksi mata yang akurat. 5. Kontroversi False Memory dan Recovered Memory Kontroversi paling hangat menge nai memori autobiografi adalah tentang bagaimana memori seseorang dapat ditata u lang. Dalam silang pendapat ini muncul berbagai perspektif, namun yang paling me nonjol adalah perspektif tentang false memory (memori palsu) dan recovered memor y (memori yang diperbaiki). Berawal dari penelitian tentang pemulihan psikis par a korban pelecehan seksual. Pemulihan trauma yang dilakukan adalah dengan berbag ai metode, sehingga pada beberpa waktu kemudia korban mengaku telah mengalami

perbaikan memori, mereka dapat hidup tenang dengan gangguan traumatis yang kian berkurang. Perpsektif recovered memory meyakini bahwa penyembuhan yang terjadi d idasarkan pada sifat memori yang dapat diperbaiki. Memori tentang peristiwa pele cehan seksual yang dialami korban dapat diperbaiki sehingga menghasilkan pemakna an yang lebih positif. Namun dalam perspektif false memory, penyembuhan tersebut dapat terjadi semata-mata karena adanya memori palsu yang diciptakan korban sen diri (atau dibantu perlakuan psikiatri) sehingga memanipulasi memori awal tentan g pelecehan seksual. KESIMPULAN Memori manusia memiliki fleksibelitas dan kompleksibilats tertentu. P roses memori dapat menjelaskan bagaimana seseorang dapat melupakan suatu peristi wa, dapat menjelaskan konstruksi peristiwa yang pernah benar-benar terjadi, dan bahkan juga dapat menjelaskan secara akurat memori ketika peristiwa yang mengesa nkan. REFERENSI Matlin, Margaret W., 2009, Cognitive Psikology,, New Jersy : John Wile y&Son, Inc.

Anda mungkin juga menyukai