Anda di halaman 1dari 38

TUGAS ARAH KECENDERUNGAN DAN ISU MATEMATIKA

I’m sure you’ve seen a figure like this. It is variously called the “learning pyramid,” the “cone
of learning,” “the cone of experience,” and others. It’s often attributed to the National
Training Laboratory, or to educator Edgar Dale.You won’t be surprised to learn that there are
different versions out there with different percentages and some minor variations in the
ordering of activities.
Saya yakin Anda pernah melihat sosok seperti ini. Hal ini berbagai disebut "piramida
belajar," kerucut "belajar", "kerucut pengalaman," dan lain-lain. Ini sering dikaitkan dengan
Laboratorium Pelatihan Nasional, atau pendidik Edgar Dale.You tidak akan terkejut
mengetahui bahwa ada versi yang berbeda di luar sana dengan persentase yang berbeda dan
beberapa variasi kecil dalam pemesanan kegiatan.
Certainly, some mental activities are better for learning than others. And the ordering offered
here doesn’t seem crazy. Most people who have taught agree that long-term contemplation of
how to help others understand complicated ideas is a marvelous way to improve one’s own
understanding of those ideas–certainly better than just reading them–although the estimate of
10% retention of what one reads seems kind of low, doesn’t it?
Tentu saja, beberapa aktivitas mental yang lebih baik untuk belajar dari orang lain. Dan
pemesanan ditawarkan di sini tidak tampak gila. Kebanyakan orang yang telah mengajarkan
setuju bahwa kontemplasi jangka panjang bagaimana membantu orang lain memahami ide-
ide yang rumit adalah cara yang luar biasa untuk meningkatkan pemahaman sendiri dari
ide-ide-jelas lebih baik daripada hanya membaca mereka-meskipun perkiraan retensi 10%
dari apa yang dibaca tampaknya jenis rendah, bukan?
If you enter “cone of experience” in Google scholar the first page offers a few papers that
critique the idea, e.g., this one and this one, but you’ll also see papers that cite it as if it’s
reliable.
It’s not.
Jika Anda memasukkan "kerucut pengalaman" di Google sarjana halaman pertama
menawarkan beberapa kertas yang mengkritik gagasan, misalnya, yang satu ini dan yang
satu ini, tetapi Anda juga akan melihat kertas yang mengutip seolah-olah itu dapat
diandalkan.
Ini bukan.
So many variables affect memory retrieval, that you can’t assign specific percentages of
recall without specifying many more of them:
Begitu banyak variabel mempengaruhi pengambilan memori, bahwa Anda tidak dapat
menetapkan persentase tertentu dari recall tanpa menentukan lebih banyak dari mereka:
 what material is recalled (gazing out the window of a car is an audiovisual
experience just like watching an action movie, but your memory for these two
audiovisual experiences will not be equivalent)
materi apa yang diingat (menatap keluar jendela mobil merupakan pengalaman
audiovisual seperti menonton film laga, tapi memori Anda untuk dua pengalaman ini
audiovisual tidak akan setara)
 the age of the subjects
usia subjek
 the delay between study and test (obviously, the percent recalled usually drops with
delay)
penundaan antara studi dan uji (jelas, persen teringat biasanya tetes dengan delay)
 what were subjects instructed to do as they read, demonstrated, taught, etc. (you
can boost memory considerably for a reading task by asking subjects to summarize as
they read)
apa yang subyek diinstruksikan untuk melakukan apa yang mereka baca,
diperagakan, mengajar, dll (Anda dapat meningkatkan memori jauh untuk tugas
membaca dengan meminta subyek untuk meringkas ketika mereka membaca)
 how was memory tested (percent recalled is almost always much higher for
recognition tests than recall).
bagaimana itu memori diuji (persen mengingat hampir selalu jauh lebih tinggi untuk
tes pengakuan dari recall).
 what subjects know about the to-be-remembered material (if you already know
something about the subject, memory will be much better.
apa subyek tahu tentang materi to-be-ingat (jika Anda sudah tahu sesuatu tentang
subjek, memori akan jauh lebih baik.
This is just an off-the-top-of-my-head list of factors that affect memory retrieval. They not
only make it clear that the percentages suggested by the cone can’t be counted on, but that the
ordering of the activities could shift, depending on the specifics.The cone of learning may not
be reliable, but that doesn’t mean that memory researchers have nothing to offer educators.
For example, monograph published in January offers an extensive review of the experimental
research on different study techniques. If you prefer something briefer, I’m ready to stand by
the one-sentence summary I suggested in “Why Don’t Students Like School?”: It’s usually a
good bet to try to think about material and study in the same way that you anticipate that you
will need to think about it later.
Ini hanyalah sebuah daftar off-the-top-of-kepala faktor yang mempengaruhi pengambilan
memori. Mereka tidak hanya membuat jelas bahwa persentase disarankan oleh kerucut tidak
dapat diandalkan, tetapi bahwa pemesanan kegiatan bisa bergeser, tergantung pada
specifics.The kerucut pembelajaran mungkin tidak dapat diandalkan, tetapi itu tidak berarti
bahwa peneliti memori harus ada untuk menawarkan pendidik. Misalnya, monograf yang
diterbitkan pada bulan Januari menawarkan tinjauan ekstensif dari penelitian eksperimental
pada teknik studi yang berbeda. Jika Anda lebih suka sesuatu singkat, saya siap untuk berdiri
dengan ringkasan satu kalimat yang saya nyatakan di "Mengapa tidak Siswa Seperti
Sekolah?": Ini biasanya taruhan yang baik untuk mencoba untuk berpikir tentang materi dan
studi dengan cara yang sama yang Anda mengantisipasi bahwa Anda akan perlu untuk
berpikir tentang hal itu nanti.

Cara Belajar yang terbaik adalah dengan mengajar. Oleh karena itulah, setiap saya sedang
mengajar dalam kelas training saya. Saya katakan bahwa kami semua ini adalah para
pembelajar. Para peserta belajar dari saya, dan saya belajar dari para peserta.
Para peserta belajar materi pembelajaran yang saya berikan, sedangkan saya belajar
dari keunikan karakter masing-masing peserta dan bagaimana solusi praktis yang terbaik
untuk mempercepat pemahaman mereka.
Ternyata prinsip belajar saya ini sudah diteliti oleh para ahli di Jerman. Dan hasil
penelitian tersebut secara sederhana dituangkan di dalam Bagan The Learning Pyramid di
bawah ini

Bagan Piramida Belajar atau Learning Pyramid tersebut adalah hasil dari penelitian National
Training Laboratories, Bethel, Maine. Begini kira-kira yang diterangkan oleh gambar
tersebut. Konon tingkat retensi (bertahannya ingatan akan suatu ilmu) dilihat dari cara
belajarnya seseorang adalah sebagai berikut:
1. Lecture (dari mendengarkan orang bicara)
2. Reading (dari membaca) 10%)
3. Audiovisual (dapat dinikmati oleh mata dan telinga) 20%)
4. Demonstration (dengan praktek) 30%
5. Discussion (dengan diskusi) 50%
6. Practice Doing (dipraktekkan kekehidupan nyata) 75%
7. Teach Others (Mengajarkan ilmu tsb pd orang lain) 90%

Ternyata tingkat retensi yang paling tinggi adalah bila kita mengajarkan ilmu tersebut pada
orang lain, yaitu sebesar 90%.
ISU MATEMATIKA
1. Kurikulum
Kurikulum di Indonesia:
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri
Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu
yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan
nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan
secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua
kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD
1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
1. Rencana Pelajaran 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran 1947.
Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda
karena pada saat itu masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri
utam kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang
berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran,
lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih
bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan
ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar
pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan
pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan
dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Setelah
rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami
penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952.Yang
menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran
yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,”
kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu,
di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum
1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional prak tis.Usai tahun 1952,
menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di
indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964. Yang menjadi ciri dari
kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan
moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
3. Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok
pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah
mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik,
2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada
upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila
sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan,Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management
by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK
dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan
evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai
dari setiap kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan
proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975
yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,
Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta —
sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi
dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu
menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar
model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
“Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara
pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban
belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat
juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil,menjelma menjadi
kurikulum super padat.Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998,diikuti kehadiran suplemen
Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994
dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-
undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga
tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi
pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai
berikut:
ü Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
ü Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
ü Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk
semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah
yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
ü Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam
mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban
konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
ü Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat
keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran
yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
ü Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit
dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
ü Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan
pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai
akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di
antaranya sebagai berikut :
û Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/
substansi setiap mata pelajaran.
û Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi
kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong
para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya
penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut
dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
 Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan
kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan
kebutuhan masyarakat.
 Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara
tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan
lingkungan serta sarana pendukungnya.
 Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi
pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
 Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan
materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
 Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya
dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya
yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap,
yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk
invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah
melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon
terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik
sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002).
Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi)
tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh
peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan
untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta
didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan
dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
v Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
v Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
v Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
v Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.
v Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.
7. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan
dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih
berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih
banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan
kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di
luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham
betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara
lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan
delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar
kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan
prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan
tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya
paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
ü Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
ü Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
ü Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
ü Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.
ü Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun
2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana
pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-
misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga
pengembangan silabusnya.
8. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target
kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan
untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi
sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan
perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan
pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari
kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum
yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang
puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru.
Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi
manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang kita
pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping kelebihan yang ada. Kekurangannya
tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP
dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru
dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan
prasarana yang dimillki oleh sekolah.

KURIKULUM DI USA
PROFIL KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR DI USA
Negara Amerika Serikat (United States) adalah negara adidaya yang berpenduduk sekitar
262.775.000 (menurut sensus 1995). Kelompok etnik mayoritas, yaitu orang kulit putih
(80%), sedangkan lainnya, yaitu orang kulit hitam, asia dan hindian. Bahasa utama yang
digunakan penduduk, yaitu bahasa inggris (86,15%), bahasa Spanish, Italian, Chinese,
French, German, Polish, Yuddish, Greek dan bahasa indic. Pada umumnya penduduk
Amerika Serikat menganut agama Katolik Roma (60.280.454 orang), Baptist (36.673.075
orang), serta agama lainnya seperti agama Methodist, Pantecostal, Lutheran, Islam, Letter-
Day Saints, Jewish, Presbyterian, Hindu. Pada level Sekolah Dasar, sistem persekolahan di
Amerika Serikat menerapkan durasi 5-6 tahun (bagi anak usia 6 sampai 12 tahun)
Tujuan pendidikan pada semua level pendidikan termasuk level Sekolah Dasar (Elementary
School) di Amerika Serikat yang disusun sejak tahun 1991 dan masih berlaku hingga saat ini
secara singkat dirumuskan dalam 10 tujuan berikut ini:
1. Setiap siswa harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dan komputasi
(perhitungan);
2. Setiap siswa harus menerapkan metode penelitian (inquiry) dan pengetahuan yang telah
dipelajari, serta dapat menggunakan metode dan pengetahuan tersebut dalam Aplikasi
interdisipliner;
3. Setiap siswa harus memiliki pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi mengenai seni artistik,
kebudayaan, prestasi intelektual, serta mengembangkan kemampuan dalam
mengekspresikan bakat pribadi;
4. Setiap siswa harus memiliki dan dapat menerapkan pengetahuan mengenai politik, ekonomi
dan institusi sosial di dalam negeri maupun luar negeri;
5. Setiap siswa harus mematuhi dan mempraktikkan nilai-nilai dasar kewarganegaraan dan
memiliki, serta dapat menggunakan keterampilan, pengetahuan, pemahaman, dan sikap
yang diperlukan guna keikutsertaannya dalam kehidupan negara yang demokratis;
6. Setiap siswa harus mampu mengembangkan kemampuan untuk memahami, menghargai dan
bekerjasama dengan orang lain yang berbeda dalam hal ras, jenis kelamin, kemampuan,
budaya, suku bangsa agama dan latar belakang politik, ekonomi, sosial serta memahami dan
menghargai nilai- nilai, keyakinan dan sikap yang dianut mereka;
7. Setiap siswa harus memiliki pengetahuan mengenai konsekuensi ekologis dalam
menggunakan sumber- sumber alam dan lingkungan;
8. Setiap siswa harus dipersiapkan memasuki Pendidikan Menengah (Secondary Education);
9. Setiap siswa harus dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan
meningkatkan kehidupan pribadi, keterampilan positif, dan fungsi-fungsi dalam masyarakat
demokratis;
10. Setiap siswa harus mampu mengembangkan komitmen belajar seumur hidup dan bersikap
membangun.
Kesepuluh tujuan tersebut sangat mewarnai pengembangan isi/ materi kurikulum pada
sekolah- sekolah, baik pada level nasional/ Negara Bagian maupun lokal.
Dalam sejarah pendidikan di Amerika Serikat (United States), penentuan apa yang harus
diajarkan di sekolah merupakan hal yang dimiliki oleh masyarakat lokal (local communities)
dan Negara Bagian atau provinsi yang disebut states. Dengan demikian, isi kurikulum sangat
beragam, disesuaikan dengan keadaan masyarakat dan Negara Bagian tersebut. Tidak ada
sistem pendidikan atau kurikulum yang berskala nasional. Negara Bagian (State) dan
masyarakat sama-sama memiliki kekuatan/ kewenangan dalam menentukan materi/ isi dan
struktur kurikulum. Selanjutnya, organisasi sekolah pada tingkat lokal diperkenankan
menentukan program atau isi kurikulum sepanjang masih di dalam rambu- rambu atau
petunjuk yang ditetapkan oleh pemerintah Negara Bagian(State), menambah atau melengkapi
persyaratan kelulusan, menentukan program pilihan yang harus diajarkan, dan mengusulkan
program atau silabi yang akan dikembangkan oleh Negara Bagian.
Pada dasarnya proses pengembangan kurikulum dipusatkan pada Negara Bagian (State),
namun demikian guru, sekolah, ataupun distrik dapat mendesain sendiri program yang
ditawarkan sesuai dengan pedoman/petunjuk yang dikeluarkan oleh Negara Bagian. Sekolah
harus membuat program sesuai dengan persyaratan Negara Bagian dan mendesain kurikulum
yang dapat mempersiapkan siswa untuk mengikuti ujian negara (state examinations). Silabi
untuk semua mata pelajaran (subjects) dikeluarkan oleh pemerintah Negara Bagian untuk
semua jenjang persekolahan, sedangkan sekolah-sekolah diperbolehkan mengajukan
alternative silabi dan mengembangkan program pilihan sebagai tambahan. Dalam beberapa
kasus, silabi untuk program-program pilihan tersebut harus direviu oleh SED (State
Education Department). Pada akhirnya sekolah dan guru bertanggung jawab untuk
menentukan apa yang harus diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, serta membuat
pertimbangan terhadap setiap aturan, kebijakan-kebijakan dan penilaian. Orang tua,
organisasi guru, para peneliti, termasuk juga para pemimpin dunia usaha sering dilibatkan
dalam pengembangan rekomendasi kebijakan penetapan kurikulum, bahkan bisa menjadi
anggota komisi kurikulum, satuan tugas dan lembaga penasihat SED.
Pada tingkat sekolah dan kelas, guru dapat mengembangkan kurikulum berdasarkan standar
dan kerangka dari pemerintah Negara Bagian (State), menggunakan sumber- sumber material
yang ditentukan oleh pemerintah atau menentukan sendiri. Dengan demikian, dalam
pendidikan di Amerika Serikat guru- guru diharapkan menggunakan standar dan kerangka
sebagai dasar penyusunan kurikulum, mereka bisa mempertimbangkan flesibilitas/ keluwesan
desain suatu kurikulum bagi kelas mereka sendiri, termasuk dalam memilih media dan
metode pembelajaran .
Tak ada persyaratan mengenai alokasi waktu yang digunakan pada setiap mata pelajaran,
dengan demikian setiap sekolah dan guru menggunakan waktu untuk masing- masing
pelajaran yang diperyaratkan oleh pemerintah dan harus diajarkan pada tingkat sekolah dasar
(tingkat 1 sampai dengan 6), yaitu:
1. Matematika (Mathematic);
2. Membaca (Reading);
3. Mengeja (Spelling);
4. Menulis (Writing);
5. Bahasa Inggris (English Language);
6. Geografi (Geography);
7. Sejarah Amerika (Us History);
8. Ilmu Pengetahuan Sosial (Sosial Studies);
9. Kesehatan (Healthy);
10. Musik (Music);
11. Seni Rupa (Visual Arts);
12. Olah Raga (Physical Education).
Dalam kaitannya dengan evaluasi kurikulum, di Amerika Serikat tidak ada mekanisme secara
formal untuk mengevaluasi efektivitas kurikulum sekolah maupun kerangka kurikulum yang
dibuat pemerintah (State). Kerangka evaluasi biasanya dikembangkan oleh para ahli
kurikulum dari kalangan guru- guru atau ahli pendidikan lainnya dan para ahli mata pelajaran
yang didasarkan kepada hasil reviu mutakhir terhadap standar dan praktek yang terdapat
dalam laporan kurikulum pada tingkat Negara Bagian (State) dan nasional, misalnya
berdasarkan hasil reviu tersebut suatu lembaga yang bernama The Nasional Council Of
Teacher Mathematics menerbitkan standar kurikulum dan evaluasi untuk mata pelajaran
matematika di sekolah sekolah.
KURIKULUM DI SINGAPORE
Pendidikan Pra Sekolah
Pendidikan pra sekolah diselenggarakan oleh Taman kanak-kanak dan pusat perawatan anak,
terdiri dari program tiga tahun untuk anak usia 3 hingga 6 tahun. Terdaftar pada menteri
pendidikan, Taman kanak-kanak di Singapura dilaksanakan oleh yayasan masyarakat,
perkumpulan keagamaan, organisasi sosial dan bisnis. Pusat perawatan anak mendapat ijin
dari Menteri Pengembangan Masyarakat dan olah raga.
Kebanyakan dari Taman kanak-kanak menyelenggarakan dua sesi sehari dengan tiap sesi
pelatihan dari 2, 5 sampai 4 jam, 5-hari setiap minggunya. Pada umumnya kurikulum
termasuk program berbahasa Inggris dan bahasa asing dengan pengecualian terhadap sistem
luar negeri yaitu pada sekolah Internasional yang menawarkan program Taman kanak-kanak
bagi anak-anak ekspatriat. Periode pendaftaran bagi setiap Taman kanak-kanak dan pusat
perawatan berbeda-beda. Kebanyakan dari pusat perawatan anak menerima siswa dari negara
manapun sepanjang tahun selama masih ada ketersediaan tempat. Silahkan menghubungi
Taman kanak-kanak tersebut secara langsung untuk informasi mengenai pendaftaran,
kurikulum dan lainnya.
Sekolah Dasar
Seorang anak di Singapura menjalani pendidikan dasar selama 6 tahun, terdiri dari empat
tahun tahap dasar pertama yaitu Sekolah Dasar kelas 1 sampai 4 dan tahap orientasi tahun ke
dua yaitu Sekolah Dasar kelas5 sampai 6.
Pada tahap dasar, kurikulum inti terdiri dari pengajaran Bahasa Inggris, Bahasa daerah dan
matematika, dengan mata pelajaran tambahan seperti musik, kesenian dan kerajinan tangan,
pendidikan fisik dan pembelajaran sosial. Ilmu pengetahuan sudah diajarkan sejak kelas 3
Sekolah Dasar.
Untuk memaksimalkan potensi mereka, siswa diarahkan menurut kemampuan belajar mereka
sebelum menguasai tahap orientasi. Pada akhir kelas 6 SD, siswa mengikuti Ujian Kelulusan
Sekolah Dasar (Primary School Leaving Examination). Kurikulum Sekolah Dasar di
Singapura telah digunakan sebagai model internasional, khususnya metode pengajaran
matematika. Siswa asing dari negara manapun diterima di Sekolah Dasar menurut
ketersediaan lowongan tempat.

Sekolah Lanjutan
Sekolah Lanjutan di Singapura terdiri dari sekolah dengan Dana Pemerintah, bantuan
Pemerintah atau biaya sendiri. Para siswa melaksanakan pendidikan lanjutan selama 4 atau 5
tahun melalui program spesial, cepat ataupun normal. Program spesial dan cepat
mempersiapkan siswa untuk mengikuti ujian GCE ‘O’ (Singapore-Cambridge General
Certificate of Education ‘Ordinary’) pada tingkat empat. Siswa pada program normal dapat
memilih jurusan akademik atau teknik, yang keduanya mempersiapkan siswa untuk
mengikuti ujian GCE ‘N’ (Singapore-Cambridge General Certificate of Education ‘Normal’)
pada tingkat empat dan jika hasilnya memuaskan, maka siswa akan mengikuti ujian GCE ‘O’
pada tingkat lima.
Kurikulum pendidikan lanjutan mencakup Bahasa Inggris, Bahasa daerah, Matematika, Ilmu
Pengetahuan dan kemanusiaan. Pada tingkat lanjutan ke-3, siswa dapat memilih pilihan
mereka sendiri tergantung apakah mereka di jurusan Seni, Ilmu Pengetahuan, Perniagaan atau
teknik terapan.
Kurikulum pada Sekolah Lanjutan di Singapura dikenal di seluruh dunia atas kemampuannya
untuk mengembangkan siswa melalui pemikiran yang kritis dan keterampilan intelektual.
Siswa asing dari negara manapun diterima di Sekolah Lanjutan menurut ketersediaan
lowongan tempat.
Dua institusi akademik swasta di Singapura juga menawarkan kepada siswa internasional
pilihan kesempatan yang unik untuk meneruskan pendidikan dasar, lanjutan dan pendidikan
akhir mereka. San Yu Adventist School yang dikelola oleh Seventh-day Adventist Mission
(Singapura), menawarkan program mulai dari pendidikan dasar, pendidikan lanjutan dan
pendidikan akhir bagi para siswa dengan budaya dan warga negara yang berbeda. St.Francis
Methodist School yang merupakan anggota dari kelompok sekolah-sekolah metodist di
Singapura, menawarkan pendidikan lanjutan dan akhir bagi para siswa lokal maupun
internasional. Kedua sekolah tersebut terdaftar pada Menteri Pendidikan dan menawarkan
kepada para siswa mereka kurikulum akademik yang fleksibel, berwawasan luas dan tepat.
Sekolah-sekolah ini membanggakan diri mereka karena memiliki program yang melebihi
persyaratan akademik biasanya, menggabungkan elemen- elemen pembelajaran yang kreatif
ke dalam kurikulum reguler mereka.
Akademi / Pra-Universitas
Setelah menyelesaikan ujian tingkat GCE ‘O’, para siswa diperbolehkan mendaftar untuk
mengikutiprogram akademi selama dua tahun masa pelajaran pada pra-universitas
atau institut terpadu selama tiga tahun masa pelajaran pada pra-universitas, yang keduanya
merupakan dasar untuk masuk ke universitas. Kurikulum terdiri dari dua mata kuliah wajib,
yaitu General Paper dan Mother Tongue, dan maksimum empat subyek Singapore-
Cambridge General Certificate of Education ‘Advanced’ (GCE ‘A’) dari tingkat seni,
ilmu pengetahuan dan pelajaran tentang perniagaan. Di akhir masa pelajaran pada pra
universitas siswa mengikuti ujian tingkat GCE ‘A’.
Siswa asing dari negara manapun diterima di akademi dan pra-universitas menurut
ketersediaan lowongan tempat.
Politeknik
Sekolah teknik didirikan di Singapura untuk menawarkan kepada para siswa tentang
pelajaran melalui practice-oriented pada level diploma. Setidaknya ada 5 politeknik di
Singapura:
1. Nanyang Polytechnic
2. Ngee Ann Polytechnic
3. Republic Polytechnic
4. Singapore Polytechnic
5. Temasek Polytechnic

mereka menawarkan ruang lingkup yang luas dari rangkaian pelajaran seperti Keahlian
Teknik, pelajaran tentang Bisnis, Komunikasi Massa, Desain dan info-komunikasi. Mata
pelajaran spesialisasi seperti Optometri, Teknik Kelautan, Studi Kelautan, Perawat,
Pendidikan Awal pada anak dan Perfilman juga tersedia bagi mereka yang ingin berlatih di
jalur karir tertentu.
Lulusan-lulusan politeknik telah membuktikan diri dengan menjadi tenaga kerja yang populer
ketika mereka bergabung dalam dunia kerja yang dilengkapi dengan keterampilan dan
pengalaman yang terkait pada bidang ekonomi baru.
Institut Pendidikan Teknik
Institut Pendidikan Teknik (ITE) merupakan alternatif pilihan setelah melewati tingkat
lanjutan bagi mereka yang memilih untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan
teknik dalam berbagai sektor industri. Disamping menyediakan program-program bimbingan
dan pelatihan kelembagaan secara full-time untuk lulusan sekolah lanjutan, ITE juga
menyediakan program-program pendidikan berkelanjutan bagi mereka yang bekerja.

Universitas
Tiga universitas lokal di Singapura:
1. National University of Singapore (NUS)
2. Nanyang Technological University (NTU)
3. Singapore Management University (SMU)
Universitas lokal tersebut diatas membentuk lulusan yang hebat dengan gelar kesarjanaan
yang dikenal secara internasional. Kesempatan untuk melakukan penelitian ilmiah dan
beasiswa juga tersedia untuk para siswa lanjutan tingkat akhir.
Sejak berdiri pada tahun 1905, NUS telah berkembang menjadi universitas yang mempunyai
cakupan luas dengan menawarkan pelatihan tentang berbagai disiplin ilmu seperti Ilmu
pengetahuan, keahlian tehnik terapan, teknologi, hukum, seni dan pengetahuan sosial dan
pengobatan.
NTU didirikan pada tahun 1981 dengan menyediakan banyak fasilitas untuk melaksanakan
pendidikan tingkat 3 dan melakukan penelitian dalam keahlian tehnik dan teknologi. NTU
telah tergabung denganNational Institute of Education (NIE) – fakultas keguruan – dan
berkembang mencakup kegiatan pembukuan, bisnis dan ilmu komunikasi.
Universitas Internasional di Singapura
Selain dari universitas-universitas lokal, banyak juga universitas-universitas asing terkemuka
yang telah hadir di Singapura. Universitas-universitas ini ada yang mendirikan kampusnya
sendiri (institusi untuk pendidikan lanjutan) atau mempunyai program gabungan/kolaborasi
dengan universitas lokal (kerja sama lokal).
Institusi Internasional Terkemuka dengan Kampusnya di Singapura
 INSEAD
 University of Chicago Graduate School of Business – Duke
 SP Jain Centre of Management
 ESSEC
 Digipen Institute of TechnologyUniversity of Nevada, Las Vegas (UNLV)
 New York University Tisch School of the Arts Asia
Universitas Internasional Terkemuka yang Berkolaborasi dengan Universitas-Universitas
Lokal Singapura
 Johns Hopkins
 Georgia Institute of Technology
 Massachusetts Institute of Technology (MIT)
 The Wharton School of the University of Pennsylvania
 Design Technology Institute
 German Institute of Science & Technology
 Shanghai Jiao Tong University
 Stanford University
 Waseda University
 Indian Institute of Technology, Bombay
 New York University School of Law
 Cornell University
Selain itu, universitas-universitas lokal kami, National University of Singapore dan Nanyang
Technological University juga mempunyai program kerja sama dengan lebih dari 16 institusi
lainnya di seluruh dunia. Ini termasuk: University of St. Gallen (Swiss), Beijing University
for Chinese Medicine, ESIEE (Perancis), Australian National University, University of
Melbourne (Australia), University of Illinois Urbana-Champaign (AS), UCLA Anderson
School of Management (AS), Ecole Supérieure d’Electricité (Supelec) (Perancis), Peking
University (Cina), Karolinska Institutet (Swedia), University of Basel (Swiss), Technical
University of Denmark, King’s College London, Tsinghua University (Cina), Université
Pierre Et Marie Curie, Université Paris Sud dan French Grandes Écoles.
Terdapat juga institusi-institusi khusus asing di Singapura, yang telah mendirikan
kampusnya di sini atau bekerja sama dengan politeknik-politeknik lokal. Program ini
memungkinkan siswa-siswa politeknik untuk mendapatkan gelar yang berkaitan dengan mata
pelajaran yang telah mereka ambil setelah mereka menyelesaikan diploma mereka di
politeknik.
Sekolah Swasta
Di Singapura, sekolah-sekolah swasta turut menawarkan berbagai jenis program, menambah
lengkapnya keanekaragaman dunia pendidikan di negeri ini. Terdapat sekitar 300 sekolah
swasta di Singapura, dengan penjurusan seperti komersial, TI, senirupa dan bahasa. Private
Education Institutions (PEI/Lembaga Pendidikan Swasta) ini menawarkan berbagai program
studi yang banyak dicari oleh siswa lokal maupun internasional. PEI menawarkan berbagai
program studi di tingkat sertifikat, diploma, sarjana (bachelor) maupun pascasarjana
(postgraduate). Melalui kemitraan dengan berbagai universitas internasional yang populer
dari AS, Inggris, Australia dll, PEI menawarkan kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan
sertifikasi internasional dalam lingkungan yang aman dan terjangkau. Masing-masing PEI
memiliki kegiatan penerimaan/pendaftaran siswanya sendiri, dan bagi siswa yang tertarik
silakan langsung menghubungi sekolah yang diminati. Saat memilih PEI, pastikanlah bahwa
sekolah tersebut telah memenuhi harapan Anda dalam hal:
 Program studi yang ditawarkan
 Pengakuan atas sertifikasi yang didapat
 Fasilitas sekolah (ruang kelas, fasilitas komputer dan sebagainya)
 Layanan bagi siswa internasional (bantuan akomodasi dan visa, orientasi siswa,
konseling siswa, dll)
Untuk memastikan bahwa PEI di Singapura dapat menjaga kepentingan dan kesejahteraan
siswa melalui standar peraturan yang berkualitas tinggi dan praktik usaha yang baik, telah
dibentuk Council for Private Education (CPE/Dewan Pendidikan Swasta), sebuah dewan
resmi di bawah Departemen Pendidikan Singapura untuk mengatur semua masalah yang
berkaitan dengan sektor pendidikan swasta di Singapura. Semua lembaga pendidikan swasta
yang menerima siswa internasional harus mendapat sertifikasi EduTrust.
EduTrust
Skema sertifikasi EduTrust merupakan skema sertifikasi sukarela yang diselenggarakan oleh
Council for Private Education, bagi para lembaga pendidikan swasta di Singapura.
Meskipun skema sertifikasi EduTrust ini bersifat sukarela, namun merupakan prasyarat bagi
lembaga pendidikan swasta yang menerima siswa internasional agar dapat mengeluarkan
Student Pass, sesuai peraturan dari Immigration and Checkpoints Authority (ICA/Otorita
Imigrasi dan Pemeriksaan Tempat Masuk).
Skema ini memberi jalan bagi lembaga pendidikan swasta yang lebih baik untuk
membedakan diri karena telah mencapai standar yang lebih tinggi dalam bidang-bidang
utama pengelolaan dan pengawasan layanan pendidikan.
Sekolah sistem luar negeri / Sekolah Internasional
Sekolah sistem luar negeri atau Sekolah Internasional menawarkan kesempatan kepada anda
untuk mengikuti pendidikan yang mirip dengan negara asal anda. Terdaftar pada Menteri
Pendidikan, mengikuti aturan dan kurikulum yang identik dengan negara asal anda.
Singapura memiliki sejumlah sekolah internasional yang memberikan ijin masuk untuk para
siswa asing dan penduduk setempat. Beberapa sekolah internasional menentukan persyaratan
minimum pada saat melakukan pendaftaran, seperti kemampuan bahasa atau
kewarganegaraan. Kriteria tiap sekolah berbeda.
Biaya pertahun biasanya mencapai S$4,600 sampai S$14,000 untuk tingkat yang lebih rendah
dan S$6,000 sampai S$18,000 untuk tingkat yang lebih tinggi. Tahun ajaran sekolah dan
semester juga berbeda pada setiap sekolah.
Dua sekolah top di Singapura, Anglo-Chinese School (ACS) dan Hwa Chong Institution telah
meraih status sekolah swasta, dengan penerimaan murid pertama pada bulan Januari 2005.
Didirikan di bawah badan ACS International dan Hwa Chong International, kedua sekolah
akan menawarkan pendidikan sekolah menengah dan selepas sekolah menengah. ACS
International akan menawarkan GCSE internasional dan Program Internasional Baccalaureate
Diploma, sementara Hwa Chong International akan menawarkan program sekolah menengah
dan pra-universitas dengan sertifikat tanda tamat belajar GCE A Level.
Departemen Pendidikan Singapura (Ministry of Education) tampaknya lebih banyak bekerja
dan memberi perhatian besar pada pengembangan pendidikan ketimbang memanfaatkan
pendidikan sebagai sumber rezeki bagi oknum atau pegawai-pegawai departemen itu.
Dari sekolah dasar hingga universitas, misalnya, siswa sudah dipantau dan diarahkan untuk
mendapatkan pendidikan yang cocok untuknya.Jadi, tidak semua warga layak atau bebas
masuk universitas di Singapura.Bagi mereka yang tidak layak masuk universitas di
Singapura, memang bebas memilih kuliah di luar negeri sesuai dengan kemampuan orangtua,
tetapi tidak bebas masuk universitas di Singapura jika tidak melewati tes tertentu.
Dosen-dosen dan guru di Singapura juga tidak kalah profesionalnya.Dengan gaji yang
tergolong memadai, orang- orang terangsang menjadi guru.Tidak semua guru berasal dari
Singapura sendiri.
Dosen-dosen di NTU, misalnya, tidak sedikit yang menjadi orang-orang hebat di negara
asalnya dan kemudian direkrut menjadi dosen di Singapura.Masalahnya, Singapura berniat
menjadikan dirinya sebagai pusat pendidikan berkelas internasional, setelah berhasil
menjadikan dirinya sebagai pusat pelayanan kesehatan terbagus di Asia Tenggara.
Kegiatan di universitas dan di sekolah-sekolah bukan sebatas acara belajar-mengajar rutin di
ruang-ruang kelas.Hampir setiap bulan tampil pembicara tamu berkaliber internasional
membawakan topik-topik baru yang ditemukan di dunia.
Pemerintah Singapura tidak segan-segan mendatangkan, misalnya, Michael Porter, Philip
Kottler, ahli manajemen terkenal di dunia, serta dosen-dosen kaliber internasional yang
memang mahal tarifnya tetapi Singapura tidak pelit soal itu.
Jadi, selain mendapatkan ilmu, mahasiswa juga diberi pencerahan dengan menghadiri
seminar-seminar gratis tetapi sangat berkualitas.Jangan bayangkan presentasi mereka seperti
guru-guru atau dosen-dosen yang direkrut begitu saja untuk jadi pengajar P4 yang membuat
ngantuk di negara kita pada zaman Orde Baru.
Gilanya lagi, sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan di Singapura tidak berhenti
melirik perkembangan pendidikan di negara lain. Maka, muncullah misalnya aliansi antara
sekolah bisnis di NTU dan Sloan School of Management di Massachusetts Institute of
Technology.
Aliansi seperti itu dibiarkan dirangsang sendiri oleh masing-masing fakultas.Universitas
hanya memberi persetujuan.Otonomi masing-masing fakultas dibuat sedemikian tinggi dan
dibiarkan mampu memikirkan pengembangan diri sendiri.Soal pendanaan, tampaknya tidak
menjadi masalah.NTU, misalnya, sudah memiliki endowment fund dari pemerintah sebesar
200 juta dollar Singapura.
Maka, tidak heran jika NTU, NUS, dan Singapore Management University dengan mudah
membangun aliansi dengan Harvard University, Wharton School, dan universitas kelas satu
lainnya di AS. Kerja sama internasional pendidikan juga dilakukan dengan banyak negara.
Namun, kemajuan pendidikan di AS membuat Singapura lebih berkiblat ke AS.
Mahasiswa di Singapura sering kali mendapatkan kesempatan untuk melakukan studi tur
dengan menjelajah dunia.Bagi mahasiswa yang mampu dibiarkan membayar sendiri, tetapi
dengan subsidi universitas.Namun, bagi yang tidak mampu tersedia beasiswa yang
memungkinkan mereka tinggal di hotel, seperti JW Marriott.Bayangkan, misalnya, selama
satu setengah bulan mahasiswa pascasarjana di Nanyang MBA Fellowship Programme
tinggal di apartemen yang dikelola JW Marriott di Boston.
Jadi, persoalan bukanlah pada fasilitas dan beasiswa.Mahasiswa tinggal menyediakan waktu
dan niat untuk belajar tekun tanpa harus diganggu oleh ketiadaan biaya.Bukan hanya itu,
Pemerintah Singapura tidak saja bersedia mendidik warganya, tetapi juga bersedia merekrut
calon-calon siswa dan mahasiswa dari negara tetangga dan dengan beasiswa serta tawaran
kesempatan kerja di Singapura.Karena itu, tidak heran jika ada warga melayu dari Padang
hingga Klaten belajar di Singapura dengan bantuan, termasuk ongkos pesawat pergi pulang
saat liburan.
Singapura sadar akan potensi kekurangan tenaga kerja. Niat Singapura untuk menawarkan
beasiswa bukan sekadar menjadikan mereka sebagai tenaga di Singapura suatu saat.Bagi
mahasiswa yang kembali bekerja di negara asalnya, setidaknya diharapkan bisa menjadi
orang yang kenal dan sayang dengan Singapura dan bisa menjadi jaringan Singapura di
kemudian hari.
Bukan itu saja, dengan mengundang mahasiswa dari luar, Pemerintah Singapura otomatis
membuat warganya terbiasa bergaul secara internasional ketika masih berada di sekolah.Itu
sesuai dengan posisi Singapura sebagai hub regional sehingga warganya tidak menjadi seperti
katak di bawah tempurung.Bicara soal silabus dan kurikulum, departemen pendidikan di
Singapura setiap kali bekerja untuk melakukan evaluasi.Setiap perkembangan baru selalu
disisipkan pada silabus baru.
Jadi, itulah pendidikan di Singapura, bukan sekadar menyediakan sarana dan prasarana yang
baik, tetapi terus melakukan up-dating dari tahun ke tahun.Itu semua dilakukan sebagai
pengejawantahan visi dan misi pendidikan di Singapura.
Bukan itu saja, iklim persaingan di antara keluarga dan komunitas di Singapura menjadi salah
satu kunci rahasia sukses pendidikan di Singapura. Bayangkan, orangtua, rekan, pasangan,
atau pacar seperti “memaksa” siswa dan mahasiswa untuk menjadi juara satu atau tidak sama
sekali. Hanya ada satu orang juara satu. Akan tetapi, dengan prinsip itu, semua orang
berlomba mendapatkan nilai terbaik dan tidak jarang sejumlah besar mahasiswa sama-sama
memiliki nilai A semuanya.
Apa sih kurangnya pendidikan di Singapura? Tidak ada jika dibandingkan dengan pendidikan
di Indonesia, misalnya.Yang mungkin masih kurang adalah keberanian siswa dan mahasiswa
berbicara di ruang kelas dan mempertanyakan kebenaran sistem dari negara yang tidak begitu
bebas.Mahasiswa Singapura tidak begitu cerewet di kelas seperti masyarakatnya.Inilah yang
disadari oleh PM Lee Hsien Loong (BG Lee).Kebebasan berekspresi secara nasional ala
Singapura ternyata berdampak di kelas-kelas.Maka itu, kini BG Lee menawarkan paradigma
baru, yakni kebebasan bicara.
Soalnya, aneh memang jika di kelas pun mahasiswa harus ramah dan menurut. Bukankah
pendidikan bermaksud mencari kebenaran atas yang salah, termasuk kediktatoran ala
Singapura yang dimulai oleh mantan PM Lee Kuan Yew, yang melarang oposisi berkoak-
koak?

Biaya Sekolah di Singapura


Pendidikan Dasar
Untuk sekolah negeri dan sekolah bantuan Pemerintah, biaya per bulan adalah sebagai
berikut:
 S$120 untuk Sekolah Dasar
 S$170 untuk Sekolah Lanjutan
 S$280 untuk Pendidikan Pra Universitas/ akademi
Mengenai biaya sekolah independen dan daerah sangat bervariasi, silahkan periksa langsung
ke institusi yang dimaksud.
Institusi Menengah
Biaya Pendidikan dapat berubah setiap tahunnya.
Untuk melihat biaya sekolah di Singapura yang lebih lengkap bisa di baca di Singapore Edu
Website.

Mendaftar Sekolah di Singapura


Untuk membantu memastikan bahwa anda telah mengambil langkah yang tepat dalam
melakukan pendaftaran, kami secara rinci menjelaskan di link ini prosedur pendaftaran ke
berbagai institusi yang berbeda di Singapura

Kurikulum Indonesia dan Singapura


Kurikulum di Indonesia dan Kurikulum di Singapura
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, dikatakan bahwa kurikulum adalah separangkat rencana
dan pengaturan mengenai sisi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajarmengajar.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedomanpenyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sebagai salah satu kompenen sistem pendidikan, kurikulum memiliki tiga peran, yaiut peran
konservatif, peran kreatif, sertaperan kritis dan evaluatif (Hamalik, 1990).
Dari pengertian tersebut diatas, kita ketahui bahwa setiap penyelenggaraan pendidikan
membutuhkan kurikulum sebagai pedoman. Setiap negara di dunia ini pasti melaksanakan
kegiatan pendidikan bagi rakyatnya, dapatdipastikan juga setiap negara memiliki kurikulum
tersendiri dalam mengatur penyelenggaraanpendidikan rakyatnya. Seperti halnya kita ketahui
di Indonesia menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, bagaimana dengan
kurikulum di negara lain?
Kurikulum di Indonesia
Kurikulum yang digunakan di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yaitu sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia . KTSP secara yuridis
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan . Penyusunan KTSP oleh sekolah mengacu pada Standar Isi (SI)
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana
yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22
Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, sertaPanduan Pengembangan KTSP yang
dikeluarkan oleh BSNP.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun
pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu
sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan
muatankurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan
KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi (SI) adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan
silabus pembelajaran yang harus dipenuhipeserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang memuat:
· kerangka dasar dan strukturkurikulum,
· beban belajar ,
· kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan ditingkat satuan pendidikan, dan
· kalender pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik
dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuanlulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang
telah disepakati
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar
nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana danprasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi
kesempatanpeserta didik untuk :
– belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
– belajar untuk memahami dan menghayati,
– belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
– belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain,
– belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan.

Karakteristik KTSP:
· Dilihat dari desainnya KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu.
· KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangann individu.
· KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah.
· KTSP merupakan kurikulum teknologis.

Kurikulum di Singapura

Visi dari DepartemenPendidikan Singapura adalah “ Thinking Schools, Learning


Nation”. Jika diartikan dalam secara kasar dalam Bahasa Indonesia berarti berpikir sekolah,
belajar nasionalitas. Maksudnya dengan belajar di sekolah diharapkan siswa tumbuhrasa
nasionalitasnya terhadap negara.
Sistem pendidikan di Singapura bertujuan untuk mecetak pelajar yang berpendidikan
luas. Dengan karakteristik di Singapura yang memiliki banyak budaya dan ras, kebijakan
untuk menggunakan bahasa bilingual menjadi salah satu kunci dalam pendidikan di
Singapura. Setiap siswa belajar Bahasa Inggris yang menjadi bahasa utama dalam dunia
pekerjaan, tetapi mereka juga mempelajari bahasa ibu mereka (Bahasa Cina, Melayu, Tamil)
untuk mempertahankan identitasnilai dan budayanya.
Harapan dari hasil pendidikan tersebut menghasilkanpelajar yang baik disegala
bidang,moral, intelektual, fisik, sosial dandelapan estetika dari kemampuandan nilai yang
utama.
Delapan estetika dari kemampuandan nilai yang utama tersebut adalah:
1. perkembangan karakter
2. manajemen diri sendiri
3. sosial dan kooperatif
4. membaca dan berhitung
5. komunikasi
6. informasi
7. kemampuan berpikir dan kreatif
8. pengetahuan penerapan ilmu.

Untuk mencapai pelajar yang menguasai setiap bidang yang dipelajari, terdapat tiga hal,
yaitu: kurikulum, strategi mengajar, penilaian.
Kurikulum termasuk didalamnya tujuan dan objek, isi, kemampuandan kompetensi
dibutuhkan untuk pembuatan silabus. Strategi mengajar yang tepat disusun untuk menjadikan
kelas yang sesuai dengan silabus. Dan untuk mengevaluasi hasil yang didapat oleh siswa
digunakan penilaian secara formatif dan sumatif.
Setiap anak di Singapura mempunyai kesempatan sedikitnya 10 tahun untuk
pendidikan dasar. 6 tahun pada pendidikan primer dan 4 tahun pada pendidikan sekunder.
Pada pendidikan primer bertujuan untuk memberikan kemampuan yang baik dalam Bahasa
Inggris, Bahasa Ibu, dan Matematika. Sebagai tambahannya, siswa mempelajari Ilmu Alam,
Ilmu Sosial,Kewarganegaran dan Pendidikan Moral, Musik, Seni, Pendidikan Fisik dan
Kesehatan. Pada akhir Pendidikan siswa diberikan ujian (The Primary School Leaving
Examination – PSLE). Hasil PSLE tersebut digunakan untuk menentukan pendidikan
sekunderyang tepat bagi mereka
Pada pendidikan sekunder semua siswa disarankanmengkombinasikan mata
pelajaranutama dan mata pelajaran pilihan.Mata pelajaran utama yaitu Bahasa Inggris,
Bahasa Ibu, Matematika, Pelajaran Kemanusiaan, dan Ilmu Alam. Mata pelajaran pilihan
Pelajaran Kemanusiaan, Ilmu Alam, dna Literatur Bahasa Cina.
Struktur dari kurikulum nasional adalah desentralisasi, dimana sekolah dapat
memodifikasi kurikulum tersebut sesuai dengna kebutuhan siswa. Pedagogi yangdipakai guru
akan diberikan dasarnya oleh pemerintah sehingga guru dapat mengembangkan dan berbagi
dengan guru lainnya dalam suatukomunitas. Penilaian menjadi hal yang wajib dilakukkan
dalam memantau standar dan memantau tercapainya tujuan. Untuk menciptakan siswa yang
unggul tidak hanya dibutuhkan kurikulum yang baik, juga guru dipersiapkan untuk mendidik
siswa dengan kemampuan yang telah dipersiapkan.
Kesimpulan dari semuanya adalah kurikulum dibuat untuk menyambut abad 21
mendatang. Guru harus fokus pada bagaimana mengajar dan meningkatkan pengetahuan dan
skill. Penilaian atau ujian akan disesuaikan dan dirancang agar siswa dapat menghadapi
masalah yang mungkin akan mereka hadapi di kehidupannya.
Analisis
Jika menganalisis kedua kurikulum diatas, didapatkan satu garis besar darikedua kurikulum
tersebut, yaitu sistem kurikulum yang dipakai bersifat desentralisasi. Dimana konsep dasar
kurikulum dibuat oleh pemerintah pusat dan konten isi diberikan kebebasan bagi sekolah
untuk mengembangkannya sesuai dengan karakteristik budaya, daerah tempat kurikulum
tersebut digunakan.
Mengamati tujuan dari hasil keluaran siswa atau lulusan dari hasil kurikulum, pada KTSP
yang paling ditonjolkan adalah memunculkan sikap aktif dari siswa sehingga setelah
masasekolahnya siswa dapat berpikir aktif dan kreatif. Pada kurikulumSingapura, hal yang
diutamakan adalah rasa nasionalitas dan loyalitas siswa pada negara, serta membentuk siswa
yang dapat bersaing di era globalisasi. Disini terlihat bahwa garis besar dari tujuan dari kedua
kurikulum tersebut adalah menciptakan manusia yang dapat bertahan hidup dan bersaing di
masa yangakan datang secara kompeten
DAFTAR PUSTAKA
*. Sanjaya, Budi. KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (what`s Up..?!?). Tersedia di
: http://guruw.wordpress.com/2007/04/30/ktsp-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan-whats-
up/ [online]. Tanggal diakses 28 Desember 2011.
*. Sanjaya,Wina. 2009. KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN, Teori dan Praktik
Pemngembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: KENCANA
*. NN. Basic Education Curriculum Revisited: A Look at the Current Content and Reform.
Tersedia di : http://www.vnseameo.org/downloads/malay/Singapore.doc%5Bonline%5D.
Tanggal diakses 27 Desember 2011
*. NN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Tersedia di
:http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Tingkat_Satuan_Pendidikan%5Bonline%5D.
Tanggal diakses 28 Desember 2011.
Dan tulisan ini diambil dari http://gafagum.blogspot.com/2012/01/kurikulum-di-indonesia-
dan-kurikulum-di.html

Kurikulum di Finlandia
salah satu prinsip kurikulum di Finlandia adalah Non-discrimination and equal
treatment yang berarti tidak ada diskriminasi dan mendapat perlakuan yang sama. di
Finlandia semua anak punya hak sama dalam pendidikan, tidak dibedakan antara si kaya dan
si miskin dan semua sekolah tidak dibedakan baik itu sekolah favorit atau tidak. jadi siswa
bisa masuk ke sekolah mana saja karena semua sekolah sama. hal lain yang membuat sistem
pendidikan di Finlandia berbeda adalah karena tidak ada assessment atau penilaian. siswa-
siswa di Finlandia dibimbing untuk memiliki hak yang sama ketika belajar, maka tidak heran
jika di dalam kelas mereka memiliki minimal dua guru untuk mengajar, 1 bertindak sebagai
guru utama dan 1-nya sebagai asisten. di sisi lain berdasarkan hak dasar warga Finlandia,
prinsip Receive understanding and have their say in accordance with their age and
maturity yaitu menerima pemahaman dan pendapat sesuai umur dan kedewasaan. jadi mereka
memiliki hak mendapatkan ilmu sesuai umur mereka tanpa diskriminasi. mereka juga
mendapatakan dukungan spesial jika dibutuhkan seperti anak cacat dan anak-anak yang
membutuhkan waktu ektra akan memiliki kelas tambahan untuk diajarkan secara khusus agar
mereka mendapatkan hal yang sama seperti anak lainnya.
Dari segi mata pelajaran di Finlandia memiliki 6 mata pelajaran inti yang semuanya
terbungkus dengan kata orientation. kenapa ada kataorientation? karena kurikulum di
Finlandia memiliki konsep gagasan bahwa 6 mata pelajaran ini bukan mengharuskan siswa
belajar isi dari seluruh pelajaran ini namun mengajak anak didik untuk mulai memperoleh
kemampuan menjelajah dan memahami fenomena-fenomena alam yang ada disekitar mereka.
maka jika anda melihat ada tiga kata yang dipakai disini yaitu examine, understand, &
experience. jadi siswa melatih kemudian memahami dan mencoba. jadi pada hakikatnya
siswa di Finlandia tidak belajar isi dari buku-buku tetapi berinteraksi dengan ilmu-ilmu
tersebut. tentunya dengan fasilitas yang lengkap di setiap sekolah, baik desa maupun kota.
Hal menarik lainnya adalah bagaimana seorang guru mengajar di Finlandia tidak
sebatas hanya di dalam kelas. siswa diajak mengekplorasi pengetahuan secara langsung di
luar kelas ketika bahan ajar berkaitan dengan lingkungan. jadi dalam hal ini siswa tidak
semata-mata belajar teori namun terjun ke lapangan untuk membuka wawasan mereka
tentang alam demi mendapatkan pengetahuan dari pengalaman secara langsung.
jangan heran jika di Finlandia ada yang namanya Parental engagement,orang tua
siswa juga terlibat dalam pendidikan anak jadi mereka juga secara tidak langsung memiliki
ikatan kerjasama dengan sekolah. tujuannya adalah agar memungkinkan pihak sekolah tahu
bakat anak secara akurat lebih dini jadi apa yang dibutuhkan si anak lebih tersalurkan di
sekolah dengan informasi dari orangtuanya ke pihak sekolah. luar biasa bukan? dan ini
mereka lakukan dalam bentuk diskusi bersama orangtua dan staff.
tidak hanya itu, orang tua juga memiliki hak mengevaluasi kurikulum sehingga
mereka punya hak memberikan saran untuk perkembangan si anak. ini adalah peran nyata
orangtua dalam pendidikan. jadi orantua di Finlandia tidak sekedar mendaftarkan anak ke
sekolah dan terus selesai, mereka punya tanggungjawab sebagai orangtua untuk memonitor
kemajuan si anak dengan baik melalui keterlibatan memberikan saran dan pendapat untuk
perbaikan kurikulum jika dibutuhkan.

Kurikulum di Indonesia
di atas saya sudah menjelaskan bagaimana kurikulum di Finlandia di Jalankan. nah,
sekarang mari kita bandingkan dengan kurikulum di Indonesia. di Indonesia kurikulum di
atur oleh pemerintah pusat dengan keterlibatan mereka yang ahli dalam bidang kurikulum.
kurikulum hanya bisa diubah oleh pemerintah sementara masyarakat hanya menjadi
konsumen yang patuh dan taat. orangtua didik juga tidak terlibat apapun dalam hal
kurikulum. lantas, bagaimana melihat kurikulum kita berhasil atau tidak? apa cukup dengan
nilai UAN?

untuk menjawab pertanyaan diatas mungkin anda bisa menerka-nerka jawaban sesuai
pengalaman anda yang sudah lama belajar di Indonesia dan tanyakan pada diri anda sendiri
apakah selama ini anda merasa puasa dengan sistem pembelajaran yang ada.
menerapkan kurikulum dari negara maju sah-sah saja selama diterapkan dengan benar
dan tepat sasaran. namun dari itu apakah kita siap mengadopsi sistem negara maju yang
mereka memang kondisi pendidikan didukung baik oleh sarana dan prasarana dan guru yang
memiliki latar belakang keilmuan dan pengalaman yang baik. sementara di Indonesia, secara
kasat mata kita bisa melihat bahwa pendidikan kita sama sekali belum merata. Di desa dan di
kota sangat berbeda dari segi fasilitas, guru dan lingkungan. jadi jelas kompetensi gurunya
berbeda dan sistem pembelajarannya juga akan berbeda.
Dalam hal fasilitas kita masih tertingga jauh dengan negara maju seperti Finlandia.
yang saya maksud disini adalah fasilitas sekolah untuk mendukung kegiatan belajar. termasuk
laboratorium bahasa, sains dan lainnya. tanpa fasilitas yang memadai sangat sulit untuk
menelurkan siswa yang berprestasi dibidangnya. terlebih jika kita berbicara dengan sekolah-
sekolah di pinggiran desa yang jauh dari kata wajar dan bahkan jarang mendapat bantuan,
dikunjungipun hampir tidak pernah. jadi siapkah mereka memulai kurikulum baru ini.
Guru juga memiliki peran aktif dalam hal menjalankan kurikulum ini. sosialisai
tentang kurikulum 2013 ini sangat penting agar guru tidak mengalami "serangan jantung"
tiba-tiba. tanpa pengetahuan yang cukup maka guru tidak akan bisa mengaplikasikan
kurikulum baru ini. terlebih lagi dalam kurikulum baru ini guru dituntut lebih mandari dan
aktif menciptakan bahan. disini guru dituntut melakukan tiga hal yaituGuide, teach,
explain. guru diharapkan dapat membimbing siswa, mengajarkan mereka dan menjelaskan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan. jadi tidak sebatas mengeluarkan isi buku dan dimasukkan
ke kepala siswa, tetapi peran aktif guru lebih dituntut untuk menuntun siswa mendapatkan
apa yang seharusnya mereka dapat di sekolah.

Keterlibatan pihak ketiga seperti orang tua juga harus dipikirkan kedepan. jadi tidak hanya
sebatas belajar di sekolah dan selesai. orangtua harus diajak terlibat dengan pendidikan anak
agar mereka mengerti akan apa yang dibutuhkan anak. dalam hal ini pihak sekolah memiliki
peran menghubungkan orangtua dan guru sehingga bakat anak bisa tersalurkan dengan tepat.
orangtua tentu mengetahui bakat anak lebih baik dari guru jadi tugas orangtua adalah
berkoordinasi dengan guru melalui keterlibatan dalam evaluasi. nantinya ini bisa menjadi
masukan bagi guru dan juga pemerintah dalam hal evaluasi kurikulum.
Akhirnya saya berharap pemerintah dapat lebih terbuka dalam hal perubahan
kurikulum dengan melibatkan siswa, guru dan masyarakat. karena pada hakikinya merekalah
yang lebih berperan dalan hal pendidikan karena mereka lebih tahu dengan pengalaman
dilapangan. semoga kurikulum 2013 akan lebih baik dari kurikulum-kurikulum sebelumnya.
semoga!

7 Kebijakan Tentang Pendidikan Terbaik di Finlandia :


1. Seleksi Guru Yang Ketat
Di negara Finlandia guru adalah profesi terhormat dan membanggakan. Guru adalah profesi
yang diidamkan oleh para pemuda. Seleksi untuk mengajar di suatu sekolah sangat ketat.
Calon guru dengan ijazah S-1 hanya 5% yang diterima dan calon guru dengan ijazah S-2 20%
diterima. Dengan seleksi guru yang ketat, terjadilah guru-guru berkualitas. Dengan guru yang
berkualitas maka akan tercipta pulalah pendidikan yang berkualitas.
2. Gaji Tinggi
Taukah anda berapa gaji guru di Finlandia ? Gaji guru di Finlandia adalah 40 juta perbulan.
Hal tersebut mengantarkan gaji guru tertinggi ke-5 di dunia. Sebelum menjadi guru tentunya
mereka harus masuk pada fakultas keguruan terlebih dahulu. Di Finlandia untuk masuk ke
fakultas keguruan lebih sulit dibandingkan dengan masuk ke fakultas kedokteran.
3. Pendidikan Anak Usia Dini
Otoritas pendidikan di Finlandia mempercayai 90% pertumbuhan otak terjadi pada usia
balita, sehingga masa ini menjadi strategis untuk mengoptimalkan kerja otak. Finlandia terus
mempersiapkan pendidikan anak untuk lebih baik. Pendidikan Anak Usia Dini adalah titik
berat pendidikan di Finlandia. Mulai ajak Anak Anda ke PAUD.
4. Kurikulum yang Konsisten
Kurikulum di negara pendidikan terbaik di dunia ini telah sejak lama mempersiapkan
kurikulum mereka. Pendidikan di Finlandia jarang mengganti kurikulum pendidikannya.
Mereka terkesan tak mau coba-coba terhadap kurikulum yang baru. Dengan demikian tak
akan terjadi kebingungan antara guru dan murid, dan fokus pada tujuan pendidikan tercapai.
Bagaimana dengan kurikulum pendidikan di Indonesia ? Semoga menjadi lebih baik.
5. Meminimalisir Ujian
Pemerintah Finlandia percaya bila ujian banyak itu hanya akan memfokuskan siswa pada
nilai sekedar lulus. Pendidikan Finlandia membimbing siswa untuk lebih mandiri, terampil,
cerdas, dan kemampuan mencari informasi secara independen. Model pembelajaran di
Finlandia mendorong siswa untuk lebih cerdas dan mandiri.
6. Tak Ada Ranking
Tak ada ranking membuat mental siswa Finlandia kuat. Seolah-olah tak ada diskriminasi, dan
di Finlandia tak ada kelas unggulan. Penilaian didasarkan pada bagaimana mereka
mengerjakan tugas, dan bukan pada benar atau salahnya jawaban. Penilaian didasarkan pada
usaha mereka mengerjakan tugas. Program remedial adalah waktu siswa memperbaiki
kesalahannya. Para siswa berusaha untuk membawa sekolah sebagai kegiatan yang
menyenangkan.
7. Biaya Pendidikan Ditanggung Negara
Biaya pendidikan di Finlandia ditanggung oleh negara. Dengan penduduk hanya 5 juta jiwa
pemerintah mampu menanggung biaya pendidikan sebesar 200 ribu euro. Biaya tersebut per
siswa hingga menuju perguruan tinggi. Jadi keluarga miskin dan kaya mampu merasakan
kesempatan belajar yang sama.
Sebuah kesimpulan dari artikel pendidikan di atas, yakni pendidikan terbaik berawal dari
kualitas guru atau staff pengajar yang berkualitas. Dengan guru yang berkualitas maka akan
menghasilkan pulalah siswa didik yang berkualitas.
Referensi artikel : Edukasi Kompasiana & http://tulisbaca.com

KURIKULUM DI JEPANG
sistem pendidikan di Jepang ini mengalami perkembangan dan pembaruan sesuai dengan
kebutuhan negara dan bangsa serta tuntutan zaman. Sistem pendidikan yang berlaku di
Jepang ternyata memberikan kontribusi yang signifikan dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi yang pesat di "negeri matahari terbit" itu. Di sini kami akan mencoba mengupas
tentang sistem pendidikan di Jepang yang kami fokuskan pada pendidikan dasar (Hoikuen =
Playgroup / Day Care, Youchien = Taman Kanak-Kanak, dan Shougakkou =Sekolah Dasar),
khususnya tentang materi apa yang diberikan kepada anak-anak selama pendidikan dasar
tersebut.
Kurikulum sekolah di Jepang disusun oleh bagian perencanaan kurikulum yang terdapat
dalam Kementerian Pendidikan (MEXT: Ministry of Education, Culture, Sports, Science
and ). Dalam panduannya tentang pendidikan dasar (compulsory education) disebutkan
bahwa tujuan pendidikan secara umum yang diberikan dalam pendidikan dasar ini adalah
sebagai berikut:
o untuk menumbuhkan fondasi untuk hidup mandiri dalam masyarakat
o untuk mengembangkan kemampuan masing-masing individu
o untuk mendorong kualitas dasar yang diperlukan bagi mereka untuk membentuk
negara dan masyarakat.
Untuk menjamin kesempatan warga negara akan pendidikan dasar dan memastikan standar
yang memadai, pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab atas terselenggaranya wajib
belajar melalui pembagian peran yang tepat dan kerja sama yang saling menguntungkan.
Tidak ada biaya yang dikenakan untuk pendidikan wajib di sekolah-sekolah yang didirikan
oleh pemerintah pusat dan daerah.
Adanya tanggung jawab bersama dan kerja sama yang baik antara orang tua, sekolah,
pemerintah pusat, dan daerah, serta masyarakat setempat memegang peran penting dalam
menyukseskan pendidikan di Jepang ini. Pemerintah pusat dan derah wajib berupaya untuk
meningkatkan pendidikan di masyarakat dengan mendirikan perpustakaan,
museum, community hall, dan fasilitas pendidikan sosial, membuka penggunaan fasilitas
sekolah, memberikan kesempatan untuk belajar, memperoleh informasi yang relevan, dan
cara lain yang sesuai.
Panduan kurikulum di sekolah disebut Gakushu Shidouyouryou (GS) yang diakui secara
hukum sehingga pelanggaran terhadapnya akan dikenai sanksi hukum. GS merupakan
panduan kurikulum untuk SD (shougakkou), SMP (chuu-gakkou), SMP-SMA satu
atap (chuutou-kyouiku-gakkou), SMA (koutou-gakkou), dan SLB (tokubetsu-shien-gakkou),
sedangkan untuk panduan kurikulum Taman Kanak-Kanak (youchien) disebut youchien-
kyouiku-youryou.
Taman Kanak-Kanak (Youchien, Hoikuen)
Berikut ini adalah hal-hal yang harus ditekankan dalam pendidikan di Taman Kanak-Kanak
(sumber: Courses of Study, Kindergarten, MEXT):
o Mendorong anak-anak untuk melakukan kegiatan sukarela yang memungkinkan
mereka memimpin kehidupan yang tepat untuk usia dini. Hal ini didasarkan pada
gagasan bahwa anak-anak memanfaatkan pengalaman penting untuk perkembangan
mereka dengan menunjukkan kemampuan mereka dalam emosi yang stabil.
o Secara komprehensif mencapai tujuan pendidikan melalui bermain yang berpusat
pada instruksi. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa bermain sebagai 'kegiatan
sukarela anak' adalah aspek penting dari pembelajaran yang memupuk fondasi bagi
keseimbangan fisik dan mental.
o Bertujuan untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan dengan merespon karakter
individual setiap anak. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa perkembangan awal
masa kanak-kanak dicapai melalui proses yang beragam dan interaksi antara berbagai
aspek fisik dan mental dan bahwa pengalaman hidup dari masing-masing anak beragam.
Dalam hal ini, guru harus menciptakan lingkungan belajar yang bisa mendorong
anak-anak berpartisipasi dalam kegiatan sukarela berdasarkan pada pemahaman dan
mengantisipasi kegiatan individu setiap anak. Oleh karena itu, guru harus membuat fisik
dan psikologis lingkungan yang mengakui pentingnya hubungan yang baik antara anak,
guru, dan segala sesuatu. Guru juga harus bermain berbagai peran tergantung pada
kegiatan masing-masing anak dan harus berupaya untuk membuat kegiatan yang lebih
memperkaya anak-anak.
Tujuan pendidikan di Taman Kanak-Kanak yang berpusat pada emosi, sikap, dan lain lain
sebagai dasar bagi anak-anak untuk merangkul semangat hidup diharapkan bisa
dikembangkan pada saat mereka meninggalkan Taman Kanak-Kanak, dengan
mengintegrasikan aspek perkembangan anak: kesehatan (fisik dan mental), hubungan
manusia (hubungan antara anak dan orang lain), lingkungan, bahasa, dan ekspresi (perasaan
dan emosi). Dalam pelaksanaannya, anak-anak diajarkan berbagai kebiasaan-kebiasaan
misalnya: kebiasaan dalam makan, membuang sampah, bermain dan membereskan mainan,
disiplin dalam hal membaca, berolah raga, mengucap salam, bagaimana bekerjasama dengan
teman, berani tampil di depan orang banyak, bagaimana bersikap dengan orang tua, kakek,
nenek, bersahabat dengan alam, dan masih banyak lagi yang lain. Tentunya dengan
pendekatan anak-anak yang diwujudkan dalam berbagai aktivitas dan kegiatan.
Berikut ini adalah contoh kegiatan-kegiatan di tingkat TK:
o Kegiatan makan
Setiap bulan sekolah memberikan jadwal kapan harus membawa bekal dari rumah,
kapan dari sekolah, kapan jadwal makan siang dengan roti, tergantung masing-masing
sekolah. Dengan perlengkapan makan yang tidak sedikit (sendok, garpu, hashi (sumpit),
lap basah, alas makan, serbet), anak-anak makan bersama-sama yang biasanya didahului
dengan sebuah nyanyian diiringi piano dari sensei dan nyanyian itu diakhiri dengan
suara lantang anak anak “itadakimasu”, yang artinya "saya terima makanan (pemberian)
ini".
o Bermain
 Setiap kali selesai bermain anak-anak selalu dilatih untuk juga bersama-sama
membereskan mainannya
 Di musim dingin pun anak-anak diagendakan untuk bermain di luar. Biasanya
sekolah akan memberikan jadwal kepada orang tua kapan anak-anak bermain di
luar di musim dingin agar pakaian dan perlengkapannya tepat untuk kondisi dingin
bahkan yang bersalju (ski, bermain salju, dan lain lain)

o Membaca buku
Satu minggu sekali, biasanya hari Jumat (beberapa sekolah ada yang seminggu dua kali,
biasanya hari Rabu dan Jumat) anak-anak boleh meminjam buku di perpustakaan
sekolah untuk dibawa pulang dan dibaca di rumah
o Berkebun
Anak-anak juga diajari berkebun. Untuk sekolah-sekolah yang mempunyai halaman luas
biasanya sebagian digunakan untuk berkebun, menanam, dan memanen bersama anak-
anak, kemudian hasil kebunnya dimanfaatkan bersama anak-anak juga, misalnya
kentang, bayam Jepang, wortel, daikon(lobak), dan tanaman yang lain.
o Tampil di depan umum
Happyokai (pertunjukan) adalah salah satu kegiatan anak yang bertujuan melatih anak
untuk berani tampil di depan umum
o Ketrampilan
Kegiatan ketrampilan pun tidak kalah seru buat anak-anak. Dengan memanfaatkan
barang- barang bekas, anak-anak didorong untuk berkreasi menciptakan bentuk-bentuk
menarik seperti: mobil, gedung, kereta, tas, dan sebagainya. Ada juga seni melipat kertas
(origami) yang banyak disukai anak-anak. Dengan dipandu sensei (guru), anak-anak
dilatih untuk bisa membuat bentuk-bentuk sederhana seperti pesawat, bintang, perahu,
burung, meja dan lainnya.
o Kesenian
Kegiatan seni juga merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak. Mereka
belajar menyanyi dan memainkan alat musik.
o Outdoor activities
Kegiatan luar (ensoku) seperti ke kebun binatang, taman, atau museum juga merupakan
kegiatan yang sangat ditunggu-tunggu oleh anak-anak. Kadang-kadang sekolah juga
mengikutkan orang tua dalam kegiatan ini. Senseiselain merancang acara untuk anak-
anak juga menyiapkan game untuk orang tua bersama anak.
o Olahraga
 Undokai merupakan festival olah raga dalam rangka memperingati Hari Olah
Nasional di Jepang. Kegiatan ini dipersiapkan dengan sungguh-sungguh oleh
sekolah bersama PTA (Parents Teachers Association). Hampir setiap hari anak-
anak berlatih bersama sensei mereka untuk mempersiapkan “atraksi” yang akan
ditampilkan di acaraundokai ini. Pada saat undokai ini, pihak sekolah juga
mengundang orang tua dan keluarga dari anak didiknya (kakek, nenek, adik, kakak)
untuk turut serta menyaksikan anak-anak mereka saat “berlaga” di lapangan. Tidak
hanya menonton, orang tua dan keluarga mereka pun mendapat giliran tampil di
lapangan. Pihak sekolah bersama PTA juga merancang game yang menarik untuk
orang tua dan anggota keluarga mereka yang lain.
 Di musim panas, ada kegiatan renang dan bermain dengan air

Bermalam di sekolah
Pada kelas eldest (kelas 5 tahun), anak-anak yang sudah di semester akhir biasanya ada
kegiatanotomarikai (bermalam di sekolah). Anak-anak dilatih untuk berpisah tidur
dengan orang tuanya selama dua hari satu malam. Mereka tidur di sekolah bersama
teman-temannya disertai acara-acara yang sudah dirancang oleh para sensei yang
menyenangkan bagi anak-anak, bahkan beberapa sekolah mengadakan kegiatan ini tidak
di sekolah, tetapi di rumah gunung(yama no ie).
o Kegiatan-kegiatan lain yang tidak kalah menyenangkan bagi anak-anak
seperti mochitsuki (membuat mochibersama), memasak bersama (misalnya:
memasakudon (mie), kare, popcorn), dan natsu matsuri (festival musim panas)
Parents day
Hampir tiap bulan ada parents day, yaitu orang tua diundang ke sekolah dan terlibat
langsung dengan aktivitas sekolah saat itu seperti permainan bersama orang tua dan anak,
membuat prakarya bersama orang tua dan anak, menyaksikan langsung kegiatan makan
siang anak-anak, dan lain-lain

Sekolah Dasar (Shougakkou)


Anak-anak memasuki sekolah dasar (shougakkou) pada bulan April setelah ulang tahun ke-6
dan akan belajar di tingkat ini selama enam tahun. Mata pelajaran yang ada di sekolah dasar
Jepang berdasarkan kurikulum dari kementerian pendidikan adalah bahasa Jepang (kokugo),
aritmatika (sansuu), IPA atau science (rika), kebiasaan hidup (seikatsu), musik (ongaku),
menggambar dan kerajinan (zuga kousaku), perekonomian keluarga (katei), pendidikan fisik
(taiiku), pendidikan moral (doutoku), studi lingkungan hidup, aktivitas khusus, dan studi
terapan.
Secara umum, SD di Jepang hampir sama dengan di Indonesia. Perbedaannya terletak pada
pendekatan dan metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Di sekolah Jepang
anak-anak lebih banyak belajar dari eksperimen dan pengamatan sehingga anak-anak
mengerti dan memahami tidak hanya teori dan tidak mengandalkan hapalan. Di sini anak-
anak diajak memahami setiap materi dengan pengalaman mereka. Selain itu, hampir semua
kegiatan sekolah dilakukan anak-anak dengan berkelompok. Mereka bekerja sama dalam
kelompok. Dengan metode ini diharapkan anak-anak akan terlatih untuk kerja sama,
toleransi, berpikir kritis, dan saling membantu antara anak yang pandai dan kurang pandai
untuk menyelesaikan tugas.
Perbedaan nyata terlihat juga pada mata pelajaranseikatsu (kebiasaan hidup). Mata pelajaran
ini bertujuan untuk membiasakan anak-anak dengan cara hidup mandiri sehari-hari.
Ketimbang mulai mengajarkan IPA atau IPS, Jepang lebih memilih memperkenalkan tata
cara kehidupan sehari-hari kepada anak-anak yang baru menyelesaikan pembelajaran di TK-
nya, serta lebih difokuskan pada kegiatan bermain daripada belajar di dalam kelas.
Pembelajaran bahasa Jepang dan berhitung diajarkan lebih banyak dibandingkan pelajaran
lainnya. Pendidikan olah raga juga menjadi mata pelajaran yang diajarkan dalam jumlah yang
melebihi mata pelajaran lainnya selain bahasa dan berhitung. Sekolah-sekolah agama
diperkenankan mengajarkan agama (Kristen, Buddha, Sinto)sebagai bagian dari pendidikan
moral. Selain pendidikan akademik, pendidikan estetika berupa musik dan menggambar juga
diajarkan dalam porsi besar.
PTA (Parents and Teachers Association)
PTA adalah sebuah organisasi guru dan orang tua (wali murid) yang
memberikan support dan kontribusi aktif terhadap seluruh aktivitas anak-anak. Kerja
sama yang baik antara pihak sekolah dan orang tua memberikan kontribusi yang besar
terhadap suksesnya aktivitas sekolah. Contoh kegiatan dari PTA ini misalnya “Safety
Guidance for Travelling to and from School” (Panduan Keamanan Perjalanan ke dan dari
Sekolah).
Itulah kurang lebih gambaran Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar di Jepang. Ada
banyak hal yang bisa kita ambil dari sini, selain juga kita sebagai seorang muslim perlu
memberikan benteng keislaman atas hal-hal baru yang mereka dapatkan di sekolah terlebih
ketika hal itu bisa meracuni aqidah mereka. Ada banyak kebiasaan baik yang ditanamkan
pada anak dan itu harus kita gabungkan dengan kebiasaan yang Islami yang tidak mereka
dapatkan di sekolah misalnya salam“assalamu`alaikum “, berdoa sebelum melakukan
kegiatan apa pun, salat wajib, dan sebagainya.
Untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang sistem pendidikan di Jepang, insyaAllah tim PPA
Fahima akan mengadakan Taujih Online (TOL) dengan tema "Sistem Pendidikan di Jepang"
pada tanggal 28 Februari 2013. Nantikan informasi lebih lanjut pada undangan atau poster
yang akan kami rilis dalam waktu dekat. InsyaAllah.
Referensi:
o http://rumahfahima.org/en/artikel/pendidikan/277-sistem-pendidikan-prasekolah-
dan-dasar-di-jepang
o http://santosa-innovation.blogspot.jp/2011/09/kurikulum-dan-kompetendi-guru-di-
jepang_25.html
o http://www.mext.go.jp/english/lawandplan/index.htm
o http://krizi.wordpress.com/2011/09/13/metode-belajar-kerja-kelompok/
o Beberapa contoh pengalaman anak anak yang sekolah di Jepang
******

Makalah Kurikulum dan Kompetensi Guru di Jepang (3)


In Pendidikan Jepang, Penelitian Pendidikan on April 16, 2010 at 11:58 am
Sifat dan Karakteristik Kurikulum Jepang
a. SD
Kurikulum SD di Jepang hampir sama dengan kurikulum SD di Indonesia. Perbedaan nyata
terlihat pada mata pelajaran seikatsuka (kebiasaan hidup) yang diajarkan di kelas 1 dan 2.
Mapel ini bertujuan untuk membiasakan anak-anak dengan cara hidup mandiri sehari-hari.
Daripada mulai mengajarkan IPA atau IPS, Jepang lebih memilih memperkenalkan tata cara
kehidupan sehari-hari kepada anak-anak yang baru menyelesaikan pembelajaran di TK yang
lebih memfokuskan kegiatan bermain daripada belajar di dalam kelas.
Pembelajaran bahasa Jepang dan berhitung diajarkan lebih banyak dibandingkan pelajaran
lainnya. Pendidikan OR juga menjadi mapel yang diajarkan dalam jumlah yang melebihi
mapel lainnya selain bahasa dan berhitung. Adapun pendidikan moral diajarkan tidak secara
khusus dalam mapel tertentu, tetapi diajarkan oleh wali kelas sejam seminggu atau
diintegrasikan melalui pembelajaran mapel lain. Sekolah-sekolah agama diperkenankan
mengajarkan agama (Kristen, Buddha, Sinto) sebagai bagian dari pendidikan moral. Selain
pendidikan akademik, pendidikan estetika berupa musik dan menggambar juga diajarkan
dalam porsi besar di kelas 1 dan 2.
b. SMP
Kurikulum SMP juga menitikberatkan pada pendidikan bahasa Jepang, matematika, IPA dan
IPS. Pelajaran bahasa asing diajarkan dalam bentuk mapel pilihan, di antaranya bahasa
Inggris, bahasa Perancis, dan bahasa Jerman. Pelajaran bahasa Inggris baru dijadikan mapel
wajib di level SMP pada kurikulum 2002.
Pendidikan kesehatan jasmani diajarkan dalam jumlah jam belajar yang sama dengan SD (90
jam), tetapi berbeda dengan SD, pendidikan kesehatan di SMP terdiri atas Olahraga dan
pendidikan jasmani.
Adanya mata pelajaran pilihan di SMP, yaitu bahasa Jepang, IPS, Matematika,IPA,Musik,
Art, Pendidikan Jasmani Kesehatan, Keterampilan/ Homemaking, dan bahasa Asing,
merupakan perbedaan khas antara kurikulum SMP di Indonesia dan Jepang. Alokasi waktu
pembelajaran integrated course juga diberikan lebih besar dibandingkan dengan mapel yang
sama di SD.
Pendidikan dasar di Jepang juga dilengkapi dengan tokubetsukatsudou yang dapat
diterjemahkan sebagai aktivitas khusus atau semacam ekstra kurikuler di Indonesia, tetapi
agak berbeda karena kegiatan ini meliputi OSIS, kegiatan kelas, kegiatan klub olahraga dan
seni, event sekolah dan pendidikan moral. Event sekolah seperti festival sekolah (gakkousai)
dipersiapkan per kelas dengan bimbingan penuh dari wali kelas.
c. SMA
Dibandingkan kurikulum SD dan SMP, kurikulum SMA di Jepang paling sering berubah.
Perubahan tampak pada nomenklatur mapel, kategorisasi, dan sistem penjurusan. Sifat khas
kurikulum SMA adalah kompleksnya mapel yang diajarkan.
Pelajaran bahasa Jepang tidak saja dibedakan atas tatabahasa dan sastra, tetapi
dikelompokkan lebih detil lagi menjadi pendidikan bahasa Jepang, literature klasik dan
literature modern. Bahasa Asing sebelum kurikulum 2002 masih memperkenalkan bahasa
Jerman dan bahasa Perancis, tetapi sejak kurikulum 2002 yang dimaksud dengan bahasa
asing adalah bahasa Inggris yang diajarkan dalam secara detil.
Penjurusan dilakukan sejak kelas 3 SMA, dan jurusan yang ada pada dasarnya adalah
jurusan rika (IPA) dan bunka (budaya/sosial). Tetapi penjurusan mengalami perkembangan
semenjak semakin banyak lulusan SMA yang memilih akademi atau college dan memilih
bekerja.Penjurusan dikembangkan dengan beragam mapel yang terkait dengan teknik,
pertanian,perikanan, kesejahteraan masyarakat, dll.Beberapa sekolah membagi lebih detil lagi
penjurusan menjadi Jurusan yang dipersiapkan untuk menghadapi ujian masuk universitas
negeri dan Jurusan yang memilih universitas swasta. Misalnya, Rika A adalah kombinasi
jurusan IPA dan persiapan ujian masuk PTN. Selain integrated course, pelajaran IT juga baru
dimasukkan dalam kurikulum 2002.
d. Yutorikyouiku, 5 hari sekolah, Ikiru chikara, dan Sōgotekina gakushūjikan
Kurikulum SD cenderung statis dari segi perubahan mata pelajaran, tetapi terlihat
kecenderungan penurunan jumlah jam belajar per tahun. Penurunan jam pelajaran ini terlihat
secara nyata sejak tahun 1980, yaitu ketika yutorikyouiku mulai diperkenalkan.Kurikulum
1971 adalah kurikulum yang sangat sarat materi sementara sekolah-sekolah di Jepang belum
memadai baik dari segi fasilitas maupun kemampuan guru-gurunya. Sehingga kurikulum
tersebut terlalu memberatkan dan kurang berhasil. Oleh karena itu muncullah ide untuk
memberikan pendidikan yang lebih mementingkan keleluasaan waktu dan ruang. Itulah yang
disebut yutorikyouiku. Jumlah jam pelajaran SD per tahun berkurang sebanyak 36 jam, dan
SMP sebanyak 385 jam.
Pelaksanaan yutorikyouiku membawa dampak yang kurang bagus kepada anak-anak Jepang.
Guru-guru Jepang tidak semuanya siap dan dapat memahami konsep yutorikyouiku dengan
baik. Tindakan memberikan ruang dan waktu kepada siswa SD dan SMP memang terbukti
dapat mengurangi rasa stress siswa akibat pelaksanaan kurikulum yang ketat sebelumnya,
tetapi sekaligus menyebabkan minat belajar yang menurun. Kedisiplinan mulai mengendor,
dan beberapa pihak mulai memprotes sistemyutorikyouiku.
Yutorikyouiku telah disalahartikan dalam penerapannya. Sistem pendidikan ini sebenarnya
bukan bermaksud mengendorkan kedisiplinan tetapi hanya mengurangi materi belajar yang
memberatkan pada setiap mapel. Dengan sistem ini diharapkan anak-anak dapat berkembang
sesuai dengan minat dan kesukaannya. Pembelajaran di sekolah seharusnya diselenggarakan
secara lebih menyenangkan. Oleh karena itu istilahtanoshii jugyou (kelas yang
menyenangkan) juga diperkenalkan sebagai salah satu alternatif implementasi yutorikyouiku.
Tetapi banyak guru yang kesulitan menciptakan kelas yang menyenangkan, atau sebaliknya
guru terpaku pada kata menyenangkan, sehingga mengurangi kedisiplinan dan motivasi
belajar siswa. Akibat akhirnya justru berdampak pada menurunnya prestasi akademik siswa-
siswa Jepang.
Indikator pemerintah untuk mengukur keberhasilan pendidikan di Jepang adalah pengukuran
internasional yang diselenggarakan negara-negara OECD, yaitu PISA dan TIMMS, sebab
Jepang tidak menerapkan sistem ujian nasional. Pada tahun 1995, prestasi siswa SD dan SMP
Jepang menempati urutan pertama, namun tahun-tahun selanjutnya mengalami penurunan.
Pemerintah dan masyarakat mulai meragukan proses pendidikan di sekolah, dan guru-guru
mendapat sorotan yang tajam sebagai pihak yang tidak mampu mendidik dengan baik.
Dalam rangka pelaksanaan yutorikyouiku, pemerintah juga menerapkan 5 hari sekolah, yaitu
dari hari Senin sampai Jumat. Tujuan kebijakan ini adalah agar siswa dapat lebih banyak
menghabiskan waktunya dengan keluarga dan belajar lebih banyak di lingkungannya pada
akhir pekan. Akan tetapi alih-alih belajar di lingkungan atau di keluarga, anak-anak dan
orang tuanya justru kurang memahami hal ini, sehingga anak-anak bermain game di rumah,
ikut ibunya berbelanja, atau banyak juga anak yang malah memanfaatkan waktu tersebut
untuk ikut berbagai les privat.
Anak-anak yang memanfaatkan waktu liburnya dengan belajar, tentu saja memiliki prestasi
akademik yang baik pula, tetapi sebagian besar anak justru menghabiskan waktu untuk
bermain, sehingga wajar saja prestasi akademik anak-anak kemudian menurun.
Dengan hasil PISA yang mengecewakan, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan
untuk melaksanakan kembali gakuryoku tesuto (tes kemampuan akademik) tahun 2007, yang
sebenarnya pernah dilaksanakan pertama kali pada tahun 1960, tetapi kemudian dihentikan
pada tahun 1968 karena kenyataannya wilayah/distrik secara alami memiliki perbedaan dari
sumber daya yang kemudian mengakibatkan perbedaan pelaksanaan pendidikan. Kebijakan
ini dilaksanakan kembali setelah tidak berjalan kurang lebih 43 tahun.
Karakteristik kurikulum Jepang yang lainnya adalah ide ikiru chikara dan sōgōtekina
gakushū jikan. Konsep ikiru chikara adalah konsep yang hendak membudayakan jiwa dan
melatih kekuatan dan kemampuan untuk hidup di tengah masyarakat. Konsep ini dijabarkan
sebagai hal yang harus dididikkan untuk mempersiapkan generasi muda Jepang memasuki
abad 21.
Konsep ikiru chikara selanjutnya diikuti dengan kebijakan sōgōtekina gakushū jikanpada
kurikulum 2002. Konsep sōgōteki gakushū jikan adalah konsep pembelajaran tematik,
mengajak siswa untuk mengenal lingkungan, budaya dan alam sekitarnya, kehidupan
masyarakat, ekonomi desanya, industri yang ada di lingkungan tinggalnya. Implementasinya
misalnya, sebuah sekolah menerapkan weekly trial, yaitu kesempatan bagi anak-anak untuk
mencoba menjadi penjual, nelayan, pelayan di restoran, dll.
Pada dasarnya pemahaman guru terhadap sōgōteki gakushuu jikan menurut Kiyohara (2007)
masih sangat rendah. Beberapa sekolah yang tidak memiliki konsep yang baik, terpaksa
meniru penerapan di sekolah lain.Konsep sōgōtekina gakushū jikan bukan sekedar belajar di
luar buku pelajaran atau pembelajaran ekstra kurikuler, tetapi dalam penerapannya anak-anak
tetap harus diasah dan diuji kemampuan kerja otak, jiwa, dan tubuhnya. Oleh karena itu
ketika berperan sebagai nelayan misalnya, mereka belajar prinsip-prinsip matematika, belajar
berkomunikasi dengan baik, belajar tentang ilmu bumi dan cuaca. Bukan sekedar pengalaman
kerja (lih.Ramli, 2008a).
Pertukaran budaya asing (internasionalisasi) termasuk wacana yang diusung
dalamsougotekina gakushū jikan. Pengenalan terhadap budaya asing diberikan melalui
presentasi mahasiswa asing di kelas-kelas TK, SD, SMP, dan SMA. Ini bisa dilakukan
dengan mengedarkan permintaan kepada universitas-universitas di daerah setempat. Siswa-
siswa juga diminta mencari informasi sebanyak mungkin tentang negara asing dan menyusun
sebuah presentasi. Beberapa sekolah menerjemahkan pembelajaran budaya asing ini dengan
misalnya mengumpulkan bantuan untuk anak-anak korban bencana di Indonesia, seperti yang
dilakukan oleh beberapa sekolah di Aichi.

Kurikulum yang digunakan sekarang adalah :


JAKARTA - Kurikulum merupakan dasar dan pedoman dalam menjalankan sistem
pendidikan nasional. Sepanjang usia kenegaraan, Indonesia pun telah memiliki 10 kurikulum
pendidikan. Dikutip dari laman Ditjen Dikti Kemendikbud, Senin (15/12/2014), perubahan
kurikulum itu terjadi pada 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006 dan
2013. Perubahan ini sendiri merupakan keniscayaan sebagai konsekuensi perubahan zaman.
Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan tersebut berasal dari internal Indonesia seperti
sistem politik, sosial budaya, ekonomi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Selain
itu, faktor eksternal seperti tingkat daya saing antarnegara juga turut menentukan arah
kurikulum pendidikan nasional.
Kemendikbud menyebut, sebagai seperangkat rencana pendidikan, kurikulum perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Meski demikian, perubahan tersebut tetap mengacu pada Pancasila dan UUD
1945. Perbedaanya ada pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.Secara sederhana, periode 1947-1968 merupakan masa Kurikulum
Rencana Pelajaran. Pada masa ini, pemerintah Indonesia yang baru lahir berupaya
mengembalikan arah pendidikan yang berorientasi kolonial menjadi pendidikan sesuai
kepentingan nasional.
Kemudian, pada periode 1975-1994, kurikulum dirancang untuk berorientasi pada
pencapaian tujuan. Sistem pendidikan pada masa ini menekankan materi pelajaran dengan
bersumber pada disiplin ilmu. Selain itu, pendidikan berfungsi untuk memelihara dan
mewariskan ilmu pengetahuan, teknologi dan nilai-nilai budaya masa lalu kepada generasi
yang baru. Periode berikutnya, adalah 2004-2006. Dua kurikulum yang berlaku adalah
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
KBK sendiri disusun untuk memenuhi pencapaian penguasaan keterampilan (skill)
siswa untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa datang. Sedangkan
melalui KTSP, sekolah dapat mengembangkan kurikulum pendidikan sesuai dengan kapasitas
masing-masing, dengan mengacu pada standar isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL). KTSP digantikan dengan Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter.
Dikutip dari kurikulum2013.org ini merupakan kurikulum yang mengutamakan pemahaman,
skill, dan pendidikan berkarakter. Siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam
berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi.

KEMANA DUNIA PENDIDIKAN MATEMATIKA AKAN DIBAWA ?


SAMPAI sekarang ini –ternyata- masih ada pihak-pihak yang mengeluhkan rendahnya
kemampuan siswa Indonesia di bidang matematika, terutama kemampuan siswa untuk
menyelesaikan problematika kehidupan sehari-hari. Dalam penuturan Iwan Pranoto –Pakar
Matematika dari Institut Teknologi Bandung- sebagaimana yang dilansir Kompas Online
(31/1/11) menyatakan bahwa “Kemenangan siswa Indonesia di berbagai ajang olimpiade
internasional rupanya tak membuat kualitas siswa Indonesia meningkat. Justru sebaliknya,
sekitar 76,6 persen siswa setingkat SMP ternyata dinilai ”buta” matematika.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa praktik pendidikan Matematika di Indonesia dinilai masih
terpusat untuk mempersiapkan siswa melanjutkan ke pendidikan tingkat tersier. Semestinya,
dunia di abad 21 ini, pembelajaran Matematika yang paling utama adalah pembelajaran yang
berfungsi efektif di kehidupan sehari-hari sebagai warga negara yang peduli, konstruktif, dan
pandai bernalar. Demikian diungkapkan Iwan Pranoto dalam diskusi terbatas yang
diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia, Jumat (28/1/2011). (Kompas, 31/1/11).
Melihat fakta di atas, sungguh merupakan tantangan bagi masa depan bangsa Indonesia.
Matematika merupakan ilmu dasar dari segala ilmu pengetahuan (basic of science). Oleh
karenanya, jika kita menginginkan bangsa Indonesia menjadi maju dan unggul dalam meraih
peradaban, maka salah satu hal yang harus dipenuhi adalah generasi penerus bangsa tidak
boleh mengalami “buta matematika”. Memang, ada beberapa siswa Indonesia yang menang
di pelbagai ajang olimpiade tingkat internasional. Namun, jumlah siswa yang kemampuan
matematikanya rendah bahkan acuh tak acuh untuk belajar matematika, sungguh tidak sedikit
jumlahnya.
Dalam pembelajaran matematika selama ini, siswa lebih cenderung mahir menyelesaikan
soal-soal matematika ketika di dalam kelas. Soal-soal matematika yang diselesaikan pun
berkisar pada keterampilan berhitung saja. Jarang sekali soal yang berorientasi pada
pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Akibatnya, siswa tidak memahami secara utuh
konsep-konsep matematika, dan siswa mengalami kesulitan ketika dituntut mengaplikasikan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu nilai matematika yang diajarkan di sekolah yang terpenting adalah kegunaannya
dalam kehidupan riil. Dengan menunjukkan keterkaitan matematika dengan kejadian-
kejadian dalam dunia nyata, maka matematika akan dirasakan lebih bermanfaat. Oleh karena
itu, salah satu sasaran pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki
kemampuan matematika yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari. Sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar Matematika lebih
giat.
Apabila kemampuan siswa masih di seputar bagaimana melakukan perhitungan yang benar,
bagaimana menyelesaikan soal-soal yang diujikan dalam ujian nasional (UN) yang tentunya
didominasi dengan pertanyaan seputar perhitungan dan prosedural ansich, dan yang lebih
parah kemampuan matematika siswa hanya didasarkan atas hasil akhir dalam lembar
jawaban, maka harapan akan meningkatnya kualitas dan mutu kemampuan siswa di bidang
matematika horisonal nampaknya masih harus berjuang keras untuk dapat terwujud.
Pembelajaran matematika yang tidak membumi seperti ini tidak akan cukup untuk membawa
generasi bangsa dalam menjawab tantangan dan persaingan global.
Terkait hal ini, Ipung Yuwono (2005:1) menawarkan model pembelajaran matematika secara
membumi (PMB). Model ini diilhami karena selama ini, pembelajaran matematika banyak
dipengaruhi oleh pandangan yang menganggap matematika sebagai alat bantu untuk
pengetahuan lainnya yang mengakibatkan pola pembelajaran matematika menjadi terpusat
pada guru. Guru yang baik adalah guru yang banyak menjelaskan konsep atau algoritma
dengan gamblang dan memberikan cara penyelesaian soal-soal dengan cara singkat dan
cepat. Proses untuk mendapatkan konsep atau rumus tidak penting, yang utama adalah siswa
dapat memperoleh hasil akhir dengan tepat. Pembelajaran demikian lebih menekankan pada
“mindless drill” lebih mementingkan keterampilan prosedural dan meminggirkan pemahaman
konsep.
Pembelajaran matematika secara membumi (PMB) yang digagas Yuwono (2005) merupakan
desain pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme dan mengurangi beberapa
kelemahan yang ada dalam pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme. Bentuk
modifikasi adalah dengan menambahkan satu langkah pada empat langkah pembelajaran
matematika yang mengacu pada pembelajaran matematika realistik. Langkah-langkah
pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut: 1) Memahami masalah
kontekstual, 2) Menyelesaikan masalah konstekstual, 3) Membandingkan dan mendiskusikan
jawaban, dan 4) Menyimpulkan.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dalam pembelajaran matematika
secara membumi (PMB) adalah sama dengan langkah pada pembelajaran matematika
realistik, namun masih ditambah lagi satu langkah kelima, yakni latihan keterampilan
prosedural. Keterampilan prosedural ini dimaksudkan sebagai latihan siswa untuk
menginternalisasikan rumus atau algoritma yang diperoleh pada saat pematematikaan
vertikal. Dalam PMB, keterampilan prosedural ini diberikan setelah konsep didapat oleh
siswa dan juga diwujudkan dalam bentuk tugas rumah yang berupa latihan mengerjakan soal-
soal yang telah menjadi rutinitas siswa (Yuwono, 2005).
Dengan demikian, jika pembelajaran matematika dilakukan dengan pendekatan matematika
realistik yang ditambahn dengan latihan keterampilan prosedural, maka diharapkan dapat
memberikan dampak positif. Dampak positif yang dimaksud adalah berorientasi ganda, yakni
memahami matematika secara konsep, memiliki kemampuan untuk bernalar dan pemecahan
masalah dan memiliki keterampilan prosedural.

KURIKULUM APA YANG DI PAKAI DI INDONESIA, BAGAIMANA PELAKSANAAN


KURIKULUM DI INDONESIA, APAKAH ADA MASALAH ?
***KURIKULUM YANG DI GUANAKAN SAAT INI ADALAH : KTSP
Permendikbud No 160 Tahun 2014
Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014 Tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan
Kurikulum 2013 salah satu isi pasalnya adalah bahwa Satuan pendidikan dasar dan
pendidikan menengah yang melaksanakan Kurikulum 2013 sejak semester pertama tahun
pelajaran 2014/2015 kembali melaksanakan Kurikulum Tahun 2006 KTSP mulai semester
kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada ketetapan dari Kementerian untuk
melaksanakan Kurikulum 2013.

Permendikbud tertanggal 11 Desember 2014 itu tersebut adalah mengatur kebijakan


penghentian implementasi K-13 dan pengembalian penerapan Kurikulum 2006 (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP) lagi.
Berikut informasi yang diperoleh dari jpnn com terkait dengan hal tersebut. Di dalam pasal 4
Permendikbud 160/2014 itu, dinyatakan bahwa sekolah dasar dan menengah dapat
menjalankan KTSP sampai tahun pelajaran 2019/2020.
Anies mengatakan Pemberlakuan K-13 Secara Terbatas, hanya di 6.221 unit sekolah,
disebabkan karena para guru belum siap. Dia menuturkan sebagus apapun kurikulum yang
berjalan, kunci kesuksesannya ada di guru. “Kita latih dulu gurunya sampai siap,” ujarnya.
Di dalam aturan ini, pemberlakuan K-13 secara terbatas efektif mulai semester genap Januari
nanti. Anies menegaskan bahwa sekolah yang boleh melanjutkan kembali implementasi K-13
harus sekolah yang sudah menjalankan selama tiga semester. Yang dimulai tahun pelajaran
2013/2014 lalu.
Sementara itu, sekolah yang kembali menerapkan KTSP akan mendapatkan perhatian khusus.
Seperti pelatihan untuk kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan pengawas sekolah.
Pelatihan ini difokuskan untuk menyiapkan implementasi K-13 di sekolah masing-masing

Pertimbangan utama Kemendikbud menghentikan implementasi K-13 adalah, ingin fokus


melatih guru. Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, anggaran pelatihan guru untuk
menerapkan K-13 sudah ada.

Pelatihan tidak lagi berdasar guru secara perorangan. Tetapi semua guru dalam satu sekolah,
akan dilatih sekaligus. Selain itu di akhir sesi pelatihan, guru-guru akan magang mengajar di
sekolah pilot project K-13.

Dengan sistem pelatihan guru berbasis sekolah itu, diprediksi semua guru siap menjalankan
K-13 sekitar 3 sampai 4 tahun lagi. Asumsinya adalah dari guru-guru di 3 persen sekolah
yang ditunjuk menjadi pilot project, meningkat menjadi 5 persen sekolah seluruh Indonesia.

Dalam Permendikbud 32/2013 yang diterbitkan Mendikbud Mohammad Nuh, ditetapkan


peralihan dari KTSP ke K-13 paling lama bisa berjalan tujuh tahun lagi. Jika ditarik dari
2013, durasi tujuh tahun itu jatuh pada tahun pelajaran 2019/2020.

Durasi pergantian dari KTSP ke K-13 ini dapat digunakan untuk mengantisipasi daerah-
daerah yang sangat kesulitan melaksanakan K-13. Kemendikbud dalam waktu dekat ini akan
mengeluarkan standar kesiapan sekolah menjalankan K-13.

Mendikbud Anies Baswedan telah menghentikan penerapan K-13 secara menyeluruh di


semua sekolah di Indonesia. K-13 hanya diterapkan di 6.221 unit sekolah pilot project.
Sedangkan sisanya, 208 ribuan sekolah kembali menerapkan KTSP.

***BAGAIMANA PELAKSANAANNYA :
Saat ini KTSP sudah berjalan dan diimplementasikan di sekolah, dengan demikian
ketentuan perundangan sudah dilaksanakan dengan baik. Namun juga tidak dapat dipungkiri
adanya beberapa kekurangan dalam pelaksanaannya, yaitu dalam hal keterlibatan guru dalam
penyusunan KTSP, silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Selain itu satu hal yang
perlu dilihat ulang, karena sampai saat ini sekolah ternyata masih sangat tergantung
dengan model kurikulum dari Pusat Kurikulum ataupun dari Direktorat Pembinaan TK/SD/
SMP/SMA/SMK. Harusnya dikembalikan ke jiwa semula bahwa yang ditentukan oleh pusat
(BSNP) adalah Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses dan Standar
Penilaian, selain tentu saja standar-standar yang lain. Namun pada kenyataannya KTSP di
sekolah hanyalah modifikasi dari model yang dikembangkan oleh direktorat terkait, dan yang
menyedihkan adalah pihak sekolah takut mengembangkan lebih lanjut walaupun sudah
memenuhi standar-standar dari BSNP, seharusnya pihak sekolah didorong untuk
mengembangkan KTSP sejauh memenuhi pedoman dan standar-standar yang telah
ditetapkan. Masalah modelnya, sekolah harusnya diberi kebebasan untuk mengembangkan
model yang sesuai bagi sekolahnya. Apabila hal ini dapat dilaksanakan maka filosofi KTSP
akan dapat diimplementasikan.
Khusus untuk SMK acuan untuk program produktif mengambil dari SKKNI (Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Dengan demikian sekolah seharusnya boleh
mengembangkan KTSP sejauh mengambil SKKNI tersebut. Tetapi dengan adanya ketentuan
spektrum SMK dengan standar kompetensi yang harus diambil maka sebenarnya menjadikan
ketidakbebasan sekolah untuk mengambil standar kompetensi apa yang akan diajarkan
kepada siswa. Untuk ke depan maka KTSP harus dikembalikan kepada filosofi dan semangat
semula tentang otonomi pendidikan.
Saat ini yang perlu dilatihkan kepada guru di sekolah adalah bagaimana
mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan dan dapat mencapai standar kompetensi
yang ditentukan dan bagaimana mengembangkan soal/instrumen penilaian yang akurat
mengukur pencapaian kompetensi oleh siswa. dari beberapa pelatihan yang penulis lakukan,
terlihat kompetensi sebagian guru masih kurang dalam mengembangkan model pembelajaran
yang sesuai dan menyusun soal yang tepat. Untuk mengatasi hal ini sekolah harus terus
mendorong guru untuk belajar dengan cara mendatangkan narasumber maupun
memanfaatkan guru yang telah memiliki kompetensi mumpuni dalam pengembangan
pembelajaran dan penyusunan instrumen penilaian proses dan hasil belajar.

II. PRINCIPLES FOR SCHOOL MATEMATICS

Anda mungkin juga menyukai