EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP Salmonella typhi SECARA IN VITRO Sjoekoer M Dzen*, Samodrijanti Wibowati**, Antyanti Widya Purwarini***
Abstrak Salmonella typhi sebagai bakteri penyebab demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Ekstrak rimpang temulawak memiliki bahan aktif minyak atsiri serta kurkuminoid dan terbukti memiliki efek antibakteri terhadap MRSA. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antimikroba ekstrak rimpang temulawak terhadap Salmonella typhi secara in vitro dengan menggunakan metode dilusi tabung. Konsentrasi ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah 0 %, 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5%; dan 25%. Hasil pengamatan pada nutrient broth menunjukkan KHM dan KBM tidak dapat ditentukan secara visual. Hasil penanaman pada NAP menunjukkan KHM terjadi pada konsentrasi 17,5 % dan KBM terjadi pada konsentrasi 20 %. Analisis data menunjukkan terdapat perbedaan jumlah koloni pada tiap perlakuan (Kruskal Wallis, p = 0.00), dan nilai korelasi Spearman ,934. Dengan demikian, disimpulkan bahwa ekstrak rimpang temulawak memiliki efek antimikroba terhadap Salmonella typhi dengan KHM=17,5 % dan KBM=20 %. Kata kunci : Salmonella typhi, ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza), KHM, KBM Abstract Salmonella typhi is a Gram-negative bacillus in the family Enterobacteriaceae that causes typhoid fever. Java Turmeric extract contains the active substance of essensial oil and curcuminoid and has proven antimicrobial effect on MRSA. The aim of this experimental study is to demonstrate the antimicrobial effect of java turmeric on Salmonella typhi by using tube dilution method. The java turmeric extract concentrations are 0 %, 12,5 %; 15 %; 17,5 %; 20 %; 22,5 %; and 25 %. The result indicates that MIC and MBC can not be assessed visually. Inoculation on NAP shows MIC at the concentration 17, 5 % and MBC at the dose 20 %. The data analysis shows there is difference in colony number between the groups (Kruskal Wallis, p = 0.00), and Spearman correlation =,934. The conclusion of this study is java turmeric extract has antimicrobial effect on Salmonella typhi in vitro with MIC=17,5 % and MBC=20 %. Keywords : Salmonella typhi, Java turmeric extract (Curcuma xanthorriza), MIC, MBC
* Laboratorium Mikrobiologi FKUB ** Laboratorium Biologi FKUB *** Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FKUB
mutation dalam enzim DNA gyrase merupakan pada posisi 83 dan 87) harus dilihat sebagai masalah kesehatan dunia yang serius2. Salmonella typhi yang resisten terhadap banyak obat memiliki
perkiraan WHO pada tahun 1995, setidaknya 16 juta kasus baru muncul setiap tahun dengan 600.000
kematian. Kasus terbanyak muncul di Asia, Afrika, dan Amerika latin. Tahun 1996 dan 1997 dilaporkan terjadi wabah yang menimpa 10.000 orang di Tajikistan . Saat ini demam tifoid masih endemik di Indonesia; dengan prevalensi diperkirakan 350-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun atau kurang lebih sekitar 600.000-1,5 juta kasus setiap tahun. Delapan puluh sampai sembilan puluh persen dari angka di atas adalah anak berusia 219 tahun . Baru-baru ini galur yang multi resisten IncHI yang membawa kd plasmid telah dunia terhadap terhadap ditemukan
3 2
terinfeksi galur yang multi resisten memberikan gejala klinis lebih berat, insiden diseminata koagulasi yang intravaskuler lebih tinggi,
hepatomegali, dan peningkatan angka kematian tiga kali lipat yang juga dihubungkan dengan lamanya sakit dan pengobatan sebelumnya yang tidak tepat4. Untuk menanggulangi pasien yang terinfeksi galur yang berbagai
multiresisten
dicobalah
macam bahan tradisional. Temulawak merupakan satu dari 19 jenis temutemuan keluarga Zingiberaceae yang paling banyak digunakan sebagai
100.000-120.000 ke
seluruh
bahan baku obat tradisional. Tanaman ini tumbuh liar di hutan-hutan, ditanam di ladang dan pekarangan rumah5. Rimpang temulawak
juga
terhadap
fluoroquinolon
30-40%. Rimpang Temulawak terbukti dapat dipakai sebagai antibakteri aureus Resistant
penanaman pada Mc Conkey, TSI agar slant, tes oxidase, dan tes biokimia IMVIC) terhadap kuman uji; yang masih sensitif terhadap amikacin, ceftriaxon,
terhadap maupun
Staphylococcus Methicillin
Staphylococcus Aureus (MRSA); yang dinding selnya terdiri atas lapisan peptidoglikan yang sangat tebal67. Jika bakteri yang dindingnya tebal bisa dihambat dengan ekstrak rimpang temulawak, maka diharapkan ekstrak ini efektif juga terhadap Salmonella typhi yang dinding selnya lebih tipis .
7
ampicillin, cefotaxim,
amoxicilin,
chloramphenicol, dan cotrimoxazol. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kedokteran Malang. Mikrobiologi Universitas Fakultas Brawijaya typhi
Bakteri
Salmonella
diperoleh dari satu isolat Salmonella typhi di Laboratorium Kedokteran Malang. Mikrobiologi Universitas Rimpang
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan secara eksperimental laboratorik in vitro post test only control group design
Fakultas Brawijaya
menggunakan metode tube dilution dengan konsentrasi ekstrak rimpang temulawak sebesar 0 %; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5%; dan 25%.
kekeruhan
Dengan metode ini akan diperoleh data KHM (Kadar Hambat Minimal) dan KBM (Kadar Bunuh Minimal). KHM diamati berdasarkan kekeruhan pada tabung, sedangkan koloni KBM pada
tetapi sulit untuk menentukan KHM secara visual. Oleh karena itu pada setiap tabung dilakukan penanaman pada NAP. Kemudian jumlah dilakukan yang
berdasarkan
jumlah
penghitungan
koloni
tumbuh pada NAP (tabel 1). Pada grafik (gambar 1) dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah koloni
Salmonella
typhi
seiring
dengan ekstrak
konsentrasi 12,5% dan 15%, 12,5% dan 17,5%, 12,5% dan 20%, 12,5% dan 20%, 12,5% dan 25%, 15% dan 17,5%, 15% dan 20%, 15% dan 22,5%, 15% dan 25%, 17,5% dan 20%, 17,5% dan 22,5%, serta 17,5% dan 25% (Mann Whitney, p < 0,05). Uji korelasi Spearman
meningkatnya
konsentrasi
rimpang temulawak yang digunakan. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa KBM pada penelitian ini adalah 20% (setara dengan ekstrak 0,4ml) yang ditunjukkan dengan konsentrasi ekstrak temulawak terendah dimana tidak didapatkan pertumbuhan koloni pada empat kali KHM pengulangan. adalah pada
memperlihatkan nilai sig 0,000 yang menunjukkan bahwa korelasi antara peningkatan rimpang konsentrasi temulawak ekstrak dengan
Sedangkan
konsentrasi 17,5% (setara dengan 0,35ml) dimana pertumbuhan koloni kuman yang ada sangat minimal, yang berarti terjadi efek penghambatan kuman
penurunan jumlah koloni Salmonella typhi adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman -,934 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif yang berarti bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak rimpang temulawak semakin kecil jumlah koloni kuman, dengan kekuatan korelasi yang kuat.
terhadap
pertumbuhan
Salmonella typhi. Selanjutnya hasil perhitungan jumlah koloni ( tabel 1) dianalisa secara statistik. Analisis data
menunjukkan paling tidak terdapat perbedaan jumlah koloni pada tiap perlakuan (Kruskal Wallis, p = 0.00). Perbedaan didapatkan yang diantara bermakna kelompok
Tabel 1. Hasil perhitungan koloni Salmonella typhi terhadap perlakuan perlakuan Konsentrasi(%) KK 12,5% 15% 17,5% 20% 22,5% 25% I 245.000 122.000 146 56 0 0 0 II 213.000 117.000 87 32 0 0 0 Pengulangan III 234.000 110.000 118 27 0 0 0 IV 265000 119.000 124 4 0 0 0
300000
J U M L A H 200000 K O L O N I S a l m o n e l l a t y p h i
100000
200
100
12,5 %
15 %
17,5 %
20 %
22,5 %
25 %
Keterangan : : pengulangan 1
penanaman pada media cair NA broth dalam tabung reaksi dan diinkubasi pada suhu 37C selama 18-24 jam, kemudian kepadatan kuman diukur
dengan
spektrofotometer
dengan
panjang gelombang 540 nm. Setelah didapatkan PEMBAHASAN Untuk menentukan berapa spektrofotometer, pengenceran sampai
6
hasil
terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan. Hal ini karena belum ditemukan referensi yang mendukung mengenai konsentrasi ekstrak
ekstrak rimpang temulawak ditambah aquades dengan konsentrasi ekstrak sebesar 0 %; 12,5 %; 15 %; 17,5 %; 20 %; 22,5 %; dan 25 %. Selain itu juga dibuat kontrol bahan untuk
melihat
apakah
ekstrak
rimpang
hasil eksplorasi akhirnya diputuskan untuk menggunakan tujuh konsentrasi yang berbeda, yaitu : 0 %; 12,5 %; 25 %; 17,5 %; 20 %; 22,5 %; dan 25 %. Setelah dilakukan uji
temulawak yang digunakan bebas dari kontaminasi. Semua tabung diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37C. Setelah diinkubasi, dilihat kekeruhan pada masing-masing tabung. Tabung yang warnanya mendekati warna
identifikasi bakteri dan diputuskan berapa konsentrasi yang akan dipakai, penelitian antimikroba dilanjutkan dengan dengan metode uji tube
temulawak adalah kuning, maka KHM tidak dapat dilihat secara visual. Oleh karena itu penelitian dilanjutkan ke tahap dua, yaitu penanaman pada
dilution test. Metode ini dipilih karena prosedurnya mudah dan alat-alat yang diperlukan tersedia di laboratorium.
media padat NAP. Semua tabung dilakukan penanaman dengan cara streaking (penggoresan) pada NAP dan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37C. Kemudian dilakukan
homogen.
Akan
tetapi
setelah
dilakukan tes normalitas, ternyata data tersebut tidak normal. Bahkan setelah ditransformasi berulang-ulang, data tetap tidak normal. Oleh karena itu diputuskan untuk menganalisis data dengan uji alternatif ANOVA yaitu Kruskal-Wallis. Hasil uji Kruskal-Wallis
penghitungan koloni yang tumbuh dengan Colony Counter. Dari hasil hitung koloni didapatkan penurunan jumlah koloni seiring konsentrasi dengan ekstrak
meningkatnya
menunjukkan nilai p=0.00 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa paling tidak terdapat perbedaan jumlah
rimpang temulawak yang digunakan. KHM terjadi pada konsentrasi 17,5 % yaitu konsentrasi KBM yang dimana paling masih
koloni pada tiap perlakuan. Berarti ekstrak rimpang temulawak dengan tingkatan macam konsentrasi memiliki bermacamyang
mendekati
terdapat pertumbuhan kuman. KBM terjadi pada konsentrasi 20 % dimana tidak terdapat pertumbuhan kuman sama sekali. Hasil penghitungan koloni ini kemudian dianalisa secara statistik agar lebih menunjang data hasil
efektifitas
bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak rimpang maka temulawak semakin yang sedikit
digunakan
penelitian. Data jumlah koloni pada konsentrasi 0 % tidak dimasukkan dalam analisis statistik, karena data tersebut sudah menunjukkan
jumlah koloni yang tumbuh. Setelah itu untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan yang signifikan, maka dilakukan analisa Mann-Whitney. Uji analisis ini
perbedaan yang jelas dengan data yang lain. Dengan melihat ini jenis maka
variabel
dari
penelitian
digunakan uji analisis komparatif one way ANOVA dengan syarat data berdistribusi normal dan variannya
konsentrasi kecuali pada konsentrasi 20 % dan 22,5 %; 20 % dan 25 %; serta 22,5 % dan 25 %. Ini berarti
terdapat yang
perbedaan bermakna
jumlah antara
koloni semua
Spearman untuk melihat kekuatan hubungan antara konsentrasi ekstrak rimpang temulawak dengan jumlah koloni yang tumbuh. Dari analisis ini didapatkan nilai sig 0,000. Hal
memiliki efek antimikroba. Zat-zat itu antara lain adalah minyak atsiri dan kurkuminoid. Komponen minyak atsiri terdiri dari senyawa phenol, terpen dan terpenoid. Yang termasuk
inimenunjukkan bahwa korelasi antara ekstrak rimpang temulawak dengan jumlah koloni Salmonella typhi adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman ,934 menunjukkan bahwa arah
senyawa phenol antara lain adalah sineol, borneol, xantorizol. Selain itu kurkumin dan desmetoksi kurkumin juga termasuk phenol. Phenol diduga memiliki mekanisme toksisitas
korelasi negatif yang berarti bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak rimpang jumlah temulawak koloni semakin kecil
terhadap bakteri melalui inhibisi enzim oleh bahan-bahan yang teroksidasi, mungkin melalui interaksi yang lebih tidak spesifik dengan protein8.
kuman,
dengan
Senyawa phenol ini mudah menguap, jadi diperkirakan senyawa ini sudah tidak ada dalam ekstrak rimpang temulawak setelah melewati proses evaporasi. Selain itu curcumin juga memiliki bakteri. efek Ketika fototoksik terkena terhadap cahaya,
kemungkinan bahwa Salmonella typhi ini mungkin mati disebabkan oleh proses dalam penelitian seperti
curcumin bertindak sebagai bahan antibakteri dengan memproduksi hydrogen peroksida9. Zat aktif lain yang memiliki efek antimikroba adalah turmeron dan monoterpen yang
merupakan terpenoid. Aktifitas anti bakteri terpenoid diduga melibatkan pemecahan membran oleh komponen lipofilik . Seskuiterpene dalam minyak atsiri adalah anggota terpenes yang bersifat mengiritasi merubah menaikkan kulit. komposisi hidrokarbon, Sesquiterpene mikroba dan
8
aktif
dalam
rimpang
temulawak
DAFTAR PUSTAKA 1. Tierney, et al. 2002. Current Medical Diagnosis and Treatment 41st. A lange Medical Book, USA.
KESIMPULAN - KHM ekstrak rimpang temulawak terhadap Salmonella typhi tidak dapat ditentukan secara visual. - Dengan penanaman pada NAP didapatkan KBM ekstrak rimpang
2. Butler T, Scheld WM. 2002. Cecil Textbook Of Medicine 22nd Vol 2. Elseiver Inc, Philadelphia. 3. Tempo. 2002. Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Tentang Pencegahan Penyakit Demam Tifoid Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Kelurahan Utan Kayu Utara. (Online). (http://www.tempo.co.id/medik a/arsip/12 2002/lap.1.html, diakses tanggal 2 Desember 2005). 4. Keusch GT, et al. 1994. Harison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Vol 2.Terjemahan Oleh Ahmad H.A.1995. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 5. Suranto A. 2001. Temulawak Temu Penyembuh Yang Menakjubkan. Buletin APTOI, No. 4, Mei 2001, (Online), (http://mahkotadewa.com/Bulet in-Aptoi-no.4.htm), diakses 30 November 2005).
dengan 500 mg/ml) dan KHM pada konsentrasi 17, 5 % (setara dengan 437,5 mg/ml). - Ekstrak rimpang temulawak memiliki efek antimikroba secara in vitro
Saran - Dilakukan isolasi terhadap bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak rimpang temulawak. - Pemilihan metode ekstraksi yang paling baik untuk mendapatkan zat-zat
6. Hing Kwok Cu, Joe. 2002. Shu Gu Jiang Huang, (Online), (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/e ntrez/query.fcgi?cmd=Retrieve &db=Pubmed&list, diakses tanggal 30 November 2005). 7. McKane, Larry, J. Kandel. 1986. Microbiology: Essentials And Applications. McGraw-Hill. Singapore:
8. Cowan, Marjorie Murphy. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical Microbiology Reviews, (Online), Vol. 12, No. 4, (http://www.emr.org/egi/reprint/ 12/4/154?maxtoshow=&HITS= 10&hits=10&RESULTFORMAT =Fulltext=Plantantimicrobial&s earchid , diakses 7 Desember 2005). 9. Dahl TA, et al.1989. Photokilling of Bacteria by The Natural Dye Curcumin. Center for Photochemical Science Bowling Green State University, Ohio.
10. Erwin M. 2005. A Short Chemystry Lesson on Essential Oils. (Online), http://www.aroma market.com/chemistry.htm. diakses 12 Mei 2006).