Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS MISKONSEPSI MAHASISWA PADA KONSEP DASAR IPA

(BIOLOGI)

Zulfiani1
1
Prodi Pendidikan Biologi FITK UIN Jakarta
FITK UIN Jakarta

Abstrak
Kenyataan di lapangan, sering ditemukan siswa di tingkat sekolah menengah
memiliki hasil belajar IPA yang rendah disebabkan terakumulasinya kesalahan
konsep (miskonsepsi). Kekeliruan konsep tersebut masih sering ditemukan dosen
pada mahasiswa tingkat 1 yang mengikuti perkuliahan biologi dasar, pada Prodi
Pendidikan Biologi FITK UIN Jakarta. Miskonsepsi yang ditemukan pada
mahasiswa terkait konsep biologi, seperti sel dan pembelahan sel, metabolism,
dan hereditas.
Hasil penelitian banyak siswa yang menjawab benar pada pertanyaan pilihan
ganda, namun tidak dapat memberikan alasan pilihan mereka, Morton (2008)
menyatakan miskonsepsi jenis ini ialah misidentifikasi (misidentification).
Penyebab miskonsepsi salah satunya ialah kondisi pembelajaran yang kurang
memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki mahasiswa. Hal ini diakibatkan karena
di kalangan dosen masih mengajar berdasarkan konsepsi bahwa seluruh
pengetahuan dapat ditransfer kepada mahasiswa secara utuh. Gaya mengajar ini
lebih berfokus pada teacher centered.
Upaya perbaikan miskonsepsi dapat direduksi dengan membangun
pengetahuan mahasiswa secara mandiri (konstruktivisme) sehingga memberi
kesempatan siswa untuk mengorganisasi kegiatan pembelajarannya dalam
hubungannya dengan skema atau struktur mental yang telah ada (Dahar, 1996).

Key word: Miskonsepsi, biologi, mahasiswa

A. PENDAHULUAN
Pendidikan IPA diarahkan untuk berinkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah,
yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah,
dengan ciri: obyektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif. Ilmu

1
Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dan
segala isinya. (BSNP, 2006)
Kenyataan di lapangan, sering ditemukan siswa di tingkat sekolah
menengah memiliki hasil belajar IPA yang rendah disebabkan terakumulasinya
kesalahan konsep (miskonsepsi). Kekeliruan konsep tersebut masih sering
ditemukan dosen pada mahasiswa tingkat 1 yang mengikuti perkuliahan biologi
dasar, pada Prodi Pendidikan Biologi. Miskonsepsi yang ditemukan pada
mahasiswa terkait konsep biologi, seperti tidak dapat melihat proses energi pada
fotosintesis dan respirasi dan keduanya merupakan proses metabolisme yang
antagonis. Padahal bagi tumbuhan, fotosintesis dapat berlangsung dengan asupan
karbondioksida yang diperoleh melalui respirasi. Miskonsepsi konsep lain akan
dibahas pada bagian berikutnya.
Hasil penelitian banyak siswa yang menjawab benar pada pertanyaan
pilihan ganda, namun tidak dapat memberikan alasan pilihan mereka, Morton
(2008) menyatakan miskonsepsi jenis ini ialah misidentifikasi (misidentification).
Penyebab miskonsepsi salah satunya ialah kondisi pembelajaran yang kurang
memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki mahasiswa. Hal ini diakibatkan karena
di kalangan dosen masih mengajar berdasarkan konsepsi bahwa seluruh
pengetahuan dapat ditransfer kepada mahasiswa secara utuh. Gaya mengajar ini
lebih berfokus pada teacher centered.
Pengetahuan menurut Piaget terdiri dari pengetahuan fisik, logika
matematika, dan sosial. Selain pengetahuan sosial, pengetahuan fisik dan logika
matematika tidak dapat ditransfer secara langsung, namun diperlukan proses
membangun pengetahuan mahasiswa secara mandiri (konstruktivisme). Upaya ini
dilakukan oleh mahasiswa sebagai upaya mandiri mahasiswa untuk
mengorganisasi kegiatan pembelajarannya dalam hubungannya dengan skema
atau struktur mental yang telah ada (Dahar, 1996).
Proses konstruk mahasiswa tidak selalu berjalan dengan mulus.
Pengetahuan yang dipersepsi (konsepsi) tidak selalu sejalan dengan konsepsi
ilmiah, yang sesungguhnya dapat mempengaruhi proses konstruksi selanjutnya.
Pembelajaran seharusnya memperhatikan prakonsepsi (pengetahuan awal)

2
mahasiswa. Jika miskonsepsi ini dibiarkan akan berakibat pada lemahnya
motivasi belajar mahasiswa dan berakhir pada rendahnya hasil belajar.
Dosen seharusnya memperhatikan adanya gejala ini sehingga dapat
mengantisipasi pengetahuan yang salah. Dalam menjalankan fungsinya sebagai
fasilitator dan mediator pembelajaran, pada saat munculnya miskonsepsi, dosen
menyajikan konflik kognitif sehingga terjadi ketidakseimbangan (disekuilibrasi)
pada diri mahasiswa. Konflik kognitif yang disajikan dosen, diharapkan dapat
menyadarkan mahasiswa atas kekeliruan konsepsinya dan pada akhirnya mereka
merekonstruksi konsepsinya menuju konsepsi ilmiah. Dengan demikian
pembelajaran IPA akan menimbulkan suasana belajar yang bermakna (meaningful
learning). Belajar bermakna terjadi bila informasi terkait dengan konsep konsep
yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif (Dahar, 1988).

B. ISI
1. Pengertian Konsep dan Konsepsi
Menurut Flavell (1970) dalam Dahar (2011), menyarankan bahwa konsep-
konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu: atribut, struktur, keabstrakan,
keinklusifan, generalisasi, ketepatan, kekuatan. Sedangkan Rosser (1984) dalam
Dahar (2011), mendefinisikan konsep sebagai suatu abstraksi yang mewakili satu
kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-
hubungan, yang mempunyai atribut yang sama.
Konsep-konsep itu adalah abstraksi-abstraksi yang berdasarkan
pengalaman, dan karenanya tidak ada dua mahasiswa yang mempunyai
pengalaman yang persis sama, maka konsep-konsep yang dibentuk siswa mungki
berbeda juga. Misalnya penafsiran tentang “gerak” dalam fisika, “fotosintesis
dalam biologi, dan larutan dalam kimia akan memberikan penafsiran yang
berbeda pada setiap mahasiswa. Walaupun para ahli sains sudah memberikan
defenisi yang jelas. Tafsiran konsep oleh sesorang disebut “konsepsi”. E van der
Berg (1991) dalam Purba dan Depari (2008), menyatakan perbedaan konsepsi
antar mahasiswa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (a) pengetahuan dan
pengalaman berhubungan dengan yang telah dimilikinya, (b) struktur pengetahuan

3
yang telah terbentuk di dalam otaknya, (c) perbedaan kemampuan dalam hal: (1)
menentukan apa yang diperhatikan waktu belajar, (2) menentukan apa yang
masuk ke otak, (3) menafsirkan apa yang masuk ke otak, (4) perbedaan apa yang
disimpan di dalam otak.
Dengan demikian bila seseorang mahasiswa pasif, konsepsinya akan
sedikit. Sedangkan bila mahasiswa aktif yang telah telah terlihat dalam proses
belajar mengajar, konsepsinya akan semakin banyak dan tinggi.

2. Miskonsepsi
2. 1 Pengertian Miskonsepsi
Sebelum mengikuti pembelajaran secara formal di sekolah, siswa ternyata
sudah membawa konsep tertentu yang mereka kembangkan lewat pengalaman
hidup mereka sebelumnya. Konsep awal yang dimiliki siswa disebut dengan
konsepsi. Konsep awal atau konsepsi yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah
biasa disebut miskonsepsi.
Konsepsi mahasiswa yang berbeda dengan konsepsi ilmu pengetahuan
disebut miskonsepsi. Nama lain dari istilah miskonsepsi yang digunakann oleh
para peneliti diantaranya adalah intuisi (intuitions), konsepsi alternatif (alternative
conceptions), kerangka alternatif (alternative frame), dan teori naif (Driver, 1988)
dalam Purba dan Depari (2008).
Sementara itu, Brown (dalam Suparno, 2005) menyatakan bahwa
miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu gagasan yang tidak
sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para ahli. Secara rinci, miskonsepsi
dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan
konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan
konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsep-konsep yang
berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.

2.2. Penyebab Miskonsepsi


Miskonsepsi yang dialami setiap siswa di sekolah bisa berlainan dengan
penyebab yang berbeda-beda. Pada satu kelas dapat terjadi bermacam-macam

4
miskonsepsi dengan penyebab miskonsepsi berbeda pula. Oleh karena itu, sangat
penting bagi guru untuk mengenali miskonsepsi dan penyebabnya yang terjadi
pada siswa.
Penyebab timbulnya miskonsepsi pada pemahaman siswa (Suhirman,
2006) yaitu:
1. Keterbatasan informasi yang diterima
2. Terbatasnya kemungkinan untuk menguji teori baru
3. Kesalahan dalam buku teks
4. Informasi dari media yang salah penyampaiannya
5. Siswa selalu pasif dan menerima apa adanya dari guru
6. Materi terlalu kompleks dan tidak sesuai dengan pola berfikir siswa
7. Materi yang dibahas masih terlalu asing bagi siswa
Miskonsepsi bisa disebabkan oleh terbatasnya informasi yang diterima
siswa dan terbatasnya kemungkinan untuk menguji keunggulan pengetahuan yang
dibentuk.
Kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan
atau soal latihan dapat saja terjadi, karena mereka membentuk pengetahuan
dengan tidak benar. Kesalahan dapat saja terjadi karena kurang lengkapnya
informasi yang siswa terima, kesalahan dalam buku atau informasi tambahan dari
media yang salah disampaikan. Kesalahan dapat juga terjadi jika siswa terlalu
dituntun atau pasif dan menerima apa adanya dari guru atau materi terlalu
kompleks dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan berfikir siswa atau
materi yang dibahas sangat jauh berbeda dengan kehidupan atau pengalaman
mereka sehari-hari (Suhirman, 2006).
Miskonsepsi dapat bertahan lama dan sifatnya menetap pada siswa.
perubahan hanya dapat terjadi jika siswa merasa tidak yakin lagi dengan
pengetahuan yang dimilikinya, sehingga ia berusaha mencari alternative
pemecahannya. Jika alternatif pemecahan masalah mampu menyelesaikan
masalahnya/teratasi, maka ia akan melakukan reorganisasi pengetahuannya.
Menurut Berg, miskonsepsi pada siswa sulit diperbaiki, seringkali “sisa”
miskonsepsi terus menerus mengganggu siswa, seperti siswa dapat mengerjakan

5
soal-soal sederhana, tetapi miskonsepsi siswa muncul kembali ketika siswa
dihadapkan pada soal-soal yang lebih sulit. Pada umumnya guru tidak mengetahui
miskonsepsi yang terjadi pada siswa, sehingga proses belajar mengajar tidak
disesuaikan dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa (Nurnianah dan Rusmansyah,
2001).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi terjadi secara
universal di seluruh dunia bagaimanapun lingkungan sosial budaya, bahasa,
maupun etniknya. Konsepsi dan miskonsepsi siswa diduga kuat terbentuk pada
masa anak-anak ketika terjadi interaksi otak dengan alam (Tayubi, 2005).
Penyebab miskonsepsi yang diuraikan di atas masih sangat terbatas. Dalam
kenyataan di lapangan, siswa dapat mengalami miskonsepsi dengan sebab-sebab
yang lebih bermacam-macam dan rumit. Penyebab sesungguhnya juga sulit
diketahui, karna terkadang siswa tidak secara terbuka mengungkapkan bagaimana
mereka mengalami dan memiliki konsep yang tidak tepat tersebut.

2.3 Terbentuknya Miskonsepsi


Bagaimana terbentuknya miskonsepsi dalam pembelajaran, terutama untuk
tingkat primer, Driver (1985) dalam Dahar (2011) mengemukakan sebagai
berikut.
a. Terbentuknya miskonsepsi disebabkan karena anak senderung
mendasarkan berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi
masalah.
b. Dalam banyak kasus, anak itu hanya memperhatikan aspek-aspek tertentu
dalam suatu situasi. Hal ini disebabkan karena anak lebih cenderung
menginterpretasi suatu fenomena dari segi sifat absolut benda-benda,
bukan dari segi interaksi antara unsur-unsur suatu sistem.
c. Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam.
d. Bila anak-anak menerangkan perubahan, cara berpikir mereka cenderung
mengikuti urutan kausal linier.
e. Gagasan yang dimiliki anak mempunyai berbagai konotasi; gagasan anak
lebih inklusif dan global.

6
f. Anak kerap kali menggunakan gagasan yang berbeda untuk
menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh para ilmuwan digunakan cara
yang sama.
2.5 Miskonsepsi pada Biologi pada Mata Kuliah Biologi Dasar
Berikut contoh konsep yang dimiskonsepsi oleh mahasiswa tingkat I Prodi
Pendidikan Biologi FITK UIN Jakarta berdasarkan hasil penelitian (Zulfiani,
Juanengsih, N., Suwarna. I, Milama, B. (2011)
Tabel 1 Miskonsepsi dan Konsep yang Tepat pada Konsep Sel, Pembelahan Sel,
Metabolisme, Hereditas

Miskonsepsi Konsep yang Tepat

Sel

Mitokondria tempat menyimpan makanan Mitokondria merupakan organel yang


berperan dalam respirasi seluler
menghasilkan energy dengan
menguraikan glukosa dengan oksigen
menghasilkan CO2 dan H2O
Pembelahan Sel

• Fase Profase meiosis (1) bergeraknya Fase Profase meiosis ditandai dengan
kromatid menuju ke arah kutub (2) Membran inti sel menghilang,
membelahnya sentromer menjadi dua dan sentrosom bergerak ke arah kutub,
terbentuknya dua sentriol dari sentrosom benang mitotik terbentuk
(3) berkumpulnya kromosom di bidang
ekuator

• Pembelahan meiosisi II terhadap oosit Proses Oogenesis:


sekunder pada oogenesis
a) Oogenesis menghasilkan satu polosit
sekunder dan satu ootid
b) Pembelahan meiosis II terhadap oosit
sekunder pada oogenesis menghasilkan
Tiga polosit dan satu ovum
c) Pembelahan meiosisi II terhadap oosit
sekunder pada oogenesis menghasilkan
dua polosit sekunder

7
Respirasi Sel

Skema Katabolisme karbohidrat,


lemak, protein:

a) Pemecahan lemak yang akan masuk ke


dalam jalur glikolisis adalah Asam lemak
b) Pemecahan lemak yang akan masuk ke
dalam jalur glikolisis adalah Gliserol
c) Pemecahan lemak yang akan masuk ke
dalam jalur glikolisis adalah Asam lemak
dan gliserol

Asam lemak hasil penguraian lemak


masuk jalur respirasi sel (Asetil Ko A)
Fotosintesis

• Proses yang terjadi pada reaksi gelap Reaksi terang berlangsung di membran
menghasilkan ATP, NADPH2, O2; terjadi tilakoid melibatkan photosistem I dan
pengikatan CO2 oleh RuBP, terjadi di II dimana sitokrom bekerja pada aliran
sitokrom electron non siklik dan aliran electron
siklik, (gambar di bawah) sementara
• Reaksi terang terjadi di membrane luar reaksi gelap berlangsung pada stroma.
mitokondria atau stroma, rekasi gelap di
membrane tilakoid atau sitoplasma Aliran Elektron
Nonsiklik
• Perubahan energi cahaya menjadi energi
kimia pada fotosintesis terjadi di grana..

8
Aliran Elektron
Siklik

Hereditas
Hewan yang mewarisi gen AaBb akan Genotip AaBb akan memberikan dua
memiliki fenotip Abu-abu ikal atau Hitam fenotip dengan informasi Jika gen A
lurus (hitam) dominan terhadap aa (putih);
Jika B (Keriting) dominan bb (lurus)
maka AaBb akan berfenotip Hitam
Keriting.

Seorang laki-laki normal menikahi wanita Kasus hemofili terpaut pada


normal yang ayahnya hemophilia. kromosom kelamin wanita (X)
Kemungkinan anak laki-laki mereka yang sehingga jika laki-laki normal
hemophilia 12,5% menikahi wanita carrier hemofili maka
anak laki-lakinya

9
XHXh x X HY
I
I
XHXH : Pr Normal
X HXh : Pr Norm Carier
Xh Y : Laki-laki Hemofili
XHY : Laki-laki normal
Maka kemungkinan hemofili laki-laki
adalah 25 %

Gandum berkulit hitam (Hhkk) X kuning Kasus epistasi hipostasis menghasilkan


(hhKk) hitam epistasis terhadap kuning maka keturunan:
keturunannya adalah 50% hitam, 25% kuning, kk
25% putih Kk
Hh HhKk Hhkk
Hitam Hitam
hh hhKk Hhkk
kuning Hitam

75 % Hitam, 25 % Kuning
Prinsip Epistasis Hipostasis

2.6 Upaya mencegah Miskonsepsi dengan Pembelajaran Konstruktivisme


Pendidik juga perlu mengetahui bahwa miskonsepsi yang dialami setiap
siswa dalam satu kelas dapat berlainan dan penyebabnya juga berlainan. Maka
dapat terjadi, dalam satu kelas terdapat bermacam-macam miskonsepsi dan
penyebab miskonsepsi. Dengan demikian, bagi pendidik tidak mudah untuk
sungguh-sungguh mengerti penyebab miskonsepsi yang dialami setiap siswa.

10
Sebagai akibatnya, tidak mudah juga untuk membantu setiap siswa secara tepat
dalam mengatasi miskonsepsi.
Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan siswa dikontruksi atau
dibangun oleh siswa sendiri. Proses konstruksi tersebut diperoleh melalui interaksi
dengan benda, kejadian dan lingkungan. Pada saat siswa berinteraksi dengan
lingkungan belajarnya, siswa mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan
pengalamannya. Oleh karena itu, ketika proses kontruksi pengetahuan terjadi pada
siswa, sangat besar kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses
mengkontruksi karena secara alami siswa belum terbiasa mengkontruksi
pengetahuan sendiri secara tepat. Apalagi jika tidak didampingi sumber informasi
yang jelas dan akurat.
Konstruksi pengetahuan siswa tidak hanya dilakukan sendiri tetapi juga
dibantu oleh konteks dan lingkungan siswa, diantaranya teman-teman di sekitar
siswa, buku teks, guru dan lainnya. Jika aspek-aspek tersebut memberikan
informasi dan pengalaman yang berbeda dengan pengertian ilmiah maka sangat
besar kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada siswa tersebut. Oleh karena itu,
aspek-aspek tersebut merupakan penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa.
Aspek-aspek yang dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi adalah siswa itu
sendiri, guru, dan metode pembelajaran yang digunakan guru di kelas.
Berdasarkan penafsiran beberapa peneliti miskonsepsi terhadap teori
belajar menurut faham konstruktivisme yang sepakat menganut prinsip dasar
bahwa: (a) sebelum mempelajari bahan ajar yang baru, pada dasarnya siswa sudah
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan topik yang
akan diajarkan; (b) pengetahuan dan pengalaman itu sudah menghasilkan struktur
pengetahuan di dalam otak, tetapi belum tentu struktur itu benar dan sesuai untuk
menerima konsep baru. Bahkan seringkali ada prakonsepsi yang perlu diubah
pada waktu pembelajaran berlangsung; (c) otak siswa menentukan apa yang
diperhatikan waktu pembelajaran, memilih keterangan apa yang masuk ke otak,
menafsirkan apa yang masuk otak dan menyimpannya. Oleh sebab itu, menurut
pandangan ini jika siswa pasif maka restructuring pengetahuan di dalam otak

11
tidak terjadi, maka semakin aktif dan terlibat mahasiswa dalam proses
pembelajaran, semakin baik hasilnya.

C. PENUTUP
Miskonsepsi merupakan permasalahan serius dalam pembentukan konsep
yang benar. Pembentukan konsep pada IPA bersifat maju berkelanjutan, artinya
jika ada konsep yang salah dipahami mahasiswa pada tingkat dasar akan
berpengaruh pada ketepatan pemahaman pengetahuan selanjutnya.
Hasil penelitian dan literatur menunjukkan terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan miskonsepsi ialah (1) Pengetahuan awal mahasiswa (Prior
knowledge), (2) Proses pembelajaran yang didominasi oleh guru (teacher
centered), (3) Kompetensi pendidik, (4) Tingkat Penalaran (Perkembangan
Kognitif).

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standard Nasional Pendidikan.(2006). Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta.
Dahar, R. W. (2011). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Purba, J. P, and Depari, G.(2008).Penelusuran Miskonsepsi Mahasiswa Tentang
Konsep dalam Rangkaian Listrik Menggunakan Certainty of Response
Index dan Interview. UPI Bandung
Suhirman. (2006). Prakonsepsi, Miskonsepsi, dan Pemahaman Konsep dalam
Pembelajaran Sains. Jurnal Teknologi Pembelajaran : Teori dan
Penelitian. No.2.1998
Suparno, P. (2005). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika.
Jakarta: Gramedia
Tayubi (2005) Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika
Menggunakan Certainty of Response Index (CRI). Mimbar Pendidikan UPI.
Tersedia :
http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/JURNAL_MIMBAR_PENDIDIKAN
/MIMBAR_NO_3_2005 [ 10 September 2011]
Morton JP, Doran DA, Maclaren DP (Jun 2008). "Common student
misconceptions in exercise physiology and biochemistry". Adv Physiol Educ
32 (2): 142–6. doi:10.1152/advan.00095.2007. PMID 18539853.
Zulfiani. Juanengsih, N., Permana Iwan S., Milama, B. (2011) Analisis
Miskonsepsi Mahasiswa pada Konsep Dasar IPA melalui CRI, Interview
klinis, dan Peta Konsep. Lemlit: UIN Jakarta.

12
13

Anda mungkin juga menyukai