Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Biologi merupakan bagian dari ilmu Pengetauan Alam yang mempelajari

konsep-konsep ilmiah tentang kehidupan makhluk hidup dengan segala interaksinya.

Interaksi yang bersinggunagan dengan alam dan makhluk hidup didalamnya memiliki

konsep – konsep yang harus dipahami oleh setiap peserta didik. Konsep tersebut

menjadi dasar dalam mempelajari ilmu biologi yang oleh peserta didik dianggap sulit

untuk dipahami, seperti pada materi sistem koordinasi yang memiliki 3 sub materi

yaitu; sistem saraf, sistem imun dan alat indra. Sistem saraf merupakan salah satu

materi yang dianggap sulit untuk dipahami oleh peserta didik. Hasil wawancara yang

dilakukan kepada beberapa guru biologi menjelaskan bahwa materi sistem saraf dinilai

sulit dipahami oleh peserta didik karena; memiliki nama – nama bagian yang sulit untuk

diingat, fungsi suatu sistem yang terkadang tertukar dengan fungsi sistem lain, dan

mekanisme yang menghubungkan sistem – sistem lainnya. Konsep materi tersebut

merupakan pola terpenting dalam memahami materi tersebut.

Data pada laman website Puspendik (2019) menunjukan bahwa rata – rata skor

nilai biologi secara nasional pada tahun 2017 yaitu; 50,21, dan pada tahun 2018

menurun mejadi 48,94, sedangkan data pada SMA N 1 Pundong pada tahun 2017

mendapat capaian skor nilai 96,30 pada kemampuan yang di uji “menganalisis

mekanisme penghantaran rangsang reflek pada sistem saraf melalui gambar atau narasi

kejadian gerak reflek”. Pada tahun 2018 capaian skor nilai menurun menjadi 64,71

1
pada kemampuan yang diuji “Mekanisme kerja sistem hormon atau saraf yang

berkaitan dengan artikel”. Angka tersebut masih tergolong rendah dalam skala capaian

nasional.

Berdasarkan hasil wawancara kepada guru biologi di SMA Negeri 1 Pundong

menyatakan bahwa terdapat beberapa materi yang sulit di pahami oleh peserta didik,

materi tersebut berkaitan dengan sistem – sistem yang terjadi pada tubuh manusia salah

satunya yaitu sistem saraf. Guru menjelaskan bahwa pada materi sistem saraf,

pemahaman peserta didik hanya pada konsep – konsep dasar saja seperti; apa itu

neuron, nama – nama bagian neuron, dendrit, dan fungsi yang mudah untuk di ingat,

namun untuk lebih memahami materi tersebut peserta didik peserta didik mengalami

kesulitan dan kekeliruan dalam pengartian beberapa topik yang dibahas pada materi

tersebut seperti; urutan mekanisme penghantaran impuls, fungsi pada saraf kranial, dan

bagian – bagian otak.

Rahayu (2016) menunjukan bahwa terdapat miskonsepsi dalam materi sistem

saraf manusia dalam jumlah yang bervariasi. Miskonsepsi terutama terjadi pada fungsi

dan struktur sel saraf, mekanisme impuls saraf, sistem saraf pusat, mekanisme gerak

refleks, sistem saraf tepi, dan gangguan atau kelainan pada sistem saraf. Farihah (2016)

menambahkan bahwa miskonsepsi rata - rata terjadi pada topik materi struktur sistem

saraf, fungsi sistem saraf, mekanisme kerja sistem saraf dan aplikasi sistem saraf.

Miskonsepsi merupakan pemahaman yang keliru terhadap suatu materi tidak

berkelanjutan dan memerlukan penanganan khusus (Queloz, 2017). Miskonsepsi

merupakan suatu pemahaman yang salah dipahami maupun pemahaman yang berbeda

2
dengan persetujuan secara ilmiah (Tekkaya, 2002). Yuliani (2008) menyatakan bahwa

miskonsepsi merupakan suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau

pengertian yang dipahami pakar dalam bidang tersebut. Miskonsepsi tejadi ketika

peserta didik berusaha memahami atau mengkonstruksi pengetahuan dengan

menerjemahkan hal yang baru dipelajari dalam bentuk konsepsi awal (NSTA, 2013).

Pembentukan konsep pertama dimulai ketika peserta didik mendapat pengalaman

pembelajaran di sekolah maupun dilingkungan sekitar. Nation, reasearch, & council

(2009), Miskonsepsi dapat berbentuk konsep awal seperti hubungan yang tidak benar

antara konsep – konsep (Pellegrino, Wilson, Koenig, Beatty, & Sci, 2014), gagasan

intuitif atau pandangan yang salah. Miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-

konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima (Novak & B.Gowin, 1984).

Miskonsepsi masih menjadi sesuatu yang menakutkan dan selalu membayangi dalam

setiap proses pembelajaran (National, Research, & Council, 2007). Ada beberapa

penyebab terjadinya miskonsepsi yang dialami oleh peserta didik antara lain; guru,

buku teks, dan metode pembeajaran yang digunakan dalam pebelajaran oleh peserta

didik, hal tersebut didukung oleh Suparno (2005) yang menyatakan bahwa penyebab

lain yang menyebabkan miskonsepsi adalah dari peserta didik sendiri karena

mengalami kesulitan dalam memahami konsep.

Kesalahan dalam memahami suatu konsep menyebabkan peserta didik

mengalami miskonsepsi juga untuk konsep pada tingkatan berikutnya atau ketidak

mampuan menghubungkan antar konsep. Hal inilah yang mengakibatkan terciptanya

rantai kesalahan konsep yang tidak terputus (Purtadi & Sari, 2007). Kesulitan yang

3
dialami peserta didik dapat berasal dari istilah asing dalam biologi yang belum dapat

diterima dan dikuasai, serta tingkat kerumitan dari suatu konsep dikarenakan

kompleksitas informasi ataupun ciri yang membentuk konsep tersebut (NTSA, 2013).

Suparno (2005) mengungkapkan bahwa akibat dari kesuliatan memahami materi,

peserta didik hanya menangkap sebagian atau bahkan tidak mengerti sama sekali.

Pengertian yang tidak utuh tersebuat jika dibiarkan dapat mengakibatkan miskonsepsi

yang lebih besar dan jika terus menerus dapat menyebabkan miskonsepsi yang

berkelanjutan.

Kurikulum yang digunakan dalam proses pembelajaran saat ini adalah

Kurikulum 2013 (K13) dengan pembelajaran 5M. Pembelajaran 5M tersebut

diharapkkan mampu memperbaiki kualitas pembelajaran peserta didik di sekolah.

Pembelajaran dalam kurikulum yang dilakukan berpusat pada peserta didik. Peserta

didik dituntut untuk aktif dalam mencari informasi materi pembelajaran yang dilakukan

dengan model pembelajaran yang berbasis sains. Pencarian informasi yang dilakukan

oleh peserta didik, guru tidak ikut dalam penyampaian materi hingga tuntas, sehingga

guru sering kali diam karena model yang menuntut peserta didik untuk mencari tahu

sendiri informasi yang dibutuhkannya dan seringkali peserta didik menemui kendala

dalam proses pencarian yang dilakukan. Kendala yang umum ditemui yaitu kurangnya

rujukan referensi materi pembelajaran, kurangnya motivasi dalam mencari dan

membaca informasi, dan juga tidak adanya bimbingan guru secara langsung untuk

memahami isi materi yang dipelajari sehingga seringkali peserta didik mengalami

miskonsepsi.

4
Ada berbagai macam cara menurunkan miskonsepsi, diantaranya yaitu

mengungkap miskonsepsi yang dialami peserta didik, menemukan penyebab

miskonsepsi, dan mencari metode yang sesuai untuk menyembuhkan miskonsepsi

(Suparno, 2005: 55). Berg (1991) menyatakan beberapa cara atau pendekatan untuk

mengatasi miskonsepsi yaitu penyesuaian pengurutan silabus dengan cara berpikir

peserta didik, konflik kognitif, analogi, interaksi perpasangan, metakognitif, dan

demonstrasi. Pendekatan yang digunakan harus disesuaikan dengan materi pokok yang

di ajarkan. Peran guru dalam proses pembelajaran berperan sangat penting untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Carin (1993) pembelajaran dengan metode guided

discovery learning merupakan metode yang memadukan antara pembelajaran yang

berpusat pada guru (teacher-centered) dengan pengajaran yang berpusat pada peserta

didik (student-centered). Metode ini menuntut bagaimana peserta didik mampu

mengkontruksi kembali informasi agar mereka mampu berkembang melampaui fakta

sebelumnya dan menyusun konsep baru.

Usaha yang dilakukan untuk menurunkan miskonsepsi yaitu dengan memilih

model yang sesuai salah satunya yaitu model pembelajaran guided discovery learning.

Pada model tersebut terdapat tahap eksplorasi dan pembentukan konsep yang

diharapkan mampu memaksimalkan penurunan miskonsepsi yang muncul. Menurut

Mayer (2004), guided discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran

yang bertujuan untuk melatih peserta didik untuk menemukan konsep secara mandiri.

Peserta didik berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan menjawab berbagai

pertanyaan atau persoalan dan memecahkan persoalan untuk menemukan suatu konsep.

5
Jacobson, dkk (2009) menambahkan bahwa di dalam guided discovery learning guru

menyajikan contoh – contoh dan memberikan kesimpulan ketika siswa telah mampu

mendiskripsikan gagasan yang telah diajarkan oleh guru.

Thohir (2017) menunjukan bahwa keterlaksanaan pembelajaran guided

discovery learning yang dilakukan diperoleh rata-rata nilai dengan kategori baik

dengan hasil penurunan miskonsepsi yang signifikan yaitu; pada konsep kecepatan drift

sebesar 66% menjadi 31%, konsep hukum Ohm 26% menjadi 3%, konsep tegangan

seri pararel 71% menjadi 43%, model konsumsi arus 63% menjadi 46%, rangkaian seri

dan pararel terhadap daya listrik 80% menjadi 46%, energi baterai 40% menjadi 37%,

tipologi rangkaian listrik 69% menjadi 51%, daya listrik rangkaian campuran 51%

menjadi 17%, arus suatu rangkaian 40% menjadi 11%, beda potensial antara dua titik

43% menjadi 9%, penggunaan ampermeter dan voltmeter 37% menjadi 26%, dan

aturan Kirchhoff 20% menjadi 26%. Lavine (2005) menemukan bahwa guided

discovery learning dapat membangkitkan motivasi belajar, kemampuan pemahaman

konsep – konsep sains (Bambang, (2009) seta meningkatkan pemahaman konsep dan

keterampilan (Maulidar, 2016). Yoga (2017) menyatakan bahwa model pembelajaran

guided discovery learning dengan perangkat yang memadai dapat terlaksana dengan

baik dengan proses pembelajaran baik. Semua aspek dapat tercapai secara keseluruhan

dan model guided discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik,

serta kemampuan berpikir kritisnya.

Media pembelajaran juga diperlukan untuk membantu menurunkan

miskonsepsi peserta didik dalam materi yang di berikan. Animasi Macro Media flash

6
merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk membantu pembelajaran

dalam penguasaan konsep materi yang diajarkan. Pada media tersebut animasi yang

ditampilkan dapat memberi gambaran nyata agar persepsi yang diterima tidak

mengalami kekeliruan dalam pemahamannya. Onansaya (2004) menyatakan bahwa

media audio-visual sangat efektif untuk menunjukkan suatu konsep simulasi/proses,

sehingga ketiadaan media untuk menyamakan persepsi tentang konsep proses yang

benar atau untuk mengecek konsep yang dipahaminya benar atau salah. Animasi

merupakan kumpulan gambar yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan

gerakan animasi (Suheri, 2006: 3-4). Berdasarkan studi Primavera dan Suwarna (2004)

pembelajaran menggunakan media animasi audio-visual (video) memiliki daya dukung

terhadap proses pembelajaran pada kategori baik dengan persentase sebesar 79%.

Andriana (2013) dalam studinya mengungkapkan remidiasi menggunakan animasi

flash dapat menurunkan miskonsepsi peserta didik sebesar 50,95% dan memiliki effect

size sebesar 1,58 dengan kategori tinggi. Penelitian Saputri et al. (2012) menunjukan

bahwa peserta didik yang diberikan remidiasi menggunakan modul, profil

miskonsepsinya lebih banyak tereduksi. Peningkatan pemahaman peserta didik

terhadap suatu materi dengan bantuan media pembelajaran tersebut diharapkan mampu

menurunkan miskonsepsi peserta didik.

Dari latar belakang tersebut maka penelitian tentang “Efektifitas Model guided

discovery learning berbantuan Animasi Macro Media Flash terhadap Penurunan

Miskonsepsi Materi Sistem Koordinasi di SMA” penting untuk dilakukan.

7
B. Identifikasi Masalah

Beberapa permasalahan yang dapat di identifikasi dari latar belakang masalah

di atas, meliputi :

1. Miskonsepsi pada pembelajaran biologi materi sistem saraf pada bab sistem

koordinasi masih tinggi ditemui namun model pembelajaran yang efektif untuk

menurunkan miskonsepsi tersebut belum diketahui dengan tepat.

2. Model pembelajaran guided discovery learning berbantuan animasi macro

media flash berpotensi dapat menurunkan miskonsepsi namun efektifitas pada

model pembelajaran berbantuan media tersebut belum diketahui.

3. Perbedaan persepsi antar peserta didik pada pembelajaran yang komplek

dengan tidak adanya gambaran yang konkreat sehingga menimbulkan katidak

pahaman dalam memahami materi

4. Perbandingan tingkat efektifitas model pembelajaran guided discovery learning

berbantuan animasi macro media flash dengan model pembelajaran 5M belum

diketahui.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan yang disampaikan di atas, maka

penelitian ini dibatasi pada materi yang digunakan yaitu materi sistem saraf pada bab

sistem koordinasi. Metode yang digunakan pada pembelajaran yaitu guided discovery

learning berbantuan animasi macro media flash pada kelompok eksperimen dan

pembelajaran 5M pada kelompok kontrol untuk menurunkan miskonsepsi pada peserta

didik.

8
D. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan model guided discovery learning berbantuan Animasi

Macro media flash dapat memperbaiki pemahaman konsep sehingga dapat

menurunkan miskonsepsi peserta didik pada materi sistem koordinasi?

2. Apakah model guided discovery learning berbantuan animasi macro media

flash lebih efektif memperbaiki pemahaman konsep dibandingkan dengan

pembelajaran 5M untuk menurunkan miskonsepsi pada peserta didik?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan paparan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

dapat diuraikan sebagai berikut:.

1. Mengetahui efektifitas model Guided Discovery Learning berbantuan Animasi

Macro Media Flash dalam memperbaiki miskonsepsi pada materi sistem

koordinasi

2. Mengetahui perbandingan penurunan miskonsepsi model pembelajaran guided

discovery learning berbantuan Animasi Macro media flash dengan

pembelajaran 5M pada materi sistem koordinasi.

F. Manfaat penelitian

1. Guru dapat:

a. Mengatahui tingkat miskonsepsi peserta didik pada materi sistem

koordinasi

b. Mengetahui langkah mengatasi miskonsepsi peserta didik

9
c. Mengetahui model pembelajaran yang tepat dalam memperkuat

pemahaman konsep materi sistem koordinasi

2. Peserta didik:

Meningkatkan pemahaman dan memperbaiki pemahaman konsep pada

materi sistem koordinasi

3. Peserta didik:

Dapat menjadi referensi dalam melakukan penelitian mengenai miskonsepsi

dalam pembelajaran dalam melakukan penelitian lanjutan.

10

Anda mungkin juga menyukai