Anda di halaman 1dari 10

PERMASALAHAN 1.

aspek kependudukan KEPADATAN PENDUDUK Secara umum rata-rata kepadatan penduduk Kota Surabaya adalah 79,68 jiwa/Ha, dan dalam kurun waktu tersebut nampak kecenderungan kepadatan penduduk meningkat. Hal ini terbukti bahwa sampai dengan akhir tahun 2000 yaitu mencapai 74,91 jiwa/Ha (sumber: Kompilasi Data Review RTRW Kota Surabaya 2005). Pada Tabel dapat dicermati bahwa tingkat kepadatan penduduk paling tinggi terdapat di Kecamatan Simokerto. Sedangkan visualisasinya dapat dilihat pada Gambar
TABEL 3.2 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 KEPADATAN PENDUDUK TAHUN 2001 KECAMATAN Tegalsari Genteng Bubutan Simokerto Pabean Cantikan Semampir Krembangan Kenjeran Bulak Tambaksari Gubeng Rungkut Tenggilismejoyo Gununganyar Sukolilo Mulyorejo Sawahan W onokromo Karangpilang Dukuh Pakis W iyung W onocolo Gayungan Jambangan Tandes Sukomanunggal Asemrowo Benowo Pakal Sambikerep Lakarsantri LUAS WILAYAH (Ha) 429.38 404.75 386.27 258.78 679.55 876.75 834.14 764.01 677.52 899.60 799.90 2108.16 552.29 970.96 2368.28 1421.22 692.89 846.59 922.53 993.51 1245.65 678.14 607.31 418.62 1106.72 922.97 1544.10 2677.99 1901.26 1605.08 2042.83 JUMLAH PENDUDUK (JIWA) 93465 54505 87883 84380 72699 154455 114506 105588 27371 188886 132986 111286 76154 51055 100148 85292 188766 146875 71478 57246 51780 81660 39837 39234 93459 107514 36716 34729 32345 42343 35991 2600632 KEPADATAN (JIWA/Ha) 217.67 134.66 227.52 326.07 106.98 176.17 137.27 138.20 40.40 209.97 166.25 52.79 137.89 52.58 42.29 60.01 272.43 173.49 77.48 57.62 41.57 120.42 65.60 93.72 84.45 116.49 23.78 12.97 17.01 26.38 17.62 79.68

TOTAL 32637.75 Sumber : Kecamatan Dalam Angka 2001 BPS Kota Surabaya

Terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan kecenderungan peningkatan kepadatan penduduk, di antaranya adalah pada wilayah atau kawasan tersebut intensitas pembangunannya cukup tinggi (hal ini ditandai dengan pesatnya berdirinya bangunan komersial, baik berupa pertokoan, jasa maupun hiburan) namun kurang memperhatikan bahwa luas wilayahnya kecil. Umumnya tingkat kepadatan yang tinggi terdapat di pusat kota, begitu juga yang terjadi di Kota Surabaya. KOMPOSISI PENDUDUK Pengelompokan penduduk sangat berguna untuk mengetahui Human Resource yang ada baik menurut umur maupun jenis kelamin. Melalui penggambaran piramida penduduk dapat diketahui proses demografi yang telah terjadi pada penduduk, juga tingkah laku maupun kondisi sosial ekonomi. Komposisi penduduk Kota Surabaya menurut kategori usia produktif dan non produktif menunjukan bahwa kategori non produktif mencapai 16,83% yang meliputi 14,50% merupakan usia muda dan 2,33% berada pada usia tua. Sedangkan kategori produktif merupakan kelompok usia kerja yang berada pada usia 15 64 tahun dan mencapai 83,17% sekitar 1.922.528 jiwa. Data mata pencaharian penduduk menunjukan bahwa penduduk yang bekerja mencapai 45,27% dari total penduduk Kota Surabaya tahun 2001, atau sekitar 1.177.189 jiwa. Terkait dengan penduduk usia kerja maka sebanyak 745.339 jiwa masih belum mendapatkan pekerjaan, dan hal ini perlu penanganan lebih lanjut untuk memperluas lapangan kerja dan mendorong kesempatan berusaha Dalam hal komposisi penduduk menurut agama menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kota Surabaya adalah pemeluk agama Islam (72,36% dari total jumlah penduduk). Terkait dengan komposisi ini maka kepentingan penyediaan fasilitas peribadatan akan disesuaikan. Komposisi penduduk Kota Surabaya berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2001, seperti

KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT AGAMA

2.ASPEK SOSIOLOGI

ISLAM KRISTEN PROTESTAN KRISTEN KATHOLIK HINDU BUDHA

MARGINAL Munculnya sektor informal di Kota Surabaya tidak dapat dihindari, apalagi dengan adanya krisis yang berkepanjangan. Masyarakat dengan modal yang sangat terbatas untuk menyambung kehidupan akan memilih jalan yang sangat mudah agar keuangannya dapat berputar, dan dapat survive di Surabaya. Sektor informal memberikan peluang kerja yang lebih luas bagi arus migran yang kurang terampil, memiliki tingkat pendidikan rendah dengan keahlian yang terbatas. Karakteristik sektor informal menurut Sethuraman (1985 : 90) bahwa sektor informal menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Sektor informal ini merupakan manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara-negara yang kotanya sedang mengalami perkembangan. Karena itu mereka yang memasuki kegiatan berskala kecil ini di kota, terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan mencari pendapatan untuk dapat survive (mempertahankan hidup) di kota Surabaya. Penduduk berijazah SMA mendominasi komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan. Namun tidak sedikit pula penduduk Surabaya yang hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SD dan SLTP atau bahkan yang tidak sampai tamat sekolah. Indikasi tersebut menggambarkan bahwa penduduk Kota Surabaya mempunyai kecenderungan tingkat kesulitan mendapatkan pekerjaan dilihat dari tingkat pendidikannya. Hal ini yang mendorong tingkat pengangguran yang tinggi dan masalah sosial lainnya.

A. ANAK JALANAN Apabila ditelaah, keberadaan anak jalanan dari segi tata ruang akan menimbulkan dampak yang signifikan. Keberadaannya di sepanjang jalan, trotoar, atau bahkan di jalur hijau akan mengganggu kondisi sekitarnya. Yang pertama adalah mengganggu arus lalu lintas, membahayakan keselamatan mereka sendiri, serta dari segi estetika menimbulkan kesan yang kurang baik terhadap image suatu kota. Akan menjadi beda halnya jika anak jalanan tersebut dibina dan diarahkan kegiatannya pada yayasan-yayasan tertentu.

B. YATIM PIATU, ANAK TERLANTAR, DAN ORANG JOMPO Kelompok penduduk yang meliputi anak yatim piatu, anak terlantar, dan orang jompo menjadi satu fenomena yang memerlukan perlakuan yang layak dan sesuai oleh masyarakat pada umumnya dan perhatian pemerintah khususnya. Keberadaan kelompok penduduk yang satu ini juga akan berpengaruh bagi kondisi sosial suatu kota, dalam arti kata bahwa keberadaannya akan memancing munculnya gepeng (gelandangan dan pengemis) atau bahkan kelompok kriminal yang mengganggu keamanan kota. Oleh sebab itu pembinaan dan penyediaan sarana penampungan kelompok ini dapat dijadikan solusi untuk mengantisipasi keadaan yang tidak diharapkan. Optimalisasi pembinaan dengan memanfaatkan ketrampilan yang mereka miliki (terutama bagi golongan yatim piatu dan anak terlantar) akan menguntungkan baik dari sisi sosiologi maupun ekonomi. C. PSK Secara normatif, setiap masyarakat selalu menginginkan suatu kehidupan yang baik, normal, tentram, sejahtera sesuai dengan ajaran agama, maupun pandangan masyarakat tentang dirinya dan keluarganya. Namun berbagai faktor yang menyebabkan sebagian anggota masyarakat khususnya kaum wanita memasuki dunia maksiat menjadi pemuas nafsu atau penghibur para lelaki hidung belang. Pertimbangannya adalah anggapan bahwa menjadi PSK merupakan suatu pekerjaan yang menguntungkan secara material dibanding pekerjaan lain yang dapat dilakukan oleh orang-orang yang merasa dirinya tidak mempunyai keahlian khusus.

Dalam kenyataannya masih banyak ditemui kelompok PSK yang masih terlihat di pinggir-pinggir jalan yang tidak terlegalisir. Kondisi ini akan mengganggu lingkungan sekitarnya, baik lalu lintas maupun artistik/keindahan kota. Data tentang bisnis seks di Surabaya
TABEL 3.8 DATA LOKALISASI PSK KOTA SURABAYA NAMA LOKALISASI JUMLAH WISMA Bangunrejo 190 Jarak 400 Dolly 55 Moroseneng 191 Klakal Rejo 150 Tambak Asri 332 JUMLAH 1318 Sumber : Dinas Sosial Kota Surabaya 2002 NO 1 2 3 4 5 6 JUMLAH WTS 950 2000 275 955 750 1660 6590

dapat dilihat pada

3.Aspek ekonomi
D. PKL Sektor informal pada dasarnya adalah salah satu bentuk respon migran dan masyarakat miskin di kota terhadap pembangunan antardaerah yang tidak merata, urbanisasi, meluasnya tingkat pengangguran dan merebaknya tekanan kemiskinan (Tjiptoherijanto, 1989). Artinya, kehadiran dan perkembangan sektor informal di berbagai kota besar bukan didorong oleh faktor internal dalam diri mereka sendiri, tetapi lebih merupakan akibat dari terjadinya bias urban dalam pembangunan (Manning dan Effendi, 1985). Bagi pemerintah kota yang ingin menata dan menertibkan wilayahnya, kehadiran sektor informal di kota-kota besar acapkali menimbulkan persoalan yang berkaitan dengan masalah ketertiban, keamanan, serta kebersihan kota. Di kota besar, seberapa pun banyak dan tingginya arus migrasi, biasanya tidak menjadi masalah karena di kota dengan mudah mereka terserap di sektor informal yang memang sangat lentur dan memiliki kapasitas luar biasa dalam menampung setiap penambahan jumlah tenaga kerja baru. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah jenis pekerjaan sebagai pedagang. Dan jenis perdagangan yang meringankan mereka dalam arti tidak memerlukan modal yang relatif tinggi adalah sebagai PKL (Pedagang Kaki Lima). Lokasi kegiatan dan jumlah anggota PKL akan disajikan pada serta persebaran PKL di kota Surabaya pada tabel sebagai berikut :
TABEL LOKASI KEGIATAN DAN JUMLAH ANGGOTA PKL NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 LOKASI KEGIATAN (JALAN) Kembang Jepun Prapat Kurung KHM. Mansyur Kepanjen Kawung Barata Jaya Sidoluhur Alun-Alun Priok Sedayu KHM. Mansyur Timur Kranggan Sisi Utara Pasar Turi Embong Blimbing Sedap Malam Kemuning JUMLAH 15 52 38 31 29 30 20 45 27 27 32 28 35 36 16

a. Kemiskinan Kota Pada Masing-masing Kecamatan Gambaran kondisi kemiskinan penduduk Kota Surabaya dilihat dari pendekatan pengeluaran rumah tangga dalam sebulan, menunjukkan bahwa kategori miskin di kota ini mayoritas didominasi oleh penduduk dengan klasifikasi miskin sekali yaitu sebesar hampir mencapai angka 40% atau 108.173 rumah tangga, disusul klasifikasi miskin dan paling miskin masing-masing 34,78% atau 94.349 rumah tanga dan 25,35% atau 68.779 rumah tangga. Banyaknya rumah tangga miskin terhadap keseluruhan jumlah rumah tangga di Kota Surabaya ternyata relatif cukup besar pada saat krisis berlangsung tahun 1999. Hal tersebut tampak bahwa lebih dari 37% rumah tangga di kota ini memiliki predikat miskin. Untuk kategori miskin sekali jumlah tersebut hampir menyentuh angka 15%, disusul kategori miskin mencapai jumlah 13,02%. Rumah tangga dengan klasifikasi paling miskin meskipun tidak sebanyak 2 klasifikasi sebelumnya namun angka tersebut relatif cukup banyak yaitu hampir mendekati 10% dari total rumah tangga di Kota Surabaya. Dilihat dari peta perwilayahan persebaran masyarakat miskin di Kota Surabaya dapat dilakukan melalui data persebaran penduduk miskin di setiap kecamatan. Hal ini dapat dilihat pada berikut.

TA BEL 3.18 PERSEBA RA N PENDUDUK MISKIN PER KECA MA TA N TA HUN 2001 JUMLA H PENDUDUK JML. PEND. MISKIN 93465 8612 54505 7175 87883 4129 84380 16453 72699 13724 154455 45302 114506 6597 105588 5004 27371 2546 188886 23212 132986 7544 111286 14328 76154 3886 51055 4822 100148 10786 85292 2814 188766 27481 146875 13130 71478 2696 57246 4996 51780 5838 81660 5370 39837 1952 39234 5609 93459 12106 107514 222 36716 12260 34729 5022 32345 6911 42343 4582 35991 6373 Sumber : BPS Kota Surabaya
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 KECAMATAN T egalsari Genteng Bubutan Simokerto Pabean Cantikan Semampir Krembangan Kenjeran Bulak T ambaksari Gubeng Rungkut T enggilismejoyo Gununganyar Sukolilo Mulyorejo Saw ahan W onokromo Karangpilang Dukuh Pakis W iyung W onocolo Gayungan Jambangan T andes Sukomanunggal Asemrow o Benow o Pakal Sambikerep Lakarsantri

% KA TEGORI 9.21 Rendah 13.10 Rendah 4.70 Rendah 19.50 Sedang 18.87 Sedang 29.33 Tinggi 5.76 Rendah 4.74 Rendah 9.30 Rendah 12.29 Rendah 5.67 Rendah 12.87 Rendah 5.10 Rendah 9.44 Rendah 10.77 Rendah 3.30 Rendah 14.56 Sedang 8.96 Rendah 3.77 Rendah 8.73 Rendah 11.27 Rendah 6.58 Rendah 4.90 Rendah 14.30 Sedang 12.95 Rendah 4.52 Rendah 33.19 Tinggi 14.46 Sedang 21.37 Sedang 10.81 Sedang 17.71 Sedang

Perkembangan penduduk miskin ini dapat dilihat melalui nilai relatif terhadap jumlah total di Kota Surabaya. dengan menggunakan nilai relatif tersebut, maka dapat ditentukan bahwa kecamatan yang memiliki persentase besar relatif terhadap total masing-masing kecamatan adalah Kecamatan Semampir dan Kecamatan Asemrowo.

4. ASPEK PERKEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN

RUMAH KUMUH Rumah kumuh merupakan jenis hunian yang menempati tanah legal milik pemerintah tetapi kondisi fisiknya dapat dikatakan kurang baik yang dalam tata ruang biasa disebut slum

dimana hunian ini sebagian besar berada di dekat pusat kegiatan. Berdasarkan studi yang pernah dilakukan oleh Laboratorium Permukiman ITS, lokasi-lokasi yang lebih banyak ditempati rumah-rumah kumuh adalah sekitar pasar, pertokoan, pabrik/kegiatan industri. Umumnya yang bertempat tinggal di lokasi ini adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah bersedia tinggal walaupun kondisi lingkungan fisiknya buruk. Hal ini disebabkan karena lingkungan fisik yang baik belum menjadi kebutuhan prioritas mereka, yang lebih diprioritaskan adalah memperoleh kesempatan di bidang ekonomi untuk mencukupi kebutuhan mereka. Di Kota Surabaya sendiri yang merupakan kota besar akan lebih sering ditemui kawasankawasan kumuh dibanding dengan kota-kota lain. Keberadaan rumah-rumah kumuh telah tersebar di seluruh kecamatan. Disimpulkan bahwa di Kota Surabaya sendiri yang paling banyak rumah-rumah kumuhnya adalah di sepanjang pantai dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan. Yang paling banyak adalah di wilayah Kenjeran dengan 6 lokasi kumuh, Kecamatan Benowo sebelah utara Surabaya yang juga di pesisir pantai dengan 5 lokasi kumuh. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel

TABEL 3.27

LOKASI PEMUKIMAN KUMUH KOTA SURABAYA 2002 KECAMATAN JUMLAH

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Tegalsari Genteng Bubutan Simokerto Pabean Cantikan Semampir Krembangan Kenjeran* Tambaksari Gubeng Rungkut Tenggilismejoyo Gununganyar Sukolilo Mulyorejo Saw ahan W onokromo Karangpilang Dukuh Pakis W iyung

1 2 2 2 6 1 2 2 4 3

1 3

HUNIAN LIAR Hunian liar sebenarnya identik dengan rumah kumuh, yang biasanya dibangun dekat dengan tempat usaha/kerja para penghuninya. Hunian liar merupakan rumah kumuh yang dibangun di atas tanah yang tidak diperuntukkan untuk bangunan (misalnya daerah bantaran sungai). Lokasi hunian liar di Kota Surabaya di antaranya terdapat di bantaran sungai Kalimas, daerah Benowo dan Rungkut yang didominasi oleh perindustrian. Selain tempat-tempat tersebut, masih ada hunian-hunian liar yang tersebar dalam skala kecil seperti; di tepi rel kereta api, dan tempat-tempat yang peruntukan lahannya bukan untuk bangunan. Keberadaan hunian liar sangat mengganggu tata ruang Surabaya. Sebaran hunian liar terdapat di Kec. Benowo (Tambak Oso Wilangun), Kec. Gubeng (Ngagel Rejo), Kec. Wonokromo (Jagir), Kec. Sukolilo (Jangkungan dan Medokan Semampir), Kec. Rungkut (Kedung Beruk, Penjaringansari, Wonorejo dan Kali Rungkut), serta Kec. Wonocolo (Sidoresmo).
TA BEL 3.18 PERSEBA RA N PEN DUDUK MISKIN PER KECA MA TA N TA HUN 2001 JUMLA H PEN DUDUK JML. PEN D. MISKIN 93465 8612 54505 7175 87883 4129 84380 16453 72699 13724 154455 45302 114506 6597 105588 5004 27371 2546 188886 23212 132986 7544 111286 14328 76154 3886 51055 4822 100148 10786 85292 2814 188766 27481 146875 13130 71478 2696 57246 4996 51780 5838 81660 5370 39837 1952 39234 5609 93459 12106 107514 222 36716 12260 34729 5022 32345 6911 42343 4582 35991 6373 Sumber : BPS Kota Surabaya
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 KECAMATAN T egalsari Gent eng Bubut an Simokert o Pabean Cant ikan Semampir Krembangan Kenjeran Bulak T ambaksari Gubeng Rungkut T enggilismejoyo Gununganyar Sukolilo Mulyorejo Saw ahan W onokromo Karangpilang Dukuh Pakis W iyung W onocolo Gayungan Jambangan T andes Sukomanunggal Asemrow o Benow o Pakal Sambikerep Lakarsant ri

% KA TEGORI 9.21 Rendah 13.10 Rendah 4.70 Rendah 19.50 Sedang 18.87 Sedang 29.33 Tinggi 5.76 Rendah 4.74 Rendah 9.30 Rendah 12.29 Rendah 5.67 Rendah 12.87 Rendah 5.10 Rendah 9.44 Rendah 10.77 Rendah 3.30 Rendah 14.56 Sedang 8.96 Rendah 3.77 Rendah 8.73 Rendah 11.27 Rendah 6.58 Rendah 4.90 Rendah 14.30 Sedang 12.95 Rendah 4.52 Rendah 33.19 Tinggi 14.46 Sedang 21.37 Sedang 10.81 Sedang 17.71 Sedang

5. ASPEK LINGKUNGAN HIDUP KOTA

A. PENCEMARAN Pencemaran yang terjadi di kawasan pantai timur Surabaya, antara lain dialirkan melalui kali Dami, kali Wonokromo, kali Kenjeran, kali Kepiting, kali Keputih dan kali Perbatasan yang membawa logam berat, limbah domestik dan sampah. Pencemaran lingkungan yang terjadi di wilayah pesisir pantai timur Surabaya disebabkan oleh: limbah cair, sampah, logam berat. Meskipun data lapangan menunjukkan bahwa kualitas air di wilayah Surabaya timur masih termasuk golongan C, namun limbah logam berat yang berasal dari industri-industri merupakan potensi pencemar berat yang dapat terus terakumulasi di muara sungai.

B. KERUSAKAN FISIK HABITAT Kerusakan tersebut disebabkan antara lain karena: konversi vegetasi mangrove menjadi berbagai peruntukan seperti: tambak yang produktif dan permukiman, adanya tanah oloran yang tidak selalu tergenang dan cenderung berlempung, kerusakan dan penebangan pohon sepanjang garis pantai Kenjeran sampai dengan muara sungai di daerah Gunung Anyar.

Anda mungkin juga menyukai