Anda di halaman 1dari 26

Bab ini akan disajikan mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan,

kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan uraian hasil pengkajian peneliti terhadap berbagai

referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian. Kajian pustaka misalnya dapat

mengkaji beberapa hal sebagai berikut.

1. Konsep

Konsep adalah abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah

komunikasi antar manusia yang memungkinkan manusia untuk berpikir (Berg,

1991: 8). Sedangkan menurut Dahar (2006: 62) berpendapat bahwa belum ada

definisi yang tepat mengenai konsep, karena konsep merupakan penyajian

internal sekelompok stimulus, konsep tidak dapat diamati, konsep harus

disimpulkan dari perilaku. Kemudian Roser (dalam Dahar, 2006:63)

mengungkapkan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu

kelas obyek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang

sama. Karena orang mengalami stimulus yang berbeda-beda, maka orang akan

membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus dengan cara

tertentu.

Pendapat di atas kemudian dapat disimpulkan bahwa konsep adalah

abstraksi dari stimulus-stimulus yang diterima, dan itu dapat membentuk

konsep yang berbeda karena cara menerima stimulus yang berbeda.

9
10

a. Dimensi Konsep

Flavell dalam Dahar (2006: 62-63) menyarankan bahwa konsep-konsep dapat

berbeda dalam tujuh dimensi. Tujuh dimensi tersebut meliputi :

1) Atribut. Setiap konsep harus mempunyai atribut yang relevan dan juga atribut

yang tidak relevan. Contohnya konsep meja harus memiliki permukaan yang

datar.

2) Struktur. Struktur menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-

atribut itu. Berikut tiga macam struktur yang dikenal:

a) Konsep konjungtif, yaitu konsep yang didalamnya terdapat dua atau

lebih sifat sehingga dapat memenuhi syarat sebagai konsep.

b) Konsep konjungtif, yaitu konsep yang didalamnya satu atau dari dua atau

lebih sifat harus ada.

c) Konsep relasional menyatakan hubungan tertentu antara atribut konsep.

Kelas sosial adalah salah satu konsep relasional.

3) Keabstrakan. Konsep-konsep yang dapat dilihat dan konkret atau konsep itu

terdiri atas konsep-konsep lain.

4) Keinklusifan. Ini ditunjukkan pada jumlah contoh yang terlihat dalam konsep

itu.

5) Generalitas atau keumuman. Dicontohkan dengan sebuah konsep wortel adalah

subordinat dari konsep sayuran, selanjutnya konsep sayuran subordinat dari

konsp tanaman yang dapat dimakan. Makin umum suatu konsep makin banyak

asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep lain.

6) Ketepatan. Ketepatan suatu konsep adalah menyangkut ada aturan yang

membedakan contoh dengan mencontoh konsep.


11

7) Kekuatan. Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju

bahwa konsep itu penting.

2. Konsepsi

Kehidupan sehari-hari sudah banyak memberikan siswa konsep, baik

didapat di sekolah maupun di lingkungan sekitarnya. Berg dalam Ramadhani

(2015: 32) menyatakan konsepsi adalah tafsiran perorangan atau individu

terhadap suatu konsep. Sementara hal yang sama disampaikan oleh Budi (1992:

114-115) menyatakan bahwa konsepsi adalah sebagai kemampuan memahami

konsep, baik yang diperoleh dari indera maupun kondisi lingkungan.

Jika beberapa potong es batu dimasukkan ke dalam sebuah gelas yang

kering maka setelah beberapa saat kemudian akan ditemukan titik-titik air yang

menempel di permukaan luar gelas. Ilmuwan mempunyai pemikiran bahwa

munculnya titik-titik air yang menempel di permukaan gelas tersebut berasal

dari uap air berada di udara sekitar gelas. Ketika udara yang mengandung air

tersebut menyentuh permukaan gelas yang dingin, maka uap air akan

mengembun dan menempel pada permukaan gelas. Peristiwa tersebut tentu akan

dialami oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan mempunyai

pemahaman yang berbeda dengan siswa lain tentang satu sama lain tentang

konsep yang disebut dengan konsepsi (Van dan Breg, 1991).

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsepsi adalah kemampuan suatu

individu untuk menafsirkan atau memahami suatu konsep yang diperoleh dari

lingkungan sekitar.
12

3. Miskonsepsi

Budi (1992: 114-115) mengungkapkan bahwa kesalahan konsep atau

miskonsepsi adalah terjadi perbedaan konsepsi antara orang yang satu dengan

yang lain dalam mempelajari konsep untuk menangkap makna konsep melalui

proses persepsi melalui tahap-tahap perekaman informasi. Brown (dalam

Suparno, 2005: 4) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan penjelasan yang

salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang

diterima para ahli.

Senada dengan pendapat di atas, Suparno (2005: 4) mengatakan bahwa

miskonsepsi adalah konsep awal yang dibawa siswa kadang-kadang tidak sesuai

atau bertentangan dengan dengan konsep yang diterima para ahli. Konsep awal

yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu biasanya disebut miskonsepsi atau

salah konsep. Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang

tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima pakar dalam

bidang itu.

Secara garis besar, miskonsepsi adalah ketidaksesuaian pemahaman siswa

dengan pengertian ilmiah. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat

disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah ketidaksesuaian atau bahkan

bertentangan dengan pemahaman konsep-konsep awal dengan konsep yang

diterima oleh para ahli atau pakar dalam bidang itu.

a. Penyebab Miskonsepsi

Suparno (2005: 29) menyatakan bahwa penyebab miskonsepsi adalah

siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar


13

1) Siswa

Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal,

antara lain:

a) Prakonsepsi atau Konsep Awal Siswa

Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal atau prakonsepsi tentang

suatu bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan

guru. Konsep awal ini sering kali mengandung miskonsepsi. Salah konsep

awal ini jelas akan menyebabkan miskonsepsi pada saat mengikuti pelajaran

fisika berikutnya, sampai kesalahan itu diperbaki. Prakonsepsi ini biasanya

diperoleh dari orang tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di

lingkungan siswa. Jelas sekali bahwa orang tua mempengaruhi prakonsepi

siswa. Suparno (2005: 35) juga menegaskan bahwa miskonsepsi akan lebih

banyak lagi, jika yang mempengaruhi pembentukan konsep pada anak

tersebut mempunyai banyak miskonsepsi, seperti orang tua, tetangga, dan

lain-lain.

b) Pemikiran Asosiatif Siswa

Marshall dan Gilmour (dalam Suparno, 2005: 36) menjelaskan bahwa

pengertian yang berbeda dari kata-kata antar siswa dan guru juga dapat

menyebabkan miskonsepsi. Kata atau istilah yang digunalan oleh guru

dalam proses pembelajaran diasosiasikan lain oleh siswa, karena pada

kehidupan sehari-hari mereka menggunakan istilah lain

c) Pemikiran humanistik

Osborne, dkk (dalam Suparno 2005: 36) siswa kerap kali memandang

semua benda dari pandangan manusiawi. Benda-benda dipikirkan dalam


14

proses pengalaman orang dan secara manusiawi. Tingkah laku benda

dipahami seperti tingkah laku manusia yang hidup sehingga tidak cocok.

d) Reasoning (penalaran) yang tidak lengkap /salah

Miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa

yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap disebabkan karena

informasi yang didapatkan juga tiak lengkap. Akibatnya, siswa menarik

kesimpulan secara salah dan ini yang menyebakan miskonsepsi siswa.

e) Intuisi yang salah

Intuisi yang salah dan perasaan siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi.

Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan

mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara

obyektif dan rasional diteliti. Contoh siswa kadang-kadang mempunyai

intuisi bahwa benda yang besar akan jatuh bebas lebih cepat daripada benda

yang kecil. Pemikiran intuitif ini sering membuat siswa tidak kritis dan

mengakibatkan miskonsepsi.

f) Tahap perkembangan kognitif siswa

Perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti

dapat menjadi penyebab adanya miskonsepsi siswa. Secara umum, siswa

yang masih dalam tahap operational concrete bila mempelajari sesuatu

bahan yang abstrak sulit menangkap dan sering salah mengerti tentang

konsep tersebut.
15

g) Kemampuan siswa

Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada miskonsepsi siswa.

Siswa yang kurang berbakat fisika atau kurang mampu dalam mempelajari

fisika, sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam

proses belajar.

h) Minat belajar siswa

Berbagai studi menunjukkan bahwa minat siswa terhadap fisika juga

berpengaruh pada miskonsepsi. Secara umum dapat dikatakan, siswa yang

berminat pada fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah

daripada siswa yang tidak berminat pada fisika.

2) Guru

Miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi yang dibawa

oleh guru fisika. Guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti bahan fisika

secara tidak benar, akan menyebabkan siswa mendapatkan miskonsepsi

(Suparno, 2005: 42).

3) Buku

Buku terdiri dari beberapa jenis. Jenis-jenis buku menurut Suparno (2005:

44-47) dijelaskan sebagai berikut :

a) Buku Teks

Buku teks juga menyebabkan miskonsepsi. Entah karena bahasanya sulit

dimengerti atau karena penjelasannya tidak benar, miskonsepsi tetap

diteruskan. Para peneliti menemukan bahwa beberapa miskonsepsi datang

dari buku teks (Lona dalam Suparno, 2005: 44).


16

b) Buku Fiksi Sains (Science Fiction)

Seringkali pengarang membuat gagasan fisika kurang berdasarkan kaidah

ilmu yang sesungguhnya. Misalnya gerak-gerakan tokoh fiksi di udara

bebas yang kadang-kadang tidak mengindahkan hukum fisika. Akibatnya,

dalam diri anak tertanam nilai dan pengertian yang tidak benar.

c) Kartun (Cartoon)

Gambar-gambar kartun dalam majalah sains sering kali dapat memunculkan

dan menyebabkan miskonsepsi pada siswa bila tidak mengindahkan hukum

dan teori fisika yang berlaku.

4) Konteks

Konteks terdiri dari lima jenis. Kelima jenis tersebut yaitu pengalaman,

bahasa sehari-hari, teman lain, keyakinan dan ajaran agama, dan metode

mengajar. Peneliti menjabarkan kelima jenis konteks menurut Suparno (2005:

29) yang dijelaskan sebagai berikut.

a) Pengalaman

Pengalaman siswa dapat menyebabkan miskonsepsi. Kita dapat melihatnya

dalam kasus kekekalan energi. Dalam kehidupan sehari-hari, siswa

mengalami, bahwa mereka akan merasa lelah setelah bekerja keras. Motor

akan kehabisan bahan bakar bila dipakai terlalu lama dan bahan bakarnya

tidak diisi kembali. Tampak bahwa energi hilang dan tidak kekal. Di sini

siswa berpikir tentang kekekalan energi dalam pengertian yang terbatas dan

tidak dalam pengertian luas (Stavy dalam Suparno, 2005: 47).


17

b) Bahasa Sehari-hari

Beberapa miskonsepsi datang dari bahasa sehari-hari yang mempunyai arti

lain dengan fisika (Gilbert dalam Suparno, 2005: 48). Misalnya, dalam

bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah berat dan kg.

Tetapi dalam fisika, berat adalah suatu gaya, dan unitnya adalah Newton.

c) Teman Lain

Orang muda sangat senang belajar dalam kelompok bersama teman-teman

kelompoknya. Kelompok sering didominasi oleh beberapa orang yang

suaranya vokal. Bila siswa yang dominan atau vokal itu mempunyai

miskonsepsi, maka jelas mereka dapat mempengaruhi siswa lain dalam hal

miskonsepsi.

d) Keyakinan dan Ajaran Agama

Keyakinan atau agama siswa dapat juga menjadi penyebab miskonsepsi

dalam bidang fisika (Commins dalam Suparno, 2005: 49). Keyakinan

ataupun ajaran agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat

siswa tidak dapat menerima penjelasan ilmu pengetahuan.

e) Metode Mengajar

Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang

menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, meskipun

membantu siswa menangkap bahan, tetapi sering mempunyai dampak jelek

yaitu memunculkan miskonsepsi siswa.

b. Cara Mendeteksi Adanya Miskonsepsi

Suparno (1998: 121-128) mengungkapkan cara bagi seorang peneliti atau

seorang guru mendeteksi miskonsepsi siswa, yaitu melalui :


18

1) Peta Konsep

Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa dalam

bidang fisika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara

konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun

hirarkis, dengan jelas dapat mengungkap miskonsepsi siswa digambarkan

dalam peta konsep tersebut. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam

proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan lengkap antar konsep (Nova

dalam Suparno, : 121).

2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Beberapa peneliti menggunakan pertanyaan pilihan ganda digabungkan

dengan alasan yang sudah tertentu. Jadi alasan-alasannya sudah dipilihkan.

Model ini dipilih, biasanya dengan alasan untuk lebih memudahkan

menganalisis. Kelemahan model ini adalah alasan siswa yang tidak tercantum

dalam pilihan itu, tidak terungkap.

3) Tes Esai Tertulis

Tes tersebut dapat digunakan untuk mengetahui miskonsepsi yang dibawa

siswa pada suatu bidang. Setelah ditemukan miskonsepsinya, peneliti dapat

melakukan wawancarai pada beberapa siswa untuk lebih mendalami gagasan

mereka.

4) Wawancara Diagnosis

Wawancara dapat berbentuk bebas dan terstruktur. Dalam wawancara bebas,

guru atau peneliti memang bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat

dengan bebas menjawab. Sedangkan dalam wawancara terstruktur,


19

pertanyaan sudah disiapkan dan urutannya pun secara garis besar sudah

disusun, sehingga memudahkan dalam praktiknya.

5) Diskusi dalam Kelas

Siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang

sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Berdasarkan kegiatan diskusi di

kelas tersebut dapat diketahui tepat atau tidak gagasan yang disampaikan oleh

siswa tersebut.

6) Praktikum dengan Tanya Jawab

Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa yang

melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah siswa

mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak.

Selama praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan

bagaimana siswa menjelaskan persoalan-persoalan dalam praktikum tersebut.

4. Hakikat Pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah hasil kegiatan manusia berupa

pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang

diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain

penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan. Sedangkan mata

pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan

pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai ilmih pada siswa serta rasa

mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa (Depdikbud, 1994:

81).
20

Kemudian Samatowa (2011: 3) dalam bukunya menjelaskan bahwa ilmu

pengetahuan alam merupakan terjemahan dari kata bahasa inggris yaitu natural

science, artinya ilmu pengetahuan alam. IPA ini membahas tentang gejala-gejala alam

yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan

yang dilakukan oleh manusia.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat

pembelajaran IPA adalah ilmu yamg membahas mengenai gejala-gejala alam yang

terjadi di sekitar manusia yang kemudian disusun secara sistematis dari hasil

percobaan dan pengamatan.

a. Fungsi mata pelajaran IPA

Depdikbud (1994: 97) menjabarkan ada 5 fungsi dari mata pelajaran IPA.

Ketujuh fungsi mata pelajaran IPA tersebut meliputi :

1) Memberikan pengetahuan tentang pelbagai jenis dan perangai lingkugan alam

dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan

sehari-hari.

2) Mengembangkan keterampilan proses.

3) Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk

meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari

4) Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling

mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan

dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.

5) Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) serta keterampilan ilmu pengetahuan dan teknologi


21

(IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari

maupun untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

b. Tujuan pengajaran IPA

Depdikbud (1994: 81) menyatakan 6 tujuan pengajaran siswa. Tujuan

pengajaran IPA tersebut meliputi :

1) Memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-

hari.

2) Memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan

tentang alam sekitar

3) Mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta

kejadian di lingkungan sekitar.

4) Bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab,

bekerja sama, dan mandiri.

5) Mampu menerapkan berbagai konsep IPA unuk menjelaskan gejala-gejala

alam dan memecahkan dalam kehidupan sehari-hari.

6) Mampu menggunakan teknologi sederhana yang berguna untuk memecahkan

suatu masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

5. Pembelajaran IPA di SD kelas V Semester 2

Penelitian ini membahas mengenai materi gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat

cahaya, periskop, proses terbentuknya tanah, dan susunan dalam bumi.

a. Gaya

Gerakan mendorong atau menarik yang menyebabkan benda bergerak disebut

gaya. Gaya yang dikerjakan pada suatu benda akan mempengaruhi benda

tersebut. Gaya terhadap suatu benda dapat mengakibatkan benda bergerak,


22

berubah bentuk, dan berubah arah (Sulistyanto, 2008: 89). Secara sadar atau

tidak kita sering melakukan aktivitas yang memerlukan gaya. Tetapi jenis gaya

tidak hanya yang kita keluarkan. Winarti, dkk (2009: 61) menjelaskan berikut

ini adalah jenis-jenis gaya:

1) Gaya magnet

Gaya magnet adalah kekuatan yang menarik jarum, paku, atau benda logam

lainnya yang ada di sekitarnya. Magnet memiliki 2 kutub yaitu kutub utara

dan selatan. Bentuk magnet beragam ada yang berbentuk jarum, ada yang

berbentuk huruf “U”, berbentuk silinder, berbentuk lingkaran dan ada yang

berbentuk batang.

Gambar 2.1 Bentuk Magnet

Sumber: Winarti (2009: 63)

2) Gaya listrik statis

Gaya listrik statis adalah kekuatan yang dimiliki benda yang bermuatan

listrik untuk menarik benda-benda disekitarnya. Untuk melihat adanya gaya

listrik statis, bisa dicoba dengan mengosok-gosok penggaris pada rambut

kering kita, kemudian dekatkan pada sobekan kertas, maka sobekan kertas

tersebut akan menempel pada penggaris. Penggaris bisa menarik potongan

kertas dengan gaya listrik statis.


23

3) Gaya gravitasi bumi

Gaya gravitasi bumi adalah kekuatan bumi untuk menarik benda lain ke

bawah. Bila kita melempar benda ke atas, baik dari kertas, pensil atau benda

lain maka semua benda itu akan jatuh ke bawah. Berbeda bila di luar

angkasa para astronot tidak merasakan gaya gravitasi, akibatnya mereka

akan melayang-layang bila berada di luar angkasa.

4) Gaya Gesekan

Gaya gesek adalah gaya yang terjadi ketika dua benda yang bergesekan satu

sama lain. Gaya gesek bisa menguntungkan dan merugikan. Bila kita

berjalan di jalan yang kering, antara sepatu dan jalan akan muncul gaya

gesek. Gaya gesek ini membantu kita untuk bisa berjalan. Bayangkan bila

jalanan licin, maka gaya geseknya akan kecil dan kita akan kesulitan untuk

berjalan.

b. Pesawat Sederhana

Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia

disebut pesawat. Kesederhanaan dalam penggunaannya menyebabkan alat-

alat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat sederhana (Sulistyanto, 2008:

109). Winarti (2009: 66-77) menjelaskan bahwa pesawat sederhana dapat

dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu :

1. Tuas

Tuas atau pengungkit adalah salah satu pesawat sederhana yang digunakan

untuk mengubah hasil dari suatu gaya. Tuas terdapat tiga bagian yaitu titik

beban, titik kuasa dan juga titik tumpu. Tuas dapat digolongkan menjadi

tiga jenis, yaitu :


24

a) Tuas kelas pertama

Tuas kelas yang pertama yaitu tuas yang memiliki titik tumpu berada

diantara titik kuasa F dan titik beban B, Contohnya : gunting dan tang.

b) Tuas kelas kedua

Tuas kelas kedua yaitu tuas yang memiliki titik beban berada di antara titik

kuasa F dan titik tumpu T atau bebannya diletakkan diantara titik tumpu

dan titik kuasa. Contoh alat yang bekerja berdasarkan prinsip tuas kelas

kedua antara lain : Gerobak dorong, pembuka botol, dan pemecah biji.

c) Tuas kelas ketiga

Tuas yang titik kuasa F posisinya berada diantara titik tumpu T dan titik

beban B contohnya: penjepit, pinset, tangan memegang beban, dsb.

2. Bidang Miring

Bidang miring merupakan salah satu jenis pesawat sederhana yang

digunakan untuk memindahkan benda dengan lintasan yang miring. Dengan

menggunakan bidang miring beban yang berat dapat dipindahkan ke tempat

yang lebih tinggi dengan lebih mudah, artinya gaya yang kita keluarkan

menjadi lebih kecil bila dibanding tidak menggunakan bidang miring.

Semakin landai bidang miring semakin ringan gaya yang harus kita

keluarkan. Dalam kehidupan sehari-hari prinsip bidang miring digunakan

untuk alat bantu kerja misalnya baji dan sekrup :


25

3. Katrol

Salah satu jenis katrol adalah kerekan. Kerekan umumnya digunakan

untuk mengubah gaya dari gaya angkat menjadi gaya tarik.

Gambar 2.2 Katrol


Sumber: Winarti (2009: 75)
Gambar 2.1 di atas adalah contoh dari katrol bebas, katrol ganda, dan juga
katrol tetap.
4. Roda Berporos

Roda berporos merupakan roda yang dihubungkan dengan sebuah poros yang

dapat berputar bersama-sama. Contohnya yaitu roda sepeda, kursi roda, roda

gerobak, dan lain sebagainya.

Gambar 2.3 Sepeda Beroda

Sumber: Winarti (2009: 77)

Gambar 2.2 merupakan contoh roda berporos yaitu roda pada sepeda. Kedua

roda yang dihubungkan dengan sebuah poros yang dapat berputar bersama-

sama
26

c. Sifat-sifat Cahaya

Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat kita lihat apabila ada cahaya

yang mengenai benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan

oleh benda ke mata sehingga benda tersebut dapat terlihat. Cahaya memiliki sifat

merambat lurus, menembus benda bening, cahaya dapat dipantulkan, cahaya

dapat diuraikan, dan cahaya dapat dibiaskan. (Sulistyanto, 2008: 125)

d. Periskop

Periskop adalah sejenis teropong yang biasanya terdapat pada kapal selam

untuk mengamati keadaan di permukaan laut. Periskop dapat digunakan untuk

melihat benda yang berada di atas batas pandang (Sulistyanto, 2008: 136).

e. Proses terbentuknya tanah

Tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan menjadi

butiran-butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan butiran-butiran halus ini

bertambah banyak dan terbentuklah tanah (Azmiyawati, 2008:124). Azmiyawati

(2008: 125) mengungkapkan terdapat tiga jenis batuan yang menyusun lapisan

kerak bumi dilihat dari proses terbentuknya yaitu :

1) Batuan Beku (Batuan Magma/Vulkanik)

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang membeku.

2) Batuan Endapan (Batuan Sedimen)

Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan hasil pelapukan

batuan. Batuan ini dapat pula terbentuk dari batuan yang terkikis atau dari

endapan sisa-sisa binatang dan tumbuhan.


27

3) Batuan Malihan (Metamorf)

Batuan malihan (metamorf) berasal dari batuan sedimen yang mengalami

perubahan (metamorfosis). Batuan sedimen ini mengalami perubahan karena

mendapat panas dan tekanan dari dalam Bumi. Jika mendapat panas terus

menerus, batuan ini akan berubah menjadi batuan malihan.

4) Proses Pembentukan Tanah karena Pelapukan Batuan

Batuan memerlukan waktu jutaan tahun untuk berubah menjadi tanah. Batuan

menjadi tanah karena pelapukan. Batuan dapat mengalami pelapukan karena

berbagai faktor, di antaranya cuaca dan kegiatan makhluk hidup. Pelapukan

yang disebabkan oleh faktor cuaca ini disebut pelapukan fisika. Adapun

makhluk hidup yang menyebabkan pelapukan, misalnya pepohonan dan

lumut. Pelapukan yang disebabkan oleh aktivitas makhluk hidup ini disebut

pelapukan biologi.

f. Susunan Bumi

Peneliti akan menjabarkan dua hal mengenai susunan bumi. Hal tersebut

mengenai selimut bumi dan lapisan penyusun bumi.

1) Selimut Bumi (atmosfer)

Berbicara tentang Bumi, kita tidak boleh melupakan selubung udara

yang menyelimuti Bumi. Selubung udara itu disebut atmosfer.

Azmiyawati (2008:139-140) mengungkapkan bahwa atmosfer terdiri atas

lapisan troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer.

Lapisan troposfer terbentang sejauh 10 km dari permukaan bumi.

Lapisan troposfer merupakan lapisan yang paling dekat dengan Bumi.

Lapisan inilah yang mempengaruhi cuaca. Setelah lapisan troposfer,


28

terdapat lapisan stratosfer. Lapisan stratosfer berjarak 10–50 km di atas

permukaan bumi. Udara di lapisan stratosfer sangat dingin dan tipis.

Lapisan di atas stratosfer yaitu mesosfer. Lapisan mesosfer berjarak

50-80 km di atas permukaan bumi. Lapisan di atas mesosfer yaitu lapisan

termosfer. Lapisan termosfer terbentang pada ketinggian 80–500 km di

atas permukaan bumi. Di lapisan ini terjadi efek cahaya yang disebut

aurora. Lapisan yang paling jauh dari permukaan bumi yaitu lapisan

eksosfer. Eksosfer ada di ketinggian 700 km di atas permukaan bumi.

Setelah lapisan eksosfer adalah angkasa luar. (Azmiyawati, 2008:139-140)

2) Lapisan Penyusun Bumi

Azmiyawati (2008: 141) mengungkapkan ada tiga lapisan penyusun bumi

yaitu :

a) Kerak

Kerak adalah lapisan terluar permukaan bumi yang berupa batuan keras dan

dingin setebal 15–60 km.

b) Selubung atau Mantel

Selubung atau mantel merupakan lapisan di bawah kerak yang tebalnya

mencapai 2.900 kilometer. Lapisan mantel merupakan lapisan yang paling

tebal. Lapisan ini terdiri atas magma kental yang bersuhu 1.400°C–2.500°C.

c) Inti

Inti terdiri atas dua bagian, yaitu inti luar dan inti dalam. Lapisan inti luar

merupakan satu-satunya lapisan cair. Lapisan ini mempunyai tebal ±2.255

kilometer, sedangkan lapisan inti dalam setebal ±1.200 kilometer. Inti


29

dalam merupakan bola logam yang padat dan mampat, bersuhu sangat

panas sekitar 4.500°C.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian Suryanto dan Hewindati (2002) berjudul Pemahaman Murid

Sekolah Dasar (SD) terhadap Konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Berbasis

Biologi: Suatu Diagnosis Adanya Miskonsepsi dengan menggunakan teknik

wawancara. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pemahaman murid

sekolah dasar terhadap konsep-konsep IPA berbasis biologi, (2) mengidentifikasi

adanya miskonsepsi, dan (3) mencari penyebab miskonsepsi berdasarkan pola

jawaban yang diberikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa miskonsepsi

masih banyak terjadi pada konsep-konsep yang diteliti. Jika digunakan kriteria

75% sebagai ambang batas pemahaman konsep yang benar maka hanya

ditemukan suatu konsep yaitu konsep tentang bernapas yang dapat dipahami

dengan baik oleh murid.

Penelitian di atas senada dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

karena mengidentifikasi mengenai masalah miskonsepsi yang terjadi dalam

kosep-konsep ilmu pengetahuan alam (IPA). Pembedanya adalah pada penelitian

di atas dilakukan untuk konsep IPA Biologi di sekolah dasar, sedangkan

penelitian ini dilakukan untuk konsep IPA Fisika di sekolah dasar.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Ramadhani (2015) dengan judul

“Miskonsepsi yang Terjadi pada Pembelajaran Matematika Materi Bangun Ruang

Limas Siswa Kelas VI Sekolah Dasar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

jenis-jenis miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas VI Sekolah Dasar serta

faktor-faktor penyebabnya. Penelitian ini menggunakan metode


30

penelitian deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terjadinya

miskonsepsi klasifikasional dan miskonsepsi teoritik. Miskonsepsi klasifikasional

terjadi pada kesalahan siswa mengklasifikasikan contoh limas dan juga jenis-jenis

limas. Miskonsepsi teoritik terjadi pada kesalahan siswa menjelaskan mengenai

konsep teori bangun ruang limas.

Penelitian di atas mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena

mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa Sekolah Dasar.

Perbedaannya terletak pada pembelajaran yang diambil, pada penelitian di atas

menggunakan materi Matematika sedangkan peneliti mengambil materi IPA

Fisika SD.

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Norika (2014) yang berjudul

“Pemahaman dan Miskonsepsi Konsep Gaya pada Siswa di Empat SMA Swasta

di Yogyakarta”. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan juga

deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

pemahaman siswa diempat SMA swasta yang ada di Yogyakarta. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan siswa diempat SMA swasta di Yogyakarta kurang

memahami secara keseluruhan mengenai konsep gaya. Konsep yang paling

dipahami mengenai konsep Hukum Newton II dan konsep yang paling tidak

dipahami adalah konsep superposisi. Miskonsepsi yang banyak dijumpai pada

siswa di empat SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah gaya akhir untuk

menentukan/ menetapkan penentuan gerak, tidak dapat membedakan antara

kecepatan dengan percepatan, dengan menghilangnya dorongan, kehilangan/

menerima dorongan aslinya, hanya perantara/peralatan yang aktif yang

menyebabkan gaya lebih besar, gabungan gaya menentukan arah, gerakan yang
31

menyatakan bahwa terdapat gaya aktif pada benda, ada hambatan, dan gaya

dorong oleh pukulan.

Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena

mengidentifikasi miskonsepsi pada materi IPA. Pembedanya adalah penelitian di

atas dilakukan pada IPA Fisika khususnya materi gaya dan hukum Newton II

untuk siswa Sekolah Menengah Atas, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti pada IPA Fisika untuk siswa Sekolah Dasar.

Penelitian yang keempat dilakukan oleh Kusuma (2014) yang berjudul

“Miskonsepsi tentang Fotosintesis pada Siswa Kelas V SDN 4 Trebungan

Situbondo Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif

kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk: pertama, mendeskripsikan tingkat

miskonsepsi tentang fotosintesis pada siswa kelas V SDN 4 Trebungan Situbondo

tahun pelajaran 2013/2014. Kedua, mendeskripsikan faktor penyebab

miskonsepsi tentang fotosintesis pada siswa kelas V SDN 4 Trebungan Situbondo

tahun pelajaran 2013/2014.

Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa miskonsepsi pada siswa SDN

4 Trebungan tentang materi fotosintesis terjadi pada setiap soal yang diberikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi tertinggi terjadi pada konsep

hasil fotosintesis dengan persentase 62%, sedangkan persentase miskonsepsi

terendah terdapat pada konsep tempat terjadinya fotosintesis dan penerapan

fotosintesis dengan persentase 15%. Persentase miskonsepsi siswa pada konsep

pengertian fotosintesis dan reaksi fotosintesis sebesar 46%, konsep peran klorofil

sebanyak 38%, konsep bahan fotosintesis sebesar 31%, konsep


32

pernyataan tentang fotosintesis, percobaan fotosintesis dan waktu terjadinya

fotosintesis sebanyak 23%.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa ditemukan adanya

miskonsepsi pada siswa SDN 4 Trebungan dan penyebab miskonsepsi yang

dialami oleh siswa SDN 4 Trebungan bersumber dari siswa 62%, guru dan siswa

23%, guru 15%, maupun buku 7%.

Penelitian yang dilakukan Kusuma (2014) di atas mendukung penelitian ini

karena dilaksanakan pada siswa sekolah dasar kelas V dan menggunakan materi

IPA. Perbedaannya penelitian di atas hanya meneliti miskonsepsi IPA di satu SD

saja menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian yang kelima dilakukan oleh Siwi (2013) yang berjudul

“Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas VII pada Konsep Sistem Pencernaan dan

Pernapasan (Penelitian Deskriptif di MTsN 1 Kota Bekasi)”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa kelas VII MTsN 1 Kota

Bekasi pada konsep sistem pencernaan dan pernapasan. Berdasarkan hasil

penelitian miskonsepsi secara keseluruhan didapat untuk konsep pencernaan

sebesar 16,5% dan konsep pernapasan sebanyak 21,9%. Penelitian ini

menunjukkan bahwa penyebab miskonsepsi pada siswa berasal ddari pemahaman

siswa, metode pembelajaran, guru serta buku referensi.

Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena

mengidentifikasi miskonsepsi pada materi IPA. Pembedanya adalah penelitian di

atas dilakukan pada siswa kelas VII MTsN, sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh peneliti pada IPA Fisika untuk siswa Sekolah Dasar. Kelima penelitian di

atas relevan memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan


33

peneliti yang berjudul Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri

Semester 2 Se-Kecamatan Minggir Sleman Tahun 2015.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam membahas tentang gejala-gejala alam

yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan

pengamatan yang dilakukan oleh manusia sehingga IPA merupakan ilmu yang

pasti. Berdasarkan hal tersebut setiap konsep dalam IPA harus dipelajari dengan

tepat, konsep sendiri merupakan abstraksi dari stimulus-stimulus yang diterima,

dan itu dapat membentuk konsep yang berbeda karena cara menerima stimulus

yang berbeda. Akibat cara menerima stimulus yang berbeda itu sehingga dapat

terjadi miskonsepsi. Miskonsepsi adalah konsep awal yang dibawa siswa kadang-

kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan dengan konsep yang diterima para

ahli. Miskonsepsi dapat disebabkan oleh siswa, guru, buku teks, konteks, dan

metode mengajar.

Miskonsepsi sangat dihindari karena apabila sejak awal masa sekolah dasar

telah salah konsep maka ditingkat selanjutnya juga akan salah. Menurut Suparno

(2005: 55) secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi

miskonsepsi adalah: 1) mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan

siswa 2) mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut 3) mencari

perlakuan yang sesuai untuk mengatasinya. Beberapa sarana untuk menyelesaikan

miskonsepsi tidak sesuai atau tidak berhasil karena pendidik tidak tahu persis

penyebab miskonsepsi tersebut, sehingga cara yang ditempuh tidak tepat.


34

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

adanya miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-

Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman tahun 2015 terutama mengenai materi

gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, periskop, proses terbentuknya

tanah, proses pembentuan tanah karena pelapukan batuan, dan lapisan susunan

bumi. Peneliti melakukan penelitian ini dengan harapan penelitian ini dapat

dijadikan sumber pembelajaran di lingkungan pendidikan Indonesia khususnya.

D. Hipotesis

Berdasarkan teori-teori dalam kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka

hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Miskonsepsi terjadi pada pembelajaran IPA siswa kelas V semester 2 SD

Negeri se-Kecamatan Minggir khususnya pada konsep gaya, cahaya,

pesawat sederhana, proses terbentuknya tanah serta lapisan penyusun bumi.

Anda mungkin juga menyukai