PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya pada proses pembelajaran siswa belajar setiap mata pelajaran tidak
dengan kepala yang kosong artinya siswa telah memiliki pengetahuan dasar tentang pelajaran
yang akan dipelajari sebelum melakukan proses pembelajaran terutama pada pmbelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Pada pembelajaran IPA siswa telah banyak pengalaman dan pengetahuan yang
berhubungan dengan alam. Semua sisiwa sudah banyak memiliki pengalaman tentang
gerak,gaya, listrik, magnet, energy, tentang makhluk hidup, benda mati dan masih banyak
lagi peristiwa alam yang diketahui oleh siswa sebelum melakukan proses pembelajaran
terlepas apakah pengetahuan mereka benar menurut “konsep” ataupun tidak.Dengan
pengalaman itu sudah terbentuk intuisi dan “teori siswa” mengenai peristiwa alam dalam
lingkungan sehari-hari manusia, akan tetapi belum tentu intuisi dan teori yang telah terbentuk
itu adalah benar.
Di beberapa Negara para pendidik khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan alam
mulai melakukan penyelidikan tentang kekeliruan siswa dengan pengetahuan alamnya dan
ternyata ada pola tertentu dalam kekeliruan tersebut. Rupanya kebanyakan siswa a secara
terus menerus mengiringi proses pembelajaran IPA. Salah konsep (miskonsepsi) itu muncul
dari pengalaman sehari-hari dan sulit sekali diperbaiki. Apabila guru mengajar tanpa
memperhatikan salah konsep (miskonsepsi) siswa yang sudah ada dalam kepalanya sebelum
mengalami proses pembelajaran di sekolah, maka guru tidak akan berhasil menanamkan
konsep IPA yang benar.oleh karena itu perlu adanya antisipasi sejak dini secara konsisten
untuk melakukan pembenahan pembelajaran mulai dari analisis kesalahan konsep sampai
pada mencari solusi alternative mengenai bagaimana miskonsepsi dalam pembelajaran IPA
mungkin dapat diatasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Miskonsepsi IPA?
2. Bagaimana Fakta Mengenai Miskonsepsi?
3. Kapan miskonsepsi dapat terjadi?
4. Bagaimana Penyebab miskonsepsi?
5. Bagaimana Upaya Yang dapat dilakukan dalam mengatasi Miskonsepsi?
6. Bagaimana Cara siswa dalam mengatasi miskonsepsi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian miskonsepsi
2. Mengetahui fakta mengenai miskonspsi
3. Mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi
4. Mengetahui upaya mengatasi miskonsepsi baik pada guru maupun pada siswa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Miskonsepsi
Jadi, Konsepsi merupakan tafsiran seseorang terhadap suatu konsep tertentu. Maka
dapat di katakan bahwa konsepsi adalah cara pandang seseorang terhadap suatu konsep.
Konsepsi di bagi menjadi dua yakni pra konsepsi dan miskonsepsi.
Miskonsepsi atau salah konsep merupakan konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ilmuwan pada bidang yang
bersangkutan (Suparno, 2005). Sedangkan Novak (dalam Suparno, 2005) menyatakan bahwa
prakonsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah disebut dengan miskonsepsi. Brown
(dalam Suparno, 2005) memandang miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan
mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah.
Selain itu Menurut Euwe Van den Berg menyatakan bahwa Miskonsepsi merupakan
pertentangan atau ketidakcocokan konsep yang dipahami seseorang dengan konsep yang
dipakai oleh pakar ilmu yang bersangkutan.
Miskonsepsi dapat berbentuk konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar
antara konsep-konsep atau pandangan yang salah. Secara rinci miskonsepsi dapat merupakan
pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi
contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda,
kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak
benar.
Miskonsepsi yang terjadi pada seseorang sulit diperbaiki apalagi bila miskonsepsi
tersebut dapat membantu seseorang dalam memecahkan permasalahannya. Di sekolah,
miskonsepsi pada siswa tidak dapat dihilangkan dengan metode ceramah. Bahkan metode
ceramah memberikan peluang terjadinya miskonsepsi baru jika informasi yang diberikan
tidak sesuai dengan pengertian konsep yang sebenarnya. Oleh karena itu, pada proses
pembelajaran di sekolah, sangat dianjurkan untuk menggunakan model dan metode
pembelajaran yang lebih menantang dan mengajak siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan
baru melalui pengalaman belajar yang tepat.
Miskonsepsi tidak hanya terjadi pada siswa tetapi juga terjadi pada guru. Hal ini
menyebabkan miskonsepsi pada siswa semakin besar. Miskonsepsi juga dapat terjadi pada
buku-buku yang dijual di pasaran. Jika buku tersebut digunakan guru dan siswa sebagai
sumber belajar maka guru dan siswa tersebut akan mengalami miskonsepsi dan bahkan
makin memperkuat miskonsepsi yang sebelumnya sudah terjadi. Oleh karena itu, memang
tidak mudah memperbaiki miskonsepsi namun guru hendaknya selalu berusaha untuk
memperbaiki penguasaan konsep yang dipelajarinya sehingga dapat mengenali kesulitan
yang terjadi pada siswa.
Secara harfiah kata miskonsepsi berasal dari kata dasar “konsep”.Kata konsep dalam
berbagai pembahasan dapat dikembangkan menjadi beberapa istilah diantaranya adalah; peta
konsep, konsepsi, prakonsepsi, miskonsepsi dan lain-lain. Konsep adalah benda-benda,
kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang terwakilin
dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau symbol (objects, ivents, situations,or propertiesthat
prosses common critical attributes and are designated in any givent culture by some accepted
sign of symbol) (Ausubel et al., 1978:105). Setiap obyek dalam lingkungan manusia terdapat
dalam banyak bentuk, ukuran dan cirri-ciri lain. Misalnya; “Meja” mempunyai bentuk
persegi panjang, segi tiga dan bundar, dengan warna, bahan dan ukuran yang beragam. Meja
memiliki 1,2,3,4 atau banyak kaki.Meja tetap disebut “Meja” walaupun bentuk, ukuran,
warna, bahannya berbeda.Meja adalah symbol yang digunakan manusia sebagai alat
komunikasi mengenai benda dengan ciri-ciri tertentu.Kata meja dengan segala ciri-cirinya itu
disebut konsep.Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah
komunikasi antara manusia da yang memungkinkan manusia berfikir (bahasa adalah alat
berfikir). Tafsiran perorangan pada sebuah konsep adalah berdeda-beda.Tafsiran oleh
seseorang itulah yaing disebut konsepsi. Konsepsi dapat diartikan sebagai tafsiran dari
seseorang terhadap konsep ilmu. Sebuah contoh inti konsep massa jenis adalah bahwa untuk
jenis bahan tertentu hasil bagi massa dan volume selalu tetap dan bahwa tetapan itu berbeda
untuk setiap unsur/senyawa/campuran, maka unsur/senyawa dapat dikenal dari massa
jenisnya. Dalam menghubungkan beberapa konsep diperlukan media atau alat peraga untuk
memudahkan seseorang dalam membaca konsep.Alat peraga untuk memperlihatkan
hubungan antar beberapa konsep disebut peta konsep. Tetapi banyak siswa memiliki konsepsi
yang berberda, misalnya dalam mengenal “massa” siswa cenderung berfikir bahwa jika
jumlah zat (massanya) ditambah, maka massa jenisnya juga bertambah. Pemiliran yang
demikian inilah yang disebut “miskonsepsi”.Memang konsepsi siswa selalu berbeda dengan
konsepsi ilmuwan. Konsepsi ilmuwan pada umumnya akan lebih berdasar, lebih kompleks,
lebih rumit, melibatkan lebih banyak hubungan antar konsep dari pada konsepsi siswa. Kalau
konsepsi siswa adalah sama dengan konsepsi ilmuwan yang disederhanakan, namun konsepsi
siswa tidak dapat dikatakan salah, tetapi kalau konsepsi siswa bertentangan dengan konsepsi
para ilmuwan, untuk kondisi yang demikian digunakan istilah “Miskonsepsi”
(Misconception). Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam memahami
hubungan antar konsep. Misalnya hubungan antara gaya dengan momentum, atau antara arus
dan tegangan, atau massa jenis dan massa.
Miskonsepsi sering kali dialami oleh siswa namun dikalangan guru juga tidak jarang
mengalami miskonsepsi dalam mengajar. Menurut beberapa literature ciri-ciri miskonsepsi
disimpulkan sebagai berikut (Osborne dan freyberg, 1985; driver et al, 1985; Gilbertdan
Watts, 1983; Hasweh, 1986; Halloun dan Hestenes, 1985):
Miskonsepsi sulit untuk diperbaiki. Namun demikian hal ini menjadi kewajiban
seorang guru untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang konsep yang benar.
Seringkali “sisa” miskonsepsi terus menerus mengganggu .soal-soal yang sederhana dapat
dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi muncul lagi.Seringkali
terjadi regresi, yaitu mahasiswa yang sudah pernah mengatasi miskonsepsi, beberapa
kemudian mengalami salah konsep lagi.
Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tak dapat dihilangkan atau dihindari
(Halloun & Hestenes, 1985). Siswa, mahasiswa, guru, dosen, maupun peneliti sering kali
mengalami miskonsepsi. Guru dan dosen pada umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang
lazim antara (maha) siswanya dan tidak menyesuaikan proses pembelajaran dengan
muskonsepsi (maha) siswanya.
Miskonsepsi bisa terjadi pada (maha) siswa tanpa memandang apakah (maha) siswa
tersebut pandai atau tidak terbukti pada hasil tes miskonsepsi, (maha) siswa yang tergolong
pandai mendapat skor rata-rata sama dengan (maha) siswa yang memiliki kemampuan rata-
rata. Pada umumnya cara mediasi yang sudah dicobakan mendapatkan hasil yang belum
maksimal
Menurut teori perkembangan intelektual Piaget, miskonsepsi akan terjadi jika struktur
mental yang ada tidak cukup akurat untuk mengakomodasi pengetahuan yang baru.
Miskonsepsi akan mudah diketahui melalui penalaran yang digunakan mungkin kurang
masuk akal, mungkin kurang lengkap, mungkin juga kurang jelas.
D. Penyebab Miskonsepsi
Oleh karena itu kelompok Piaget menyarankan agar pembelajaran disesuaikan dengan
tahap-tahap perkembangan intelektual siswa. Namun demikian siswa tidak berarti tidak lagi
menghadapi masalah bila pembelajarannya telah sesuai dengan tahap perkembangan
intelegensinya, karena paling tidak ada empat faktor yang berpengaruh pada perkembangan
itu, yatitu proses menuju kedewasaan, interaksi social, pengalaman hidup dan ke-
tidakseimbang-an kognitif.
Proses menuju kedewasaan merupakan fungsi dari waktu. Semakin tua umurnya ia
semakin dewasa. Interaksi social merujuk pada hubungan dan interaksi antara dirinya dengan
keluarga dan teman-temannya. Pengalaman hidup diperoleh dari hasil pemahamannya
tentang dunia sekitarnya. Pada umumnya dengan cara membandingkannya dengan yang lain.
Ke-tidakseimbangan kognitif merujuk pada situasi konflik antara pengetahuan yang lama dan
pengetahuan yang baru. Konflik semacam ini menuntun siswa mengajukan berbagai
pertanyaan.
Ke-tidakseimbang-an ini akan diselesaikan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi merupakan usaha untuk menempatkan pengetahuan yang baru di antara
pengetahuan yang telah ada. Dengan cara seperti itu, pengetahuan yang baru menjadi berarti
baginya, pengetahuan baru menjadi bermakna baginya. Namun, kenyataannya proses
asimilasi itu tidak selalu mulus berlangsung. Karena itu, proses akomodasi mengambil alih.
Akomodasi merujuk suatu proses menyusun cara berpikir baru untuk menghadapi
sesuatu yang sungguh-sungguh baru atau karena proses asimilasi tidak dapat berlangsung.
Cara berpikir berpikir menghadapi dunia ini, sering disebut struktur mental. Sesaat setelah
terbentuk, struktur mental ini akan dipakai berulang-ulang dari waktu ke waktu dalam
menghadapi pengetahuan yang baru. Kemungkinan juga akan dihasilkan struktur mental yang
baru, maka siswa akan membuat hubungan antara masing-masing struktur mental itu satu
dengan yang lain.
Miskonsepsi tidak hanya terjadi pada siswa tetapi juga terjadi pada guru. Hal ini
menyebabkan miskonsepsi pada siswa semakin besar. Miskonsepsi juga dapat terjadi pada
buku-buku yang dijual di pasaran. Jika buku tersebut digunakan guru dan siswa sebagai
sumber belajar maka guru dan siswa tersebut akan mengalami miskonsepsi dan bahkan makin
memperkuat miskonsepsi yang sebelumnya sudah terjadi.
a. Siswa
Konsep awal yang dimiliki siswa menunjukkan bahwa pikiran siswa sejak
lahir tidak kosong atau diam. Selama melakukan interaksi dengan lingkungannya
siswa terus aktif mencari informasi untuk memahami sesuatu. Menurut teori
konstruktivistik, proses kontruksi pengetahuan seseorang akan terbangun sejak lahir.
Siswa yang baru belajar secara formal di sekolah pada usia 6-7 tahun, sudah memiliki
konsepsi awal sesuai dengan pengalaman dan informasi yang diterimanya dari orang
tua dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, sangat besar kemungkinan konsepsi
awal yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang dalam bidang IPA.
Miskonsepsi pada siswa tidak hanya terjadi pada lingkungan keluarga tetapi
juga dapat terjadi karena miskonsepsi yang terjadi pada guru. Guru yang tidak
menguasai bahan ajar atau memiliki pemahaman yang tidak benar tentang suatu
konsep akan menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Banyak guru yang
melaksanakan pembelajaran IPA hanya dengan berbicara dan menulis di papan tulis.
Guru jarang bahkan tidak pernah melaksanakan kegiatan eksperimen atau
demonstrasi. Guru jarang memberikan contoh-contoh penerapan konsep yang
dipelajari dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa. Bahkan masih banyak
guru yang melaksanakan pembelajaran atas dasar tugas rutin yang harus selesai pada
waktunya. Hal ini menyebabkan guru berlari sendirian sementara siswa tetap diam di
tempat atau terseok-seok mengikuti guru dengan caranya sendiri.
Materi IPA di sekolah bukanlah mata pelajaran yang berisi sejarah IPA tetapi
merupakan materi yang dikembangkan berdasarkan pengalaman dan kegiatan
konkret. Oleh karena itu, mata pelajaran IPA tidak dapat diberikan dengan berbicara
dan menulis saja tetapi harus didasarkan pada pengalaman siswa dalam kehidupan
sehari-hari dan diperoleh melalui kegiatan praktikum atau langsung berinteraksi
dengan benda yang dipelajari.
c. Metode pembelajaran
1. Mengidentifikasi prakonsepsi siswa. Apa yang ada dalam pikiran siswa sebelum kita
mualai mengajar? Prakonsepsi apakah yang sudah terbentuk dalam pikiran siswa
tentang pengalaman dan peristiwa-peristiwa yang akan dipelajari? Apa kekurangan
prakonsepsi tersebut?
2. Prakonsepsi dapat diketahui dari leteratur, dari tes diagnostis, dan dari pengamatan
kegiatan siswa.
3. Merancang pengalaman belajar yang bertolak dari prakonsepsi dengan melakukan
penguatan terhadap konsep yang sudah benar dan mengevaluasi konsep yang masih
salah. Prinsip utama dalam mengevaluasi miskonsepsi adalah siswa melakukan
pengalaman belajar yang menunjukkan pertentangan konsep dengan peristiwa alam.
Dengan demikian diharapkan terjadi pertentangan antara pengalaman baru dengan
konsep yang lama sehingga terjadi koreksi konsepsi (cognitive 127 Jurnal
Darussalam: Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam Vol.VIII,
No 1: 115-128. September 2016. ISSN: 1978-4767 dissonance theory, festinger).
Menurut piaget pertentangan antara pengalaman baru dengan konsep yang salah akan
terjadi akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif yang menghasilkan konsep baru
yang lebih tepat.
Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Secara umum, kiat
yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan
yang dimiliki siswa itu, mencari sebab-sebabnya, dan menemukan cara yang sesuai untuk
mengatasi miskonsepsi tersebut.
Hal pertama yang harus dilakukan guru adalah memahami kerangka berpikir siswa.
Dengan memahami apa yang dipikirkan siswa dan apa gagasan siswa diharapkan guru dapat
mengetahui penyebab miskonsepsi dan menemukan cara mengatasi miskonsepsi tersebut.
Hal yang dapat dilakukan guru adalah:
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dalam kegiatan belajar mengajar guru sebaiknya lebih memperhatikan perilaku siswa
seperti mengidentifikasi prakonsepsi siswa, Merancang pengalaman belajar yang bertolak
dari prakonsepsi dengan melakukan penguatan terhadap konsep yang sudah benar dan
mengevaluasi konsep yang masih salah. Agar tidak terjadi miskonsepesi pada
pembelajaran terutama pada pembelajaran IPA.
DAFTAR PUSTAKA
http://iafabahagia.blogspot.com/2013/06/miskonsepsi-dalam-ipa-di-sd.html
file:///C:/Users/user/Downloads/10-1-17-3-10-20180420%20(1).pdf
http://talitamelalania.blogspot.com/2014/09/konsep-konsepsi-dan-miskonsepsi.html